BLANTERORBITv102

Bab 30 – Treads

Kamis, 27 Juli 2023

 


Pov Beni :

Kangen Aya… tadi udah mandi, wangi. Aduh! Padahal aku udah susah payah nikahin biar bisa tidur bareng malah di tinggal. Kalo kayak gini apa bedanya waktu aku belum nikah.

Aku langsung ke kamarnya yang masih terlihat ramai dan terdengar ribut. Berbeda dengan dua mahasiswaku yang lain, yang masih asik di luar membantu masyarakat sekitar yang sedang mengecat jalan untuk acara 17 an. Aya tadi juga sudah memasakkan sedikit nasi untuk teman-temannya yang ikut membantu mengecat jalan dan memnyiapkan lauk juga. Ah pokoknya istriku itu memang idaman.

“Aya…” panggilku yang seketika membuat mereka jadi hening.

“Iya Pak…” terdengar sautan dari dalam seiring dengan pintu yang terbuka.

Aya terlihat diam sambil menatap Dela sementara Dela menatapku bersama satu lagi temannya yang membukakan pintu. Ada empat orang, mungkin mahasiswiku yang lain ikut mengecat jalan. Aya langsung bangun sambil menyeret kopernya menuju keluar.

“Besok aku gak mau masak lagi! Kalian aja sendiri yang masak, yang belanja. Aku gak mau!” seru Aya lalu melangkah ke kamarku.

Aku mengerutkan kening heran kenapa Aya yang tadi masih ceria ini bisa tiba-tiba jadi semarah ini. Aku jelas langsung membantunya membawa koper ke kamarku. Pintu juga langsung ku kunci begitu kami masuk.

Aya diam cemberut, ia benar-benar tampak kesal. Apa karena sedang haid? Pikirku menebak-nebak. Tapi biasanya Aya tetap ceria dan baik-baik saja.

“Aku kakinya sakit gara-gara Dela dia gak tanggung jawab, gak minta maaf juga. Aku gapapa, aku masih berusaha baik. Aku tetep masakin semua orang, bawain dia makan juga tadi. Tiba-tiba tadi dia bilang kalo aku selama KKN cuma numpang nama, beban… jahat banget!” geram Aya kesal.

Aku diam mendengarkannya. Sekarang balasan apa yang bisa ku lakukan pada Dela yang sudah begitu jahat pada istriku ini.

“Ahh…yaudah lah emang dia wataknya buruk. Mau digimanain juga tetep aja, paling berubah cuma sehari dua hari.”

Aku masih diam memperhatikan Aya yang sudah bersiap tidur setelah minum obat. Aku mendekapnya, Aya juga membalas pelukanku. Aku mengelus rambutnya dengan lembut sembari meraba pinggang dan punggungnya.

Entah efek obat atau karena sudah lelah dengan aktivitas hari ini. Aya sudah tertidur dengan cepat. Nafasnya sudah teratur, alisnya yang tadi berkerut sudah lebih tenang. Wajahnya begitu menyejukkan hatiku. Aku mulai memikirkan balasan apa yang tepat untuk temannya yang kurang ajar tadi. Meskipun Aya bilang yasudahlah tapi menurutku tidak ada yang bisa diabaikan.

***

Pov Dela :

“Kamu kenapa sih ngomong gitu ke Aya? Aya tu udah baik nyariin kita posko, kita loh gak bayar sewa. Aya juga masak buat kita 3 kali sehari. Tadi siang kamu yang masak rasanya buat di telen aja ga bisa. Jangan lah kayak gitu ke Aya, dia sakit gitu kan gara-gara kamu juga dulu!” omel Sindi padaku yang masih saja terus menerus menyalahkanku atas Aya yang tadi marah.

Padahal aku hanya menyinggung soal Aya yang terus dimanja Pak Beni. Padahal ia sudah sehat dan bisa berjalan sendiri. Ya… meskipun memang masih sedikit pincang dan…oke,oke memang aku yang meleng dan membuatnya jatuh. Tapi bagaimana lagi toh memang fakta kalau aku lebih banyak turun kemasyarakat daripada Aya.

“Kamu kenapa sih baik-baikin Aya terus? Mau ngejilat Pak Beni ya?” sinisku pada Sindi yang terus menerus memarahiku soal Aya barusan.

“Astaghfirullah hal adzim!” geram Sindi yang langsung menjauh dariku dan memilih keluar menyusul teman-teman yang sedang mengecat jalan.

Hanya tinggal aku dan Anisa, Anisa juga sedang PMS katanya sih perutnya sakit. Tapi aku curiga jika itu hanya alasan saja agar bisa tidur lebih awal. Sekarang tinggal aku sendiri, mau bergosip kemana lagi coba. Ah! Aku bikin tread aja di twitter! Siapa tau viral, terus ceritaku bisa di bikin kayak tread KKN Desa Penari! 


