0
Home  ›  Chapter  ›  Young Money

Chapter 16

Bimo dan Andin yang sudah bisa menerima dan bisa mulai mencintai satu sama lain terlihat makin mesra tiap hari. Mereka juga sudah tidak malu-malu lagi menunjukkan perhatian dan kemesraan mereka di depan keluarga. Meskipun dalam tiap postingan Bimo selalu menutupi wajah Andin dan dirinya seperti biasanya, itupun kebanyakan yang blur yang di upload.

"Mas, aku tidur duluan ya," ucap Andin yang sudah memakai daster dan siap tidur.

"Tunggu! Bentar satu bab lagi," ucap Bimo yang tak mau di tinggal Andin tidur duluan.

"Umhh... Iya," ucap Andin yang sebenarnya sudah sangat mengantuk dan lelah.

Andin benar-benar makin sering begadang karena suaminya yang tengah semangat dan penuh inspirasi tiap malam. Andin bahkan kerap baru tidur setelah sarapan atau setelah subuh karena menemani Bimo begadang.

"Udah, yuk tidur... " ucap Bimo sambil meregangkan otot.

"Alhamdulillah..." saut Andin senang lalu mematikan tv dan masuk ke dalam selimut.

Bimo tidak langsung tidur, ia masih cuci muka, buang air kecil, sikat gigi. Semua di lakukan Bimo dengan cepat. Tapi sayang, Andin lebih mengantuk dari yang Bimo kira sampai ia tertidur dengan cepat.

"Dah tidur, ah Andin pelor[1]... " ucap Bimo lalu mengecup kening Andin. "Em... Istriku..." sambung Bimo lalu memeluk Andin dan membenarkan selimutnya.

Bimo jelas tidak langsung tidur, ia masih mau menulis lagi. Tapi kalau ia menulis bisa-bisa Andin menidiamkannya karena tidak solat subuh berjamaah.

●●●

"Do, kamu dari mana?" tanya Silvia begitu Aldo masuk rumah.

"Bacot! Bukan urusan lu!" jawab Aldo ketus pada Silvia.

"Kamu habis minum ya?" tanya Silvia yang mengikuti Aldo masuk.

Plak! Sebuah tamparan dilayangkan Aldo pada pipi mulus Silvia. Silvia hanya bisa membelalakkan mata dan mulai menangis dalam diam karena sifat suaminya itu. Ia tak menyangka Aldo akan berubah 180° begini setelah menjadi suaminya. Aldo yang dulu begitu penyayang, sabar, dan sangat mencintainya. Kini berubah seperti orang yang tak di kenali sebelumnya.

"Do! Kamu selalu pergi pagi pulang malam, bilangnya kuliah! Bilangnya tugas! Gak ada buktinya semua! Aku dirumah ngerjain kerjaan rumah kayak pembantu! Aku nunggu kamu! D-dan kamu malah kayak gini! Kam…"

Belum selesai Silvia menyampaikan keluh kesah di hatinya Aldo sudah kembali menamparnya. Bahkan jauh lebih keras dari sebelumnya, sampai ada memar baru di wajah Silvia.

Silvia hanya bisa menangis, ini hal biasa bagi Aldo dan Silvia yang hampir setiap hari bertengkar. Kekerasan fisik yang di terima pun juga biasa di alami Silvia hampir tiap malam. Bau alkohol dan asap rokok juga selalu Silvia terima di tengah masa kehamilannya. Silvia tak bisa banyak menuntut. Cukup bisa tau Aldo masih tidur dengannya tiap malam saja sudah cukup, di tambah Aldo yang masih mau mengantarnya periksa ke dokter rasanya menjadi lebih dari cukup.

"Do, elusin perutku..." pinta Silvia setelah semua kembali tenang saat tidur di samping Aldo.

"Gak usah manja! Biasanya juga enggak!" tolak Aldo dengan ketus lalu memunggungi Silvia.

