BLANTERORBITv102

Bab 28 – Bunga

Sabtu, 20 Juli 2024

“Kak Bian!” sambut Eve begitu Bian sampai rumah.

Bian tersenyum getir lalu memeluk Eve. Bian memejamkan matanya, berharap ketika membuka matanya nanti Eve yang ia peluk berubah jadi Anna. Meskipun harapannya terdengar begitu konyol dan memalukan.

“Aku kangen sama Kak Bian,” ucap Eve yang sudah memasuki bangku perkuliahan juga.

Bian tersenyum lalu mengangguk. Bian begitu kelu menjawab ucapan Eve, rasanya segala kemanjaannya dan seluruh perasaannya sudah ia berikan seutuhnya hanya untuk Anna.

“Aku bikin iga panggang kesukaanmu,” ucap Eve sembari merangkul Bian masuk ke dalam rumahnya sendiri.

“Sepi…” lirih Bian.

Rumah Bian selalu terasa sepi dan hampa sejak ayahnya meninggal bertahun-tahun yang lalu. Pelayan memang ada banyak, tapi tetap terasa sepi bagi Bian. Tapi jika ibunya ada disana suasana juga tidak akan menjadi lebih baik. Suasana yang semula sepi akan menjadi menegangkan.

“Aku bakal sering kesini kalo Kak Bian bolehin,” ucap Eve menawarkan diri.

“Kenapa tidak ada sayuran?” tanya Bian melihat makanan yang tersaji untuknya.

“Kak Bian kan gak suka.”

“Suka, aku pengen makan sayur.”

Pelayan langsung datang dan buru-buru menukar makanan Bian dengan menambah sedikit sayur. Bian hanya diam memandang makanannya. Benar sudah ada sayurannya. Tapi ini bukan yang Bian mau. Ia merindukan masakan yang Anna buat dan siapkan untuknya.

Bian merindukan masakan rumahan yang rasanya tidak setabil dan yakin selalu enak. Bian merindukan masakan yang Anna buat sekenanya dengan bumbu dan bahan seadanya. Makan sambil menonton TV tanpa perlu table manner dan segala kesopanan yang harus ia junjung tinggi. Makanan yang ia nikmati tiap suapnya dan bukan hanya sebatas melewati kerongkongannya saja.

“Tadi katanya Kak Bian mampir ke florist ya?” tanya Eve.

Bian menatap Eve sembari menyelesaikan kunyahannya.

“Terus bunga buat aku mana?”

“Apa aku harus melaporkan segala hal yang ku jalani? Apa aku harus kamu awasi 24/7? Apa aku harus membelikanmu bunga tabur juga? Apa kamu gak tau aku punya batasan pribadi? Apa kamu gak paham apa itu privasi?” cecar Bian begitu marah ketika sadar jika supir yang menjemputnya bukan supirnya sendiri.

“T-tapi aku kan hanya bertanya, kenapa Kak Bian semarah ini…” lirih Eve dengan alis berkerut dan langsung berkaca-kaca.

“Sepertinya menghabiskan hidupku bersamamu seperti menjadi tahanan dalam kota,” sarkas Bian.

“Kak Bian kan bisa bilang kalo…”

Bian bangkit dari duduknya lalu pergi ke mobil yang ia naiki sebelumnya mengambil bunga tabur yang ia beli lalu melemparkannya di wajah Eve. Sopir yang di minta Eve untuk menjemput Bian berlari mengikutinya dan bersiap pasang badan untuk melindungi Eve.

“Kamu di pecat! Kamu berhak pergi dan enyah dari hadapanku!” bentak Bian pada Andy.

“Jangan! Kak Bian gak ada hak buat pecat Andy!” bentak Eve.

“Lalu kamu berhak memata-mataiku?”

Eve diam ia salah dan semakin ia membela diri, ia akan semakin salah dan terpojok.