Biar mampus sekalian si Aya! Sok sokan mau pamer keahlian, si paling ibu rumah tangga. Paling jadi ani-aninya Pak Beni!

***

Pov Beni :

Suasana pagi ini terlihat sedikit tegang. Bukan, bukan punyaku yang tegang. Itu lain cerita lagi, aku juga paham kalau Aya sedang haid. Jadi kali ini cukup terkendali lah. Tapi kali ini beda, mahasiswaku semua terlihat tidak seceria biasanya.

Aku menikmati sarapan buatan Aya seperti biasa. Aya hanya memasak untuk kami saja. Aku sih tidak masalah ya, setelahnya juga aku yang mencuci peralatan makan kami tadi. Aya juga langsung minum obatnya dan masuk lagi ke kamar.

Sampai hanya aku yang menunggu laporan kegiatan hari ini dan kemarin saja. Tapi tiba-tiba ada yang aneh, Anisa yang tak pernah mengajakku bicara dan berpenampilan 2 kali lipat lebih tertutup dan syari daripada Aya mengajakku bicara. Semalam juga seingatku dia sakit, tapi yasudahlah.

“Sebenernya Bapak sama Aya ada hubungan apa?” tanyanya setelah melapor untuk kegiatan hari ini.

“Kenapa?” tanyaku memastikan terlebih dahulu.

“Enggak, cuma mau tau saja Pak. Maaf sebelumnya kalau menyinggung. Tapi Bapak sama Aya kan bareng terus, saya jadi penasaran. Takutnya ada bisikan setan terus saya mikir yang enggak-enggak malah jadi fitnah…” jelasnya dengan sopan.

Beberapa mahasiswaku ikut mendekat. Aku tertawa mendengarnya.

“Saya suaminya Aya, Aya istri saya. Kemarin banget itu saya nikah sama dia, kenapa?” jelasku setelah puas tertawa. “Kalian mikirnya apa?” tanyaku.

“Ah, yaudah Alhamdulillah. Kalo udah menikah ya saya ikut senang Pak,” ucap Anisa yang terdengar begitu lega, yang lain juga tampak lega mendengar jawabanku.

“Kemarin saya ijab doang, belum resepsi. Tapi udah sah agama sama negara. Kan yang penting itu,” ucapku yang kembali membuat yang lain bernafas lega.

“Ini istri keberapa Pak?” tanya Sindi ikut bertanya.

“Istri pertama, saya baru nikah sekali. Jadi… Aya itu anaknya temenku, kita tu deket banget sejak SMA udah deket. Terus aku kuliah di luar negeri kan, nah itu begitu pulang ke Indo aku ketemu Aya lagi pas dia udah gede. Yaudah aku naksir dia, nikah deh.”

“Pak Beni ngomongin apa?” tanya Aya yang kembali keluar dari kamar.

“Nah ini Istri saya,” ucapku sembari melebarkan tangan menyambut Aya.

“Eh! Aku kira lagi ngomongin apa…” Aya bersemu.

“Berarti treadsnya Dela sal…emphhh!” belum Hanif menyelesaikan ucapannya Sindi dan beberapa temannya yang lain.

Aku dan Aya saling tukar pandang bingung dengan refleks semua orang. “Ada apa?” tanyaku dengan sebelah alis terangkat.

Semua orang satu persatu menjauh seolah memaksa Hanif untuk menjelaskan padaku dan Aya yang sudah terlanjut keceplosan.

“I-ini Pak…” dengan berat hati ia menyerahkan ponselnya.

Aya mengerutkan keningnya lalu kembali murung. Aku mengelus bahunya lembut.

“Di screen short kirim aku ya, sekalian bilang suruh take down. Kalo nanti makan siang belum di take down aku kasih nilai E,” ucapku lalu meninggalkan ruang makan dan kembali ke kamar bersama Aya.

Hanif langsung mengabari yang lain dan serta merta langsung menggeruduk ke kamar perempuan mencari Dela.

“Nanti aku mau masak lagi, kayaknya pada gak bisa masak kalo gak ada aku,” ucap Aya sembari bersiap-siap keluar.

Aku tersenyum mendengarnya. Aku senang melihat Aya senang dan ceria begini.

“Nanti mau masak apa?” tanyaku sembari memeluk pinggangnya.

“Masak sop bakso aja sih, sama goreng tempe, tahu. Kayaknya udah pada seneng nanti,” jawab Aya sambil mengecup keningku dengan lembut dan aku mempererat pelukanku padanya. “Sabar ya Om Beni, Aya masih haid,” ucapnya lembut.

Aku tertawa mendengar ucapannya yang begitu mengerti diriku. [Next]




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.