BLANTERORBITv102

Bab 04 – Sertifikat

Minggu, 10 September 2023

Romi langsung kembali ke Mesir setelah pengajian 3 harian. Bahkan Romi tak menunggu sampai 7 hari berselang sama sekali. Ia juga hanya berbasa-basi sebentar dengan mertua dari adiknya yang sudah mendanai pengajian dengan begitu baik. Stela juga sudah tak menahannya lagi dan membiarkan Romi pergi begitu saja, bahkan ia juga tak ikut mengantar ke bandara.

Stela masih bergelut dengan perasaannya. Masih berkabung dan sedih karena Abah yang selama ini ia jaga dan rawat akhirnya pergi dan dikecewakan oleh kakaknya yang tak mau pulang ke tanah air lagi. Stela juga masih merasa sangat canggung pada keluarga suaminya, meskipun ia pernah merawat ibu mertuanya sebelumnya dulu.

“Loh kok gak ada?!” ucap Stela kaget melihat berkas-berkas penting seperti sertifikat dan surat tanah tiba-tiba tidak ada di lemari Abahnya lagi.

Stela langsung menggeledahi rumahnya, mencari surat-surat berharga itu ke semua tempat dengan perasaan panik. Sebelumnya ia memang senang menerima perhiasan mendiang ibunya yang di berikan Romi kemarin. Tapi kebahagiaannya seketika hilang saat tau Romi ternyata membawa semua surat-surat berharga. Bahkan BPKB dan STNK mobil bak yang biasa di gunakan Abahnya untuk jualan hasil panen juga tidak ada.

“Abang! Abang kenapa bawa semua surat-surat?” tanya Stela begitu Romi mengangkat telfonnya.

“Mohon maaf Pak, sebentar lagi pesawat lepas landas. Dimohon untuk tidak bertelefon…” ucap pramugari mengingatkan Romi.

Romi langsung mematikan telfonnya tanpa menjawab apapun pertanyaan Stela.

Stela langsung menangis sambil terus menerus mencoba menghubungi Abangnya berulang-ulang kali. Stela begitu kesal, marah dan frustasi. Pikirannya langsung kalut dan penuh emosi, terlebih sebelumnya Romi sudah mengatakan terkait pekerjaan di dalam dan luar negeri. Sekuat apapun Stela berusaha untuk berkhusnudzon[1], ia tetap su’udzon[2] karena Abangnya jelas tak akan kembali lagi ke Indonesia.

Stela menumpahkan segala kesedihannya yang merasa begitu kecewa dan tersakiti dengan keputusan Abangnya yang tiba-tiba jadi serakah. Memang Abangnya pernah membantu pengobatan Abah. Tapi dengan pengorbanan Abah dan Stela selama ini rasanya sangat tak sebanding dengan uang 200$ yang di kirimkan Romi beberapa hari sebelum kematian Ahmad.

“Abah, Abang jahat! Abang gak peduli kita…” tangis Stela mengadu pada kamar Abahnya yang sepi itu.

***

“Rencananya aku mau pura-pura kencan sama Kinan Mi, biar di liput infotaimen, biar namaku ikut naik,” ucap David menjelaskan rencana gimmiknya nanti bersama Kinan.

“Harus banget kayak gitu?” tanya Aryo setelah sarapan dan bersiap berangkat ke pabriknya.

David terdiam, karena memang hal ini tidak harus ia lakukan. Namun apa salahnya saling pansos[3] toh ini hal wajar dan lumrah di dunia entertaimen. Semua orang pasti melakukan hal yang sama jika ingin terkenal dan karirnya langgeng.

“Papi berangkat dulu,” ucap Aryo lalu menyalimi David dan mengecup kening istrinya sebelum berangkat.

“Hati-hati ya Pi…” ucap Indah lembut mengantar suaminya sampai depan.

“Boleh ya Mi…” pinta David kembali mengajak ke pembahasannya semula.

Indah menghela nafas dengan begitu berat. “Kamu udah jelasin ke istrimu?” tanya Indah yang membuat David diam dan sejenak berhenti merengek. “Bayangin deh kalo kamu di posisi Stela, gak punya keluarga lagi terus punya suami malah mau bikin gimik mesra-mesraan sama cewek lain,” ucap Indah.

