BLANTERORBITv102

Bab 01 – Pelayan Baru

Minggu, 22 Oktober 2023


Setelah 10 tahun menjauh dari istana megah keluarga Philips akhirnya hari ini Juwita kembali kesana. Kepergiannya sebelumnya juga bukan karena diusir oleh keluarga Philips, namun karena ia dinilai kurang dewasa dan belum siap jika menemani ibunya bekerja disana. Kali ini setelah insiden hujan-hujanan dengan Tuan Muda Wiliam akhirnya Juwita bisa kembali kesana, dengan sikap yang lebih terjaga dan kesiapannya untuk menggantikan salah satu pelayan disana.

“Juwita bisa kerja setelah pulang sekolah Tuan, Juwita sudah banyak belajar selama di desa,” ucap Susi, ibu Juwita yang bekerja sebagai kepala pelayan untuk keluarga Philips selama 5 tahun kebelakang.

Antonio mengangguk pelan memberi ijin untuk Juwita agar bisa tinggal di rumahnya dan mulai mempelajari pekerjaannya kelak sacara bertahap hingga ia lulur sekolah.

Juwita dan Susi tersenyum sumringah setelah melapor pada Antonio. Susi langsung mengajak juwita ke kamarnya di belakang, lalu mulai mengajak Juwita berkeliling untuk menunjukkan setiap ruangan dan pekerjaan yang harus ia kerjakan sepulang sekolah nantinya. Juwita begitu antusias dengan pekerjaan barunya, ia begitu berharap suatu saat bisa menggantikan Ibunya sebagai kepala pelayan untuk keluarga Philips dan memberikan kehidupan yang layak untuk Ibunya kelak ketika pensiun.

“Nanti kamu ngelapin guci koleksi Nyonya hati-hati, jangan ngelamun. Mahal, nanti pecah kita bisa di pecat! Paham?!” ucap Susi mewanti-wanti purtinya dengan serius.

Juwita langsung mengangguk paham dengan raut wajah yang serius. Ia tak ingin membuat kesalahan dan terusir dari istana megah keluarga Philips lagi atau malah membuat Ibunya di pecat darisana.

Wiliam terdiam dalam keterkejutannya melihat Juwita yang kembali ke rumahnya dari tangga. Langkahnya langsung terhenti, ingatannya pada Juwita yang menemaninya bermain hujan kembali terlintas di ingatannya. Gadis kecil yang selalu menatapnya dengan mata berbinar penuh kekaguman, bibir manis yang selalu tersenyum dan tertawa bersamanya, tangan kecil lembut yang ia genggam sambil berlarian di taman. Gadis kecil itu kembali datang padanya.

“Juwita…” gumam Wiliam pelan namun rasanya itu sudah lebih dari cukup untuk menarik perhatian Juwita juga Susi yang ada dibawah dan langsung mendongakkan kepalanya.

Juwita langsung menunjukkan senyum sumringahnya yang begitu ceria, indah, dan selalu Wiliam rindukan. Namun baru Wiliam hendak membalas senyumnya tiba-tiba Kartika, ibunya menuruni tangga melewatinya.

“Ah, ini Juwita?” tanya Kartika dengan wajah mendongak memandang rendah Juwita dan Susi.

Juwita langsung mengangguk bersamaan dengan Susi dan sama-sama sudah dalam sikap siap.

“Sudah mengerti semua aturan disini?” tanya Susi.

Juwita mengangguk. “Ibu sudah menjelaskannya padaku,” jawab Juwita.

“Termasuk menjaga agar semua yang ada di rumah ini tidak boleh menjadi topik pembicaraan saat diluar?” tanya Kartika memastikan.

Juwita langsung mengangguk dengan senyum bangga yang mengembang.

Kartika mendengus pelan lalu menyunggingkan senyum di sudut bibirnya. “Tidak usah terlalu bangga, pelayan sepertimu sudah seharusnya mengeri itu,” ejeknya lalu melanjutkan langkahnya.