"Do, kamu kok jadi gini sih?" tanya Silvia yang kembali menangis dalam diamnya.

"Gini apanya? Kan dari awal elu yang bikin kita jadi kayak gini! Elu yang ngajak gue ngentot waktu itu! Elu juga yang gak minum pil! Elu juga kan yang pengen coba gak pakek kondom! Nah sekarang dah gue nikahin, paling enggakkan bisa bikin akta! Tu anak jadi gak haram! Jadi jangan banyak bacot! Jangan banyak minta! Jangan banyak nuntut!" ucap Aldo panjang lebar dengan kesal dan penuh emosi lalu pergi keluar kamar meninggalkan Silvia begitu saja.

Silvia akhirnya menangis histeris, terlalu stres pada hubungannya. Silvia terus menerus menjerit, sambil menangis dan membanting barang-barang yang ada di kamarnya. Dari hiasan di atas meja sampai tv yang tak bersalah menjadi sasaran emosinya.

Bila dulu ia mengkasiani Andin yang menikah secara terpaksa dan tanpa rasa sama sekali, bahkan Andin yang di tinggal mati ibunya. Kini Silvia lebih merasa kasihan bada hidupnya yang begitu menyedihkan dan kehilangan rasa. Bahkan silvia perlahan mulai benci pada Andin yang mendapatkan semuanya. Iri dan cemburu tentu saja, belum lagi ia sangat frustrasi karena ketidak harmonisannya dengan Aldo.

Silvia marah, kecewa, dan entahlah apa yang ia rasakan. Ia tak hanya marah dan kecewa pada Aldo tapi juga pada dirinya sendiri yang begitu menyedihkan. Jika ia ingat ia memang terlalu jalang, jelas ia harus siap dengan konsekuensinya. Jelas harusnya Silvia mau menerima semua, toh di tangisipun tetap tidak akan kembali ke semula.

"Argh! Bangsat! Anak setan kamu!!! " maki Silvia pada bayi tak bersalah dalam kandungannya yang bergerak. "Kalo kamu gak jadi! Aku gak bakal susah kayak sekarang! Bayi jelek! Bayi haram!! " kesal Silvia lalu memukul perutnya sendiri yang makin membuatnya kesakitan sendiri.

●●●

Pagi menjelang, Andin dan Bimo sudah rapi. Bukan untuk pergi, tapi memang karena selalu bangun untuk solat subuh Bimo dan Andin jadi selalu rapi tiap pagi. Seperti biasa Andin yang memasak sarapan. Awalnya hanya untuk Bimo seperti kebiasaan di apartemennya. Tapi karena mertuanya juga mau Andin jadi memasak lebih banyak.

Omlet dengan parutan wortel dan keju, lalu di tambah potongan bayam dan jamur, jangan lupakan jagung manis yang semua di campur jadi satu. Awalnya memang aneh tapi nyatanya bimo dan mertuanya suka. Bahkan bimo masih mencomot bagian Andin.

"Kamu pinter ya ngurus suami, ngurus rumah... " puji bu Alin, mertua Andin.

"Ah biasa aja ma... " jawab Andin yang jadi tersipu malu.

"Biasa aja gimana? Bimo itu susah banget makannya, sekarang jadi agak gendutan loh... Jadi keurus... " ucap bu Alin memuji Andin.

"Ah mama bisa aja..." jawab Andin sambil menunduk menutupi wajahnya yang tersipu-sipu.

"Eh iya, mama kemarin liat ini di grup arisan mama. Nanti coba bikin yuk!" ajak bu Alin sambil menunjukkan gambar di ponselnya.

"Seblak? Pedes loh Ma. Mama kan ada asam lambung gapapa?" tanya Andin ragu dengan ajakan mertuanya.

"Ya kamu bikinnya jangan pedes..."

"Yaudah Andin cari bahan dulu..."

"Eh, nanti belanja aja di tambahin ceker kayaknya enak..."

"Iya Ma, nanti bisa sekalian bisa masak ceker pedes. Nanti Andin belanja..."

