Bab 05 – Jangan Pergi
Angela tersenyum sumringah
melihat Nana keluar dari kamarnya. Nana ikut tersenyum lalu mengelus rambut
Angela lembut dan berjalan ke kamar anak-anaknya. Angela mengekori Nana,
melihat Nana yang sedang menyiapkan seragam sekolah Alif dan Ahmad juga
mengecek isi tasnya. Angela hanya memperhatikan dalam diam di depan pintu.
"Angela nonton TV aja ya,
mama mau masak dulu," ucap Nana lalu menggandeng Angela ke ruang tengah
dan menyalakan TV.
Angela mengangguk lalu duduk
sambil menonton Teletubbies. Sesekali ia melihat Nana yang sibuk menyiapkan
sarapan dan Aji yang sibuk membantu anak-anaknya bersiap sekolah. Hanya Angela
yang tidak punya kesibukan.
"Kasih ke Angela,"
pinta Nana pada Aji sambil memberikan sepiring buah mangga.
Angela menatap buah mangga
yang lagi-lagi di potong kecil-kecil seperti buah naga kemarin. Di panti kali
ini semuanya terasa di desain memang untuk anak-anak. Tidak ada stop kontak
yang terbuka, tidak ada tempat yang terlalu tinggi menjulang hingga tak bisa di
gapai, potongan buah yang kecil, susu yang manis dan hangat, makanan baru
dengan nasi yang baru pula, tidak ada bentakan, tidak ada makian. Ini rekor
untuk Angela, sudah lebih dari 24 jam dan tak ada yang memakinya.
Angela melangkah ke dapur
melihat Nana yang sibuk menumis bumbu nasi goreng. Harumnya tercium ke semua
penjuru rumah. Bawang merah, bawang putih yang di haluskan di tumis bersama
kacang polong, potongan wortel, dan suwiran ayam jadi satu. Lalu semangkuk nasi
putih yang di keluarkan dari kulkas.
Angela langsung bergidik dan
menyeringitkan keningnya. Angela tidak suka makan nasi dari kulkas yang jadi
berlendir dan berbau seperti di rumahnya dulu. Angela kerap makan nasi lama
yang di simpan di kulkas dengan sayur yang juga di simpan di kulkas tanpa di hangatkan.
Pengasuhnya terlalu malas untuk menghangatkan makanan. Jadi mau tidak mau
Angela makan apa yang di berikan untuknya meskipun Angela tau setelah makan itu
ia akan terus ke kamar mandi dan tainya akan jadi sangat encer.
Tak lama Nana kembali mengeluarkan
bahan makanan dari kulkas. Nuget dengan tepung panir yang banyak lalu
menggorengnya. Angela bingung kenapa pengasuhnya yang baik ini akan menyajikan
makanan dari kulkas juga. Angela sedikit sedih tapi ia masih saja diam dan
terus memperhatikan Nana.
"Kenapa Angela? Mau
minum?" tanya Nana saat menyadari Angela terus memperhatikannya.
Angela langsung tersenyum,
bingung menjawab apa. Nana langsung mengambilkannya gelas plastik lalu
mengisinya dengan air putih. "Sana nonton TV dulu..." perintah Nana
sambil menggiring Angela pergi dari dapurnya.
Angela menggeleng.
"Yaudah duduk sini aja temani mama..." ucap Nana lalu mengambilkan
kursi kecil untuk Angela.
Angela masih tersenyum lalu
duduk memperhatikan apa yang di lakukan Nana.
"Angela suka nasi goreng
tidak? Mama bikin nasi goreng pakek nuget sama telur ceplok. Kakak Alif sama
adek Ahmad suka..." Nana memulai obrolan dengan Angela yang selalu diam
dan hanya tersenyum saat Nana menoleh menatapnya. "Angela biasanya
sarapannya apa?" Angela masih saja diam dan Nana masih sibuk menyiapkan
sarapan. "Masih malu-malu ya."
Sebenarnya Angela suka
mengobrol dan banyak bicara. Tapi tiap Angela ingin buka suara, Angela selalu
teringat pengasuh dan mamanya akan membentaknya, memaki, melemparinya dengan
barang-barang keras, dan menyuruhnya diam. Angela suka Nana, Ahmad, Alif bahkan
Aji mengajaknya bicara tapi Angela selalu menjawabnya dari dalam hati.
"Wah ada mangga! Ini
punya siapa?" tanya Alif, Angela mengangkat tangannya tanpa berani
mengucapkan apapun. "Aku minta ya!" pinta Alif yang di angguki Angela
sambil tersenyum.
