BLANTERORBITv102

One Night Stand 📚

Senin, 29 Juli 2024

Bab 1 – Pelukan Hangat

Dave ikut datang menemui ibunya yang lagi-lagi bercerai dengan suaminya. Ini kali pertama Dave datang menemui ibunya setelah bercerai dari ayahnya, Antonio Mcclain. Ibunya sudah tiga kali menikah, tapi ini adalah perceraiannya yang paling alot dan menjadi sorotan media, karena bercerai dengan seorang pemilik rumah produksi film.

Penelope Culkin sebenarnya bukan wanita yang hidup terbiasa di bawah sorot kamera meskipun ia terbilang sangat cantik. Bahkan di usianya yang tak lagi muda seperti sekarang saja ia masih terlihat sangat cantik. Pertama ia menikah dengan ayah Dave, Antonio Mcclain di usianya yang masih 16 tahun. Lalu bercerai saat usia Dave masih 7 tahun yang membuat Dave hanya mengingat hal buruk soal ayahnya. Tapi di pernikahannya yang ke dua dengan seorang pejabat dan di karuniai seorang anak laki-laki Dave mulai di abaikan dan tiba-tiba ia di pulangkan kembali ke ayahnya.

Dave tak pernah lagi berkabar dengan ibunya sampai, Mr. Glen Rowland meninggal serangan jantung di akhir masa jabatannya sebagai anggota dewan. Tepat sebelum ia menjadi tersangka korupsi perijinan penjualan kokain. Baru setelah itu ibunya berkenalan dengan seorang sutradara yang akhirnya menjembatani perkenalannya dengan Andre O'neal, suaminya yang sekarang.

Penelope bukan wanita bodoh, meskipun terlahir dari keluarga yang miskin. Ia sangat benci dan jijik pada pria kere yang haus kasih sayang. Itu juga yang melandasinya meninggalkan Antonio juga Andre sekarang. Ia muak akan ke gagalan dan hidup susah. Penelope juga sangat enggan menilik kembali masa lalunya yang ia nilai akan menghambat langkahnya. Itu pula alasan mengapa ia meninggalkan Dave bersama ayahnya lalu memulai hidup baru dengan Mr. Glen.

Dave juga tidak pernah bertemu dengan adik-adiknya yang lain sebelumnya. Seperti Daniel Rowland dan Nathan O'neal, baru sekarang ini ia bertemu dengan mereka. Itu pun karena ibunya sangat membutuhkan pengacara dan ia punya pengacara terbaik di sana. Baru Penelope mencarinya dan mengenalkan kedua adiknya itu pada Dave sembari menanyakan kabar sebagai basa-basi.

"Aku tidak perlu banTuanmu, aku punya bisnisku sendiri... " ucap Daniel angkuh pada Dave, bahkan keduanya belum berkenalan. "Aku akan ke Jerman minggu depan, aku tidak mau ikut campur dengan urusan ibu."

Dave hanya diam mendengar ucapan Daniel. Lagi pula ia juga enggan beramah tamah dengan bocah angkuh ini.

"Aku Nathan, umurku 8 tahun. Aku bisa membaca, menghitung, memasang kancing baju, mengikat tali sepatu. Aku juga sikat gigi tiap malam... Iiiiii.... " Nathan jauh lebih baik dari Daniel. Nathan tampak antusias berkenalan dengan Dave meskipun ia takut saat melihat Dave yang begitu dingin.

"Dave Mcclain... Aku kakakmu yang pertama... " ucap Dave memperkenalkan diri pada Nathan sambil menjabat tangan kecilnya dan tersenyum agar suasana sedikit cair.

"Aku punya permen..." Nathan membagi permennya dengan Dave.

Dave hanya mengangguk sambil tersenyum. Nathan mirip dengannya, mungkin lebih imut Nathan. Sedikit. Tapi Dave ingat betul terakhir kali sebelum ia di buang ibunya, kurang lebih seumuran dengan Nathan ini.

