0
Home  ›  Chapter  ›  My Little Wife

Bab 8 : Masih Perawan 🔞

 Bab 8 : Masih Perawan 🔞-1

Layla mempersiapkan dirinya dengan cukup serius mulai dengan membersihkan kewanitaannya. Lalu mulai melepaskan bra dan celana dalamnya. Semalam ia sudah coba menahan agar tidak langsung berhubungan intim. Tak mungkin jika terus di hindari, jadi ya akhirnya Layla akan tetap melayani suaminya.

Layla juga menggunakan wewangian sebelum mengikat rambutnya ekor kuda dengan cukup rapi namun juga cukup menggoda untuk Rangga. Penampilannya semalam dengan daster batik saja sudah begitu menggoda iman, apalagi yang sekarang sengaja tampil untuk menggoda suaminya.

Payudaranya yang sintal tampak jelas puncaknya dibalik lingerie yang Layla gunakan. Lekuk tubuhnya bahkan bokongnya yang begitu sexy juga terlihat jelas. Ah bahkan tak perlu pemanasan lagi untuk Rangga agar ia bisa siap tempur.

“Oh! Sexynya istriku!” seru Rangga begitu girang sembari melebarkan tangannya untuk memeluk Layla.

Rangga langsung membawa Layla ke ranjang dan mengeksplor segala yang ada pada tubuh istrinya itu dengan begitu lembut dan berhati-hati. Rangga ingin agar Layla bisa menikmati pengalaman pertamanya. Meskipun ini bukan pengalaman pertama Rangga dalam bercinta, tapi menikmati gadis perawan adalah kali pertamanya.

“Mashh…ahh…” pekik Layla pelan ketika Rangga beralih ke lehernya untuk memberi tanda kepemilikannya.

Rangga tersenyum lalu kembali melumat bibir Layla dan kembali lagi memberikan tanda kepemilikannya dipayudara istrinya itu dengan penuh nafsu dan rasa cemburunya. Entah apa yang ada dipikiran Rangga, toh tetap saja tak ada yang melihat bekasnya bercinta karena Layla selalu menggunakan kerudungnya. Tapi tetap saja ia memberikan tanda kepemilikannya dengan begitu tebal.

Rangga juga tak membuang banyak waktu untuk segera menanggalkan pakaiannya sendiri. Membebaskan dirinya yang sudah lama menahan, sebelum akhirnya menelanjangi Layla dan mulai memasuki lubang surgawinya yang dirasa sudah cukup siap untuknya.

“Perlu pakek pengaman?” tanya Rangga berjaga-jaga jika Layla tak ingin segera memiliki anak atau semacamnya.

“Pengaman? Untuk apa?” Layla balik bertanya sambil menahan gairahnya yang dibuat kelimpungan karena sentuhan Rangga di titik sensitifnya.

Rangga hanya tersenyum mendengar respon dari Layla. Sepertinya memang sudah saatnya ia bercinta tanpa harus mengkhawatirkan apapun. Toh Layla juga tak tampak khawatir atau akan menolak jika ia dihamili.

“Emh…aw!” pekik Layla seiring dengan cengkraman tangannya menahan rasa perih, geli dan gatal yang menjalari tubuhnya.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

“Sakit?” tanya Rangga memastikan.

Layla langsung mengangguk dengan cepat. Ia tak bisa menyembunyikan apa yang ia rasakan. Rangga juga tak langsung bergerak, ia memilih untuk kembali mencumbu Layla dengan lembut sembari membuatnya terbiasa dengan kejantanannya yang sudah terlanjur masuk.

“Umhh…Mashh…” desah Layla yang akhirnya merasa cukup siap dan nyaman untuk melanjutkan semuanya.

***

Tak ada hal yang lebih menyenangkan bagi Rangga selain kenikmatan setelah bercinta dengan Layla. Ada sedikit bercak darah setelah keduanya selesai bercinta juga terasa begitu melegakan dan menjadi pemandangan indah untuk Rangga meskipun setelah bangun Layla terlihat malu dan kaget karena ia sudah membuat basah dan kotor tempat tidurnya.

“Aku mau lagi,” bisik Rangga setelah melihat istrinya keluar dari kamar mandi setelah membersihkan dirinya.

“Mas, aku baru selesai mandi. Nanti ya tanggung habis Isya sekalian ya?” tawar Layla sembari mengeringkan rambutnya.

Rangga langsung cemberut dan mendekat pada Layla yang sedang duduk di sofa. Layla hanya tersenyum menanggapi suaminya, tapi tak selang lama Rangga langsung memeluknya dan bermanja di pangkuan Layla.

