Prolog
Pertama
kali dalam hidupnya, Elena merasa begitu kecewa dengan pilihannya. Setelah
orang tuanya bercerai dan memutuskan untuk ikut ayahnya dan rela dimusuhi kedua
kakak juga ibunya. Elena berusaha tegar dan setia pada pilihannya.
Tapi hari
ini ia merasa di khianati ayahnya sendiri. Parman yang selama ini ia kira
bekerja keras untuknya dan mengupayakan hidup yang lebih baik untuknya ternyata
salah besar. Rumah bos yang tahun lalu ia bilang hanya untuk silaturahmi
ternyata jauh dari perkiraannya.
Sadam
Husein Permana, seorang pria berusia 39 tahun pemegang tongkat estafet dari
Permana Group itu ternyata menjadi pria yang membelinya. Bukan dibeli secara
harfiah seperti budak memang. Tapi dinikahi secara mendadak dan langsung
ditinggalkan begitu saja dirumah konglomerat yang menikahinya itu.
Tak saling
kenal, tak ada obrolan, bahkan bertemu dan berkenalanpun baru tadi di KUA. Perasaannya
kacau, semua terjadi begitu cepat dan begitu intim. Hanya ada keluarga inti dan
beberapa orang penting yang perlu membantu mengurus berkas saja. setelahnya
Parman langsung kabur meninggalkan Elena sendirian disana.
“Aku dijual…”
lirih Elena sambil memandangi wajahnya sendiri setelah menghilangkan riasannya.
Air matanya
terus mengalir entah sudah berapa lama ia menangis. Suaminya sendiri tak banyak
protes atas tangisannya yang begitu lama. Pria itu cuek saja seolah sudah
menjadi pemandangannya sehari-hari melihat wanita menangis sepertinya saat ini.
“Ini udah
bagus, bapakmu dapet untung, kamu juga dapet untung. Ga semua cewek loh bisa
punya kesempatan nikah langsung sama pengusaha kayak kamu gini,” ucap Sadam yang
coba menghibur Elena.
Elena hanya
diam lalu menatapnya tajam. “Terus kenapa harus aku?”
Sadam
mengerutkan keningnya bingung.
“Kenapa harus
aku? Bukannya opsi pilihanmu banyak? Kenapa harus aku?!” tanya Elena dengan
kesal.
Sadam
begitu kaget melihat perubahan Elena yang langsung melawannya seperti ini
padahal selama kuliahnya Sadam yang membiayai. Belum lagi pegawai dan
keberlangsungan bisnisnya juga Sadam yang menanggung. Berani sekali gadis ini
melawannya seperti ini.
“Kamu kira
segala-galanya bisa dibeli pakek uangmu?! Berani banget kamu kayak gini ke aku!”
bentak Elena lebih keras yang langsung ditampar oleh Sadam.
Sadam merasa
Elena sudah begitu keterlaluan menguji batas kesabarannya malam ini. “Kalo iya
kenapa? Nyatanya kamu dijual kan? Harusnya kamu lebih tau diri, tau batasanmu! Tau
siapa kamu! Aku suamimu, kamu harus patuh ke aku!” Sadam mempertegas posisinya.
Elena
menangis sambil memegangi pipinya yang baru saja di tampar Sadam. Tak pernah
sekalipun dalam hidupnya diperlakukan seburuk ini sebelumnya.
Seolah tak
puas dengan apa yang sudah ia lakukan. Sadam langsung menarik lepas kerudung
yang Elena gunakan. Elena coba menahannya sambil menggeleng enggan untuk disentuh.
“Apa? Aku suamimu!
Kamu harus ingat itu! Kewajibanmu hanya memuaskanku dan melahirkan anak-anakku!”
tegas Sadam sembari mencengkram rahang Elena dan menghempaskannya ke tempat
tidur secara paksa.
“A-ampun Mas…jangan…jangan…”
rintih Elena yang kehilangan taring dan keberaniannya untuk melawan Sadam,
suaminya yang terpaut 17 tahun darinya dan sulit untuk disetarai itu.
“Setelah membentakku,
berteriak di hadapanku, mencoba melawanku. Kamu berharap dapat ampunan begitu
saja?!” Sadam memandang rendah Elena dengan senyum disudut bibirnya yang
menyiratkan segala ancamannya.
Elena merinding
dibuatnya. Tubuhnya seketika kaku, lidahnya kelu tak dabat berteriak. Elena
yang semula ingin melawan hanya bisa pasrah dalam kungkungan Sadam. Tak ada
perlawanan yang bisa ia lakukan, jangankan melawan berteriakpun tidak.
“Emhhh…shhh…ahhh…Mashhh….”
Begitulah semua berakhir malam ini.

