Bab 22 – Berdarah
Sejak menengok mamanya,
bengbeng menjadi teman tidur Angela. Angela tidak mau memakannya, itu akan
menjadi kenang-kenangan selama menunggu 30 hari kedepan untuk kembali bertemu
dengan mamanya lagi. Angela ingin mengabadikan pemberian mamanya. Bengbeng
memang tidak mahal, Nana dan Aji bahkan Ahmad sekalipun bisa membelikannya lagi
untuk Angela. Bahkan lebih banyak. Tapi tetap bagi Angela bengbeng pemberian
mamanya adalah yang nomor satu dan sekarang jadi barang berharganya.
Angela menjalani hari dengan
jauh lebih baik dan ceria. Angela juga terus mengingat ucapan mamanya soal
anggota tubuhnya yang tidak boleh di sentuh sembarang orang. Sejak bertemu
dengan mamanya kembali dan tau kalau mamanya sekarang sudah menyayanginya Angela
juga jadi jauh lebih pemberani.
Angela mau membaca dengan
keras di kelas, Angela juga aktif maju dan mengacungkan tangan di kelas. Tak
hanya itu, Angela juga mulai berani mengajak temannya berbicara. Angela mau
banyak bercerita pada mamanya nanti, jadi ia harus banyak berpetualang.
Petualangan kecil tentu saja.
"Jejela sekarang sudah
jadi beberani!" puji Ahmad sambil mengacungkan jempolnya pada Angela.
Angela tersipu malu mendengar
pujian Ahmad saat makan siang bersama. Ahmad juga jadi bangga karena merasa
Angela jari pemberani karena latihan bersamanya beberapa hari belakangan. Ahmad
merasa sudah bisa jadi sekeren senseinya di dojo.
Angela yakin pasti tiga puluh
hari kedepan sudah banyak cerita yang menarik untuk di ceritakan. Bahkan hari
ini saja Angela sudah ingin banyak cerita dengan mamanya.
"Angela, nanti berangkat
TPA sendiri ya... Adek Ahmad mau tanding final ini... Doain menang ya... "
ucap Nana sambil menyiapkan bekalnya untuk menemani Ahmad nanti.
"Jejela ikut aja gapapa
ma," pinta Ahmad.
"Angela kan ngaji...
" ucap Nana.
Angela yang semula senang
dengan ajakan Ahmad langsung cemberut. Tapi ia buru-buru tersenyum dan
mengangguk lalu mandi dan bersiap pergi ngaji seperti biasanya.
"Nanti kalo ada vidionya,
kita tonton sama-sama ya... " ucap Ahmad yang merasa tak enak hati tak
jadi mengajak Angela.
"Iya, nanti kita tonton
sama-sama... " jawab Angela sambil tersenyum sumringah mendengar ucapan
Ahmad.
●●●
Kalau hari ini cepat berlalu
kurang 29 hari lagi buat ketemu mama, hari ini menyenangkan. Aku jadi
pemberani, nanti habis ngaji aku nonton vidionya Ahmad...batin Angela yang
sudah berandai-andai sepanjang jalan menuju masjid.
Tidak ada yang bisa membuat
senyum dan bunga-bunga di hati Angela pudar hari ini. Angela benar-benar di
penuhi kebahagiaan. Setidaknya kebahagiaan yang ia bangun sendiri. Semua
berjalan dengan lancar dan baik sampai mimpi buruk Angela muncul.
Pak kyai tiba-tiba datang
sebelum TPA selesai. Angela yang sudah mengaji dan duduk menunggu yang lain
selesai tiba-tiba di panggil. Angela langsung bingung gelagapan ingin kabur dan
bersembunyi.
Mas Abror menggeleng, berusaha
memberi isyarat pada Angela agar tidak pergi. "Angela! " panggil mas
Abror sambil menepuk ubin di sebelahnya.
Angela langsung bangun dan
berusaha segera mendekat ke mas Abror juga teman-temannya yang lain. Tapi
sayang Angela kalah gesit, pak kyai dengan cepat menarik Angela secara paksa
lalu menggendongnya pergi tanpa peduli sekitar.
"Eh Angela! " sapa
bu nyai yang menyapa Angela dengan ramah.
Mas Abror yang semula ingin menghampiri
pak kyai dan Angela, dengan ragu mengurungkan niatnya karena melihat ada bu
nyai yang begitu ramah pada Angela. Setidaknya Angela tidak sendiri, ada bu
nyai pasti aman. Kira-kira begitu pikir mas Abror.
"Aku mau turun!!!"
jerit Angela sambil meronta-ronta.
Tapi bukan menurunkan Angela
pak kyai malah menampar bokong Angela hingga ia memekik kaget. "Jangan
boleh ada yang sentuh ini... Ini... Ini... " kata-kata Wulan yang
mewanti-wanti Angela teus terngiang di telinga.
Pak kyai membawa Angela ke
sebuah gudang belakang masjid. Angela hanya diam ketakutan dan panik. Angela
bingung harus apa.
Pak kyai mengunci pintu begitu
masuk kedalamnya. Angela ketakutan sampai mengompol membasahi sarung yang di
pakai pak kyai dan gulungan sajadah, Angela tak bisa bergerak, tak bisa
melawan. Angela ingin menangis keras-keras, berteriak, menjerit, meminta
tolong. Tapi mulut dan tubuhnya membeku.
Pak kyai membuka sarungnya,
nampak penisnya yang sudah ereksi di balik lemak di perutnya yang buncit itu.
