BLANTERORBITv102

Bab 29 – Menikah

Kamis, 27 Juli 2023

Pov Aya :

Beberapa waktu belakangan ini aku sudah mulai KKN. Aku cukup nyaman di posko, karena tempatnya di vila keluarga Om Beni. Sesekali kakiku terasa nyeri tapi Om Beni selalu ada untuk membantu. Entah menggendongku ke kamar atau menghandel beberapa kerjaanku di KKN. Pokoknya aku merasa sangat bahagia dan terbantu.

Karena aku sedang sakit dan alhamdulillah teman-teman bisa mengerti kondisiku. Aku jadi hanya membantu di posko, lebih tepatnya aku bertugas menyiapkan konsumsi. Mulai saat sarapan sampai makan malam. Berbelanja juga aku yang melakukan tentunya bersama Om Beni dan beberapa temanku.

“Yuk!” ajak Om Beni padaku setelah aku bersiap berangkat ke KUA setelah sarapan.

“Hari ini ke klinik dulu, cek kesehatan, terus ke KUA,” ucapku pada Om Beni yang bersiap menyetir.

“Iya, nanti mau mampir rumah gak?” tanya Om Beni sembari menyetir.

Aku mengangguk. “Nanti abis dari klinik mau pulang bentar. Dandan, biar akunya cantik,” ucapku sembari mengabari Bunda.

“Ini udah cantik,” ucap Om Beni sembari menoleh padaku sejenak dan kembali fokus menatap jalan.

“Ihhh…” Aku mencubit lengan Om Beni. “Aku pengen keren, foto nikah kan gak bisa ganti. Beda sama foto KTP,” ucapku lalu menatap Om Beni yang sudah memangkas rambutnya.

“Om Beni ganteng…” lirihku lalu memalingkan wajahku yang mulai bersemu.

Wajahnya yang tegas dan terlihat maskulin, tonjolan otot di lengannya, belum lagi perut sixpacknya. Sekarang rambutnya juga sudah di rapikan, kumis, brewok dan jambangnya juga sudah di cukur habis. Om Beni adalah paket lengkap dan sempurna, tidak hanya parasnya saja tapi kurasa kepribadian dan finansialnya juga.

Begitu kami sampai di klinik, aku langsung masuk untuk di periksa. Mulai tes urin untuk test pack, yang jelas negatif karena aku sedang haid, dan beberapa rangkaian pemeriksaan kesehatan lainnya. Begitu pulang Ayah dan Bunda sudah rapi, aku juga langsung bersiap. Sedikit bersolek dan bersiap pergi ke KUA lagi, Amar dan Abang juga ikut. Kebetulan juga hari ini Abang sudah selesai KKN jadi bisa menemaniku.

Begitu sampai KUA. Aku di buat kaget bukan main, karena tidak hanya keluargaku saja tapi keluarga Om Beni semua datang. Kakak-kakaknya, sepupu, dan kerabatnya yang tinggal dekat dengan kami semua datang. Aku cukup kaget tapi mau bagaimana lagi, mungkin karena Om Beni adalah anak terakhir dan di keluarganya mungkin ia yang paling di tunggu untuk menikah. Jadi yasudah lah tidak apa-apa.

“Mbak Aya duduk disini,” ucap petugas KUA yang tiba-tiba memanggilku untuk masuk kedalam ruangan.

“Kakak langsung nikah gapapa ya?” tanya Mama sembari merangkulku dan memijit bahuku.

Aku melongo kaget namun melihat keluarga Om Beni yang sangat antusias aku hanya mengangguk.

***

Aku termenung melihat cincin kawin yang sudah melingkar di jari manisku dan jari manis Om Beni. Ijab juga rasanya sangat sebentar, dan sekarang aku resmi jadi istrinya Om Beni. Masyaallah secepat itu!

Ayah masih menangis, Bunda jauh terlihat lebih baik-baik saja. Bunda juga sudah memberi tauku jika aku sudah resmi jadi istri Om Beni jadi sekarang harus berbakti kepada Om Beni sebagai istri. Kakak dan Amar terlihat sedih tapi setelah mereka bicara dengan orang tua Om Beni kedua saudaraku itu langsung ceria kembali.

“Ini langsung resepsi?” tanyaku pada Mama yang kini benar-benar jadi Mamaku.

“Enggak, ijab aja. Resepsinya habis kelar KKN gapapa,” ucap Mama sembari menggenggam tanganku.

