Bab 17 – Pak Kyai
Ahmad memerankan perannya
sebagai serigala dengan sangat baik meskipun tampak bekas airmata di pipinya.
Iya, Ahmad kembali menangis ketika tau kostum domba terlihat lebih realistis
daripada kostumnya. Ahmad langsung menangis karena hanya ia yang terlihat imut.
Belum lagi banyak orang tua wali murid yang gemas padanya.
Ahmad bahkan sebelumnya sempat
mogok tidak mau ikut pentas karena merasa sangat malu pada kostumnya kalau saja
Aji dan Nana tidak menyemangatinya. Angela juga ikut menonton sambil membawa
spanduk kecil untuk menyemangati Ahmad yang di buatkan Aji. Bila di lihat-lihat
hanya Ahmad dari semuanya yang punya suporter sampai membuat spanduk dan
tulisan-tulisan.
Aji juga mengajak pegawainya
untuk membantu mengambil gambar Ahmad dengan kamera profesional hingga bagian
dokumentasi sekolah kalah jauh. Bahkan beberapa wali mengira kalau pegawai Aji
sebagai tim dokumentasi yang di sewa sekolahan.
"Aku tadi keren tidak?
" tanya Ahmad pada Angela.
Angela langsung mengangguk
sambil mengacungkan kedua jempolnya. "Hebat, keren sekali! " puji
Angela.
Mendengar pujian dari Angela,
Ahmad langsung salah tingkah sendiri. Ahmad senang dan bangga bisa tampil. Ini
penampilan penutup semester ganjil, Ahmad tak sabar menunggu untuk
berkesempatan tampil kembali saat kelulusannya dari TK nanti. Pasti akan lebih
keren lagi.
"Yaahhh... Aku ga sempat
lihat... " ucap Alif yang datang bersama seorang teman kelasnya.
"Papa dah rekam, nanti
kita tonton di rumah ya... " ucap Aji. "Ini siapa? " tanya Aji
melihat teman Alif yang memegangi baju Alif.
"Mila om... " Mila
memperkenalkan diri sambil menyalimi Aji dan Nana.
"Mila ini teman
sekelasku, dia biak... " ucap Alif ikut memperkenalkan Mila yang membuat
Mila tersipu malu.
Angela yang tadi tersenyum
sumringah melihat Alif datang perlahan mengulum senyumnya sendiri. Angela
merasa ada sesuatu yang aneh dan hilang, ia merasa tidak nyaman dan tidak suka
melihat Mila terlebih karena Milan akrab dengan Alif.
Apa lagi Mila terus mengintili
Alif dan sekelas pula. Angela langsung menghitung jarak umurnya dengan Alif.
Alif sudah kelas enam dan dia baru masuk kelas satu. Jauh sekali ada lima kelas
lagi agar bisa sama dengan Alif. Itupun saat Angela bisa ke kelas enam, Alif
sudah ada di sekolah SMA. Mungkin juga Alif akan pindah ke sekolahan lain
yang tidak satu yayasan dengan SD dan TKnya ini.
Alif pintar, ramah, kalem, dan
penyayang. Pasti Alif akan memilih sekolahan yang terbaik. Angela yang
menyadari ia tak bisa sejajar dengan Alif jadi sedih. Angela merasa tak semua
perasaan harus tersampaikan dan rasanya tak perlu tersampaikan, bisa terus
bersama dengan Alif sudah cukup baginya.
"Nanti mama bikin sup
ceker sama sayap tepung, kita nonton penampilannya adek lagi ya... " ucap
Nana yang langsung punya ide untuk membuat acata nonton bareng.
"Sama kentang! "
usul Ahmad lalu melompat-lompat senang.
●●●
Sorenya Alif dan Ahmad sudah
sibuk masing-masing. Alif sudah berangkat ke bimbel sebelum solat ashar,
sementara Ahmad pergi ke dojo untuk latihan di antar papanya. Nana juga pergi
ke swalayan bersama mbak Rin untuk belanja. Angela jadi ke TPA sendirian.
"Angela duduk sini...
" panggil pak kyai yang sudah siap menyemak Angela membaca iqro.
Angela langsung duduk
berhadapan dengan pak kyai seperti teman-temannya yang lain. "Ba... Ta...
