BLANTERORBITv102

Bab 01 - Birthday Cake

Sabtu, 17 Juni 2023

Pov Aya :

“Maaf ya Sayang, aku ga bisa jemput kamu. Aku ada urusan sama anak-anak organisasi. Kamu bisakan pulang sendiri?” ucap Irsyad padaku begitu ia mengangkat telfonku.

“Yahh… kok gitu sih, padahal kamu udah janji mau jemput aku pulang. Terus aku gimana dong mana udah mendung gelap gini…” aku mencoba merayunya untuk mengutamakanku daripada organisasinya.

Irsyad memang anak organisasi yang cukup aktif. Bahkan bisa di bilang cukup tersohor setelah ia menang pemilihan sebagai ketua senat. Aku tau semua orang memerlukannya, Irsyad juga berkali-kali bilang jika ia tidak bisa selalu menjadikanku prioritas setelah ia menjabat nanti. Dulu aku setuju, tapi aku tak menyangka akan sediabaikan ini.

“Ya mau gimana lagi Aya, aku kan udah bilang sama kamu ga bisa terus-terusan prioritasin kamu. Ada organisasi juga yang harus aku urus. Maaf ya…” ucap Irsyad lagi tanpa ada usaha untuk menjemputku. Bahkan berbasa-basi akan memesankan taxi saja tidak.

“Tapi besok kamu ada waktu kan buat aku?” tanyaku yang akhirnya mengalah dan tak mau memaksanya lagi.

“Insyaallah, tapi aku ga janji ya. Aku besok masih ada beberapa acara juga,” jawabnya lagi lalu buru-buru mematikan telfonnya ketika ada orang yang tiba-tiba memanggil namanya.

Aku hanya bisa diam menghela nafas dan mulai memesan taxi online untuk pulang. Aku sedikit kasihan pada Irsyad kekasihku yang jadi super sibuk dan tak memiliki waktu untuk dirinya sendiri. Aku sedikit mengkhawatirkan kesehatannya, terlebih belakangan ini ia begitu sibuk mempersiapkan seminar-seminar dan diskusi hingga malam hari. Kami juga jadi jarang ketemu, bahkan untuk sekedar makan siang berdua saja tidak bisa.

“Adek Aya! Woi! Adek Aya!” suara Om Beni yang langsung menghampiriku di depan emperan ruko bahan roti. “Adek ngapain disini?” tanya teman ayahku ini dengan hangat seperti biasanya.

“Lagi mau pesen taxi Om,” jawabku sambil tersenyum sungkan.

“Mau di anter gak? Udah mendung gini, sekalian yuk!” ajak Om Beni yang langsung membantuku membawa semua belanjaanku kedalam mobilnya.

“Makasih Om, maaf ngerepotin…” ucapku sungkan lalu duduk di depan, di samping Om Beni yang siap menyetir pulang.

“Santai aja, btw kamu kok ga di anter cowokmu. Siapa itu Arsyad?”

“Irsyad Om,” ralatku. “Irsyadnya lagi sibuk ngurusin organisasi katanya, mau ngadain semnas lagi jadi sibuk dia,” jawabku.

“Aduh kasihannya ponakan Om ga di prioritasin. Tapi minggu depan jadi kan acara lamarannya kamu?” tanya Om Beni memastikan.

Aku mengangguk lalu tersenyum dengan sumringah. “Jadi dong, Mamanya Irsyad udah sering kontekan sama Bunda, keluarganya juga udah deket sama Ayah sama Kakung juga. Doain lancar ya Om,” ucapku yang sudah langsung melupakan soal kekecewaanku karena tak dapat di jemput Irsyad.

Aku selalu bahagia jika membahas soal kekasihku itu. Jantungku selalu berdebar, rasanya seperti banyak kupu-kupu yang siap beterbangan keluar dari perut dan dadaku. Ah bahagianya, hanya membayangkan bisa terus bersama Irsyad sudah membuatku sesenang ini. Aku jadi tidak sabar untuk segera menikah dengannya.

“Kamu pengen banget ya kayak Ayah sama Bundamu?”

