Pov Aya :
Aku benar-benar
sedih melihat twit dari Om Beni. Bagaimana bisa dia tiba-tiba mau pergi ke Bali
tanpa memberitauku sebelumnya? Ku kira Om Beni masih punya banyak kesibukan disini
dalam waktu lama. Apa lagi kemarin Om Beni baru saja memperluas bengkelnya. Harusnya
Om Beni masih sibuk kenapa tiba-tiba sudah mau pergi liburan? Ke Bali pula!
Kalau
sekarang aku menangis sudah bukan karena acara tunanganku yang menyedihkan itu
lagi. Tapi aku merasa Om Beni meninggalkanku sendirian. Aku benar-benar kacau. Aku
ingin bersama Om Beni, aku tau aku serakah. Om Beni berhak memiliki kehidupannya
sendiri, bepergian dengan bebas dan…dan menemukan…jodohnya….
Airmataku
makin tak bisa ku bendung. Meskipun aku sudah mencoba mengalihkan perhatianku
dari Om Beni dan segala hasrat untuk menahannya. Meskipun aku sudah coba
mengingat hal-hal indah saat bersama Irsyad bahkan coba membuat skenario palsu
di kepalaku untuk tetap mencintainya. Perasaanku tetap kalut dan tak bisa beralih
dari Om Beni.
Entah apa
yang membuatku begini. Entah sihir dari mana yang membuatku lupa diri. Tapi pesona
Om Beni jelas tak bisa ku tolak. Sejak dulu, sejak aku tau rasa malu, sejak aku
tau rasa sayang itu apa. Sejak aku mengadu pada Om Beni jika Ayah lebih sayang
Abang daripada aku. Sejak Om Beni selalu mencoba menghiburku dan memberi apa
yang tidak di berikan Ayah padaku.
***
“Kamu gak bawa
bekal?” tanya Irsyad begitu datang menjemputku bersama keluarganya dengan mobil
Avanzanya yang terasa sempit sekali ketika harus duduk berdempetan dengan keluarganya,
di tambah calon suami kakaknya, dan tante juga keponakannya yang terus ribut.
Aku
menggeleng pelan lalu masuk kedalam mobil dan duduk berdempetan dengan yang
lain. Mobil ini sempit dan baunya bercampur-campur. Pewangi lavender, campur
kopi, makanan bekal, dan bau AC. Beruntung aku berinisiatif memakai masker
kalau tidak mungkin aku sudah muntah disini.
Sepanjang perjalanan
aku hanya diam, mereka juga selalu menyanjung Mas Adit calonnya Mbak Ina yang
bekerja sebagai PNS. Aku tidak tau dia golongan berapa apakah lebih keren dari
Om Beni atau tidak. Tapi beberapa kali Irsyad di suruh mencari pasangan yang
PNS juga.
Sepanjang jalan
mereka juga makan dan tak satupun yang berbasa-basi menawariku makan. Bahkan Mbak
Ina juga menyayangkan aku tidak bawa bekal dan malah menyarankan aku untuk beli
jajan bila mau makan. Begitu berbeda dengan Mas Adit yang terus di tawari
hingga terus menolak. Tapi yasudah tidak apa-apa. Aku juga sudah enek dengan
kondisi di mobil.
“Terus
nanti makan siangmu gimana kalo gak bawa makan?” tanya Mbak Ina begitu sampai
di kebun binatang.
“Gampang
Mbak nanti,” jawabku lalu tiba-tiba di suruh membawakan tas belanja yang berisi
bekal makanan milik mereka.
“Yaudah deh
bagus kalo gitu, bawa makannya ngepas soalnya. Biar gak mubadzir,” ucapnya sembari
tersenyum lega.
Aku
meletakkan tas yang di berikan padaku. Aku tidak merasa ingin minta sesuatu
dari sini. Tapi aku tetap di suruh membawa bekal milik mereka.
