0
Home  ›  Chapter  ›  Sister Complex

Bab 12 – Keluarga

Bab 12 – Keluarga-1

Angela masih sedih meskipun tetap berusaha menuruti apapun yang di perintahkan Nana. Seperti mandi, makan, membantu menyapu halaman bersama Alif dan Ahmad, melipat baju agar di setrika mbak Rin paginya, solat, belajar mengaji di rumah bersama Alif, merapikan tempat tidurnya. Angela juga tetap mengerjakan kegiatan yang ia sukai seperti mewarnai dan menggambar. Meskipun Angela jadi banyak diam seperti sebelumnya lagi bahkan jadi pemurung.

"Angela..." panggil Alif setelah menyemak bacaan iqro Angela.

Angela menatap Alif. "Mamaku bilang selalu ada kebaikan di setiap masalah. Mungkin sekarang mamamu lagi di penjara, tapi kalo gak karena itu kita gak mungkin kenal... Kamu juga ga mungkin ada di sini... " ucap Alif.

Angela terdiam begitu pula dengan Alif. Angela tak begitu memahami kata-kata Alif, tapi saat ia melihat Nana yang sedang menjahit kancing baju seragam milik Ahmad Angela sedikit bisa memahami apa yang maksud Alif.

"Aku suka Angela bisa ada disini... Jadi jangan sedih terus, kalo kita menunggu sambil sedih rasanya jadi lama sekali. Jadi kita harus senang, bahagia... Biar menunggunya jadi cepat..." sambung Alif lagi lalu merapikan buku iqro yang ada di depannya.

Angela masih menatap Nana yang masih ia anggap sebagai pengasuh seperti mbak Ica. Nana merawatnya dengan sangat baik, menggandeng tangannya dengan erat, menggendongnya, mendekapnya, memeluk, mencium, memberikannya makanan yang enak. Nana juga tidak pernah membentaknya, memukul, mencubit, atau marah-marah padanya bahkan saat Angela memecahkan mangkuk waktu itu. Nana juga Aji merawatnya dengan sangat baik, menjaganya dengan benar, mengobati lukanya dengan hati-hati.

Angela tak pernah merasakan tempat sebaik ini sebelumnya. Ini penitipan atau panti asuhan terbaik yang pernah Angela temui. Tapi Angela juga yakin pasti mamanya memberikan banyak uang bayaran untuk para pengasuhnya yang begitu baik. Sama seperti mamanya memberikan uang pada mbak Ica pengasuhnya dan saat uang yang di berikan mamanya habis Angela akan di perlakukan buruk.

Makanan dingin, berlendir, bau, berjamur, busuk, kecut, di bentak, di pukul, di tendang, di maki-maki. Angela harus bersiap, ia tidak bisa merasa terlalu nyaman dan memanjakan dirinya di sini. Angela takut pengasuh baiknya itu akan berubah menjadi jahat seperti mbak Ica.

"Angela masih sedih nak? " tanya Nana lembut sambil membenarkan selimut Angela yang sudah mapan di tempat tidurnya.

Angela tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

"Angela jangan sedih terus, mama jadi ikut seduh kalo Angela sedih... " ucap Nana. "Doa mau tidur... " perintah Nana sambil menengadahkan tangan bersama Angela.

"Bismillahirahmanirahim... Bismika... Allahumma... Ahya wa bismika amut..." ucap Nana dan Angela yang berdoa bersama-sama. "Dengan namamu ya Allah aku hidup, dan dengan nama-Mu ya Allah aku mati... Aamiin... " sambung Nana dan Angela lagi.

Nana tersenyum lalu mengecup kening Angela. "Angela anak baik, bukan sampah. Mama sayang sekali sama Angela... " bisik Nana lembut lalu menyalakan lampu tidur sekaligus anti nyamuk di kamar Angela lalu keluar.

"Adek Ahmad belum bobo? " tanya Nana dengan suaranya yang di buat seperti anak kecil.

"Aku belum mengantuk, aku mau begadang kayak papa... " jawab Ahmad.

"Haaa begadang? Kayak papa? Papa aja matanya dah merah itu ngantuk... " ucap Nana lalu terdengar sedang mengejar Ahmad ke kamarnya sambil tertawa kecil.

Angela tersenyum membayangkan bila Nana adalah mamanya. Mamanya yang sesungguhnya. Atau kalau tidak mamanya yang sekarang punya sifat seperti Nana. Hanya membayangkan saja hati Angela sudah begitu hangat.

Angela memeluk guling di sampingnya sambil melihat gelas susu yang sudah kosong dan belum sempat di singkirkan nana. Angela berharap mamanya bisa ikut merasakan apa yang Angela rasakan di sini. Pasti mamanya akan sangat senang dan tidak akan ketus lagi padanya.

