"Enak kan? Besok lagi kita kerja biar bisa makan ya!" seru Tina dengan ceria pada Dani adiknya.
Dani mengangguk sembari menjilati sisa kuah tumisan yang menempel di tangannya. Dani tidak bisa bicara, tapi lelaki kecil itu paham dengan apa yang di katakan Tina, kakaknya. Tina sendiri sebenarnya juga bukan kakak kandung Dani, keduanya sama-sama sendiri.
Tina sempat mencoba mengusir Dani ketika tau anak kecil itu mengikutinya. Tina merasa mengamen sendiri adalah hal terbaik karena ia bisa dapat uang jajan banyak dan bisa memberikan setoran yang cukup pada preman yang memalakinya. Tapi Tina tak cukup tega untuk membiarkan Dani sendirian waktu itu. Entah apa pertimbangan gadis yang masih berusia 8 tahun itu, ia sudah langsung membawa Dani ikut bersamanya begitu saja.
Nama Dani juga Tina beri setelah membaca kaos yang di kenakan Dani saat awal bertemu. Republik Cinta Ahmad Dani. Tina memutuskan memberinya nama Dani karena Dani tak tau siapa namanya.
"Kita tidur disini," ucap Tina menggelar kardusnya di depan pagar masjid.
Dani menunjuk kedalam masjid. Tina menggeleng lalu menarik Dani untuk duduk bersamanya.
"Jangan, nanti di marahi! " ucap Tina sembari menahan Dani yang mengeyel.
Dani cemberut, Dani ingin tidur di dalam masjid yang sudah sepi itu. Tidur di beralaskan karpet dan berselimutkan sajadah pasti hangat, pikir Dani.
"Hayo sana pergi! Jangan tidur disini!! " usir seorang marbot tua yang melihat Tina dan Dani yang ribut sembari melemparinya dengan kerikil.
Tina dan Dani langsung berlari menjauh menenteng kardua yang mereka bawa dari tadi sembari menahan tangis karena takut dan sakit terkena lemparan kerikil.
"Kan jadi di marahin! " ucap Tina memarahi Dani sembari merangkulnya agar Dani tak menangis.
Tina dan Dan terus berjalan sembari mencari tempat yang aman untuk tidur sampai ia sampai ke emperan toko. Tina memungut brosur-brosur yang berserakan di lantai toko. Wajahnya berseri-seri menunjukkan brosur yang ia dapat.
"Ini tempat tidur, ada selimutnya. Aku dulu punya selimut warna abu-abu, sama kayak bajumu gitu. Hangat ada bulu-bulunya. Tapi waktu aku masih di panti!" ucap Tina menceritakan soal selimut dan kamarnya saat ia tinggal di panti asuhan.
"Am... Am..." Doni berpura-pura mengambil makanan yang ada di brosurnya sembari berpura-pura makan.
Tina tersenyum melihatnya lalu ikut berpura-pura melakukan hal yang sama. Keduanya berpura-pura makan ayam goreng, minum esteh dan makanan lain yang ada di brosur paket ayam geprek tersebut dengan lahap.
"Nanti kalo aku tau caranya kita pergi sama-sama ke panti ya. Nanti kita bisa makan 3 kali sehari. Banyak! " Doni mengangguk dengan senang.
"Di panti nanti kita bisa mandi, belajar membaca, kayak aku. Nanti kamu jadi pinter. Minum susu juga, nanti kita dapet selimut, bantal, kasur. Ini enak semua! Kalo hujan nanti kita gak basah. Disana baik... " ucap Tina sembari menutupi tubuhnya dengan kardus.
Tina diam melihat Dani yang sudah terlelap di sampingnya. Tina memandangi brosurnya lalu menatap langit-langit emperan kios. Tina menyeka airmatanya, harusnya ia nurut dan tidak mengeyel mengikuti teman-temannya yang ingin bebas dari panti saat itu. Tina menyesal.
Tina menatap Dani, Tina penasaran darimana Dani datang. Apakah Dani sama sepertinya? Tapi sayang Dani tidak bisa bicara.
Tina menatap langit-langit lagi mencoba mengingat petugas yang menangkapnya. Orang-orang dewasa yang ikut tertangkap waktu itu berkata pada Tina jika ia akan di bawa ke dinas sosial dan dikembalikan ke panti.
Harapan Tina sudah begitu besar waktu itu tapi sayang ia tak di bawa ke panti lagi. Ia di bawa ke sebuah rumah tua dan mulai di suruh mengamen dan mengemis. Sampai sekarang Tina tak bisa kembali ke pantinya dan tak tau harus kemana.
"Gapapa, nanti kita ke panti bareng-bareng. Kita sama-sama terus..." ucap Tina lalu memejamkan matanya.
Tapi baru sebentar matanya terpejam samar ia mendengar suara sirine, di iringi suara langkah orang-orang yang berlari tunggang langgang menghindari razia. Tina bangun dan langsung berlari mengikuti arah orang-orang berlari.
Dani ikut terbangun dan langsung berlari melepaskan kardusnya. Namun sayang langkahnya tak cukup cepat. Sadar Dani tertinggal di belakangnya, Tina kembali berlari menuju Dani melawan arus.
Dani sudah jatuh dan beberapa kali terinjak-injak hingga tak dapat bangun. Tina langsung mendekat ke arahnya dan berusah melindunginya. Namun sayang kedua bocah itu terlalu kecil untuk terlihat orang dewasa yang panik dan takut terjaring razia, juga terlalu lemah untuk melindungi diri dari injakan orang-orang tersebut.
Dani menangis takut dan sakit, Tina ikut menangis sambil menenangkan Dani. Beberapa orang sengaja memukul dan mendorongnya juga agar menjauh dari sana karena menghalangi jalan. Namun Tina dan Dani sudah tak bisa bangkit lagi, terlalu banyak cidera setelah terinjak-injak orang yang panik.
"Weh! Ada bocah! Ada bocah!" seru seorang satpol PP yang mendapati Tina dan Dani yang terkapar tak sadarkan diri dalam posisi saling mendekap melindungi diri satu sama lain.
Satpol PP itu mendekat hendak menolong. Ces... Tak sengaja ia menginjak darah kedua bocah itu yang sudah menggenang di aspal pinggir jalan tersebut.
"Innalilahi... "
0 comments