"Dave, kau yang membantu wanita itu mengurus perceraiannya kenapa tidak masuk ke dalam? " tanya Daniel dengan begitu kasar menyebut Penelope dengan kata wanita itu.

"Aku tidak mau terlibat dengan masalah apapun yang mengangkut dengannya, tapi dia ibuku. Ibumu juga, jadi apa salahnya aku sedikit membantunya? "

"Apa benar kau anaknya? Kau lebih mirip seperti pacarnya... "

Dave menatap dengan jengah ke arah Daniel yang meragukannya. Dave tak bisa mewajarkannya hanya karena ia tak pernah bertemu sebelumnya. Daniel benar-benar remaja yang menyebalkan.

"Hanya karena kita dari ayah yang berbeda tidak berarti aku bukan anak Penelope juga," Dave berusaha menghindari percakapan dengan Daniel yang tampak membencinya. "Kau punya bisnis apa?" tanya Dave.

Seketika wajah Daniel memanas saat Dave menanyakannya soal bisnisnya. Padahal tadi ia begitu bangga akan bisnisnya. "B-ba-... "

"Bar Gay?" Dave mengalihkan pandangannya ke ponsel. "Sepertinya barmu cukup viral. Pantas saja kau begitu angkuh."

Daniel langsung menatap Dave kesal. Merasa Dave mengoloknya. Daniel tau Dave berjaya dengan perusahaan keluarga Mcclain. Daniel hanya anak yang gagal, bahkan ia bisa mendapatkan bisnisnya yang sekarang karena menjadi simpanan seorang pria tua yang begitu kaya dan tergila-gila padanya yang berkenalan saat pemakaman Mr. Glen.

"Dimana kalian akan tinggal?" tanya Dave.

"Kalian sudah akrab?" suara Penelope terdengar begitu senang melihat anak-anaknya yang sudah mulai mengobrol satu sama lain sebelum pertanyaan Dave di jawab. "Ibu titip Nathan ya, ibu ada urusan setelah ini. Besok ibu akan menjemputnya... " ucap Penelope yang langsung memberikan tas ransel kecil milik Nathan pada Dave.

Sementara Daniel langsung pergi begitu saja tanpa berpamitan dan berkata apapun. Daniel tidak bermaksud buruk dengan Dave, tapi ia akan selalu bersikap galak dan menjaga jarak ketika ia melihat pria yang begitu menggoda imannya seperti Dave. Padahal dari hatinya sendiri Daniel ingin mengenal kakaknya itu lebih jauh.

Tak lama setelah Daniel pergi dan Penelope yang menitipkan Nathan pada Dave, Penelope langsung pergi begitu saja tanpa berkata apapun karena sudah di telfon entah siapa berulang kali. Hingga hanya Dave dan Nathan yang bingung harus bagaimana.

"Tidak papa, aku juga saudaramu. Kita kerumahku... " ucap Dave menenangkan Nathan yang berkaca-kaca di tinggal sendiri bersama Dave yang belum dekat dan ia kenal baik.

Perasaan seperti yang Nathan rasakan sekarang pernah Dave rasakan. Persis seperti saat ibunya menitipkan pada ayahnya kembali. Dave seperti di bawa ke masa lalunya kembali saat melihat Nathan. Anak kecil yang kebingungan, tak berdaya, dan tidak tau kenapa hak asuhnya yang di ombangambingkan.

Menjadi anak baik saja tidak cukup, menjadi anak baik yang ramah juga tidak cukup, menjadi anak baik yang ramah dan pandai di segala mata pelajaran juga masih kurang. Dave ingat sekali ia sangat merindukan Penelope dan selalu berharap bisa menghabiskan waktu dengannya lagi. Tapi Penelope terus mengabaikannya dan tak pernah menemuinya, Dave di lupakan begitu saja. Bahkan Penelope tak pernah mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Meskipun ayahnya dan ibu sambungnya selalu ada untuknya. Dave selalu merasa kurang karena tidak ada Penelope.