Angela mundur perlahan, Angela benar-benar ketakutan sekarang. Tapi ia hanya
bisa diam dengan airmata yang terus mengalir.
Angela terus menjerit,
kencang. Meraung-raung kesakitan, menangis sekuat tenaga. Tapi tak satupun
suara yang dapat keluar dari mulutnya yang di bungkam dan sedari tadi beku.
Adzan maghrib berkumandang dan
pak kyai masih sibuk memuaskan hasratnya pada Angela. Menjilati tiap jengkal
daerah intim tubuh bocah umur tujuh tahun yang bahkan belum puber itu sambil
membungkam mulutnya.
Angela yang semula merasakan
sakit lama kelamaan tak merasakan apapun. Kata-kata mamanya masih terus
terngiang di telinganya, di otak dan hati kecilnya. Angela sadar ia sedang di
lecehkan. Di ambang kesadarannya Angela hanya dapat mendengar suara pak kyai
yang terus berkata, "kalo dah gini sama pak kyai Angela jadi anak pintar
dan dapat banyak berkah".
●●●
Nana tersenyum memegangi
poster lomba modeling cilik sepulang mengantar Ahmad tanding. Nana sudah
membayangkan akan mendaftarkan Angela dalam lomba modeling. Terbayang di pikiran
Nana betapa cantiknya Angela ketika berlenggak-lenggok nanti.
Angela cantik, kulitnya putih
bersih, bibir kecil yang merah alami, rambutnya yang bergelombang. Pasti Angela
bisa menang. Tema foto sebagai seleksi juga gampang, temanya musim. Sebentar lagi
musim hujan. Nana membayangkan akan mendandani Angela dengan jas hujan dan
payung sambil berpose di tengah hujan buatan dari selang. Pasti akan sangat
keren dan cantik.
Nana membayangkan dan terus
memunculkan ide-ide kreatif dalam kepalanya untuk mengikut sertakan Angela.
Nana juga sudah memperhitungkan berapa budget yang akan ia keluarkan untuk
lomba kali ini.
Tapi sesampainya Nana di
rumah, Angela masih belum pulang. Padahal Alif dan Aji sudah ada di rumah.
Bahkan sudah selesai solat jama'ah di masjid pula.
"Jejela mana? Aku mau
tonton vidio bareng Jejela... " tanya Ahmad yang langsung mencari Angela.
"Belum pulang, ku kira
Angela ikut adek... " jawab Alif.
Ahmad langsung menggeleng
sementara Nana langsung panik dan khawatir karena Angela tidak ada di rumah.
"Mas, coba cari Angela!
" perintah Nana pada suaminya dengan panik.
"Main paling Na, nanti
juga pulang habis isya... " ucap Aji yang tengah menyantap makan malam.
Ahmad langsungnya mendelik
heran, Angela tidak punya teman. Apalagi teman yang mau bermain dengannya
sampai malam begini. Ini aneh. "Yaudah kalo papa ga mau cari Jejela, aku
saja yang cari Jejela!" seru Ahmad kesal karena papanya tidak peduli
dengan Angela.
Aji menghela nafas lalu
menghentikan makannya. "Yaudah iya papa temenin... " ucap Aji
mengalah dan akhirnya mau mencari Angela.
Aji dan putra bungsunya
langsung pergi ke masjid, tapi tidak ada Angela di sana. Hanya ada tasnya saja.
"Aduh Jejela kemana ini!!
" panik Ahmad sambil menggaruk kepalanya.
Tak habis akal, Ahmad mengajak
papanya mencari mas Abror agar bisa menemukan Angela.
"Loh Angela belum pulang?
Tadi terakhir saya liat Angela di ajak pak kyai. Tapi saya ga tau kok belum
pulang... Coba tanya pak kyai... " saran mas Abror yang jadi mencemaskan
Angela juga.
"Bu nyanyi liat Jejela tidak?
" tanya Ahmad begitu sampai rumah pak kyai.
"Tadi waktu ngaji liat,
sekarang tidak. Kenapa mas? " tanya bu nyai ramah.
"Tadi mas Abror bilang
Angela di ajak pak kyai... Jadi kita tanya kesini, siapa tau lagi main di
sini... " jawab Aji sambil tersenyum canggung.
"Ealah, bapak lagi pergi
ngajar mas. Tapi ga ada Angela di sini... Nanti kalo saya lihat apa bapak
pulang coba saya tanya ya, nanti saya kabarin kalo ada apa-apa," ucap bu
nyai.
Akhirnya semua anggota
keluarga semalaman pergi kesana-kemari menanyai tiap murid di TPA barang kali
ada Angela di sana. Mas Abror yang merasa bersalah karena Angela belum pulang
juga ikut membantu mencari.
Hingga tengah malam Angela tak
kunjung ketemu. Nana sudah menghubungi Burhan dan siap melapor pada polisi.
Nana sangat khawatir dan di penuhi rasa bersalah karena memaksa Angela untuk
tetap berangkat TPA padahal ia masih bisa mengajaknya menonton pertandingan
Ahmad.
Nana tak bisa tidur, begitu pula Aji. Alif dan Ahmad masih bisa tidur meskipun hanya sebentar. Sampai jam menunjukkan pukul empat kurang lima menit, berbarengan dengan suara adzan subuh. Angela datang tanpa mengenakan jilbab, baju compang-camping, dan darah di kakinya. Angela baru bisa menangis meminta di bukakan gerbang. [Next]