BLANTERORBITv102

Bab 11 – Pulang Kencan

Sabtu, 15 Juli 2023

 

Pov Aya :

Aku senang melihat Irsyad yang mulai menunjukkan effort untukku dan keluargaku. Aku tidak dengar jelas apa yang Amar dan Aska bicarakan dengannya, atau apa yang sebenarnya terjadi di keluarganya hingga ia bisa berubah 180 seperti ini untukku. Aku jadi mulai merasa bersalah karena sudah membandingkannya dengan Om Beni dan kemarin malah sempat berdebar dan…entahlah aku tidak yakin apakah aku cemburu pada Om Beni atau tidak.

“Kita makan dimana?” tanya Abang Aska begitu Irsyad selesai membelikan happy meal untuk Amar.

“Ke atas aja gimana Bang?” tawarku mengingat jika makan di atas akan lebih banyak varian dengan harga yang lebih terjangkau. Seperti steak Moon-Moon atau es teler.

Abang hanya mendengus. Jelas dia kurang nyaman ke tempat seperti itu. Mengingat ini jam makan siang dan Abang paling BT kalau harus repot memutari mall hanya untuk mencari tempat duduk.

“Kenapa gak di Solaria aja?” tanyanya sembari menunjuk gerai Solaria yang sepi.

Aku terdiam lalu menatap Irsyad. Ku harap dia mau kesana juga. Apa lagi aku sudah lama tidak makan ifumie dan ku harap makan kali ini Irsyad mau mentraktir kami. Malu dong kalo aku juga yang traktir, apa lagi tadi dia udah dapet baju dari Ayah.

Irsyad meringis sembari mengelus tengkuknya namun belum ia menjawab Abang dan Amar sudah jalan duluan. Mau tidak mau aku mengikuti mereka sementara Irsyad menyusul di belakang. Abang dan Amar langsung memesan begitu pula dengan aku. Irsyad juga ikut memesan.

“Menu spesial, dengan french frise ya, Kak. Semuanya 257.500 rupiah,” ucap kasir sekaligus pelayan yang melayani kami tadi.

Irsyad melotot mendengar harganya sementara kami sudah duduk duluan membiarkannya yang membayar. Senangnya aku tidak salah pilih cowok. Irsyad ternyata cukup loyal padaku. Meskipun setelah membayar wajahnya di tekuk dan tampak murung. Sementara Abang asik menanggapi Amar yang langsung mencoba mainannya dan enggan memakan makanan dari happy mealnya.

“Aku milih menu yang paling murah,” ucap Irsyad tiba-tiba begitu makanan kami tiba.

Abang menaikkan sebelah alisnya lalu cuek saja mendengar ucapan Irsyad. Aku sendiri juga bingung apa maksudnya dan memilih untuk sharing makanan bersama Abang dan Amar seperti biasanya. Sebenarnya aku juga ingin membagi makananku dengan Irsyad, menu pilihannya juga terlihat enak. Tapi begitu aku mendekatkan sendokku ke arahnya ia langsung menampik tanganku.

“Ngapain sih Ay? Kan udah punya sendiri, rakus bener!” omelnya tiba-tiba.

Aku terdiam sejenak. Jelas aku kaget mendengarnya. Sharing makanan adalah kebiasaan kami, kebiasaan dari Ayah dan Bunda. Kenapa Irsyad semarah itu? Tapi aku tak mau su’udzon terlebih dahulu, mungkin saja di keluarganya tidak ada budaya berbagi makanan seperti kami.

“Enak banget pesenan Kakak,” ucap Abang setelah mencicipi makanan pesananku. “Punya Irsyad apa?” tanya Abang pada Irsyad.

Irsyad hanya diam membisu seolah tak mendengar ucapan Abang barusan. Entah apa maksudnya. Tapi yang jelas setelah makan siang kami langsung pulang. Meskipun Abang dan Amar ingin main di Time Zone terlebih dahulu. Namun apa boleh buat sesuai janji pada Ayah jika hanya makan siang, jadi kami lagsung pulang.

Kumpulan Cerpen

Platform menulis novel yang menghasilkan jutaan - Valen Ash

Menggali Inspirasi : Strategi Stimulus Imajinasi untuk Novel dan Cerpen

Sepanjang perjalanan pulang Irsyad hanya diam. Sementara Amar sudah tidur sembari menggenggam mainannya. Bensin mobil sudah mau habis jadi Abang menyuruh Irsyad pergi ke pom bensin untuk isi bensin.

“Isi berapa Bang?” tanya Irsyad.

“Terserah seikhlasmu aja,” ucap Abang santai lalu membiarkan Irsyad turun untuk mengisi.

Wajah Irsyad sudah begitu muram, kecut, dan kusut. Namun lagi-lagi ia tetap nurut. Mungkin ia memang begitu kalau sedang lelah. Isi bensin biasanya lama tapi kali ini cepat sekali.

“Gila, lu ngisi berapa sih? Naik segaris aja kagak! Pelit amat!” ucap Abang sepontan begitu Irsyad menstater mobil. “Turun lu! Gue aja yang bawa!” omel Abang terdengar begitu marah.

Irsyad turun berganti posisi dengan Abang. Kini kembaranku itu yang menyetir. Suasana jadi tegang setelah Abang marah. Aku tak ingin memperkeruh masalah jadi aku juga hanya diam.

Begitu sampai di rumah Irsyad langsung pergi tanpa pamit membawa motor maticnya. Benar-benar tanpa pamit bahkan mobil belum benar-benar masuk ke garasi setelah ia membukakan gerbang. Aneh, Irsyad kenapa? Bahkan aku belum bertrimakasih padanya.

“Abang, Irsyad marah deh kayaknya…” cicitku begitu sampai rumah.

“Dia cowok gak baik Kak, jangan pacaran lagi sama dia. Red flag sih dia kata aku,” sela Abang tiba-tiba yang terdengar begitu blak-blakan.

“Enggak, dia gak red flag. Dia baik kok, tuh buktinya dia bisa jadi ketua senat. Kalo dia jahat ga bakal kepilih. Mungkin dia capek, terus sebel Abang singgung soal bensin,” aku coba menjelaskan.

“Kamu mau bilang kalo dia udah bayarin kita makan, terus masih disuruh beli bensin juga gitu kan? Kamu mau nyuruh aku kasihan ke dia gitu kan? Kak, cowok tu emang kodratnya menafkahi. Jajanin kita loh gak nyampe 500 tadi itu. Dia juga nyindir soal makanannya yang paling murah. Pelit, jijik aku dengernya. Inget ya Kak, kamu di rumah ini di perlakukan dengan baik! Gak akan ada orang disini yang rela kamu di perlakukan dengan buruk sama orang lain!” omel Abang yang biasanya tak pernah sepanjang ini sebelumnya dan jujur aku tak bisa membantahnya. Ini fakta yang menyakitkan dan terus menamparku.

Kling! Suara notifikasi ponselku menerima pesan dari Irsyad.






Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.