“Iya dong Om, jadi nanti kalo punya anak jarak umurnya masih belum jauh. Kayak sekarang nih. Ayah sama bunda masih 38-39 taun anaknya udah 20 taun. Om Beni sendiri kenapa masih belum pengen nikah?” tanyaku yang jadi penasaran pada sahabat Ayah ini.

Om Beni tampan, pintar, mapan sudah jelas. Aku sempat suudzon jika Om Beni tak menyukai wanita, tapi beberapa taun lalu Ayah sempat menemani Om Beni melamar pujaan hatinya. Tapi tak selang lama gagal menikah. Alasannya kurang jelas, Ayah juga bilang untuk tidak membahasnya dan menganggap tidak terjadi sesuatu agar Om Beni tidak sedih.

“Belum ketemu jodohnya,” jawab Om Beni santai lalu tersenyum getir. Aku jadi menyesal sudah menanyakan itu padanya. “Oh iya kamu ngapain tadi? Mau bikin kue?” tanyanya mengalihkan pembicaraan yang sudah ku buat canggung.

Aku mengangguk. “Besok ulang tahunnya Irsyad, selain itu ada juga yang pesen kue ulang tahun buatanku. Seneng banget jadi bisa rayain ulang tahun banyak orang rasanya,” ucapku yang memang suka merayakan sesuatu. Mungkin kegemaranku merayakan hal-hal istimewa ini juga menurun dari Ayah dan Bunda yang selalu membuat perayaan kecil untuk merayakan hal-hal spesial kami.

Aku sering melihat Ayah merayakan ulang tahun Bunda, begitupun sebaliknya. Irsyad tidak begitu suka merayakan sesuatu sebenarnya tapi karena dia akan menjadi imamku dan pasangan hidupku. Aku ingin mewarnai harinya juga seperti keluargaku. Aku ingin merubah kekasihku yang dingin dan cuek itu dengan sentuhan kehangatan dan keceriaan seperti di rumahku.

“Enak banget jadi cowokmu, bisa di masakin terus sama kamu,” ucap Om Beni yang terdengar seperti pujian bagiku.

“Hihihi, semoga Irsyadnya seneng ya Om. Aku baru pertama kali ini mau ngasih kejutan buat dia,” ucapku lalu kembali membicarakan banyak hal bersama Om Beni di perjalanan pulang. Membahas bisnis kue yang masih ku kerjakan online, membahas kuliahku dan menanyakan kabar Abangku yang sekolah di ISI juga.

Aku tau Om Beni basa-basi saja, Om Beni hanya ingin mendengarku berbicara. Om Beni tau jika aku cerewet dan suka sekali bercerita apa saja dan Om Beni adalah pendengar terbaikku ke dua setelah keluargaku. Aku benar-benar berharap Om Beni bisa segera menemukan tambatan hatinya, seperti Ayah yang mendapatkan Bunda, seperti Irsyad yang mendapatkan aku.

“Sudah sampai,” ucap Om Beni lalu berhenti di depan rumahku.

Aku langsung turun sementara Om Beni masih membantuku membawa belanjaanku yang tak seberapa sampai ke teras depan.

“Wei! Bro!” seru Ayah begitu menyambutku dan langsung melihat Om Beni yang datang bersamaku. “Aku abis di beliin PS baru sama anakku, ayo main!” ajak Ayah pada Om Beni yang langsung mempersilahkannya masuk dan langsung asik layaknya saat sedang di tongkrongan mereka seperti biasanya.

“Gokil juga si Abang!” seru Om Beni ikut antusias.

“Ga cuma Abang, Kakak Aya juga itu yang beli. Patungan mereka, tau Ayahnya ga boleh beli mainan sama Bundanya hahahaha!” keduanya sudah langsung asik.

Aku juga langsung masuk kedalam bersiap membuat kue. Aku tak sabar memberikan kue buatanku pada Irsyad besok. Juga mengantar kue pesanan pelangganku. Aku membuat semuanya dengan sepenuh hati, ada dua acara ulang tahun yang harus ku meriahkan. Jadi aku tidak bisa membuat kecewa.

