Bab 38 –Tongkrongan 🔞🔐
Pov Aya :
Sejak kejadian Jimin BTS yang membuat suamiku cemburu.
Aku sudah tidak berani memuji artis korea lagi. Wajah suamiku terlalu garang,
tidak cocok jika berdandan ala korea. Terlalu maco dengan garis wajah yang
tegas dan matanya yang tajam.
“Kamu nonton apa?” tanyanya sembari mencoba mengintip
apa yang sedang ku tonton.
Aku menunjukkan tontonanku yang sedang melihat vloger
kuliner Hari Jisun. Om Beni mengacungkan jempolnya lalu lanjut dengan
aktivitasnya kembali ke ruang kerjanya mengecek skripsi dari mahasiswanya.
“Adek, nanti ke bengkel yuk!” ajak Om Beni yang keluar
lagi dari ruang kerjanya dan langsung menempel padaku yang masih tidur-tiduran
di kamar.
“Males kalo di bengkel, aku di rumah mama aja, kalo
gak di rumah orang tuaku,” tawarku.
“Jangan dong, ikut aja. biar aku ada alesan balik,”
rengeknya dengan manja seperti biasa lalu melepaskan kacamatanya dan mulai
menciumiku dengan gemas.
“Kalo gak pengen nongkrong yaudah di rumah aja,”
jawabku yang pasrah di ciumi.
“Adek gak bosen?” tanya Om Beni lalu mengambil
ponselku dan meletakkannya diatas laci.
Aku menggeleng lalu bermanja-manja dalam pelukan
suamiku yang super manja ini. Aku benar-benar baru tau sisi lain suamiku saat
kami sudah menikah begini. Padahal ku kira Om Beni tidak akan pernah jadi semanja
ini setelah menikah, apalagi dulu aku selalu dimanja olehnya sampai kadang aku
lupa kalo Om Beni bukan bagian keluargaku.
“Aku juga gak bosen, tapi nanti kalo gak ke
tongkrongan di kiranya aku suami takut istri,” rengeknya dengan bibir yang
sudah manyun dan suaranya yang benar-benar manja.
Aku yakin siapapun yang melihat kejadian ini pasti
tidak menyangka jika Om Beni yang berbadan kekar dan berwajah sangar ini bisa
jadi super manja. Bahkan bisa jadi seperti anak kecil begini, menggemaskan
sekali. Belum lagi kemarin saat posesif soal Jimin BTS. Aduduhhh! Bisa-bisanya
dia punya ide seperti itu.
“Ya kan Huby gak takut istri,” ucapku lembut lalu
tiduran di bantalku sendiri.
Om Beni semakin cemberut lalu mendekat padaku dan ikut
tidur di bantalku sembari menciumi bahuku. “Pengen di temenin, emang kenapa sih
segitunya ga mau nemenin aku!” rengeknya yang semakin manja.
“Iya di temenin,” jawabku yang akhirnya menuruti
permintaan suamiku. “Tapi nanti gak lama ya,” tawarku.
Om Beni langsung mengangguk dengan cepat. “Iya ngapain
juga lama-lama, mending cepet pulang, bisa tidur, minta jatah.”
“Oh iya! Kalo minta jatah aku nunggu di rumah Mama
aja, kalo kelamaan diluar aku energinya abis, nanti jadi gak mood yang
ngelayanin Suamiku ini,” tawarku yang membuat Om Beni kembali cemberut.
Aku tersenyum jahil, aku yakin Om Beni akan segera
merengek dan tawar menawar lagi. Tapi ia hanya menghela nafas lalu memelukku.
“Oke jatahnya tapi 4 kali ya nanti,” tawarnya yang
rasanya jauh lebih bisa berkompromi soal jatah malamnya.
Aku melotot mendengar ucapan suamiku, tapi ia malah
cengar-cengir sepeti tak terjadi apa-apa.
“Kan pengen cepet ada baby,” bujuknya lalu
mencium bibirku sekilas lalu menyingkap kaos yang ku kenakan sebelum mulai
bermain dengan payudaraku.
Aku memiringkan tubuhku sebelum suamiku mulai
menghisap ujung putingku seperti bayi. “Kadang aku ngerasa udah punya Big
Baby. Tapi tetep masih pengen punya baby sendiri,” lirihku lembut
sembari mengusap pipi dan rambut Om Beni.
Om Beni mengangguk pelan. Ahh…rasanya nikmat sekali
setiap suamiku mulai menghisap payudaraku hingga tanpa sadar membuatku
membusungkan dadaku dan perlahan meremas rambutnya.
Sudah bisa di tebak apa yang kami lakukan setelah ini.
Om Beni sudah langsung melepaskan celananya membebaskan kejantanannya yang
begitu mudah ereksi itu. Tak berapa lama juga dengan mudah Om Beni sudah
menelanjangiku.
Ia mulai melahap bibirku, melumatnya dengan begitu
rakus. Lalu bergerak kebawah untuk memberi tanda kepemilikannya yang selalu di
perbarui. Om Beni selalu posesif meskipun tidak terlalu ia tunjukkan, namun
dari caranya meninggalkan tanda kepemilikan dan selalu senang mengikutiku sudah
menunjukkan betapa posesifnya suamiku ini.
“Ahh…shhh…ahhh…Anghhh!”
Om Beni mempercepat tempo hentakannya sebelum
membenamkan kejantanannya begitu dalam menembakkan semua spermanya. Rasanya
sangat lega dan nikmat. Lalu kami kembali bercumbu sejenak sebelum telelap
sebentar untuk mengisi tenaga.