“Sini aku
bawa aja,” ucap Irsyad lalu mengambil alih bawaanku.
Tak lama Mas
Adit mengajak semua masuk. Entah sengaja atau tidak tapi tiket yang di beli Mas
Adit ternyata kurang 1. Mas Adit sudah buru-buru hendak membelikanku juga. Tapi
Mbak Ina malah menahannya, semua orang seketika memandangku seolah aku ini
penyusup dalam keluarganya.
“A-aku beli
tiket dulu,” ucapku canggung.
Aku membeli
tiket dan sebuah peta. Tapi ketika aku mengantri keluarga Irsyad berjalan
duluan mendahuluiku seolah mereka ingin meninggalkanku sendiri. Aku buru-buru
mengejar mereka, namun ketika mereka menoleh ke arahku perhatianku teralihkan
dengan minimarket di dalam kebun binatang. Aku masuk kesana untuk membeli
beberapa makanan ringan dan onigiri.
Aku
memutuskan untuk menikmati waktuku saja. Tidak masalah jika aku di abaikan. Aku
punya uang, aku bisa membayar petugas kebun binatang untuk menemaniku
berkeliling dengan mobil golfnya.
“Kita
bareng aja,” ucap Irsyad yang menyambutku begitu keluar dari dalam minimarket. “Kamu
beli apa?” tanyanya lalu menggandengku.
“Beli onigiri,”
jawabku singkat lalu berjalan bersamanya. Apa benar ini yang ku inginkan? Apa benar
pria seperti ini yang aku mau? Aku mulai memikirkan kembali soal hubunganku.
Aku
berjalan bersama Irsyad sembari memandangi hewan-hewan yang ada di dalam
kandangnya. Aku merasa tak satupun dari hewan ini layak ada disini. Mereka
tidak terlihat bahagia, ini bukan habitatnya. Hanya hewan yang di paksa masuk
kebun binatang satu-satunya korban yang di penjara seumur hidup tanpa melakukan
pengadilan sama sekali.
Semua mulai
mencari tempat duduk untuk menikmati bekalnya. Aku masih terpaku memandang simpanse
yang saling tatap denganku. Terlihat sedih, atau hanya perasaanku saja.
“Aya, sini!”
ajak Irsyad padaku.
Baru aku
lepas dari lamunanku lalu ikut bergabung duduk di sampingnya.
“Yah! Nasinya
bauk,” ucap Ibu yang kecewa dan sedih melihat bekal yang ia bawa sudah basi. Aku
hanya diam enggan membantu atau menanggapi.
Semua mulai
kelimpungan suasana jadi berantakan. Aku yang memang sudah lapar langsung saja
makan onigiriku. Toh dari tadi mereka selalu menegaskan jika aku tak dapat
jatah. Keponakan Irsyad menangis ingin onigiri yang sedang ku nikmati.
“Adek mau?”
tawarku yang langsung membagi onigiriku separuh dengannya.
Bagitu
bocah itu menerima onigiriku ia langsung melemparnya dan menangis sambil
berteriak. “Aku gak mau kalo bekas!” jeritnya mulai tantrum dengan manja.
Semua orang
menatapku kesal. Aku bingung salahku dimana. Tapi seketika perhatianku teralih
ketika ponselku mendapat pesan dari Om Beni.
Hatiku langsung hancur mendapat kabar jika Om Beni akan pindah ke Bali. Kenapa tiba-tiba sekali? Kenapa langsung pindah? Katanya hanya liburan! Aku mulai panik. Aku terus berkirim pesan dengan Om Beni dengan serius.
Begitu aku mengangkat kepalaku Irsyad dan keluarganya sudah jauh pergi meninggalkanku. Aku sudah tak mau mengejarnya lagi. Memang aku tidak di inginkan sebaiknya tidak usah ku paksakan. Aku mau bersama Om Beni saja sebelum Om Beni pindah.