Bian langsung masuk dan masuk kedalam lift meninggalkan Eve bersama supir sekaligus pengawalnya. Eve mulai menangis tersedu-sedu, pelayan di rumah Bian hanya diam seolah apa yang terjadi adalah hal yang wajar dan sudah biasa.

“Nona…”

“Aku mau pulang,” sela Eve yang langsung mengambil tasnya dan pergi bersama Andi kembali ke rumahnya.

Eve benar-benar tak menyangka Bian akan berkata begitu pedas bahkan sampai melempar bunga tabur yang ia beli ke wajahnya. Eve hanya ingin memastikan apakah Bian masih pergi ke tempat Anna atau tidak. Hanya memastikan apakah Bian benar-benar memulai kehidupan barunya atau tidak. Sebatas itu saja, namun setelah kemarahan Bian ia jadi sadar jika ia sudah keterlaluan.

“Tadi Tuan Bian…”

“Cukup Andi, tidak perlu. Aku tidak butuh informasi soal Kak Bian lagi. Aku tidak bisa terus memata-matainya,” potong Eve yang masih berurai airmata.

Andy diam, ia benar-benar merasa iba pada Eve yang terus berusaha menjadi ideal dan sempurna untuk Bian yang begitu dingin dan kasar padanya. Andy merasa Eve berhak mendapatkan pria yang jauh lebih baik daripada Bian. Namun saat Andy menatap pantulan wajahnya di sepion, ia sadar jika hanya Bian pria terbaik dan yang paling pantas bersandang dengan Eve.

***

Anna selalu menjadi kebanggaan dan kesayangan bagi keluarga El-baz yang akan menjadi besan keluarga Seymour. Devi selalu membanggakan calon menantunya itu ke semua orang. Anna begitu senang menerima perhatian dan perlakuan yang Devi berikan padanya. Ia hampir tidak akan pernah bisa merasakan ini jika ia masih bersama Bian.

“Calon mantuku ma pinter masak, kemarin aku di bawain masakannya enak banget,” puji Devi yang begitu senang membanggakan Anna.

Anna tersenyum sumringah mendengar pujian Devi.

“Wah, Boni nani jadi gemuk ini kalo istrinya pinter masak,” puji yang lain menimpali.

“Anna kan ambil jurusan gizi, pasti bakal di jagain banget kesehatan suaminya,” ucap yang lain sudah saling bersautan dengan sendirinya.

Boni tersenyum lalu menggenggam tangan Anna. Keduanya tampak bahagia berkumpul bersama ibu-ibu sosialita. Sampai akhirnya Anna pulang bersama Tania. Devi berusaha membawakan segala yang bisa ia berikan untuk calon besannya. Sementara Tania dan Anna begitu sungkan menerima segala pemberian dari Devi.

“Hati-hati di jalan…” ucap Devi dengan ramah dan hangat mengantar kepergian Tania dan Anna sambil melambaikan tangannya bersama Boni.

“Kayaknya Boni jauh lebih baik daripada Bian, ya?” ucap Tania yang coba membuka pembicaraan dengan bergosip. Menurut Tania semua perempuan pasti suka bergosip dan ini adalah langkah yang tepat untuk memulainya.

Anna tersenyum. “Yang lalu biar berlalu, Ma,” ucap Anna yang enggan membandingkan dua pria yang mengisi hatinya.

Tania tersenyum, sepertinya cara itu tidak berlaku untuk semua orang. Anna bukan tipe perempuan yang senang bergosip dan selalu berhati-hati saat bicara. Meskipun mendekati Anna bukan hal yang sulit seperti saat mendekati Lidia, namun sejujurnya Tania ragu apakah ia sudah berhasil mencuri hati Anna atau belum. Anna seperti air tenang yang menghanyutkan.

Begitu sampai rumah Anna langsung masuk ke kamarnya. Ia terdiam melihat sebuah buket bunga berwarna putih. Anna mendekat dan mendapati adanya kartu ucapan dari Bian. Nafasnya langsung terasa begitu sesak. Setelah tepat dua tahun menjalani kehidupan bebasnya kini Bian kembali mendekatinya lagi.

