0
Home  ›  Chapter  ›  Sister Complex

Bab 25 – Power

Bab 25 – Power-1

Wulan hanya bisa menangis mendengar dan mengikuti berita tentang Angela yang di perkosa. Wulan tak bisa membayangkan betapa sengsaranya Angela sekarang. Sendirian, tidak punya keluarga, di perkosa, sekarang semua orang menghujatnya. Wulan hanya berharap Nana dan Aji cukup kuat untuk sudi merawat Angela.

"Dulu aku bunuh juragannya bapakku, aku di perkosa, waktu dia tidur kelelahan ku bunuh... " ucap Sendi salah seorang narapidana yang memperhatikan Wulan terus saja berdiri di depan TV memantau berita Angela.

Wulan menatap Sendi lalu kembali menatap TV.

"Aku masih muda waktu itu, masih SMA. Sebelumnya aku juga sudah pernah di perkosa pacarku... Sekarang dah mantan... "

"Kamu bunuh juga? " tanya Wulan yang sedikit tertarik dengan cerita Sendi.

Sendi menghela nafas sambil menggeleng. "Aku takut, aku sayang dia, aku ga mau kehilangan dia waktu itu. Heh... Aku bodoh... " ratap Sendi.

Wulan kembali hanya melihat Sendi lalu menatap TV. "Terus kenapa kamu bunuh juragannya bapakmu? Bukannya sama saja? " tanya Wulan lalu duduk di lantai.

"Beda, dia perkosa aku waktu aku mau solat. Aku juga ga kenal dia. Bapakku diam saja, kayaknya aku emang sengaja di biarkan buat diperkosa... "

"Terus kenapa yang di sini kamu bukan bapakmu? "

"Aku bunuh pak juragan, aku cuma anak abg miskin yang baru puber. Aku ga bisa beli hukum, gak bisa bayar apapun. Meskipun aku bilang gak sengaja membunuh, aku membela diri. Tidak ada yang berubah. Tidak ada payung hukum yang melindungiku... "

Wulan menengadahkan kepalanya lalu menghela nafas panjang. Wulan tak menyangka akibatnya akan seburuk itu ketika ia dulu tak segera mensahkan UU PKS (Perlindungan Kekerasan Seksual) dulu. Bahkan yang lebih buruk dari itu, sekarang puteri kecilnya sedang mencari keadilan yang tak akan pernah memihak padanya.

Wulan hanya bisa merutuki kebodohannya selama ini. Begitu banyak hal yang bisa ia perbuat selama dua kali masa jabatannya sebagai anggota dewan dan ia hanya leha-leha sibuk mencuri uang yang seharusnya tak masuk ke kantongnya juga oknum-oknum lain yang membersamainya. Kalau saja Wulan sedikit peka dan mau menerima Angela waktu itu, mungkin sekarang ia tidak di tumbalkan menjadi tahanan KPK seperti sekarang.

Apakah Angela akan kuat dan cukup mampu bertahan hingga ia keluar nanti? Hanya itu yang di khawatirkan Wulan.

●●●

Burhan datang membawa nasi bungkus dan air mineral menemui Abror di selnya. Burhan membiarkan Abror makan terlebih dahulu sebelum memulai pembicaraannya. Abror yang paham kalau waktu Burhan untuk menemuinya tidak bisa lama memilih untuk tidak memakan makanannya sekarang. Ia mempersilahkan Burhan menanyainya dan Abror sendiri merasa memang sudah saatnya ia buka suara.

"Apa yang kamu tau? " tanya Burhan to the poin.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

"Siti yang meninggal gantung diri, Salma, Adinda. Coba cari itu. Mereka juga korban seperti Angela. Mungkin kalau ada yang mau speak up yang lain bakal ikut speak up... " saran Abror.

Burhan mengangkat sebelah alisnya lalu mengangguk pelan. "Kalau kau bohong, ku congkel matamu... " ucap Burhan lalu pergi meninggalkan Abror.

Abror langsung mengangguk ketakutan dan hanya bisa terdiam saat Burhan meninggalkannya. Sungguh berada di tahanan rasanya jauh lebih baik dari pada keluar dan harus menghadapi pak kyai juga Burhan yang sama-sama mengerikannya. Bagai keluar dari mulut singa, masuk mulut buaya. Tak ada pilihannya. Semua beresiko.

"Kalau tidak di coba, siapa yang tau... " gumam Burhan lalu pergi ke rumah orang tua Siti.

Orang tua Siti tampak masih berkabung dan sedih juga ketakutan saat Burhan datang. Tidak, tidak hanya pada Burhan. Orang tua Siti takut pada orang berpenampilan rapi seperti Burhan.

