BLANTERORBITv102

Bab 14 – Patah Hati

Rabu, 19 Juli 2023

Pov Beni :

Aku tidak tau bagaimana perasaanku sebenarnya. Aku merasa terlalu labil di usiaku saat ini, terlalu bingung aku mau apa dan harus kemana. Memang secara finansial aku cukup setabil, berimbang lah dengan Arman mungkin lebih tinggi daripada dirinya. Tapi kenapa rasanya aku selalu tertinggal berkilo-kilo meter darinya.

Arman sudah punya istri yang begitu cantik dan penyayang, anak-anak yang selalu membuatnya sibuk dan haus kasih sayangnya. Aku tidak seburuk Arman. Aku tidak pernah mencoba selingkuh, aku loyal…royal juga. Tapi kenapa tak kunjung bertemu jodohku.

Meskipun banyak pernikahan yang menginspirasi untuk tidak menikah. Tapi aku sudah 40 tahun, mau sampai kapan aku jadi bujangan? Bisa bertahan berapa lama lagi aku kalau punya anak nanti? Dan sekarang Aya yang selalu bertanya apakah aku menyayanginya juga akan menikah. Hilang sudah kebahagiaanku.

Eh?! Kenapa aku berpikir semenyedihkan ini? Bukannya Aya selalu menganggapku seperti ayahnya? Bukankah aku selalu menemaninya selayaknya mengasuh bayi? Aku mulai menertawakan diriku sendiri lalu menatap layar ponselku memandangi balasan Aya yang tak jadi kemari.

“Ini buat Om Beni, Aya menyayangi Om Beni!” kado valentin pertama yang Aya berikan padaku saat masih berusia 3 tahun dan aku sudah berusia 22 tahun saat pertama kali menerima hadiah valentin dari seorang gadis.

Meskipun itu gadis kecil, itu tetap menggetarkan hatiku. Biasanya aku yang memberi, untuk pertama kalinya aku di beri. Aku selalu menganggap Aya memberiku waktu itu hanya sebatas karena dia berterimakasih atau hanya karena waktu itu ia lebih dekat denganku daripada Arman. Arman juga tidak keberatan waktu itu dan sampai sekarang aku masih menyimpan hadiah valentin dari Aya yang jelas sudah kadaluwarsa itu.

“Hati di landa rindu tanpa kehadiranmu…” lirih aku mulai ikut bernyanyi.

Semakin aku mencoba mengerti pilihan Aya dan persetujuan keluarganya, semakin coba aku melupakan hari ini, semakin keras aku berusaha ikhlas dan menganggap Aya seperti balita yang dulu dititipkan di rumahku. Aku semakin diliputi rasa sedih dan entahlah…apa aku patah hati? Tapi kenapa? Ini menyakitkan, aku sering patah hati sebelumnya tapi aku…aku tidak pernah merasa sesakit ini. Ini terlalu menyesakkan hatiku.

“Temani diriku sampai nanti…” lirihku kembali masih ikut bernyanyi.

Aku ingin merebut Aya. Aku tidak tau diri memang, tapi Irsyad terlalu rendahan untuk Aya. Untuk gadisku yang selalu ingin ku buat bahagia, untuk gadisku yang pertama kali memberi hadiah valentin padaku, untuk gadisku yang rapuh dan selalu menjadikanku sebagai nomor panggilan daruratnya. Bagaimana bisa gadisku yang sempurna itu bertemu pria murahan seperti Irsyad.

Aku menaikkan volume musik yang kudengar berulang-ulang itu. Aku mulai tak bisa menahan tangisku. Aku mulai meluapkan emosiku. Aku bingung sekali dengan perasaanku. Apa aku ini sedih karena menganggap Aya sebagai anakku yang salah jodoh, atau aku sedih karena menginginkan Aya yang jadi milik orang lain? Entahlah, yang mana saja yang jelas aku begitu merasa sakit.

“Beni…” panggil Mama sembari mengetuk pintu kamarku dan langsung membukanya.

Sial betul aku lupa tidak menguncinya. Mama langsung memelukku dengan erat sembari mengelus punggungku. Bangsat! Harusnya aku diam dan bisa tenang, airmataku malah mengalir lebih deras dan tangisku jadi lebih keras. Apa ini? Kenapa begini? Perasaan apa ini?

“Tidak apa-apa… jangan sedih, memang belum jodoh.”

Seketika tangisku berhenti. Aku kaget betul mendengar Mama mengatakan itu. Apa jangan-jangan Mama menyadari perasaanku selama ini?

“Mama tau?!” tanyaku kaget bukan main.

Mama terbahak-bahak mendengar pertanyaanku. “Ya jelas tau lah!” serunya lalu kembali tertawa. “Kamu kan gak suka anak kecil, dari semua anak kecil cuma Aya doang yang kamu sukai_”

“Aku kan deket sama Aska, Amar juga!” selaku tak terima jika ada yang tau perasaanku yang sudah coba ku rahasiakan rapat-rapat ini.

“Awalnya Mama gak tau, tapi waktu liat kamu yang suka banget liatin Aya kalo main kesini. Terus ini…” Mama menunjukkan wedang uwuh yang baru saja datang. “Kamu yang modus ke Aya ini jadi Mama makin yakin. Kemarin waktu Ica kesini kamu juga, selain itu Mama ini Mamamu. Ya jelas tau lah! Tua-tua gini Mama masih sakti ya!”

Aku tersenyum mendengar ucapan Mama yang begitu mengerti aku. Aku mengangguk pelan. “Aku ga ngerti perasaanku Ma, aku bingung,” lirihku lalu merebahkan diriku ketempat tidur sembari mematikan musik yang ku putar.

Mama duduk di sampingku. “Mau pergi jalan-jalan gak? Besok terbang ke Bali. Papa ada undangan reuni,” tawar Mama.

“Pesen tiket lagi?” tanyaku mempertimbangkan.

“Pakek tiket Mama aja, Mama mau di rumah kalo kamu nemenin Papa.”

Aku hanya diam bingung harus berkata apa. Rasanya ini terlalu cepat dan seperti aku ini pengecut yang selalu lari dari tiap rasa sakit hatiku.

“Kamu mikir boleh, tapi jangan lama-lama ya…” Mama langsung keluar dari kamarku setelah obrolan singkat kami tadi.

Aku jadi malu tapi juga lega. Setidaknya ada yang tau perasaanku dan Mama juga tidak marah atau melarangku. Sial! Bahkan diumur setua ini aku masih saja bertingkah seperti anak Mama. Hilang sudah wibawaku rasanya.

Aya lihat statusku gak ya? kira-kira reaksinya gimana ya? Anjir lah kenapa aku jadi kayak ABG labil gini. [Next]




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.