Bab 18 – Wawancara
Angela kembali menjalani hari
seperti biasanya. Angela juga sudah senang dan nyaman ketika tidak ada pak
kyai. Angela senang mas Abror yang menyemaknya mengaji. Angela membaca iqro
bahkan sampai dua halaman. Mas Abror juga memberikan permen Yupi kembalian pada
Angela karena mengaji dengan cukup baik. Karena Ahmad terus melihat permen
Angela, Angela jadi mencuil permennya dan membagi dengan Ahmad.
Semua berjalan baik dan lancar
sampai tiba-tiba pak kyai datang bersama beberapa mahasiswa dan mahasiswi
sambil menjelaskan soal kegiatan di masjid yang di binanya. Angela langsung
mendelik dan berpegangan pada Ahmad yang ada di sampingnya.
"Ayo semuanya kita berdoa
dulu, nanti di rumah sambil belajar baca iqronya biar cepat lancar biar bisa
baca... "
"Alqur'an!! " seru
anak-anak meneruskan ucapan mas Abror.
"Doa pagi dan sore...
Allahumma... "
Semua berdoa dengan semangat
hanya Angela yang terlihat tidak semangat dan terus melirik pak kyai dan
tamunya. Angela takut dan berjaga-jaga terus.
"Anteng-antengan! Yang
paling anteng pulang duluan! " ucap mas Abror yang seketika membuat semua
anak-anak tenang dan duduk dengan rapi.
Angela masih tampak tak tenang
dan terus melirik kanan dan kiri. Sadar Angela sudah tidak nyaman dan mengingat
kejadian kemarin mas Abror langsung menunjuk Ahmad dan Angela untuk pulang
duluan. Angela langsung buru-buru pulang bersama Ahmad yang membawa sepeda
untuk berboncengan.
Tapi sial! Saat Angela dan
Ahmad sampai di parkiran dan tengah mengeluarkan sepedanya pak kyai datang
bersama tamunya. Angela sudah punya firasat buruk.
"Angela sini... "
panggil pak kyai pada Angela.
Angela diam tidak mau
mendekat. Ahmad juga masih sibuk mengeluarkan sepedanya.
"Angela... " pak
kyai kembali memanggil Angela.
"Jejela itu di panggil...
" ucap Ahmad pada Angela.
Akhirnya dengan berat hati
Angela datang mendekat. Pak kyai tiba-tiba langsung menggendong Angela dan
memaksanya duduk di pangkuannya seperti sebelumnya. Ada seorang mahasiswi yang
mengambil foto pak kyai dan Angela. Angela berharap itu saja sudah cukup, dulu
mamanya juga begitu suka berfoto dengan anak-anak lalu sudah.
Tapi Angela salah. Pak kyai
memangkunya sambil di wawancara. Tangan pak kyai yang besar dan berbulu itu
menahan tubuh Angela. Tak cukup sampai di situ jari-jarinya juga mulai meraba
dan mengelus paha Angela sambil bicara soal kemaslahatan umat dan pemberdayaan
masjid. Jarinya terus meraba paha Angela hingga pangkal paha dan berusaha masuk
ke sela-sela paha Angela yang ia tutup rapat-rapat.
Ahmad hanya diam menunggu
dengan jarak yang agak jauh dari Angela sambil menaiki sepedanya siap pulang.
Angela berusaha turun tapi terus menerus di paksa pak kyai untuk tetap diam
dalam pangkuannya. Tangan pak kyai juga makin tak terkontrol dengan meraba-raba
dada Angela.
Angela langsung menyingkirkan
tangan pak kyai lalu meronta dan berlari ke arah Ahmad dengan mata
berkaca-kaca. Ahmad langsung menggoes sepedanya sambil memboncengkan Angela.
Sepanjang perjalanan pulang Ahmad terus bercerita pada Angela sementara Angela
sibuk menyeka airmatanya.
"Mama, aku kalo
mengajinya dirumah sendiri boleh tidak? " tanya Angela saat makan malam.
Nana dan Aji langsung saling
tatap heran dengan permintaan Angela. Ahmad dan Alif juga bingung. Mereka
merasa Angela cukup mulus-mulus saja saat bergaul dengan teman-temannya. Tidak
ada yang nakal atau jahil padanya.
"Kenapa Angela tidak mau
ngaji di masjid lagi? " tanya Nana.
"Em... Itu... "
Angela menunduk malu dan bingung harus mengatakan dari mana.
"Angela ga punya teman?