Ya Allah, aku kangen mamaku, semoga mamaku juga kangen aku jadi bisa cepat jemput aku di sini... Amin. Doa Angela dalam hati sebelum akhirnya terlelap setelah lelah membayangkan ini dan itu juga doa-doa lain yang Angela panjatkan sambil melihat gelas susu kosongnya seolah-olah bercerita pada Allah.

"Jejela, Allah itu selalu dengerin kita, lihat kita, jadi kita harus jadi anak baik biar di sayang Allah. Jejela juga boleh minta apaaaaaaa aja yang ada di dunia ini sama Allah. Jejela tinggal berdoa aja... " ucapan Ahmad yang menjelaskan soal tuhan dan doa waktu itu pada Angela begitu di percayai oleh Angela.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Tapi karena Ahmad juga tidak paham kapan waktu mustajabnya doa dan tata cara berdoa yang benar, apa lagi Angela yang tidak pernah belajar agama sama sekali sebelumnya. Jadilah Angela tiap hari bercerita pada Allah baik dalam hati atau berbicara dengan berbisik-bisik di kamarnya. Tiap hari, tiap malam, hingga Angela terlelap dengan perasaan lega dan bahagia.

●●●

Nana iseng menimbang badannya di kamar sambil mematut dirinya di depan cermin. Aji hanya diam sambil  memperhatikan istrinya. Tak lama Nana mengenakan sepatu hak tingginya dan kembali mematut dirinya di depan cermin. Aji tersenyum melihat tingkah istrinya.

"Mas... " panggil Nana lalu bergaya sambil menghadap suaminya.

"Mau beli sepatu lagi?" tebak Aji sambil tertawa kecil.

Nana menggeleng lalu mengikat rambutnya dan menggunakan lipstik merah matte dan blush on di pipinya. "Aku cantik... " bisik Nana memuji dirinya sendiri di depan cermin meja riasnya.

Aji memeluk Nana dari belakang lalu mengecup bahunya. "Istriku cantik... Cantik terus... Ga ada tandingannya... " Aji ikut memuji Nana sambil mempererat pelukannya.

Nana tersenyum getir mendengar ucapan suaminya. Rasanya hanya suami dan mama mertuanya saja yang bisa benar-benar menerimanya dengan tulus. Nanti bila ia datang ke acara keluarga besar suaminya, Nana akan selalu di taruh paling belakang. Bahkan pelayan pun tak di perlakukan seburuk ia di perlakukan Eyang.

"Udah lah Na, ga usah mikirin nikahannya Alice... Ga usah khawatirin apa-apa... " ucap Aji lalu mencium pipi istrinya. "Nanti kalo kamu di perlakukan buruk, kita ga usah kesana lagi. Kita ga usah dateng ke acara keluargaku selain dateng ke acara pemakaman. Oke? Ga usah sedih ya... Jangan sedih... " hibur Aji sambil membalikkan tubuh istrinya yang tetap saja lebih pendek darinya meskipun sudah memakai sepatu hak tinggi.

Nana hanya diam lalu memalingkan wajahnya. Aji selalu saja bilang begitu dan tetap saja datang ke acara keluarga bila mamanya yang meminta. Nana jengah dengan janji-janji Aji.

"Kali ini aku serius Na," ucap Aji meyakinkan Nana sambil memaksa Nana menatapnya.

"Janji?" Aji langsung mengangguk. "Tapi kalo mama yang minta gimana? Kamu ga kasian kalo mama di marahin?" pertanyaan Nana yang sukses menggoyahkan Aji.

"Apa kamu ga kasian sama orang yang sudah melahirkan aku? Orang yang membela dan mensuport hubungan kita?" tanya Aji yang sukses membuat Nana menangis. Sungguh keluarga besar suaminya ini sangat menyebalkan dan bagai mimpi buruk tiap kali harus ikut berkumpul bersama.

Aji buru-buru menghapus airmata Nana. "J-jangan nangis sayangku... Jangan nangis... " ucap Aji panik seperti anak-anak yang ketakutan. "K-kita cuma dateng buat menemui mamaku saja. Nana sayang kan sama mamaku? " Nana langsung mengangguk. "Besok kita cuma ketemu mama aja ya... Terus pulang ya... " bujuk Aji yang tak pernah bisa di tolak Nana.

Aji langsung tersenyum sumringah lalu menggendong Nana ke tempat tidur. Merebahkannya lalu mulai mencumbu tiap jengkal tubuh istrinya sambil menyampaikan janji-janji manisnya, janji-janji sederhana yang akan sulit di wujudkan. Saling bernegosiasi sambil bercumbu hingga larut dalam gairah masing-masing. Saling memuaskan, bahkan rasanya tiap jengkal tubuh yang di sentuh menjadi titik sensitif bagi keduanya.

