0
Home  ›  A Mother  ›  Chapter

Bab 3 : Ibu Bukan Ibuku?

 


Hari yang berat itu masih berlanjut keesokan harinya untuk Sarif. Diam-diam ia memperhatikan Kakeknya tiap kali menerima telfon. Berharap ada tefon masuk dari Ibu untuknya. Atau memperhatikan pembantu dirumah yang asik scrolling sosmed berharap ada pesan masuk untuknya. Sarif kesepian.

Waktunya latihan masih lama. Ibu pulang pasti juga masih lebih lama lagi. Syarif biasanya pergi main. Tapi baru keluar rumah dan pergi kewarung saja ia sudah di ejek anak haram, anak gundik. Siapa gundik? Sarif jadi bingung. Selama ini ia hanya tau jika ia anak Ibu, Ibu yang bekerja jadi anggota DPR-D, Ibu yang sibuk rapat dan bertemu banyak orang.

Tak ada yang mengatai ibunya sebagai gundik sebelumnya. Ayahnya juga sudah meninggal, ayahnya juga namanya bukan Gundik. Ayahnya juga bekerja di bidang pertambangan menurut cerita ibunya. Bagaimana bisa ia jadi dikatai sebagai anak gundik? Siapa gundik itu? Sarif begitu bingung dan heran.

Ejekan masih terus terngiang hari ini di sekolah. Di tempat latihan tak seberisik di sekolah atau tempat TPQ tapi tetangganya tak mau mendekat padanya. Sarif jadi kesepian dan sedih. Rasanya ingin menangis lagi kalau saja pembantunya tak datang menjemput dan Sarif bisa beralasan kalau ia menangis karena belum di jemput.

“Mas ayo pulang, ada Ibu!” seru pembantunya dengan ceria yang membuat Sarif kembai mengembangkan senyumnya.

Sarif pulang dibonceng motor Supra X oleh pembantunya. Ia tak sabar melihat Ibu yang hangat dan penyayang. Sarif tak sabar untuk menceritakan harinya pada Ibu. Mengadukan semua ejekan yang ia terima, lalu makan bersama Ibu kesayangannya.

Tapi begitu ia sampai, ia tak bisa langsung menemui Ibu. Ada beberapa mobil terparkir dihalaman rumahnya yang besar. Sudah jelas ada tamu hari untuk Ibu hari ini dan seperti biasanya jika ada tamu Sarif harus menunggu sampai selesai karena tamu suka mengambil foto. Sarif akan disuruh masuk karena Ibu tak mau Sarif masuk kedalam foto yang diambil.

“Ibu!” teriak Sarif yang langsung berlari menuju Ayu dengan penuh suka cita bahkan tak bisa menahan airmatanya lagi.

Ayu tersenyum menyambut pelukan Syarif lalu menariknya duduk di pangkuannya. “Ibu ada tamu sebentar ya, adek masuk dulu. Ibu beli oleh-oleh…” ucap Ayu lembut setelah Sarif memeluknya sembari mengusap airmata dan membantunya menghilangkan ingus di hidungnya karena menangis.

Sarif menggeleng pelan. “Ibu… Apa benar aku bukan anak Ibu?” tanya Sarif tiba-tiba sembari turun dari pangkuan Ayu.

Semua orang termasuk Ayu tampak kaget dengan pertanyaan Sarif. Ayu yang paling kaget sampai terdiam cukup lama dan menoleh ke tamunya yang seolah ikut menuntut jawaban darinya.

“Kata temanku, aku anak gundik bukan anak Ibu. Gundik itu siapa?” tanya Sarif lagi yang kini dengan airmata yang kembali berlinang mengingat dua hari yang begitu berat ia alami belakangan ini.

Ayu mengambil nafas panjang lalu melambaikan tangannya memanggil pembantu untuk membawa Sarif pergi. Tapi Sarif berkeras ingin menuntut jawaban darinya yang membuat Ayu tak punya pilihan lain.

“Benar, Ibu bukan ibumu…” jawab Ayu dengan berat hati lalu kembali menarik Sarif mendekat padanya.

“Hah?!” Sarif dan tamu yang datang ke rumah kali itu hanya bisa diam dalam segala keterkejutannya.

“Kamu emang bukan anakku, kamu anak suamiku. Terlepas siapa ibumu yang sesungguhnya aku gak peduli. Kamu tetap anak suamiku,” jawab Ayu memperjelas jawabannya.

“J-jadi benar aku anak gundik?” tanya Sarif dengan suara bergetar dan mulai diliputi rasa sedih juga marah dan hampa disaat bersamaan.

Ayu mengangguk pelan. Kini tamunya tak lagi bisa menutupi keterkejutannya.

“Gundik itu apa?” tanya Sarif lagi.

“Wanita simpanan, pelacur yang di jadikan pasangan sama Ayahmu dulu…” jawab Ayu dengan tenang sembari menahan tangisnya sendiri harus kembali mengorek luka lamanya kembali.

Sarif terdiam, ia terlalu terkejut dengan fakta yang baru ia dengar ini. Tanpa perlu diantar atau di tarik pembantunya Sarif sudah langsung berjalan mundur menjauh dari Ayu. Matanya beredar melihat tamu-tamu penting yang jadi mendengar semuanya lalu berlari masuk ke kamarnya sendiri tanpa diminta.

Ayu hanya diam mempertahankan wajahnya untuk tetap tenang dan tanpa ekspresi. Meskipun semua orang dapat melihat matanya yang mulai berkaca-kaca dan duduknya yang tak jenak. Sisi gelap yang selama ini ia sembunyikan akhirnya malah terbongkar didepan tamunya, didepan temannya, didepan orang-orang yang punya potensi untuk menjadi rival politiknya.

Sisi gelap soal skandal perselingkuhan mendiang suaminya dengan seorang ayam kampus yang di hadirkan untuk menghibur disela proyek pertambangannya. Sisi gelap dari suami dari seorang kandidat kuat calon pejabat yang terpaksa mengasingkan diri karena terus mendapat sorotan. Seorang pejabat yang dicampakan dan harus membesarkan anak dari simpanan suaminya.

“A-apa itu benar?” celetuk tamu yang mendengar segala kejadian tadi.

Ayu menatapnya tajam lalu mengangguk dan menghela nafas. “Untuk acara besok kemungkinan lebih baik di selenggarakan di hotel saja, parkirnya lebih nyaman, daya tampungnya juga. Tidak repot,” Ayu kembali melanjutkan obrolannya pada topik pembahasan semula seolah tak terjadi apa-apa.

 


 

Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share