"Aku akan keluar, kau bisa tinggal di sini semalam. Aku memanggilkan pengasuh untuk malam ini. Tidak usah takut... " ucap Dave begitu sampai apartemennya.

"Tidak usah memanggil pengasuh, aku bisa mengurus diriku sendiri... " ucap Nathan meyakinkan Dave kalau ia akan baik-baik saja.

Dave hanya tersenyum. "Kau anak yang baik... " puji Dave pelan.

"Iya, tapi orang tuaku tetap berpisah..." Dave mulai sedikit memperhatikan Nathan. "Daniel bilang kalau orang tuaku berpisah berarti aku nakal... " ucap Nathan sedih sambil menatap Dave.

Dave menggeleng. "Orang tua bercerai karena mereka ingin bercerai. Bukan salah anaknya. Anak-anak tetap anak-anak. Ini bukan salahmu... " ucap Dave menghibur Nathan. "Dulu orang tuaku juga bercerai, aku anak baik."

"Kenapa?" tanya Nathan.

"Ibuku tidak suka pria miskin, ayahku malah bangkrut. Jadi di tinggalkan."

"Itu tidak baik, jahat." Daniel tersenyum mendengar komentar Nathan. "Apa ayahmu sedih?"

Dave mengangguk. "Dia sangat sedih, aku juga sedih tidak bisa ikut ibuku lagi. Tapi sekarang aku sudah baik-baik saja."

"Berapa lama kau menangis?"

Ingin Dave menjawab hampir setiap hari hingga sekarang. "Satu hari... Aku menangis hingga aku lelah... " dusta Dave.

"Apa aku boleh menangis juga?"

"Tentu. Menangislah tidak papa."

"Tapi aku laki-laki... " Dave langsung tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Nathan yang menahan gengsi untuk menangis hanya karena ia laki-laki.

"Aku juga laki-laki, ayahku juga. Kau boleh menangis di sini. Aku akan merahasiakannya... "

Nathan tersenyum senang mendengar  Dave yang mau merahasiakan kalau ia menangis. Jadi Nathan tersenyum dan mulai menitihkan airmatanya yang sudah lama ia tahan.

"Menangislah yang puas... " ucap Dave. Benar saja setelah itu Nathan menangis dengan keras sambil memegangi tangan Dave yang duduk di sampingnya. Nathan lebih beruntung dari pada dirinya. Dulu Dave menangis sendirian sambil menyusuri jalan pulang ke rumah ayahnya. Sampai di rumah ayahnya juga Dave hanya sendirian di kamar.

Dave melebarkan tangannya bersiap memeluk Nathan. "Setelah menangis semuanya akan jadi lebih ringan dan baik dari sebelumnya... " bisik Dave sambil memeluk dan mengelus punggung Nathan. Nathan begitu hancur dan terguncang atas perceraian ini. Lebih dari kedua orang Tuanya yang bercerai. Tapi karena Nathan hanya anak-anak orang-orang hanya peduli pada hak asuhnya semata. Bukan perasaannya juga.

●●●

Sudah satu bulan ini, Dave kembali rutin menghabiskan malamnya di bar. Dari pada club malam yang akan menghiburnya tak hanya dengan minuman dan musik keras tapi juga wanita yang siap bungkus kapanpun dimanapun. Dave lebih memilih menghabiskan malamnya di dalam sebuah bar sepi di depan apartemennya.

Dave bahkan sampai membuat kartu member karena iseng dan memang sering ke sana. Dave senang di kerubungi wanita yang siap memuaskannya, tapi akhir-akhir ini Dave merasa lebih ingin bisa menenangkan diri dan perasannya. Di bar ini pula Dave biasanya akan menangis dan bicara tanpa henti mengatakan masalahnya.

"Seperti biasanya..." pesan Dave begitu duduk di depan meja bartender.

Allen langsung berusaha membuatkan minuman yang biasa Dave pesan. Ini kali pertama gadis muda berambut gelombang itu melayani Dave secara langsung. Biasanya ia hanya akan membersihkan bar atau mencuci gelas dan piring di dalam.