Ta... Tsa... Ja.. Ro... " Angela mulai membaca dengan suaranya yang lembut
namun cukup tegas dan jelas terdengar.
"Apa? Yang keras Kyai ga
denger... " ucap pak kyai sambil mendekatkan wajahnya pada Angela.
"Ba... Ta... Ta... "
Angela kembali mengulang bacaannya dengan suara yang lebih lantang.
"Wah suara Angela pelan
sekali. Coba sambil duduk di pangku sini biar denger jelas... " ucap pak
kyai sambil menepuk-nepuk pahanya siap memangku Angela.
Angela mengerutkan keningnya
heran kenapa pak kyai tiba-tiba begini. Padahal menurut Angela suaranya juga
sudah cukup tegas dan lantang. Angela menatap pak kyai ragu lalu menggeser
duduknya agar lebih maju dan dekat dengan pak kyai.
"Aduh masih ga denger
ah... " ucap pak kyai yang masih memaksa Angela duduk di pangkuannya.
Angela berdiri ingin duduk di
samping pak kyai saja agar lebih terdengar saat mengaji. Tapi tak di
sangka-sangka pak kyai malah menarik Angela secara paksa duduk di pangkuannya.
Tak cukup sampai di situ, Angela yang kaget dan ingin cepat bangun juga di
tahan dan di paksa untuk tetap duduk.
"Ayo semuanya berdoa,
terus kita pulang! " teriak seorang guru ngaji yang lain.
Pak kyai langsung melepaskan
melepaskan Angela yang sempat di tahannya ketika guru ngaji itu melihatnya.
Angela langsung buru-buru bangun dan mengemasi barang-barangnya lalu duduk
bergabung dengan yang lainnya.
"Itu tadi Angela yang
minta di pangku... Biasa anak-anak... " ucap pak kyai menjelaskan sebelum
di cerca pertanyaan.
Angela yang mendengar apa yang
diucapkan pak kyai hanya menggeleng pelan dengan alis bertaut. Angela tidak
pernah minta di pangku siapapun. Pak kyai bohong. Dia bohong, dia menuduh
Angela. Persis seperti apa yang sering di lakukan mbak Ica padanya dulu. Dan
sama seperti sebelumnya pula, Angela masih belum punya keberanian untuk
bersuara sekedar untuk membela dirinya dan berkata "itu tidak benar".
Angela tak cukup berani.
"Angela, besok jangan
minta di pangku lagi ya... Angela besok baca iqronya sama mas aja ya... "
ucap Abror, guru ngajinya yang masih muda itu pada Angela sebelum Angela
pulang.
Angela mengangguk lalu memakai
sandalnya dan berjalan pulang sendirian. Angela tau apa yang di lakukan pak
kyai baik, dia tidak membentaknya, tidak marah-marah. Pak kyai mengajarinya
membaca iqro dan suara Angela memang lembut. Jadi wajar bila pak kyai tidak
dengar. Tapi kenapa Angela merasa ada yang salah kalau ia harus di pangku
seperti tadi? Angela juga merasa tidak nyaman ketika pak kyai memegangi
pinggangnya.
Angela terus bertanya-tanya,
kenapa ia bisa merasa sangat bersalah dan tidak benar atas apa yang di lakukan
pak kyai tadi. Tapi sampai rumah Angela juga tak berani cerita pada Nana soal
perlakuan pak kyai padanya tadi. Angela bingung harus cerita bagaimana. Angela
juga takut kalau Nana akan berpikir kalau memang ia yang minta di pangku
seperti tuduhan pak kyai tadi.
"Angela... " panggil
Nana yang melihat Angela terus melamun. "Angela ga suka ceker ya? "
tanya Nana.
Angela menatap Nana lalu
menatap mangkuknya. "Suka... " jawab Angela lalu mulai mengerikiti
ceker yang ada di mangkuknya.
Bagaimana cara bilangnya ya?
Batin Angela bimbang. Angela juga menunggu Aji atau Nana bertanya soal
bagaimana sekolah atau aktivitasnya tapi tak kunjung bertanya. Jadi Angela
hanya bisa diam dan menyimpan kejadian hari ini seorang diri.
Besok saja ceritanya... Tidak papa... Batin Angela. [Next]