"Andin... Pergi yuk..." ajak Bimo yang datang dari kamar dengan rapi.

Andin dan bu alin hanya menatap Bimo. Bu Alin langsung cemberut sementara Andin tersenyum canggung pada mertuanya.

"Pergi kemana ? Mama kan baru mau sama Andin. Dah mau di bawa aja... " kesal bu Alin pada Bimo.

"Ke kantor redaksi sebentar... " jawab Bimo lalu duduk di samping Andin.

"Yaudah Ma, nanti Andin sama mas Bimo sekalian belanja aja gimana?" tawar Andin pada mertuanya. "Nanti gak lamakan Mas?" tanya Andin pada suaminya.

"Emang ini mau pada ngapain?" tanya Bimo.

"Masak-masak... " jawab Andin.

"Insyaallah cepet kok..." ucap Bimo.

"Yaudah, aku siap-siap dulu..." ucap Andin lalu ke kamar di ikuti bimo di belakangnya.

Ck! Dah deh gak bisa sama andin. Mau ngapain ya nungguinnya, gak ada kerjaan gini... Batin bu Alin sambil menghela nafas.

Andin tidak siap-siap dengan ribet, hanya mengganti kerudungnya dengan yang lebih besar. Wajahnya juga tidak di poles apa-apa, bahkan lipstik juga tidak. Hanya krim pagi yang ia pakai rutin dan bedak yang sudah hilang karena di pakai sejak pagi tadi. Barang bawaannya juga hanya ponsel dan dompetnya.

"Pergi dulu ya Ma... " pamit Andin dan Bimo.

●●●

Silvia akhirnya pulang setelah entah berapa lama ia tak kembali. Ia membawa kopernya dan sebagian besar barang bawaan lainnya. Sesampainya di rumah bu Alin tak menyambutnya hanya menatapnya sekilas lalu kembali menonton tv. Masih ada rasa kecewa dan sakit hati karena perbuatan Silvia.

"Ma, aku mau cerai sama Aldo... " ucap Silvia pada bu Alin sambil menahan tangisnya.

"Loh kenapa? " tanya bu Alin kaget.

"Aldo jahat Ma, Aldo kasar. Aku gak kuat... Dia dah berubah Ma, gak kayak dulu lagi... Apa lagi sejak dia ketauan mau ngapa-ngapain sama kak Andin waktu itu Ma. Dia gak sayang aku lagi... " tangis Silvia menceritakan masalahnya pada mamanya.

Bu Alin hanya bisa diam, ikut menangis dan sangat tidak terima mengetahui putrinya mendapat perlakuan yang sangat buruk. Apalagi saat Silvia menunjukkan. Luka-luka di tubuhnya karena bertengkar dengan Aldo.

Silvia menceritakan semuanya. Bahkan ia sangat membenci dan marah pada dirinya yang begitu naif dan bodoh. Tak hanya itu Silvia bahkan juga merutuki anak dalam kandungannya dan memakinya hingga bu Alin panik dan khawatir akan kondisi putrinya yang sangat stres.

"Ma aku gak kuat kayak gini terus! Aku cuma mau di sayangin, di cintai, punya keluarga harmonis. Gak kayak gini Ma... " ucap Silvia sambil menangis histeris. "Aku cuma mau punya orang yang selalu ada waktu buat aku, gak sibuk kerja, gak sibuk sendiri... " sambung Silvia.

Bu Alin terhenyak mengetahui apa yang di inginkan putrinya selama ini ternyata begitu sederhana. Hanya waktu dan itu sama sekali tak di berikan oleh orang-orang di sekitarnya. Bahkan tidak dari ibunya. Bu alin merasa bersalah sudah terlalu mementingkan hobi dan koleksinya juga berkumpul dengan teman-teman sosialitanya di banding putrinya. Sampai putrinya benar-benar terlalu jauh melangkah dalam gelap.

 



[1] nemPel moLor

Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share