BLANTERORBITv102

My Blue

Jumat, 07 Juli 2023

 


Beni merapikan semua barang-barangnya. Keputusannya kali ini sudah begitu bulat untuk tinggal di rumah tantenya yang lebih dekat dengan kampus. Bukan keputusan mudah bagi Beni yang masih ingin tawuran dan nakal namun harus fokus pada masadepan dan pendidikannya. Melepaskan kebiasaan nongkrong dan kumpul-kumpul tidak jelas setiap harinya.

Sebenarnya jarak dari rumah ke kampus juga tidak begitu jauh. Hanya setengah jam perjalanan dengan motornya. Beni juga jadi masih bisa mengurus bengkelnya dan curi-curi pandang serta mencari kesempatan untuk melihat Sofia, istri dari mantan rivalnya dulu.

Memandangi Sofia yang sedang menemani Arman sembari mengawasi si kembar yang pecicilan dan begitu aktiv seolah tenaganya tak bisa habis. Melihat Sofia yang dengan sabar mendengarkan anak-anaknya mengoceh sembari menemani Arman yang sedang bersiap menutup distronya. Pemandangan indah yang begitu ingin Beni rebut.

Namun sayang sekarang semuanya harus ia pendam dalam-dalam. Niatan Beni merebut Sofia juga sudah coba ia lupakan meskipun terasa begitu berat dan sulit. Sampai seperti sekarang, ini adalah salah satu caranya move on dan memulai lembaran baru dalam hidupnya.

“Makasih Tan…” ucap Beni begitu tantenya memberinya kunci serep rumah padanya sebelum berangkat kuliah pagi ini.

Seperti pagi-pagi yang biasanya, kegiatan kuliah juga hanya begitu-begitu saja. Membosankan. Tetap bagi Beni masa paling indahnya adalah saat di STM, meskipun memang gadis di STM hanya sedikit dan bisa di hitung jari. Tapi bagi Beni yang sudah terlanjur menyukai Sofia yang berstatus sebagai istri orang itu tak dapat berbuat apa-apa.

Sampai ia melihat seorang gadis manis di kelasnya yang sering menyendiri. Dila, Beni pernah sekelompok dengannya dulu. Tapi Beni merasa tak banyak bicara dengannya. Dila pendiam, mungkin sedikit pemalu atau memang Beni yang kurang asik. Entahlah yang jelas Beni tak begitu akrab dan familiar dengan gadis itu.

Beni terus memandanginya dari ujung kelas. Dila cantik, tapi kenapa ya dia terus menyendiri? Maka sejak itu Beni mulai menetapkan Dila sebagai target kesenangannya yang baru. Beni mulai memperhatikan Dila hampir di setiap kesempatan. Memantau dari sosmednya sampai memperhatikan kemana kegiatan Dila setelah selesai kelas.

Sampai Beni hapal dan sudah langsung pura-pura menunggu Dila. Seperti saat ini ia duduk di bangku taman fakultasnya dan melihat Dila yang datang tak berselang lama sembari membawa laptopnya, bersiap mengerjakan tugas disana. Jika biasanya Beni hanya diam kali ini ia coba memberanikan diri mendekati Dila yang sendirian itu.

“Hai!” sapa Beni lalu langsung duduk di depan Dila.

“Hai…” sautnya singkat. Dila begitu cuek dan dingin.

“Kamu tau kan kita sekelas?” Beni berbasa-basi dengan tololnya.

Dila tertawa mendengar pertanyaan Beni. “Ben, kita udah 4 semester barang, masa iya aku ga tau!” sautnya yang membuat suasana sedikit lebih cair.

Beni tersenyum mendengarnya. “Kamu nunggu siapa sih? Kenapa sering kesini sendirian terus celingukan ga jelas gitu?” tanya Beni langsung pada intinya.

“Nunggu cowokku,” jawab Dila yang langsung tersipu malu.

Sial Beni sudah salah sasaran lagi. Kenapa semua wanita yang berkualitas bagi Beni malah sudah ada yang punya terus sih! Pikir Beni kesal.

“O-oh… udah punya cowok. Anak mana?” tanya Beni canggung.

“Gak tau,” jawab Dila entah ia menyembunyikan identitas pasangannya atau apalah.

Beni menaikkan sebelah alisnya. Ia seketika teringat pada mantan pacarnya yang seorang K-poper, atau teman tongkrongannya yang begitu menggandrungi tokoh anime hingga menyebutnya sebagai waifu dan menganggapnya sebagai pasangan sungguhan. Beni langsung menganggap Dila juga begitu.

“Cowok kamu sama kamu tu HBD ya?” tanya Beni sembari menaikkan sebelah kakinya ke kursi.

“Hah? HBD apaan?” saut Dila bingung.

“Hubungan Beda Dimensi!”

Dila tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Beni. “Enggak!” sanggahnya. “Em…gimana ya bilangnya. Ada cowok yang aku sukai gitu. Waktu masih ospek dulu, waktu kita masih maba (mahasiswa baru). Aku pengen sama dia, tapi aku ga tau siapa namanya. Dia jurusan apa? Tapi kalo waktu itu barisannya deket sama aku harusnya kan sefakultas. Tapi aku ga pernah ketemu…”

“Terus kamu klaim dia jadi cowokmu, gitu?” tebak Beni menyela.

