0
Home  ›  Chapter  ›  My Lover

Bab 19 – Liburan

Pov Beni :

Liburan kali ini terasa berat, aku tidak bermaksud untuk lari lagi. Tapi aku perlu menenangkan diri sebelum aku mencoba untuk memperjuangkan seseorang. Mama tidak ikut liburan kali ini. Hanya aku dan Papa, aku hampir tidak pernah bicara dengan Papa. Beliau orang yang kolot, pendiam dan terlalu ketat dalam aturannya.

“Dulu Papa nikah sama Mamamu itu perjuangannya berat. Banyak yang suka sama Mama. Udah hampir mau di lamar orang juga Mamamu itu. Tapi selama janur kuning belum melengkung Papa kejar mati-matian!” ucapnya di tengah perjalanan dalam pesawat.

Aku diam mendengarkannya bercerita. “Terus gimana?” aku memancingnya untuk bercerita lebih banyak.

“Orang-orang ngeliat Papa sebelah mata, soalnya Embahmu itu kan istri kedua. Papa ini kan anak dari pernikahan siri. Beda sama orang yang deketin Mamamu. Bobot bibit bebetnya jauh lebih jelas dari Papa. Tapi itu Papa tiap hari ngapelin Mamamu. Papa ngajak dia ke tempat ambil uang beasiswa, ajak dia ke tempat proyek. Papa bilang kalo Papa cuma cinta sama Mamamu, yaudah…” tiba-tiba Papa tersipu, baru ini aku melihat pria garang ini tersipu-sipu. “Tiba-tiba nikah, terus lama itu selang 2 taun baru hamil. Terus punya anak, udah happy ending deh…”

“Aamiin…” lirihku mengamini harapannya.

“Kamu ini patah hati karena apa?” tanya Papa mengalihkan pembicaraan.

“Kalo aku suka sama anaknya Arman gimana Pa? Boleh gak?” tanyaku sepontan.

“Hah?!” kaget Papa. “Siapa? Aska? Kamu suka cowok?!” Papa sudah bersiap menghajarku di atas pesawat.

“Bukan! Aku suka Aya!” teriakku sembari melindungi kepalaku siap menangkis serangan dari Papa.

Aku sudah tidak peduli lagi dengan pandangan orang-orang di kanan dan kiriku. Amukan dari Papa jauh lebih mengerikan daripada omongan mereka.

“Jadi kamu gak nikah-nikah selama ini gara-gara kamu pedo?” bisik Papa.

“Enggak!” bantahku.

Bletak! Papa langsung memukul kepalaku. “Padahal dulu kamu pernah nyebokin Aya sama Aska loh waktu di titipin di rumah, sejak itu kamu suka? Gara-gara nyebokin?” Papa sudah langsung memandangku dengan pandangan penuh penghakiman.

“Lain! Aku gak kayak gitu!”

Papa menaikkan sebelah alisnya tak percaya denganku dan benar-benar penuh penghakiman dengan segala prasangkanya.

“Aku suka Aya baru-baru aja, sejak ketemu lagi waktu dia gede…”

Papa mengangguk wajahnya sudah biasa saja tapi alisnya masih terangkat sebelah.

“Aku gak pedo, orang sebelumnya aku kan deket sama cewek-cewek lain,” jelasku lagi agar Papa percaya.

Papa kembali mengangguk. “Kamu masih perjaka?” tanya Papa.

Pertanyaan jebakan apa lagi ini?! Kalau ku jawab aku masih ting-ting pasti di kira pedo/gay, kalau aku jujur pernah berhubungan intim sebelumnya aku akan di hakimi. Aduh berat serba salah.

“Ehm…” Aku memalingkan pandanganku enggan memandang wajah Papa setelah berdeham.

“Ha? Gimana?” Papa terus coba mengorekku.

“Aku udah 40, udah pernah tinggal sama cewek juga, aku cowok normal. Ya kira-kira gimana?” jawabku sedikit ketus.

Papa tertawa mendengar jawabanku yang terlihat malu-malu membahas masalah ranjangku.

***

Setelah sampai di Bali, Papa lebih sibuk menelfon Mama dan terus melakukan vidio call menunjukkan pemandangan yang kami lalui, memfoto makanan yang kami santap sembari terus mengingat kesukaan Mama.

“Ini Mamamu suka sop ikan laut kayak gini,” ucap Papa lalu memfoto makanannya dan langsung mengirimkannya pada Mama.

Aku lama tak memperhatikan orang tuaku. Aku sibuk sendiri dan hanya peduli pada diriku. Aku tidak pernah menyadari jika memiliki orang tua yang saling mencintai dan sebucin ini. Aku tidak tau kalau Papa yang begitu pendiam dan terlihat kaku ternyata memiliki sisi manja dan penuh kehangatan saat bersama Mama.

“Harusnya Papa ke Bali sama Mamamu, malah sama kamu!” sinisnya ketika selesai mengirim pesan pada Mama.

Aku hanya diam melongo bingung dengan Papa yang langsung menyindirku. Tapi kalau ku pikir lagi kalau nanti menikah aku juga lebih ingin menghabiskan waktu dengan istriku sih.

Kling! Pesan dari pujaan hatiku masuk. Aku tak bisa menyembunyikan senyumku.

“Papa duluan aja, aku mau jalan-jalan!” seruku begitu Papa mengajakku kembali ke kamar.

“Nanti jam 7 udah siap ya!” ucapnya lalu kembali ke kamar sendirian dan aku mulai asik memfoto ini dan itu untuk Aya.





Aku melangkah ke kamar setelah puas jalan-jalan dan menunjukkan banyak hal pada Aya. Aku bersiap ke acara Papa, mandi, cuci muka lalu bercermin. Memandangi wajahku yang mulai ada keriput. Apa benar Aya menyukai pria sepertiku? Apa aku layak untuk Aya? Apa benar aku harus mengejarnya? Aku terus bimbang dan bertanya-tanya pada diriku sendiri. [Next]



Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share