BLANTERORBITv102

Bab 12 – Tunangan

Minggu, 16 Juli 2023

 

Pov Irsyad :

Biarlah tidak masalah kemarin aku habis uang 267.800 toh Aya juga sudah mengganti 300.000 ya meskipun aku tetap rugi karena membayar makananku sendiri tapi yasudah lah yang penting Aya masih ada iktikad baik mengganti uangku.  Meskipun pengeluaran untuk kencan kali ini jadi sedikit over dan berlebih. Tapi tidak apa-apa, anggap saja uang ganti baju dari ayahnya.

“Kemeja baru?” tanya Ibu begitu melihatku mematut diri di cermin.

“Iya, di kasih Camerku,” jawabku lalu mematut diri.

“Ya Allah! Ya Robbi! Apa ini? Kamu makan apa habis sebanyak ini! Astaghfirullah hal adzim! Makan apa habis 48.000?!” jerit Ibu heboh melihat struk belanjaku tadi di MCd.

Aku hanya meringis mendengarnya. “Iya buat nyenengin Amar,” jawabku.

“Amar?” tanya Ibu heran.

Aku mengangguk. “Adeknya Aya,” jawabku.

“Ya Allah! Astaghfirullah, belum pernah sepeserpun Ibu minta dari Aya! Bisa-bisanya dia morotin kamu segini banyaknya!!” Ibu makin menjadi-jadi.

Pluk! Sengaja ku jatuhkan struk dari Solaria yang lebih mahal.

“Apa ini? Astaghfirullah hal adzim! Makanan apa ini harganya sampe semahal ini!! Bapak! Na! Ina!” Ibu langsung heboh membawa struk makanku menunjukkannya keseluruh keluarga dengan heboh.

“Dek! Kamu ini mbok ya jangan terlalu royal sama cewekmu itu! Nanti jadi keterusan! Jadi kebiasaan! Liat ini! Cuma es teh aja 15.000! Ini pemerasan!” omel Mbak Ina. “Ini semua buat dia?” tanya Mbak Ina sembari melihat struk makanku lagi.

“Enggak kok, ini makan bareng-bareng sama abangnya, sama adiknya juga. Gapapa lah Mbak sekali-kali…”

“Makanmu yang mana?” tanya Mbak Ina sembari menunjukkan struk makanku.

Aku menelusur makanan yang di beli di struk. Tak mungkin aku mengatakan kalau aku memesan menu spesial apa lagi harganya sudah hampir 70.000 jika sekalian dengan minumanku.

“Nasi goreng sama es teh doang Mbak, gapapa. Udah sih gak usah di bahas terus. Lagian gini kan biar bisa nyenengin Aya nyenengin calon ipar juga…”

“Idih najis! Dia aja waktu kesini gak ada sedikitpun usaha nyenengin keluarga kita! Enak banget kalo kamu kesana suruh nyenengin dia!” sinis Mbak Ina kesal. “I-ini apaan?” tanya Mbak Ina yang melihat kemeja baru pemberian calon mertuaku.

“Ya Allah! Cuma kemeja 500.000?!” pekik Ibu menyaut tag harga di kemejaku.

Aku mengusap wajahku. “I-ini di kasih Aya kok Bu…”

“Halah! Gak usah bohong! Emang makan aja minta kamu bayarin! Ga mungkin keluarga cewek pelit itu mau ngasih kamu barang mahal kayak gini!” bentak Ibu tak percaya.

“Kalo pun emang dia yang ngasih, mana sepadan sama apa yang selama ini udah Irsyad kasih ke dia Buk! Emang benalu ceweknya!” omel Mbak Ina mengompori Ibu.

Ibu hanya bisa geleng-geleng kepala sembari mengelus dadanya sembari beristighfar berulang kali.

“Udah-udah! Gak usah ngasih seserahan aja besok! Cincin aja udah cukup!” putus Ibu begitu kesal.

“Bu… ya jangan gitu…” lirih Bapak yang mendengar niatan Ibu yang tak ingin membawa apapun untuk lamaran Aya besok.

“Udah! Bapak diem aja! Gak usah ngatur-ngatur! Ibu gini kan buat kebaikan Irsyad juga! Biar ceweknya gak manja! Gak matre!” bentak Ibu dengan kesal. “Ngasih cincin emas 0,5 gram ini aja rasanya juga udah kemahalan buat dia!” tandasnya.

***

Pov Beni :

Harusnya yang merasa sedih hanya Arman karena Aya akan di lamar pujaan hatinya. Namun hari ini aku malah ikut merasa sedih juga. Berbeda dari saat Cecil yang menikah dulu. Mungkin karena aku tidak sedekat itu dengan Cecil, dan cenderung lebih banyak menghabiskan waktu dengan Arman dan keluarganya.

Tapi kali ini rasanya terlalu menyesakkan. Sedih dan merasa kehilangan. Perasaanku terlalu campur aduk kali ini. Aku belum siap jika melihat Aya resmi menjadi milik orang lain. Apalagi pertemuan kami yang terakhir. Aku merasa berhutang atas penjelasan yang cukup serius padanya.

“C-cantiknya Aya,” pujiku begitu melihat Aya yang sudah cantik di dandani MUA yang ia pilih sendiri.

Aya tersenyum lembut. Senyumnya terlihat lebih mempesona belakangan ini. Raut mukanya terlihat jauh lebih teduh dari biasanya. Auranya lebih keibuan dan menyejukkan dari biasanya. Aya benar-benar mempesona.