“Ya bagus lah, kan nikah juga bukan karena cinta. Aku gak cinta sama sekali sama Stela. Kalo aku jadi Stela, aku bakal minta cerai sekalian!” ucap David begitu sombong.

“Astaghfirullah hal adzim! David!” jerit Indah begitu kesal dengan ucapan putra bungsunya itu. “Mami gak setuju kalo gitu sama keputusanmu buat main series itu! Lagian honormu juga gak jauh lebih besar daripada bunga bank punya Mami!” ucap Indah tak kalah sombong dari David.

“Kok Mami gitu sih! Jahat banget ngomongnya!” David tak terima dengan ucapan Maminya.

“Kamu pikir kamu bilang kayak tadi itu gak jahat hah?!” bentak Indah.

David mengepalkan tangannya begitu kesal pada kedua orang tuanya yang jadi menyebalkan sejak ia mau menuruti permintaan mereka untuk menikah dengan Stela.

“Kamu coba dulu lah Mas buat mulai hubungan sama Stela, ajak kencan, dinner, ke kafe, nginep-nginep gitu. Jangan lah kayak gini terus, Stela itu udah gak punya siapa-siapa lagi selain kamu. Selain kita. Abangnya aja juga langsung balik ke Kairo. Apa kamu gak kasian?” bujuk Indah dengan lembut berharap akan dapat meluluhkan hati David.

“Mi, kesepakatan kita dulu gak kayak gitu loh. Mami kok jadi kayak gini maunya apa sih?!” kesal David.

“Mami mau cucu. Kemarin-kemarin kan sempet bilang. Tapi kamu bilang Stela masih berkabung, kalian belum deket,” Indah langsung berterus terang.

“Cucu?! Cuma cucu kan?! Oke bakal David turutin. Tapi habis itu jangan ngehalangin karir David lagi!” bentak David lalu masuk ke kamarnya untuk mengambil tas dan skripnya sebelum pergi dari rumahnya untuk menenangkan diri di kantor agensinya sembari mengalihkan emosinya pada naskah yang harus ia hafal dan hayati.

Indah mengusap wajahnya dengan sedih. David memang lebih sulit di atur daripada Adit. Tapi Indah tak menyangka pilihannya pada Stela akan membuat David semarah ini.

“Mami jangan sakit, aku takut kalo Mami sakit!” ucap David saat pulang sekolah dan melihat Maminya yang terbaring di kamar karena terserang flu dan magh yang kambuh di saat bersamaan. “David bakal nemenin Mami terus,” ucap David yang langsung memeluk Indah dengan airmata yang berlinangan begitu takut kehilangan Maminya.

“Adek, nanti kalo udah besar harus pinter cari uang,” ucap Indah sambil mendekap David yang menangis karena ia sakit.

“Gak! Aku mau nemenin Mami terus aja!” tolak David yang masih kelas 6 SD waktu itu.

“Eh! Ya jangan! Adek kan cowok, harus pinter, harus bisa cari banyak uang. Nanti Mami yang jagain istrinya adek, kalo gak Mami di panti jompo aja gapapa,” ucap Indah yang sudah membayangkan jika putra-putranya punya istri nantinya.

“Mami aja yang pilihin istri, aku takut pilih sendiri. Nanti dia cuma sayang aku tapi gak sayang Mami gimana…” ucap David kecil yang saat itu baru melihat Mbah Darmi tetangganya yang di pindah ke panti jompo karena anak-anaknya tak mau merawatnya.

“Ya Mami kan bisa ke panti jompo,” ucap Indah santai sambil memeluk David.

“Gak! Aku mau sama Mami! Istriku nanti juga harus sayang Mami!” David berkeras.

Indah mendongakkan kepalanya, lalu tersenyum teringat betapa manisnya putra bungsunya dulu. David yang sedari kecil selalu mendahulukan dan mementingkannya lebih dari apapun.

“Anakku udah besar, udah lupa sama omongannya dulu…” gumam Indah lalu merapikan peralatan makan usai sarapan tadi. [Next]


[1] Prasangka baik

[2] Prasangka buruk/berburuk sangka

[3] Panjat Sosial



Author

Mbak Dyah