BLANTERORBITv102

Bab 10 – Pergi Kencan

Rabu, 12 Juli 2023

 


Pov Irsyad :

Pagi ini aku sudah ada di rumah Aya, kekasihku. Tidak ada kelas memang, kami sedang libur semester. Liburan panjang yang hampir 2 bulan lamanya. Jadi di pikir-pikir cukup lah untuk persiapan tunangan.  

“Ini, dikasih Ayah,” ucap Aya begitu mempersilahkanku duduk di ruang tamu.

“Wah apa ini?” tanyaku pura-pura tidak tau. Jelas aku lihat postingannya semalam, nah benarkan tebakanku kalau aku pasti akan dapat kemeja ini juga.

“Kemeja couple gitu,” jawab Aya sembari tersenyum manis.

“Makasih ya,” aku langsung membuka plastik dan mencobanya di depan Aya. Gila keren sekali kemeja dari camerku. Memang sedikit kebesaran, maklum lebih berotot calon ayah mertuaku itu. Sudah berotot, tinggi dan gagah pula posturnya.

Heran deh bagaimana bisa orang yang jauh lebih tua dariku bisa mempertahankan tubuhnya seperti itu. Tapi mau heran bagaimana juga ayahnya Aya memang masih muda. Baru 41 taun, ibunya juga tak jauh beda umurnya. Benar-benar nikah muda, dan ini adalah alasan utama Aya yang selalu ingin cepat nikah.

“Aku masuk dulu ya, siap-siap,” ucap Aya sebelum masuk ke kamarnya.

Aku mengangguk sembari mencuri kesempatan melirik kamar milik Aya yang bernar-benar girly sampai ke tirai di pintu kamarnya. Ada AC dan set rak buku yang tak pernah bisa aku miliki. Sabar, sebentar lagikan aku bisa jadi bagian dari keluarga ini. Nanti aku juga bisa menikmati rumah ini juga.

Aku mulai mendongakkan kepalaku. Memperhatikan sekeliling rumah Aya, langit-langit rumahnya yang terlihat mewah, dan semakin mewah karena lampu gantung baru yang si pasang setelah renovasi dan lukisan mahal yang di beli Ayahnya. Lemari kaca yang berisi suvenir dari berbagai tempat yang mereka kunjungi juga piala-piala yang entah apa saja lomba yang di ikuti keluarga ini.

Beberapa piagam juga terpasang rapi dengan piguranya yang di pajang berjajar dengan foto-foto keluarga. Meskipun di dominasi foto ayah dan bundanya saja yang hampir selalu terlihat kasmaran.

“Kamu perasaan kalo kesini ga pernah bawa apa-apa,” ucap Amar yang baru keluar dari kamar bersama Abangnya.

Menyebalkan sekali bocah ini, awas saja nanti! Begitu aku jadi kakak iparmu aku akan memukulmu!

“Padahal Kakakku suka kasih kamu apa-apa. Kamu kalo dateng gak bawa apa-apa. Itu juga di kasih baju. Padahal aku ga di beliin baju kemarin!” lanjut Amar sembari menunjuk kemeja yang ada di pangkuanku.

Aku hanya meringis mendengarnya. Pintar betul mulut Amar ini dalam menghinaku. Apa dia tidak bisa melihat pengorbananku yang mau jauh-jauh datang kemari? Bensin yang ku keluarkan dari kos untuk ke rumahnya? Bisa-bisanya dia bilang aku tidak pernah memberi apa-apa! Aku juga sudah menghabiskan entah berapa banyak kuota paket data untuk chatting dan menelfon kakaknya itu.

“Amar…” tegur Abangnya dengan pelan sebelum duduk berhadapan denganku.

Amar masih cemberut lalu duduk berdempetan dengan Abangnya dan masih menatapku kesal.

“Liburan ya Bang…” ucapku basa-basi pada calon iparku ini. Aska hanya mengangkat sebelah alisnya menatapku. “M-maksudku tumben Abang di rumah…”

“Emang kenapa kalo Abangku di rumah? Gak boleh gitu?! Ini kan rumah Abang juga! Kamu ngapain kesini terus!” cerocos Amar membentakku.

Aska hanya tertawa mendengar ucapan Amar. Bangsat betul keluarga ini, bisa-bisanya aku yang ketua rayon IIPM dan ketua senat kampus ini di rendahkan seperti ini! Melihat reaksi iparku yang hanya tertawa makin membuatku kesal. Bisa-bisanya adiknya bicara kurang ajar begitu dan ia sama sekali tak bereaksi apa-apa.

“Nanti mau pergi kemana sama Aya?” tanya Aska setelah lama diam.