Semalaman aku begadang menyiapkan kue ulang tahun untuk Irsyad dan untuk pesanan kali ini. Bunda dan Ayah tampak mensuportku, adikku Amar juga sudah ku amankan agar tidak merusak kue buatanku. Meskipun karena hal itu ia jadi marah padaku dan terus merengek karena ingin mencicipi kuenya.

“Kakak udah boleh makan belum?” tanya Amar tak sabaran.

“Belum ih Adek! Kan makannya bareng Kak Irsyad,” jawabku sedikit membentaknya.

Amar langsung cemberut lalu keluar rumah mengambil sepedanya dan memilih pergi sepedaan kerumah temannya karena tak kunjung dapat mencicipi kue buatanku. Ayah dan Bunda yang mendengarku membentak Amar melihatku dengan alis berkerut. Namun aku membiarkannya saja karena memang Amar sering nakal seperti itu.

Aku mulai menghubungi Irsyad, aku mencoba menelfonnya beberapa kali tapi tak di angkat. Mungkin ia masih sibuk, jadi aku mengirimina pesan. Menagih janjinya untuk datang kerumah, ya meskipun ia kemarin bilang tidak janji juga. Tapi aku tetap merengek memintanya datang ke rumah. Irsyad masih tak membalas sedikit atau membaca pesanku. Aku mulai sedih.

Aku ingin menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Aku ingin merayakan hari istimewanya bersama dengan keluargaku. Tapi Irsyad seolah hilang. Sampai waktu COD ku datang, aku memutuskan untuk mengantar kue ulang tahun pesanan pelangganku ini terlebih dahulu. Tempatnya tidak jauh dari kampus, tidak asing juga denganku. Karena aku pernah kerja di kafe itu.

Aku berangkat sendiri naik taxi online. Berharap bisa pulang bersama Irsyad karena terakhir ia bilang masih di kampus.

“Bentar ya Sayang…” ucap seorang wanita bangkit dari duduknya melepaskan genggaman tangannya dari Irsyad.

Aku termenung saling tatap dengan calon tunanganku itu.

“Gimana sih Mbak datengnya kok telat, jadi gak jadi deh kejutannya buat pacar aku!” keluh wanita berpenampilan terbuka itu padaku lalu menyerahkan dua lembar seratus ribuan padaku.

Aku menerimanya dengan tangan bergetar. “O-oh buat pacarnya ya Mbak...” ucapku kikiuk.

Aku benar-benar bingung harus bagaimana sekarang. Irsyad bilang ia sibuk, Irsyad bilang ia sedang mempersiapkan seminar nasional bersama timnya, Irsyad bilang…

“Aya, i-ini salah paham Ay!” Irsyad langsung berlari mendekat ke arahku.

Airmataku langsung mengalir. “Pembohong! Jahat!” ucapku mendorongnya lalu melemparkan cincin pemberiannya dulu lalu berlari menjauh dari sana.

“Aya! Tunggu! Aku bisa jel_”

“Maksud kamu apa Mas?!” tahan wanita itu pada Irsyad yang sukses menahan langkahnya untuk mengejarku.

Aku berjalan semakin jauh dan jauh. Irsyad tak mengejarku sama sekali. Aku menoleh berharap ia masih ada di belakangku, tapi sia-sia aku sendirian Irsyad lebih memilih wanita itu. Aku yang selama ini mengkasihaninya, selama ini mengkhawatirkannya, membanggakannya kesana-kemari, bahkan aku mau memberikan setengah dari tabunganku untuk menyewa gedung untuk lamaran minggu depan. Tapi sekarang semua terasa begitu sia-sia.

Ternyata aku sendiri yang jatuh cinta disini. Ternyata hanya aku yang berkorban dan memimpikan kebersamaan. Aku mulai menangis sendirian, aku tidak berani pulang. Bukan aku malu karena hubunganku kandas, tapi aku belum berani cerita pada Ayah dan Bunda soal hubunganku jika pulang sekarang. Aku juga begitu menyesal sudah membentak adikku Amar hanya karena pria bajingan seperti Irsyad. [Next]




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.