Hampir 15 menit aku duduk sengaja agar keluarga Irsyad bisa pergi jauh dan meninggalkanku. Aku berjalan ke parkiran. Mobilnya sudah tidak ada. Aku benar-benar di tinggal. Calon suamiku meninggalkanku sendirian disini?
Ponselku berdering,
jelas dari Om Beni.
“Adek
dimana?” tanyanya dengan panik.
“Parkiran,”
jawabku.
“Kamu cari
tempat nunggu yang nyaman, bentar lagi aku sampe! Tenang! Jangan panik!” ucap
Om Beni dengan nada suara yang begitu tinggi.
Aku tertawa
mendengarnya. Jelas jika Om Beni yang panik saat ini. Aku jadi teringat saat
aku tidak di jemput Ayah saat les dulu. Ayah menyuruhku untuk memesan ojek atau
taxi, sementara Om Beni langsung gercep menjemputku. Aku selalu menangis tiap Om
Beni menjemputku, aku senang tapi aku juga sedih dan merasa di buang Ayah.
“Adek!”
teriak Om Beni yang langsung berlari ke arahku.
“Om Beni…”
aku kaget melihatnya datang begitu cepat.
“Yuk
pulang!” serunya lalu menggenggam tanganku mengajakku masuk ke mobilnya.
“Om Beni
suka koala?” tanyaku secara random Om Beni berhenti lalu menghela nafas.
“Ayo liat
Koala!” ajaknya sambil tersenyum ceria seperti biasanya.
Aku tersenyum
lalu memeluknya. “Aku mau jadi koala,” ucapku yang membuatnya tertawa.
“Aku jadi
pohonmu kalo gitu,” ucapnya menanggapiku dengan konyol seperti biasanya.
“Gak bisa,
Om Beni kan mau pindah…” jawabku lalu melepas pelukanku dan berjalan ke mobil
Om Beni.
Om Beni
memandangiku yang berjalan ke mobilnya sebelum menyusulku. Kami sama-sama diam
didalam mobil. Om Beni terlihat bingung antara mau langsung pulang atau mau ada
yang di bicarakan denganku.
“Aya…em…aku
suka Aya,” ucap Om Beni tiba-tiba.
Aku menatapnya
dengan heran lalu tersenyum. Alah ini paling kayak biasanya. Bentar lagi pasti
bilang, “Aya anak cewek kesukaan Om Beni nomer 1 sedunia!” untuk menghiburku
seperti biasa.
“Udah tau!
Aku kan anak cewek kesukaan Om Beni nomer 1 sedunia!” ucapku menirukan
kebiasaannya.
“Bukan!”
tegasnya.
Aku langsung
menatapnya serius. Jantungku benar-benar deg-degan sampai aku khawatir jika Om
Beni bisa mendengarnya.
“Aku suka
Aya, bukan jadi anak kecil. Tapi Aya yang udah gede! Kamu paham gak? Aku gak
liat kamu jadi anak kecil yang tiba-tiba ke kamarku minta di cebokin atau tiba-tiba
joget Baby Shark bareng sodara kembarmu lagi! Aku gak pernah bisa liat
kamu jadi anak kecil lagi Aya, dan aku suka kamu waktu kamu udah jadi wanita
dewasa kayak sekarang!” ucapnya yang terdengar seperti sedang membentakku.
Airmataku langsung
mengalir tanpa bisa ku bendung atau ku tahan. Om Beni mulai mengusap wajahnya
dan menyembunyikannya sembari menggenggam setirnya.
“Gak papa,
kamu gak perlu paham. Gak usah di jawab gapapa. Lupakan saja. Aku cuma mau
bilang aja,” ucap Om Beni jauh lebih lembut.
Aku mulai menangis tersedu-sedu. Entah kenapa aku tidak bisa menahan tangisku. Aku kesal sekali kenapa Om Beni tidak pernah bilang ini sebelumnya?! Kenapa baru sekarang. [Next]
0 comments