"Ampun pak, saya tidak akan tuntut pak kyai... " ucap ibu Siti yang langsung mengiba pada Burhan begitu Burhan datang dan berdiri di depan pintu rumahnya.

"Aku butuh bantuanmu dan Siti akan mendapat keadilan yang semestinya... " ucap Burhan sambil mengulurkan tangan dengan ramah pada orang tua Siti yang akan bersujud mengiba lebih lagi padanya.

Satu korban tertangkap, selesai. Burhan beranjak ke ke korban lain sesuai yang informasi yang di berikan Abror padanya. Semua mengalami ketakutan yang hampir sama seperti keluarga Siti. Semua mengira ia akan melakukan hal buruk dan menteror keluarganya.

Maka dari reaksi-reaksi itu Burhan mendapat kemudahan akses yang lebih lagi. Tapi di tengah perbincangannya meyakinkan keluarga Adinda. Ada seseorang yang datang sambil melemparkan petasan ke arah rumah Adinda.

"Ikutlah denganku, dengan yang lain juga... Ku pastikan semuanya aman... " bujuk Burhan. "Apa yang bisa di lakukan anak perempuan yang sudah di perkosa selain mempertaruhkan semuanya untuk keadilannya? " Burhan mencoba menyulut emosi pada orang tua Adinda yang tak mau bermasalah lagi dengan pak kyai.

"Baiklah... Kita ikut! "

Pak kyai... Keluarkan jurus terbaikmu... Batin Burhan senang dengan kekuatan yang sudah ia kumpulkan untuk memenangkan kasus kali ini.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

●●●

"Mas, tolong izinin Alif sama Ahmad buat bersaksi sebentar. Hanya itu saja yang aku minta seumur hidupku selama aku jadi istrimu... " pinta Nana memohon pada Aji agar mendapat izin agar kedua putranya bisa membantu dalam kasus ini.

"Tidak Na. Aku tidak mau anak-anakku terganggu masa depannya! " tolak Aji tegas.

Nana terdiam sedih. Alif dan Ahmad yang melihat perdebatan orang tuanya hanya bisa diam tak berani mendekat juga untuk menenangkan mamanya.

"Dulu aku hamil Alif sendirian, kamu ninggalin aku. Kamu nikah sama mbak Wulan. Terus sekarang kamu bicara masa depan anak-anak?" ucap Nana dengan suara bergetar menahan amarah dan tangisnya.

"Ini beda Na! "

"Apa bedanya?! Alif sama Ahmad cuma membantu Angela memperjuangkan keadilannya! Salahnya dimana? Apa karena kamu sama pak kyai sama bejatnya jadi kamu mau membiarkan itu terus terjadi?! " bentak Nana yang tak tahan lagi dengan sikap suaminya yang keras kepala.

"Na... " Aji baru saja ingin menyanggah ucapan Nana, tapi Nana sudah keburu marah dan memilih untuk meninggalkan Aji sendirian. "Na, mau kemana? " tanya Aji kewalahan ketika Nana keluar kamar sambil membawa tas besar.

"Mama! Mama jangan pergi! Mama! " teriak Ahmad sambil berlari mengejar mamanya.

"Mama, kalo mama pergi aku ikut mama. Aku gak mau sendirian di sini! " teriak Alif yang langsung memeluk mamanya. "Mama jangan pergi, aku gak mau di sini kalo ga ada mama... Aku mau ikut mama... " tangis Alif.

Broto dan Siwi yang sudah di kamar jadi keluar karena Nana dan Aji ribut di tambah Alif dan Ahmad yang menangis menahan Nana.

"Sudah kakak sama adek di sini, sekolah biar punya masa depan kayak yang di bilang papa ya... " ucap Nana sambil memeluk kedua anaknya.

"Enggak! Dia bukan papaku, aku gak punya papa. Aku cuma punya mama! " ucap Alif yang tidak mau di tinggal mamanya. "Aku mau ikut mama, mama mau kemana aja aku ikut. Aku gapapa susah yang penting sama mama! "

"Mama jangan pergi, aku ga mau mama pergi. Aku sayang mama! " larang Ahmad.

Aji yang sudah berkeras dari tadi akhirnya melembutkan hatinya. Meyakinkan dirinya kalau ini akan baik-baik saja, anaknya pemberani seperti Nana. Anaknya bukan pengecut, anaknya kuat. Semua akan baik-baik saja.

"Oke! Oke! Boleh. Aku ijinin... Tapi cuma kali ini saja kita berurusan sama hukum...." ucap Aji yang membuat Nana senang karena suaminya mau menurutinya.

Nana langsung mengangguk, Alif dan Ahmad ikut mengangguk. [Next]

Bab 25 – Power-2


31
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share