"Ayo sini Angela!"
ajak Nana sambil membawa sepiring nuget ke ruang makan.
Angela langsung mengikuti Nana
dan duduk manis menunggu yang lain berkumpul di meja makan. Tak lama Ahmad
datang, Ahmad sudah rapi dengan rambut yang di sisir dan sedikit minyak rambut,
sragam yang di masukkan, ikat pinggang, kaos kaki. Alif juga tak beda jauh. Aji
juga tampak lebih tampan dengan setelan kantornya. Rapi.
"Nanti papa sama mama mau
pergi ke rumah keluarganya Angela... " Aji membuka obrolan sambil mulai
sarapan.
"Kenapa?" tanya
Ahmad dengan alis bertaut.
"Angela kan punya
keluarga, pasti keluarganya khawatir kalo Angela di titipin ke sini."
"Tapi kalo khawatir
harusnya Angela langsung di titipin ke keluarganya Pa, ga pakek di titipin ke
sini segala... " Alif menanggapi.
"Mungkin mamanya Angela
panik jadi langsung milih di titipin ke sini..."
"Yaudah Jejela di sini
aja terus sampe kuluarganya dateng jemput dia." Ahmad berusaha
mempertahankan Angela agar tetap tinggal di rumahnya.
Angela hanya diam menatap Alif
dan Ahmad yang adu argumen dengan Aji untuk mempertahankannya di sini. Angela
senang ada yang menginginkannya untuk tinggal, ini pertama kalinya ada orang
yang menginginkannya untuk tinggal setelah selalu di usir dan memohon agar di
biarkan tetap tinggal. Tapi rasanya sekeras apapun Alif dan Ahmad berusaha
mempertahankannya, Aji selalu punya jawaban untuk menangkisnya.
"Mungkin keluarga Angela
lagi bingung cariin Angela, jadi apa salahnya kalo mama sama papa anterin dia
pulang?" Nana ikut menguatkan argumen suaminya.
Alif menggenggam tangan Angela
sambil menatapnya sedih, Ahmad ikut menggenggam tangan Angela. Keduanya
sama-sama tidak mau bila Angela harus keluar dari rumahnya. Angela menatap Alif
lalu menatap Ahmad. Angela tidak paham kenapa mereka begitu khawatir bila ia di
pulangkan ke keluarganya. Angela sendiri merasa kembali ke keluarganya adalah
ide yang bagus, apa lagi ada kemungkinan ia di cari seperti apa yang di katakan
Nana, atau mungkin keluarganya khawatir padanya seperti kata Aji. Jadi apa
salahnya pulang? Pasti ia akan dapat perlakuan lebih baik. Angela yakin.
●●●
Setelah sarapan dan mengantar
Alif juga Ahmad ke sekolah. Angela di bersama Nana dan Aji pergi ke rumah orang
tua Wulan. Angela senang-senang saja tiap hari di ajak pergi keluar dengan dua
pengasuh barunya yang begitu baik. Apa lagi ia akan pulang ke rumah
keluarganya. Nana juga sudah mengemasi barang-barangnya, kecuali beberapa baju
yang masih di jemur.
Angela sudah membayangkan ia
akan dapat sambutan hangat. Angela berharap ia akan di sambut dengan pelukan
dan ucapan-ucapan lembut. Angela sangat yakin bila ia pasti sudah di
nanti-nantikan, di khawatirkan. Angela tak bisa menyembunyikan perasaan
senangnya akan segera bertemu dengan keluarganya dan mungkin di sana ada
mamanya juga.
"Ya ampun Angela! Mama
kangen sama Angela! Dari mana saja Nak?" Angela membayangkan mamanya akan
mengatakan itu saat ia datang sambil memeluknya erat dan menciuminya lembut,
lalu Angela akan menceritakan banyak hal yang ia lalui di rumah pengasuhnya
yang baik ini.
"Ma, kalau nasi di taruh
kulkas. Terus di masak rasanya enak sekali, mama pasti suka! Mama Nana pintar
memasak, aku liat. Nanti kita coba ya!" Angela sudah membayangkan ia akan
menceritakan apa yang ia lihat di rumah pengasuh baiknya pada mamanya.
Angela begitu senang, sambil
menatap jalanan Angela terus membayangkan sesuatu yang indah-indah. Angela tak
pernah kapok akan angan-angannya yang tak pernah terwujud satupun dan ia masih
saja membuat angan-angan baru tiap kali angan-angannya pupus. Never stop
dreaming.
"Wah! Mas Aji! Lama
sekali tidak ketemu. Ada apa Mas?" tanya satpam yang berjaga di depan
gerbang rumah orang tua Wulan dengan ramah begitu melihat Aji.