“Eh!” pekik Rangga kaget begitu ia sengaja menyentuh lembut payudara istrinya yang ada dihadapannya. “Kok ga pakek bra?” tanyanya.

“Aku mikir Mas bakal suka, jadi aku gak pakek. Tapi kalo Mas ga suka…”

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

“Suka! Mas suka! Suka banget!” sela Rangga langsung tanpa pikir panjang sebelum istrinya berubah pikiran.

Layla tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Rangga yang begitu semangat. Begitu berbeda dengan imagenya yang selama ini kalem dan dingin. Rangga jarang berekspresi kalau dan cenderung kaku, tapi belakangan ini Rangga merasa begitu lepas dan leluasa bersama Layla. Layla juga merasa senang dan nyaman karena Rangga bisa nyaman bersamanya.

“Mas nanti makan…”

“Mas udah pesen suruh anter ke kamar, nanti kalo kamu keluar kamar di ajak ngobrol lagi lama lagi nanti,” ucap Rangga dengan semangat menyiapkan semuanya.

Layla mengangguk lalu mematikan hair dryernya. “Kaki aku juga rasanya agak nyeri, gak pengen keluar kamar dulu,” ucap Layla sembari melihat suaminya yang menegakkan posisinya.

“Iya? Sakit?” tanya Rangga khawatir.

Layla menggeleng pelan. “Gak biasa split, jadi kek waktu ngangkang kan ugh nyeri,” jawab Layla sembari mengelus pahanya sendiri.

Rangga mengangguk paham. Layla begitu berbeda dengan Cika yang suka olahraga dan bisa bercinta dengan beragam gaya dan posisi. Tapi mengingat jam terbangnya dan Layla yang memang masih begitu polos Rangga sangat bisa memakluminya.

“Besok kita spa ya sebelum pulang, nanti Mas cariin kelas pilates atau yoga buat kamu juga biar bisa lebih nyaman kalo Mas minta jatah,” ucap Rangga yang fokus pada solusi.

Layla langsung mengangguk patuh dengan segala yang di arahkan suaminya. Tapi belum ia dan Rangga mulai bermanja-manja kembali, tiba-tiba ponsel Rangga berdering. Ada nomor tak di kenal menghubunginya tiba-tiba.

“Bentar ya…” pamit Rangga untuk mengangkat telfon.

Layla mengangguk lalu sibuk dengan ponselnya sendiri juga. Tak ada perasaan yang aneh baginya Rangga memang sering sibuk. Seharian ini ponselnya dimatikan, jadi wajar jika sekarang banyak yang menghubunginya. Layla bisa memahami itu.

Sementara Rangga dibuat terkejut karena mendapati panggilan dari Cika yang masih mencarinya. Bukan untuk tiba-tiba memberi kabar jika ia hamil tentu saja, tapi atas segala hal yang Rangga lakukan padanya. Mencampakannya, menikah tanpa memberitahunya bahkan hubungannya masih belum kandas.

“Kok bisa kamu tega ke aku gini? Oke gak masalah kamu nikah, tapi jangan melimpahkan semua masalah ke aku gini. Kehidupanku yang tenang, citraku yang sudah mulai baik, apa menurutmu sebatas sertifikat cukup? Apa kamu menilai hubungan kita sebatas itu? Apa aku semurah itu bagimu, Ngga?”

Rangga hanya bisa diam mendengar tangisan Cika yang menuntut atas apa yang seharusnya ia terima. Atas segala tindakan egoisnya. Rangga yang semula tak mau pikir panjang dan hanya ingin mengabaikan semua begitu saja kini jadi merasa bersalah.

Setelah telfon berhenti, Rangga yang mengecek pemberitaan soal Cika dibuat kaget dan tak bisa berkata-kata. Ia hanya ingin hubungannya selesai, ia tak ingin menghancurkan karir mantan kekasihnya itu. Rasa bersalah mulai menyelimuti Rangga. Lagipula meskipun Cika sudah digantikan oleh Layla dan bahkan sudah menikahinya, bagi Rangga masih ada sedikit ruang kecil untuk mantan kekasihnya itu.

Suara tangis Cika dan suaranya yang coba terlihat tegar dan tegas tadi membuatnya teringat betapa rapuhnya Cika sebenarnya. Dia bukan wanita independen sungguhan, keadaan yang menuntutnya menjadi begitu. Bahkan meskipun di banyak kesempatan ia masih tersenyum dan terlihat baik-baik saja, tak jarang Rangga melihat Cika menangis sendirian meratapi ketidak adilan yang ia rasakan dan aib yang terus dibicarakan.


8
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share