“Aku merindukanmu, ini hari ulang tahun anak kita kalo kamu ingat. Aku memikirkanmu setiap saat. Aku sangat mencintaimu, tidak akan pernah tergantikan sampai kapanpun.”

Anna mengusap wajahnya lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Airmatanya mengalir, pikirannya kembali kalut. Ia ingat betapa egoisnya Bian, betapa kejamnya Bian hingga ia kehilangan ibunya bahkan di saat terakhirnya pun Anna tak bisa menemani, Bian juga terus mengurungnya tanpa alasan yang masuk akal, hingga ia keguguran sekalipun. Terlalu banyak kenangan buruk yang Bian tinggalkan untuk Anna.

Anna tak mau menemui Bian. Anna tidak mau terkurung dalam pengaruh kuasa Bian lagi. Anna tidak mau menggadaikan kebebasannya lagi. Anna sudah bebas dan memiliki pasangan yang jauh lebih baik daripada Bian. Anna ingin mengubur semua ingatannya bersama Bian. Tapi sejenak ia juga teringat pada janinnya yang keguguran dua tahun lalu.

“Anakku…” lirih Anna lalu memasukkan kartu ucapan Bian kedalam lacinya dan pergi keluar untuk membuang buket bunga pemberiannya.

***

Bian tak mendapat tanggapan apapun dari Anna, ia memutuskan untuk kembali mengirim bunga untuk Anna. Bian kembali pergi ke toko bunga, memilih bunga yang sama seperti sebelumnya juga sebuah keranjang bunga tabur. Kali ini Bian pergi sendiri, ia masih merasa trauma dan tidak nyaman setelah insiden supir kemarin.

Tapi sayang tepat ketika Bian sampai di rumah keluarga Seymour, ia melihat pelayan yang membuang buket bunganya kemarin. Bian mengerutkan keningnya lalu coba menghentikan pelayan itu.

“Iya Tuan?”

“Bisa aku memeriksa buket bunga itu?” pinta Bian.

Pelayan itu langsung memberikan buket bunga itu pada Bian. Bian langsung mencari kartu ucapannya yang barang kali masih tertinggal disana dan Anna tak sempat membacanya.

“Apa ada kartu di dalamnya? Kartu ucapan?” tanya Bian dengan panik.

Pelayan itu menggeleng.

“Kartu ucapan seperti ini?” Bian menunjukkan kartu ucapannya yang ada di dalam buket bunganya yang baru.

Pelayan itu langsung menurunkan plasik sampahnya dan membantu Bian mencari kartu yang ia maksud. Tapi itu plastik sampah pertama yang di buang dari rumah keluarga Seymour dan kartu yang Bian cari tidak ketemu. Bukannya panik kali ini Bian malah tersenyum dan tampak lega.

“Yasudah tidak apa-apa, aku mau memberikan yang baru saja untuk Anna,” ucap Bian setelah puas mencari.

Pelayan itu mengerutkan keningnya heran namun ia langsung mengangguk dan tersenyum. Keluarga Griffin memang sulit di tebak, pikir pelayan itu.

“Nona Anna tidak di rumah, pagi tadi sudah pergi ke kampus.”

“Kalau begitu aku menitipkan ini saja,” putus Bian lalu memberikan buket bunganya pada si pelayan lalu pergi dari sana.

Andy memperhatikan bian di kejauhan lalu mengikuti mobil Bian yang pergi dari rumah keluarga Seymour. Bian kembali pulang kerumahnya, Andy sempat menunggu di depan rumah keluarga Griffin, namun hingga sore Bian sama sekali tidak pergi lagi. Hingga menjelang malam Melania tampak bersama rombongan pengawalnya sampai di rumah, barulah Andy pergi darisana.