“Ke mall, makan doang Bang,” jawabku karena memang itu rencana kami hari ini.

“Ikut deh kalo gitu sekalian,” ucapnya sepontan lalu langsung masuk kedalam untuk ikut bersiap-siap. “Ayo Adek kita jalan-jalan!” serunya begitu bersemangat.

Aku hanya bisa meringis mendengarnya. Tak berselang lama Aya muncul. Namun belum ia bicara padaku Amar sudah menariknya ke kamar lagi untuk membantunya bersiap pergi. Huft…sudahlah barang kali aku nanti bisa di traktir sekalian. Dengar-dengar dari cerita Aya kalau kakaknya ini sudah punya pekerjaan juga. Pasti duitnya banyak dong.

“Naik apa?” tanyaku begitu Aya dan kedua saudaranya muncul.

“Mobil lah, naik motor bahaya. Kalo Amar ngantuk repot,” jawab Aska yang tak terlihat membawa apa-apa selain kunci mobilnya.

Amar dan Aya langsung berjalan keluar sementara Aska menutup pintu rumah.

“Masukin aja motornya, kita pakek mobil aja,” ucap Aya lembut seperti biasanya.

Aku mengangguk lalu memasukkan motorku kedalam setelah Aska mengeluarkan mobilnya. Karena aku menumpang kali ini, akhirnya dengan berat hati aku ikhlas membantu menutup gerbang pagarnya seperti seorang tukang kebun. Tapi belum aku masuk mobil tak berapa lama orang tuanya pulang naik motor berboncengan dengan mesra. Jadi mau tidak mau aku kembali membukakan gerbang lagi.

“Pada mau kemana?” tanya Bunda yang turun lebih awal untuk melihat anak-anaknya.

“Mau ke mall Bunda, makan doang,” jawabku coba bersikap ramah dan mencuri hatinya. Bunda hanya tersenyum lalu mengangguk, tak berapa lama ia lebih fokus menasehati Amar dan mengecek kesehatan giginya daripada denganku.

4 Gerakan Sederhana Mengatasi Gagal Fokus Belajar karena Mengantuk

Gundik Rahasia Tuan Muda

Novel The Secret Neighbor

“Nanti jangan lama-lama ya…” ucap Ayah yang terdengar jauh lebih lembut daripada saat hanya bicara padaku.

“Iya Om,” sautku sembari tersenyum. “Ngomong-ngomong makasih ya Om kemejanya,” ucapku masih berusaha mencuri hati calon mertuaku barang kali dapat uang jajan untuk pergi kencan ini.

“Ya,” jawabnya singkat dan hanya memperhatikanku sekilas saat memasukkan kemeja pemberiannya kedalam jok tanpa bereaksi apapun.

Keras betul hatinya keluarga Aya ini!

“Kamu bisa nyetir gak?” tanya Aska padaku.

Oh jelas aku memanfaatkan kesempatan ini lagi. Barang kali kalo aku mau menyetir keluarga Aya akan memberikan minimal uang bensin lah.

“Bisa Bang,” jawabku lalu bersiap menyetir ke mall.

Aku masih menunggu-nunggu bagian calon mertuaku memberi uang. Apa lagi Bunda sudah terus membawa dompet tebalnya. Masak iya selembar dua lembar seratus ribu tidak keluar dari dompetnya. Pelit betul!

Sepanjang jalan ke mall bukan Aya yang duduk di depan menemaniku. Tapi malah Aska, abangnya. Tidak masalah sebenarnya, hanya saja mereka sama sekali tak mengajakku bicara dan mengabaikanku seolah-olah aku ini supirnya. Mereka hanya bicara bertiga sembari mendengarkan lawakan garing dari Amar si bocah kurang ajar.

Tapi ini masih belum seberapa, begitu aku melihat indikator bensinnya. Aku langsung spot jantung. Bensinnya tinggal 2 strip coy! Mana cukup ini untuk PP dari mall nanti! Tapi yasudah lah biarkan saja, tidak apa-apa nanti pasti juga mereka keluar duit bensin. Kan udah aku yang nyetir.

Begitu sampai di mall. Aku sudah deg-degan karena Amar sudah langsung masuk ke MCd dan menunjuk happy meal yang harganya sudah hampir 50 ribu. Aku sudah pura-pura tidak melihat tapi bocil sialan ini mendekat ke arahku.

“Kak beliin itu!” pintanya sembari menarik tanganku.

Rasanya aku ingin memukulnya dan memasukkan kepala bocah sialan ini kedalam eskalator. Kalau saja aku tak melihat Aya dan Aska yang tersenyum menatapku. Bangsat! Terpaksa deh harus ku turuti. [Next]




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.