" tebak Nana. Angela langsung menggeleng. "Angela ketinggalan
pelajaran? " tebak Nana lagi dan kembali mendapat jawaban yang sama.
"Terus kenapa?" tanya Nana. Angela hanya diam.
"Jejela pengen punya
sepeda sendiri? " tebak Ahmad yang dengan cepat di sanggah Angela.
"Ahmad nakal sama Angela?
" tebak Alif sekaligus menggoda adiknya.
Ahmad langsung terkejut dan
tersenyum. "Tidak! Adek baik! " sanggah Ahmad. "Orang aku
boncengin Jejela, duduk sama Jejela terus... " sambung Ahmad membela
dirinya.
Aji langsung memicingkan matanya.
"Ah yang benar? " tanya Aji.
Ahmad langsung menirukan
papanya sambil mengangguk.
Angela hanya menghela
nafasnya, rasanya sulit untuk tidak pergi dan jadi bertemu dengan pak kyai.
Pikir Angela yang bingung harus bagaimana. Apa lagi disini Angela hanya
menumpang. Angela cukup tau diri untuk tidak banyak permintaan dan merepotkan.
●●●
Keesokan harinya, Angela di
sekolah dengan murung dan terus berpikir alasan apa yang tepat agar ia bisa
tidak pergi ke TPA. Atau bagaimana caranya melawan. Tapi Angela terlalu kecil
untuk melawan pak kyai yang pensiunan polisi itu.
Selepas sekolah Angela
menemani Ahmad latihan di rumah. Ahmad terus memukul dan menendang samsaknya
dengan sekuat tenaga. Kadang Ahmad berteriak dan mengeram dengan wajah serius
dan nafas terengah. Ahmad kuat bisa berkelahi dan terus berlatih bela diri di
rumah. Angela ingin bisa seperti Ahmad.
"Jejela mau coba juga?
" tanya Ahmad menawari Angela yang menemaninya dengan tangan terkepal.
"Boleh? " tanya
Angela sambil tersenyum sumringah.
"Boleh! " jawab
Ahmad senang, Ahmad merasa dirinya menjadi sensei seperti di dojonya.
"Jadi begini Jejela kakinya begini... " Ahmad mulai mengajari
kuda-kuda pada Angela. "Terus tangannya begini... Hiya... Hiya... "
Ahmad mengajari caranya meninju.
Angela mengikuti Ahmad dengan
serius. Semua gerakan yang di ajarkan Ahmad ia ikuti dengan sungguh-sungguh.
Angela bertekad ia harus bisa minimal memukul dan melepaskan diri. Kalau tidak
setidak-tidaknya ia bisa jadi lebih kuat dari sebelumnya.
Nana yang melihat Ahmad melatih
Angela tersenyum senang. Putra bungsunya sudah bisa mengajari orang lain,
tandanya putra kecilnya sekarang sudah besar. Nana mendesah pelan, rasanya baru
kemarin Ahmad minta berlatih beladiri. Sekarang Ahmad sudah bisa melatih orang
lain.
"Jejela kalo mau latihan
boleh pukul ini yang kuat! Sangat kuat! Semua kekuatan Jejela di pakek buat
pukul ini boleh! " ucap Ahmad sambil menepuk-nepuk samsaknya.
Angela mengangguk laku mulai
memukul samsak di depannya dengan sekuat tenaga. Tapi tak terdengar suara seperti
saat Ahmad yang memukulnya.
"Pukul lagi! "
teriak Ahmad memberi semangat. "Tangannya yang kuat! "
Angela mengangguk lalu kembali
memukul dengan lebih kuat.
"Lagi! " Ahmad
kembali menyemangati.
Hingga jelang solat asar
Angela terus berlatih bersama Ahmad secara bergantian. Kalau saja Nana tidak
mengingatkan untuk mandi dan TPA rasanya Angela masih asik memukuli samsak
bersama Ahmad.
"Angela berangkat TPA
sendiri ya, Ahmad mau tanding nanti... " ucap Nana sambil menyiapkan
putranya ke dojo.
Angela langsung mengangguk
meskipun ia sedih dan takut harus berangkat TPA sendiri.
"Nanti kalo ada yang
jahat sama Jejela, langsung di pukul kayak yang tadi kita latihan oke!"
ucap Ahmad yang di angguki Angela.
Angela merasa hari ini ia tidak akan aman. Tapi Angela tetap melangkah ke masjid tempatnya TPA. [Next]
![]() |