Wiliam begitu senang mendengat ucapan Kartika yang mengatakan jika Juwita sekarang menjadi pelayan di rumahnya. Wiliam begitu senang sampai rasanya ia ingin berlari ke arah Juwita dan merengkuh tubuh kurusnya itu. Wiliam benar-benar berbunga-bunga, tak ada hal yang lebih membahagiakannya selain mendengar kabar jika Juwita akan menjadi pelayan dan tinggal selama 24 jam di rumahnya.

Namun kali ini Wiliam tak bisa menunjukkan perasaannya sedikitpun. Wiliam sudah 18 tahun ia tak bisa berlarian dan melompat bahagia bersama Juwita seenaknya lagi. Wiliam tak bisa mengekspresikan perasaannya lagi dengan bebas, rasanya hanya untuk senang akan kehadiran Juwita pun seharusnya juga jangan.

Juwita masih memandangi Wiliam dengan sorot mata penuh kekaguman dan terpesona akan ketampanan dan wibawa Wiliam yang semakin terpancar. Matanya sempat sama-sama saling bertatapan dengan Wiliam, namun Wiliam memilih berhenti memandangnya dan mengabaikannya begitu saja. Senyum Juwita yang masih terukir dengan jelas itu perlahan menghilang seiring dengan langkah kaki Wiliam yang mengabaikannya.

“Semua orang berubah, Tuan Muda dulu temanmu. Tapi sekarang bukan lagi, kamu harus membiasakan dirimu Nak,” ucap Susi lalu merangkul Juwita dan kembali mengajaknya berkeliling.

***

Wiliam terus terbayang-bayang pada Juwita. Sorot matanya yang selalu memandangnya penuh kekaguman, senyum sumringah yang begitu ia rindukan, semuanya akhirnya kembali lagi pada Wiliam. Hampir selama 10 tahun ia menyesal pernah mengajak Juwita bermain hujan-hujanan hingga demam dulu, merutuki keegoisannya meskipun Juwita berkali-kali berkata jangan sampai akhirnya ia di pulangkan ke rumahnya jauh di tempat yang tak mungkin bisa Wiliam datangi dengan naik sepeda roda empatnya.

“Aku senang bisa bertemu Wiliam lagi,” ucap Camila yang bersekolah di sekolah yang sama dengan Wiliam. “Wiliam hanya mau tersenyum dan ramah padaku jika tidak di sekolah,” sambung Camila sambil berbisik yang membuat Kartika tersenyum dan langsung menepuk Wiliam sebagai teguran.

“Aku hanya mengikuti aturan di sekolah saja,” elak Wiliam yang berusaha bersikap ramah.

“Aturan selalu bisa di bicarakan, pihak sekolah akan mengerti,” ucap Hilda yang menjadi ketua komite di sekolah tempat Wiliam dan Camila sekolah.

Wiliam menundukkan kepalanya lalu memalingkan wajahnya. Ia sudah terlalu bosan dengan acara minum teh yang rutin di lakukan Ibunya bersama orang tua Camila yang terus merencanakan pertunangannya, langsung begitu mereka lulus sekolah nanti. Rasanya terlalu cepat memang, tapi itu sudah waktu terlama yang bisa Wiliam ulur.

“Aku sudah memilih beberapa referensi gaun,” ucap Camila berusaha membuat Wiliam tertarik pada pembicaraannya.

Wiliam mengangguk. “Kamu pengen aku liat waktu gaun itu di tubuhmu?” tanya Wiliam sambil menatap Camila.

Camila mengangguk dengan terus terang. “Bakal bagus kalo kita menentukan semuanya bersama-sama,” jelas Camila dengan senyum manisnya.

“Bagaimana dengan besok?” tanya Wiliam to the poin ia sudah tidak sabar ingin pulang dan memastikan ada Juwita di rumahnya lagi.

“Hmm… sepertinya sesekali anak-anak bisa kencan sendiri,” ucap Kartika sambil mengedipkan matanya seolah memberi kode pada calon besannya.

Hilda langsung tertawa kecil setuju dengan ucapan Kartika. [Next]

 



Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.