“Aku pengen bikin wedding dream impianmu,” ucap Om Beni tiba-tiba lalu memelukku dan mencium pipiku.

Keluarga Om Beni terlihat bahagia setelah sekian lama akhirnya Om Beni menikah juga. Hanya ada acara membagikan bingkisan saja pada tetangga dan kerabat. Itupun yang menyiapkan keluarga Om Beni. Om Beni dan keluarganya juga memberi hadiah pada keluargaku, seperti mobil baru dan set perhiasan juga mainan untuk Amar.

Menjelang sore kami kembali ke tempat KKN begitu mendapat kabar jika Dela terpeleset di sumur milik warga. Tapi terlepas dari itu semua rasanya masih saja seperti mimpi ketika aku dan Om Beni sekarang sudah halal melakukan apapun.

“Temen-temenmu perlu di kasih tau gak?” tanya Om Beni padaku sebelum kami sampai di vila.

“Jangan dulu, nanti semua orang ngira yang enggak-enggak. Biarin aja, kalo ada yang tanya aja baru di kasih tau,” jawabku lalu menggenggam tangan Om Beni.

Begitu sampai Om Beni membantuku turun dari mobil. Aku masuk duluan sementara Om Beni mengeluarkan beberapa barang bawaan kami dari acara tadi.

“Dela gapapa?” tanya Om Beni sekilas.

“Gapapa Pak, tadi udah di urut…tapi…” belum Dela selesai menjawab Om Beni sudah langsung masuk ke kamarnya.

“Aya kakinya udah sehat ya?” tanya Dela padaku tiba-tiba. Aku mengangguk dengan polosnya. “Beruntung ya, udah gak sakit lagi. Gak kayak aku jadi ga bisa jalan…” lanjutnya.

Aku mengerutkan alisku heran kenapa Dela jadi terkesan menyalahkanku begini, padahal dari awal aku jadi sakit karena dia juga.

“Kan aku sakit gara-gara kamu,” ucapku mengingatkannya terlebih aku juga tak meminta sepeserpun pertanggung jawabannya dan bila di ingat kembali ia juga tak pernah meminta maaf padaku juga.

“Iya tau tu Dela,” ucap teman-teman yang lain yang merasa aneh dengan ucapan Dela.

Aku langsung bangun lalu pergi ke kamarku untuk ganti baju dengan daster dan bersiap memasak seperti kewajibanku biasanya. Om Beni menemaniku di dapur beberapa teman laki-laki yang ada di kelompokku juga ikut membantu seperti mencuci peralatan masak dan membeli beberapa bahan di warung.

Dela sesekali merengek kesakitan dengan manja. Aku tidak tau dia ini sebenarnya punya maksud apa? Apakah sedang caper atau apa lah terserah. Tapi yang jelas itu sangat menggangguku dan yang lain.

Kakinya hanya memar dan sedikit terkilir. Benar-benar luka ringan saja karena terpeleset. Tapi ia terus-terusan minta di papah bahkan minta di bawakan makanan ke kamar.

“Bisa bangun gak?” tanya Om Beni yang memastikan keadaan Dela.

Dela langsung menggeleng. “Sakit banget Pak,” keluhnya dengan manja.

“Katanya kamu cuma luka ringan, gak usah manja,” ucap Om Beni cuek lalu membantuku bangun untuk mandi di kamar mandi dalam kamarnya.

“Pak Beni…” panggil Dela, Om Beni tertahan sejenak. “A-aku mau ke kamar mandi tapi gak bisa bangun…”

Belum Dela menyelesaikan ucapannya Om Beni langsung pergi mengikutiku masuk ke kamarnya.

“Adek, nanti malem tidur dimana?” tanya Om Beni begitu masuk kamar.

Aku melepaskan kerudungku, lalu kuciranku juga sebelum menggerai rambutku. “Belum tau, nanti liat sikon gimana,” jawabku lalu mengambil pembalut dan celana dalam baru di tasku yang tadi ku bawa sebelumnya.

Om Beni terlihat murung lalu tiduran di kasurnya sambil memeluk guling. Aku hanya tersenyum lalu mandi sambil duduk di kamar mandi Om Beni. Bersyukurnya aku, punya suami yang begitu pengertian padaku seperti Om Beni. Tapi Dela tadi…apa maksudnya ya? Apa dia naksir Om Beni? Ah sudah lah toh sudah jadi suamiku. [Next]




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.