Dila mengangguk malu-malu kucing. Sekarang giliran Beni yang tertawa terbahak-bahak mendengarnya.

“Cowokmu itu kayak gimana cirinya?” tanya Beni yang sadar ini adalah salah satu kesempatannya untuk sedikit bersenang-senang dengan Dila.

Dila terdiam sejenak mencoba mengingatnya. “Aku samar-samar ingetnya. Dia putih, tinggi, potongannya cepak gitu kayak mau masuk militer. Terus aku liat dia pakek mobil warna item. Gatau merek apa, antara Honda Jazz, Brio, apa Ayla gitu lupa. Udah itu doang ingetnya.”

“Itu doang?!” Beni kaget yang langsung di angguki Dila. “Kok kamu bisa suka?” tanya Beni heran.

“Ya namanya juga cinta pada pandangan pertama,” jawab Dila santai lalu mematikan laptopnya merasa lebih nyaman mengobrol dengan Beni. Toh ini juga kali pertamanya ia menceritakan soal kisah asmaranya pada orang lain.

“Cinta pada pandangan pertama ya…” gumam Beni lalu mengangguk-anggukkan kepala.

“Emang kamu gak pernah?” Dila balik bertanya.

Beni mengangguk jelas pernah mengalaminya. Apa coba penyebabnya bisa begitu tergila-gila pada Sofia yang baru sekali ia temui dulu itu kalau bukan cinta pandangan pertama. Tapi Arman tidak sebodoh ini, setidaknya Arman tau siapa nama pujaan hatinya dan paling tidak Sofia juga tau jika ada Arman di dunia ini. Ini berbeda dengan apa yang Dila alami tidak apel to apel, ini cenderung apel to evercross.

“Nih…” Dila menunjukkan buku seketnya pada Beni. “Aku coba gambar cowok itu dari ingetanku, kira-kira kek gini…”

Ide gila itu langsung muncul di benak Beni. Dila tidak tau siapa cowok yang dia sukai, dan itu artinya bisa jadi siapa saja di kampus ini selama seangkatan dengannya. Selain itu Beni juga bisa dengan mudah move on jika ada pasangan. Toh Dila juga tidak tau kalau itu benar cowok idamannya atau bukan.

Beni mengambil ponselnya lalu menscroll mencari fotonya saat maba dulu. Mengingat tadi Dila bilang cowok idamannya berpotongan cepak seperti akan masuk militer. Dulu Beni kan juga begitu waktu di STM. Ini kesempatan emasnya! Dari pada di tolak dan terus mundur, toh paling tidak nanti misalnya Dila tidak jadi menyukainya paling tidak mereka bisa berteman. Lagian Dila juga cantik dan sexy jika di lihat dari dekat begini. Tak ada kerugian di mata Beni.

“Kok mirip aku ya?” Beni menunjukkan ponselnya.

Dila membelalakkan matanya. Beni kembali mengambil ponselnya lalu menunjukkan ia yang duduk di depan mobil Brio hitam milik Arman bersama beberapa pemimpin gengnya dan Arman.

“Iya gak sih?” tanya Beni mendesak.

Dila menatap Beni dengan pandangan tak percaya. “T-terus mobilmu kemana?” tanya Dila.

Sial belum apa-apa Beni sudah tersudut. “K-kan aku ngekos di rumah Tanteku, ngapain bawa mobil?” ini alasan paling rasional yang bisa Beni berikan.

Dengan gemetar Dila langsung mengemasi barang-barangnya dan berlari meninggalkan Beni begitu saja. Dila merasa bodoh dan malu di hadapan Beni. Dila terus mencari cowok idamannya, padahal cowok itu sudah ada di depan matanya selama ini. Dila merutuki ketidak pekaannya. Pantas ia tak pernah melihat mobil berwarna hitam itu lagi, pantas juga ia tak pernah meligat cowok itu berpapasan dengannya. Karena mereka selama ini sudah terus bersama.

Sementara Beni merasa usahanya berbohong barusan tetap sia-sia dan sama sekali tak membuahkan hasil. Ia tetap di tolak dan di tinggalkan, ya meskipun Beni sama sekali tak menyatakan apapun. Tapi cara Dila pergi barusan sudah menjawab semuanya.

***

Beni mencoba menerima kenyataan jika tak mungkin ia menggunakan cara liciknya. Toh itu terasa begitu jahat bila sampai Dila percaya. Beni memang tidak dekat dengan Dila, tapi ia tak mau mengorbankan Dila hanya untuk pelariannya saja. Beni tidak merasa semurah itu.

Tapi kali ini ternyata berbeda. Usai kelas Dila tiba-tiba menghampiri Beni lalu menggenggam tangannya dan mengajaknya keluar, menjauh dari keramaian sejenak. Beni sudah deg-degan takut jika Dila tau atas kebohongannya. Dimaki atau memaki orang mungkin sudah biasa bagi Beni tapi ia tak pernah mau dalam posisi itu karena sudah membohongi Dila. Apalagi ini soal cinta.

“Ben…” panggil Dila gugup lalu memberikan sebuah coklat pada Beni. “Jadi pacarku mau gak? Aku udah nunggu kamu dari lama. Aku cari kamu, aku tau ini memalukan cewek nembak duluan. Tapi aku gak mau kehilangan kesempatan lagi…”



Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.