“Makasih Om…” jawabnya dengan suaranya yang lirih namun tetap terdengar merdu.

Sial rasanya aku ingin menangis sekarang. Tapi akan konyol jika aku malah menangisi Aya sementara Ayahnya saja sekarang sedang banyak mengomel karena persiapan di rumah terasa masih saja kurang baginya.

“Aya udah yakin banget ya?” tanyaku memastikan kembali.

“Innsyaallah Om, doain aja…” jawab Aya lembut lalu duduk manis menyambut tamunya yang hanya tetangga sebelah, beberapa teman-teman tongkrongan ayahnya yang jelas juga temanku, lalu keluarga dekatnya saja.

Aku terus memandanginya. Sial! Beruntung betul bajingan sialan itu sampai bisa mendapatkan Aya! Tapi sekeras apapun hatiku mengumpat dan menyumpahinya tetap tak ada yang berubah disini. Semuanya sama saja.

Entah mungkin karena aku terus memandanginya atau apa, tapi yang jelas Aya kembali menatapku sembari tersenyum. Semburat kemerahan terlihat di pipinya yang mulus itu. Entah karena make up yang ia pakai atau hanya perasaanku saja.

“Kemana Om?” tanya Aska yang melihatku bangkit dari duduk.

“Kedepan,” jawabku singkat. Aku benar-benar ingin tau sekaya apa keluarga Irsyad itu sampai membuat Ayaku begitu tergila-gila padanya hingga mau serius begini.

Sampai sebuah mobil Avanza butut berwarna silver tiba-tiba berhenti di depan rumah Arman. Kami semua yang masuk golongan orang-orang senggol bacok ini langsung bersiap, menatap tajam ke arah mobil tak di undang yang baru saja berhenti itu.

“Assalamualaikum…” ucap ibu-ibu sok asik yang datang tanpa membawa apa-apa bersama Irsyad dan keluarganya yang lain. Jelas itu calon besannya Arman.

“Waalaikum salam…” sambut Sofia ramah.

Awalnya hanya aku yang celingukan menunggu kali saja rombongannya yang lain akan menyusul atau kali saja ada hantaran untuk Aya yang masih tertinggal belum di turunkan dari mobil. Tapi tidak ada sama sekali. Benar-benar mereka hanya membawa badan dan sedikit harga diri saja! Bukan main emosinya aku!

Ku kira hanya aku saja yang emosi di sana. Tapi rupanya semua orang yang datang di rumah Arman sama menanggung emosinya sepertiku. Semua mulai berbisik beberapa menyindir dengan frontal dan terang-terangan. Namun Arman mengangkat tangannya mengisyaratkan untuk diam dan tenang sembari tersenyum ramah menyambut calon besannya.

Aya yang sudah cantik dengan gaunnya dan sedari tadi tersenyum manis perlahan mulai murung. Kesedihannya semakin terlihat karena Irsyadnya hanya memakai kemeja putih berbordir hati saja. kemeja murahan yang hanya 950.000 dapat dua. Aya juga terus memandangi cincin tunangannya dengan alis berkerut dan tampak malu ketika berfoto dengan Si Tengik yang kini jadi tunangannya.

Penampilannya yang terlihat terlalu jomplang, dan cincinnya yang astaga. Rasanya tak ada umpatan yang tepat selain istighfar atas kelakuan bocah ini. Bahkan cincin pemberian dari kekasihnya untuk tunangan yang seserius ini saja tidak lebih bagus dari cincin yang Aya beli beberapa bulan lalu karena iseng.

Kami semua tak bisa tersenyum lagi. Hanya bisa meringis miris sembari menandai wajah Si Bangsat Tengik Sialan itu dan keluarganya. Aku yakin semuanya siap 24/7 untuk menghabisinya, kalau saja bukan karena Aya aku yakin ia sekarang semua orang hanya tinggal mengenang namanya saja.

“Gapapa…” bisik Sofia lembut sembari merangkul Aya dan memaksakan diri untuk tersenyum.

Aya hanya diam lalu masuk ke kamarnya setelah keluarga Iryad pulang sembari membawa beberapa makanan suguhan dari acara barusan dengan tidak tau dirinya.

“Man! Apa sih yang lu liat dari calonnya Aya?!” sergahku pada Arman begitu ada kesempatan bicara berdua dengan mantan rivalku ini.

Arman menghela nafas dengan berat. “Ben…, lu ga ngerti rasanya jadi Ayah. Lu ga ngerti gimana sedihnya ngedenger anak lu ngebantah, anaklu maksa dan terlanjur bucin ama orang. Posisiku sulit Ben. Disisi lain Aya suka, disisi lain aku gak suka. Aku ga bisa egois…”

“Lu gak tegas! Lu lemah!” cercaku.

Arman hanya diam sembari mengusap wajahnya sembari geleng-geleng kepala. “Aku juga gak pengen gini, tapi Aya maksa. Aku bisa apa? Aku ga bisa nolak yang Aya minta Ben.”

Aku langsung pergi meninggalkan Arman yang kehilangan wibawanya dalam menjaga Aya seperti itu. Mungkin memang aku lahir terlalu cepat untuk Aya, tapi bukan berarti Aya bisa dapat pasangan sembarangan seperti itu. [Next]




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.