***

Anna begitu senang bisa memilih cincin tunangannya bersama Boni juga sebuah gaun dan setelan jas khusus untuk acara tunangannya. Boni juga sudah membahas soal rumah yang akan mereka tinggali kelak dan sudah dalam proses pembangunan oleh keluarganya sebagai hadiah pernikahan kelak. Segala persiapan benar-benar di persiapkan dengan matang.

Boni juga sudah memposting vidio jalan-jalannya sebagai pembukaan channel youtube yang rencananya akan menjadi jurnal cinta mereka. Anna jadi semakin bahagia dan senang karena Boni selalu membanggakannya dan memamerkan hubungannya tanpa sungkan dan kekhawatiran.

“Besok aku mau ada tanding basket, kamu bisa dateng kan?” tanya Boni pada Anna.

Anna langsung mengangguk dengan semangat. “Aku bakal bawain bekal sehat buat kamu,” ucap Anna begitu senang. “Sayang pengen aku bikinin apa?” tanya Anna antusias.

Boni tertawa senang mendengar pertanyaan Anna. Ini adalah kalimat yang selalu ia ingin Anna katakan padanya.

“Aku suka tumisan brokolimu, sama rice bowl yang kamu bikinin waktu kita jalan di kebun binatang kemarin itu loh,” ucap Boni yang langsung rikues menu kesukaannya.

Anna mengangguk sambil mengacungkan dua jempolnya. “Oke siap! Aku bakal bikinin menu piknik kita lagi!” ucap Anna dengan semangat.

Boni mengangguk lalu berbelok menuju rumah Anna. Boni benar-benar mengerti sekarang kenapa Bian bisa begitu terikat dengan Anna. Boni awalnya memang mendekati Anna hanya sebatas agar Bian merasa kalah darinya saja. Tapi sepertinya taktiknya salah karena ia dan Bian tidak masuk dalam grup yang sama dan Bian juga tak mengikuti sosial medianya.

Meskipun begitu ketika ia menjalani harinya sebagai pasangan dengan Anna, ia mengerti betapa menyenangkannya Anna. Perhatian kecil yang Anna berikan, Anna yang mampu jadi pendengar yang baik, jujur dan sopan. Tapi daripada itu semua, Boni merasa dirinya benar-benar di butuhkan oleh Anna yang selalu memperlakukannya bak seorang pahlawan yang selalu dinanti-nantikan.

“Da, hati-hati…” ucap Anna begitu sampai di rumahnya sambil melambaikan tangannya dengan wajah yang begitu sumringah. “Ma, besok Boni mau ada tanding. Aku mau masakin bekal buat dia abis tanding nanti,” ucap Anna begitu memasuki rumahnya dan di sambut oleh Tania.

“Wah serunya! Sayang banget seminggu ini Mama harus nemenin Ayah dinas keluar negeri,” ucap Tania sedih.

Anna tersenyum maklum. “Gapapa, Mama hati-hati. Doain biar Boni menang ya,” ucap Anna lalu masuk ke kamarnya sementara Tania lanjut sibuk mempersiapkan keberangkatannya menemani suaminya dinas.

Anna kembali disambut oleh buket bunga pemberian Bian. Anna masih kaget dan tercekat. Ia merasa tali kekang yang Bian sebut dengan cinta itu kembali mengikat lehernya hingga nafanya sesak. Anna mendekat ke buket bunganya lalu mengambil kartu ucapannya.

“Anna tersayang, aku kangen sekali. Aku masih sangat mencintaimu, tidak ada yang berubah atas perasaanku. Hariku berjalan sulit dan terasa sangat lama saat aku tak dapat melihatmu. Ayo bertemu, hanya bertemu sebentar saja tidak masalah.”

Anna menghela nafas dengan berat. Hatinya sedikit goyah, Anna ingat betul betapa rapuhnya Bian. Bahkan di tiap kemarahan Bian yang diluapkan padanya, Anna masih bisa melihat jika bian hanya sedang menutupi sisi lemahnya. Anna ingin menemui Bian, tapi disisi lain ada hati yang harus ia jaga. 




Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.