Bab 23 – No Sensor🔞
Nia mengulum kejantanan suaminya dengan penuh gairah. Sesekali ia menatap ke atas sambil mengerling manja, menggoda suaminya dengan tingkahnya yang cukup jalang. Angga terlihat menahan desahannya sambil sesekali mengatur nafasnya, menahan dirinya agar tidak memaksa kepala Nia untuk mengulum lebih dalam lagi.
Beruntung
Nia cukup peka atas keinginan Angga jadi ia memperdalam dan memperkuat
hisapannya sambil terus mengurut kejantanan suaminya. Sebenarnya Nia tak
keberatan jika Angga ingin bercinta dengan kasar, namun Angga selalu tidak tega
melihat Nia yang mengalami kontraksi ringan setelahnya atau Nia yang jadi
pegel-pegel karena memuaskannya. Padahal Nia menikmati semuanya, bayinya juga
baik-baik saja, hanya Angga yang khawatir.
“Argghhhhhh…”
“Eumppphhh…empphhhh…”
Angga mandi dan membiarkan istrinya istirahat terlebih dahulu. Angga mengusap kewanitaan Nia dengan tisu basah lalu mengelap perut dan payudara Nia juga. Setelah itu Angga keluar untuk membeli lauk untuk nanti malam. Angga juga menyelesaikan pekerjaan rumah Nia seperti menyetlika dan mencuci pakaian mereka sembari menunggu Nia bangun.
Tapi saat
Angga baru selesai menyetlika tiba-tiba kakaknya datang. Angga sedikit bingung
kenapa kakaknya datang lagi padahal baru kemarin ia mengirim uang dan kakaknya
bilang akan membuat bisnis. Tapi Angga tetap membukakan pintu.
“Hai Kak,
tumben datang lagi,” sapa Angga sambil mempersilahkan kakaknya masuk.
Amel
tersenyum canggung lalu masuk dalam dan mendapati tumpukan baju yang baru
selesai di setlika Angga.
“Nia
kecapekan jadi aku yang kerjain urusan rumah,” ucap Angga menjelaskan sebelum
kakaknya salah paham.
Amel
mengangguk paham. Amel bisa memahami betapa pengertian dan sayangnya Angga pada
Nia, terlebih Nia yang sedang hamil anaknya juga.
“Gini Ngga…
Reno kambuh lagi asmanya…” ucap Amel langsung menyampaikan maksud dan tujuannya
datang menemui Angga.
Angga
terdiam ikut prihatin. Angga teringat pada Nia dulu saat memperjuangkan Ali dan
harus kehilangan putranya itu.
“Reno gak
bisa bepergian pakek motor. Sementara kita adanya cuma motor buat transportasi
sementara waktu,” ucap Adi ikut menjelaskan.
Angga
menatap keluar. Ada dua mobil di rumahnya. Tapi masalahnya mobil-mobil itu
bukan miliknya semua. Angga juga tak bisa memutuskan sesuatu sepihak saat ini.
“Aku gak
bisa ngasih keputusan Kak, aku harus ngomongin dulu sama istriku,” ucap Angga
sedih.
Amel
langsung murung, kecewa dengan jawaban Angga. Seketika pengertian Amel soal
rumah tangga dan hubungan yang tengah di jalin Angga dengan Nia adalah pengaruh
buruk. Terlebih sebelumnya Angga selalu memprioritaskannya dan sekarang tiba-tiba
tergantikan oleh Nia.
“Kalo
urgent banget, aku bisa kasih pegangan sejuta. Gak usah di balikin yang sejuta.
Buat pegangan berobat Reno,” ucap Angga lalu masuk untuk mengambil uang di
dompetnya.
Amel cukup
kesal dengan keputusan Angga. Angga yang biasanya bisa memenuhi segala
kebutuhannya tiba-tiba mementingkan Nia, bahkan untuk sekedar meminjamkan mobil
sementara waktupun di tolak.
“Gak usah
Ngga, aku paham kamu lagi butuh uang juga buat istrimu,” ucap Amel sedikit
kesal begitu Angga keluar membawa uang sejuta yang ia janjikan.
Angga
murung mendengar ucapan kakaknya. Angga hanya memiliki Amel sebagai keluarganya
dan Angga juga sangat menghindari pertengkaran dengan kakaknya itu.
“Bukannya
gitu Kak, aku udah kasih pinjaman sebelumnya. Itu juga udah semua dana darurat
yang aku punya dan aku tabung selama ini…”
“Iya-iya,
gapapa. Aku paham kok. Istrimu emang sepenting itu!” ketus Amel lalu bangun
dari duduknya.
Angga
mengusap wajahnya dengan gusar. Akhirnya dengan berat hati dan tak ingin cekcok
dengan kakaknya dan merusak hubungan kekeluargaannya. Angga akhirnya memberikan
kunci mobil dan STNK mobilnya.
“Gak usah
kalo gak ikhlas!” ketus Amel lagi lalu menarik tangan suaminya untuk pergi dari
sana.
“Ikhlas
Kak. Pakek aja mobilku,” ucap Angga yang akhirnya mengambil keputusan tanpa
membicaraan terlebih dahulu dengan Nia.
“Sayang…jangan
marah-marah gitu. Angga ada benernya juga, dia juga perlu ngomongin ke istrinya
juga,” ucap Adi berusaha membujuk Amel sebelum Angga berubah pikiran.
Amel
kembali duduk lalu menerima kunci mobil beserta STNK dan uang pegangan dari
Angga.
Angga pergi
ke mobilnya untuk mengeluarkan barang-barangnya sebelum mobilnya di bawa Amel.
Ada begitu banyak barang miliknya dan milik Nia yang biasa bepergian dengan
mobil itu. Tapi dengan berat hati tetap Angga keluarkan dari sana.
“Loh ada
Kak Amel,” sapa Nia setelah mandi dan mengenakan dasternya.
Amel hanya
diam tak membalas sapaan Nia dan hanya Adi yang tersenyum membalas sapaan istri
dari iparnya itu.
Nia keluar
karena tak mendapati suaminya disana. Nia cukup kaget melihat Angga yang
mengeluarkan barang-barang dari mobilnya. Namun ia hanya bisa diam, Nia
teringat dulu mantan suaminya juga pernah begitu padanya.
“Maaf ya,
mobilku mau di pinjam Kak Amel buat sementara waktu. Reno gak kuat kesehatannya
kalo bepergian pakek motor terus,” jelas Angga lembut setelah mengeluarkan
semua barang-barangnya.
Nia
tersenyum lalu mengangguk paham. “Iya gapapa, kan masih bisa pakek mobilku,”
ucap Nia lembut penuh pengertian pada Angga.
“Ini Kak,
dah bisa pakek mobilnya,” ucap Angga pada Amel.
Amel
langsung bangun dan menaiki mobil Angga bersama Adi yang belum sempat pamit
itu. Amel tampak masih sangat kesal pada Angga. Bahkan ia juga tak mengajak
bicara Angga setelahnya dan memilih langsung pulang dengan membawa mobil Angga
tersebut.
“Maaf ya,
aku gak ijin dulu sama kamu…” ucap Angga murung.
Nia
merangkul Angga lalu menghela nafas. “Aku laper, jelasin sambil makan yuk!”
ajak Nia lembut karena tau suaminya juga pasti sedang dalam kondisi yang buruk
hingga mengambil keputusan seperti itu.