***
Aku masih ingin tidur sebenarnya. Tidur siang dengan
cara Om Beni memang yang paling nikmat. Tapi mau bagaimana lagi Om Beni mau
nongkrong dan aku sudah terlanjur bilang mau mampir ke rumah Mama. Mama juga
sudah bilang kalo akan membuatkanku gyoza.
“Wajahku keliatan kusam…” gumamku sembari memakai pelembab.
“Mau perawatan?” twar Om Beni sembari memperhatikan
wajahku.
Aku mengangguk. “Besok perawatan aja ah kegiatanku.”
Om Beni langsung mengangguk sembari tersenyum
sumringah. Om Beni selalu suka jika aku menghabiskan uangnya untuk perawatan,
ke salon dan keinginanku lainnya.
“Sayang mau perawatan dimana? Nanti aku temenin,”
ucapnya dengan wajah yang begitu ceria.
“Klinik biasanya aja,” jawabku lalu mengecup
keningnya.
Om Beni langsung mengangguk. “Aku bikin reservasinya
ya,” ucapnya yang sudah langsung memesankan tempat untukku tanpa diminta. Tak
berapa lama suamiku juga sudah langsung sibuk menelfon klinik kecantikanku yang
biasanya membahas soal perawatanku.
“Huby, perawatan biasa aja!” teriakku dari kamar
sebelum suamiku memesan perawatan yang tidak perlu.
Om Beni langsung cemberut. “Kenapa sih kalo di kasih
perawatan mahal gak mau?” protesnya.
“Ya kan belum perlu-perlu banget. Uangnya kan bisa di
tabung….”
“Heh! Jangan meragukan kemampuanku menghasilkan uang
ya!” ucapnya ngegas lalu memelukku sembari menepuk-nepuk pantatku.
Sejauh ini keluhan teman-temanku dan orang-orang yang
punya pasangan tidak pernah ku alami. Suamiku super manja dan super royal.
Kadang sampai aku sendiri yang sungkan padahal suamiku begitu baik dan
pengertian.
“Nanti mau jajan gak?” tawar Om Beni sambil
menggandengku keluar apartemen.
Aku menggeleng pelan. “Pengen cepet sampe aja, mau
istirahat lagi.”
“Adek gak enak badan ya?” tanya Om Beni khawatir.
Aku mengerutkan keningku heran. Tapi setelahnya Om
Beni langsung menempelkan telapak tangannya di keningku.
“Biasanya Adek suka jajan,” gumamnya lalu masuk
kedalam mobil dan langsung tancap gas menuju rumah.
“Iya tapi lagi gak mood,” jawabku lalu seperti
biasanya tanganku sudah di genggam dan di ciumi Om Beni lagi.
Sepanjang perjalanan aku sudah langsung terlelap lagi.
Padahal tempatnya dekat, tapi rasanya badanku begitu lelah hingga mudah sekali
tidur.
“Adek…” panggil Om Beni membangunkanku begitu sampai
rumah dan sudah terparkir di garasi. “Mau di gendong?” tawarnya sembari
menciumiku seperti caranya setiap pagi untuk membangunkanku.
Aku tersenyum lalu menggeleng sambil meregangkan
tubuhku lalu memeluk Om Beni sejenak sebelum turun dari mobil. Mama sudah
menyambutku dengan masakannya yang tercium harum.
“Nanti nginep?” tanya Mama sembari merangkulku.
Aku langsung menatap Om Beni.
“Nginep aja ya, Mama kesepian gak ada anak-anak di
rumah,” putus Mama sepihak lalu menggiringku berjalan ke ruang makan.
“Iya nginep,” jawab Om Beni lalu duduk bersamaku dan
mencium keningku. “Aya lemesan sekarang ini Ma. Gampang capek, gampang
ngantuk,” ucap Om Beni mulai cerita sembari mengambilkanku mangkuk kecil.
“Udah periksa?” tanya Mama yang langsung menanggapi
dengan serius.
“Aya gapapa Ma, Om Beninya aja nih yang parnoan,”
ucapku menepis kekhawatiran Mama.
“Periksa aja, Dek. Habis ini ya, sekalian Mama nemenin
Papa cek up,” bujuk Mama.
Aku kembali mentap suamiku yang langsung mengangguk
memberi ijin.
“Kamu sama Mama periksa, nemenin Papa juga. Aku ke
bengkel.”
“Ah Beni gimana udah ada istri masih nongkrong mulu
pikirannya!” protes Mama.
Om Beni langsung menghela nafas dan aku langsung
tertawa. “Om Beni udah lama ga nongkrong Ma, di katain suami takut istri.”
Mama hanya geleng-geleng kepala lalu masuk ke kamarnya
untuk bersiap-siap pergi. Sementara Om Beni yang masih ingin menemaniku sudah
di telfon temannya dan sudah langsung datang menjemput.
“Nongkrong dulu ya,” pamit Om Beni lalu mencium
keningku aku hanya mengangguk sembari melanjutkan makan gyoza buatan Mama.
“Iya, hati-hati…” jawabku namun tak selang lama Om
Beni masuk lagi untuk memelukku dan kembali keluar.
“Istriku agak posesif, maklum suaminya ganteng!” ucap Om Beni pada temannya mengkambing hitamkanku yang hanya bisa geleng-geleng kepala sambil makan. [Next]