"Mau ketemu ibu, ibu ada?
Mau nganter Angela." Aji menoleh sekilas pada Angela yang duduk di
belakang.
Satpam itu menoleh ke arah
Angela, senyumnya yang tadi begitu sumringah bisa bertemu dengan Aji lagi
langsung hilang. "Ibu ada, tapi saya gak yakin mau ketemu Angela."
Aji langsung mendelik bingung,
lalu menatap istrinya dan Angela yang sumringah bergantian. Aji sadar ada
sesuatu yang salah pada Angela atau lebih tepatnya pada Wulan yang berimbas ke
Angela. Nana juga jadi tak yakin ini pilihan yang tepat. Tapi keduanya tetap
nekat bertemu, apa lagi gerbang sudah terlanjur di buka. Jadilah Aji dan Nana
mengantar Angela ke keluarganya.
Aji turun lebih awal begitu
sampai, tampak pemilik rumah dan pembantunya menyambut hangat dan begitu ramah
dengan kehadiran Aji. Aji bahkan langsung di persilahkan masuk, tapi begitu Aji
melambaikan tangannya memberi kode agar Nana dan Angela turun. Mantan ibu
mertuanya yang semula senang langsung berubah.
Bila hanya bertemu Nana saja
sudah membuat moodnya turun. Apa lagi saat melihat Angela. Wajahnya memerah
padam, tangannya terkepal, giginya bergemeletuk menahan marah dalam mulutnya
yang terbungkam. Angela tersenyum senang melihat wanita tua yang begitu anggun
itu. Angela tak yakin ia saling berkeluarga. Tapi karena melihat Aji mendapat
sambutan dengan ramah dan baik Angela yakin itu adalah orang baik yang menjadi
keluarganya sesuai yang di maksud Aji dan Nana.
"Itu omanya Angela...
Ibunya mamanya Angela..." ucap Nana sambil memberikan dorongan pada Angela
agar mendekati mantan mertua Aji itu.
Tapi baru Angela mengangkat
kakinya hendak mendekat. Wanita tua itu langsung mundur menjaga jarak darinya
lalu mendorong Angela dengan tongkat bantu jalannya. Angela menatapnya polos,
Angela bingung kenapa wanita tua ini menjauh dan mengambil jarak darinya. Tak
lama pembantu datang membawa teh hangat untuk di suguhkan pada tamu kali ini.
Tapi dengan cepat wanita tua itu mengambil segelas teh hangat lalu
menyiramkannya pada wajah Angela yang menatapnya dengan polos cenderung memelas
itu. Tak cukup sampai di situ, Angela yang kaget dan gelagapan itu langsung di
pukul dengan gelas tepat di kepalanya dengan begitu keras hingga gelasnya pecah
dan kepala Angela terluka.
Angela langsung mengusap
kepalanya dan melihat darah yang membasahi tangannya. Angela hanya tersenyum,
tanpa terisak, tanpa mengatakan apa-apa dengan air mata yang langsung mengalir.
Nana dan Aji langsung menarik Angela, Nana langsung menggendong Angela.
Berusaha melindunginya. Aji pun begitu.
"Anak pembawa sial! Anak
jelek! Anak haram! Sampah masyarakat! Jauhkan anak jelek itu! Bunuh! Pembawa
sial! Kalo bukan gara-gara kamu Wulan pasti bersinar! Pengrusak!" maki
wanita tua itu lalu kembali melemparkan gelas pada Angela dan berusaha
memukulinya meskipun langkahnya gemetar dan terhuyung-huyung. Dalam suara yang
bergetar dan sisa-sisa tenaga yang ia miliki wanita tua itu masih saja ingin
menyingkirkan Angela. "Bawa dia ke panti! Biar dia kubunuh di sana! Ku
potong-potong badannya! Anak haram sialan!"
Angela hanya tersenyum sambil
menatap wanita tua itu dengan air mata yang terus mengalir dan tangan yang
menutupi kepalanya yang terluka. Angela sudah tidak heran lagi bila ia di maki
dan mendapat kekerasan fisik secara mendadak dari orang yang baru ia temui dan
tak ia kenali sebelumnya. Entah apa yang salah padanya, tapi rasanya orang-orang
itu merasa wajar bila berbuat buruk padanya.
Aji langsung membawa Angela dan Nana pergi dari sana. Rasanya semua sekarang benar-benar jelas, alasan kenapa Angela di titipkan padanya. Nana menatap penuh khawatir pada Angela begitu pula dengan Aji yang khawatir pada Angela dan langsung membawanya kerumah sakit untuk di obati. [Next]