"Aku cinta kamu Na, aku ga bisa hidup kalo ga ada kamu..." ucap Aji setelah terpuaskan sambil memberi tanda kepemilikannya di dada Nana yang terengah-engah.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

Nana hanya mengangguk sambil mengatur nafasnya lalu memejamkan matanya, sebentar lagi ia akan di perlakukan layaknya babu di acara keluarga suaminya sendiri. Seperti acara-acara besar lainnya dan suaminya harus menemui banyak kolega dan tamu penting. Sementara anak-anaknya di asuh oleh pengasuh yang di sewa Eyang dan pengasuh itu juga tak pernah berlaku adil pada tiap anak yang di titipkan padanya.

Aji bangun lalu pergi ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya, mandi besar sebelum tidur. Nana masih diam di tempat tidur. Aji sengaja tak menutup pintu kamar mandinya berharap istrinya mau ikut mandi bersama. Tapi Nana masih saja diam. Aji tak suka di diamkan terus-terusan.

"Sayang, mandi yuk... Biar besok bisa langsung subuh... " ajak Aji.

Nana menghela nafas lalu bangun, tak ada yang bisa berubah secara signifikan di keluarga suaminya selain memperburuk kondisi Nana. Tak ada pilihan yang menguntungkannya selain sabar menerima. Nana akhirnya beranjak dari tempat tidurnya dan ikut mandi bersama suaminya.

"Habis ini kita asam urat... " goda Aji yang mengundang tawa Nana sambil membantu Nana mengeringkan rambutnya dengan hairdryer.

"Dah... Aku mau ambil minum... " ucap Nana, tapi belum ia berjalan keluar ia mendengar suara tangisan. "Mas! Ada suara orang nangis! " ucap Nana yang langsung mendekati suaminya.

"Apa iya? " tanya Aji ragu lalu mengecek keluar kamar. Nana yang terlanjur ketakutan jelas tak mau bila di tinggal sendirian. Jadilah Nana mengikuti Aji dari belakang sambil terus mengganggam tangan Aji erat-erat.

Tapi begitu Nana melihat pintu kamar Angela yang terbuka rasa takut Nana seketika hilang. Itu suara Angela yang menangis, asalnya dari depan. Pantas saja terdengar sampai kamar.

"Aku ambil minum... " ucap Aji lalu mengecup kening istrinya.

"Angela... " panggil Nana lembut.

Angela cukup terkejut lalu langsung mengusap air mata dan ingusnya yang keluar. "Aku tidak nangis... " ucap Angela dengan nafas tersengal-sengal.

Nana mengangguk lalu memberikan tisu pada Angela. Nana langsung memeluk Angela yang duduk di lantai sambil menatap ke luar. "Angela tunggu mama jemput ya? " tanya Nana lembut yang langsung di angguki Angela.

Aji yang melihat Angela jadi iba, bagaimanapun juga Aji tetap seorang ayah. Orang tua bagi Alif dan Ahmad, meskipun pernah menelantarkan Alif. Melihat Angela, seorang gadis kecil, sebatang kara, dan tidak ada yang menginginkannya bahkan jijik padanya membuat Aji iba.

"Tidak usah sedih, kan ada mama Nana, papa Aji, kakak Alif, adek Ahmad... Semua jadi keluarganya Angela... Sayang sama Angela... " hibur Nana lalu menggendong Angela masuk ke kamarnya di ikuti Aji.

Nana langsung menidurkan Angela di antara ia dan Aji seperti Alif dan Ahmad bila tidur bersamanya. Aji sudah memejamkan matanya dan mematikan lampu, Nana juga sudah mapan tidur begitu pula dengan Angela.

"Mama Nana di bayar mamaku berapa buat jagain aku? " tanya Angela yang sukses membuat Aji dan Nana terkejut hingga kembali terjaga.

"Tidak di bayar... " jawab Aji singkat lalu merubah posisi tidurnya menghadap Angela dan Nana.

"Kenapa baik sama aku? " tanya Angela heran.

"Kenapa ga boleh baik sama Angela?" tanya Nana membalikkan pertanyaan Angela yang membuat Angela terdiam. "Angela anak baik, mama Nana sayang Angela. Dibayar atau tidak sama mamanya Angela. Mama bakal selalu sayang Angela selamanya. Angela anak mama juga, sama kayak kakak Alif, adek Ahmad... Jadi Angela ga usah mikir kayak gitu ya... " ucap Nana menjelaskan lalu memeluk Angela.

Mbak Ica salah, aku bisa di sayangi orang lain... Sekarang aku sudah di sayang... Batin Angela senang lalu menangis haru dalam diam sambil membalas pelukan Nana.

"Sudah bobo... " ucap Nana lalu menepuk-nepuk pantat Angela pelan.

Aji tersenyum mendengar penjelasan Nana pada Angela. Aji bangga pada istrinya yang begitu penyayang lalu memeluk istrinya juga tak sengaja ikut memeluk Angela yang ada di antaranya.

Aku punya keluarga yang sayang aku... Batin Angela senang saat berada dalam pelukan Nana dan Aji. [Next]

 

Bab 12 – Keluarga-2

31
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share