"Kau baru di sini? " tanya Dave setelah menyesap minumannya.

Allen langsung mengangguk dengan cepat. Tampak jelas ia sangat gugup di depan Dave, bahkan ia sudah berkali-kali mengelap tangannya yang pada apron yang ia kenakan.

"Kemana yang biasanya?" tanya Dave lalu menyodorkan gelasnya lagi untuk di isi ulang.

"T-ti-ti-tidak... Tidak masuk... S-sa-sakit... " jawab Allen gugup.

Dave merasa Allen yang gugup di depannya begitu lucu, tapi sayang tak cukup menyenangkannya hingga memunculkan senyuman. Baik Dave maupun Allen tidak bicara lagi. Allen yang merasa gugup dan tidak layak berbicara pada pelanggannya, sementara Dave tidak tau harus membahas apa. Dave terbiasa mendengarkan wanita-wanita penggoda yang terus mengoceh tentang hal-hal lucu yang mereka lalui untuk menghiburnya.

Tapi Dave cukup sadar untuk mengetahui ia datang ke bar ini bukan untuk di hibur kupu-kupu malam. Ini juga normal seperti di bar biasanya, hanya ia dan bartendernya yang hanya diam dan bicara hanya saat ia ajak bicara.

"Lagi... " ucap Dave dengab wajahnya yang mulai bersandar ke atas meja menahan kantuk dan pengaruh alkohol yang mulai menjalari tubuhnya.

Allen kembali menuangkan vodka ke dalam gelas Dave. Sudah hampir satu botol penuh di habiskan Dave sendiri. Allen sedikit khawatir melihat dave yang sudah tak kuat begitu tapi tetap menurutinya.

"Aku anak baik, nilaiku juga selalu bagus, aku yang terbaik di manapun..." Dave mulai meracau seperti biasanya ketika ia mabuk. "Ibuku tidak pernah memperdulikanku. Sedikitpun tidak pernah mengingatku. Bahkan di hari ulang tahunku pun ia tidak mengucapkan apapun... "

"Kapan ulang tahunmu?" lirih Allen bertanya pasa Dave yang mabuk.

Dave tersenyum. "Besok ulang tahunku, aku hanya ingin di peluk. Aku sudah bisa membeli apapun sendiri sekarang... "

Allen dan Dave sama-sama tidak bicara apapun lagi. Dave hanya menangis dalam diam sambil melamun. Dave terlihat seperti anak-anak yang begitu kesepian. Sejujurnya Allen sama sekali tidak tau latar belakang Dave, yang ia tau Dave hanya pria mempesona dan misterius, kebetulan menjadi pelanggan tetap di bar tempatnya berkerja. Kadang Allen mendengarkan Dave menangis sambil meracau meluapkan kesedihannya. Allen juga sering mendapat sedikit bagian dari tips yang di tinggalkan Dave.

"Jam berapa sekarang?" tanya Dave.

"23.30..." jawab Allen.

Dave kembali menyodorkan gelasnya untuk di isi kembali. Tapi bukan mengisi gelas Dave, Allen malah menyentuh tangan kokoh milik Dave yang begitu dingin. Allen menatap mata Dave yang sembab, keduanya saling bertatapan. Allen paham apa yang di rasakan Dave, ia juga di tinggalkan sendirian benar-benar sendiri. Bahkan panti asuhan tempatnya di besarkan juga bubarkan karena tak ada donatur dari manapun.

"Aku mengerti perasaanmu... " lirih Allen.

"Itu yang di katakan semua wanita padaku. Lalu mereka akan berusaha mendekatiku dengan cerita-cerita menyedihkan tentang masa lalunya. Terlalu klasik... Mana minumanku? "

Allen kembali tersadar. Ia dan Dave berbeda. Ia hanya pelayan dan Dave adalah pelanggan yang menjadi raja di bar ini.

"Sudah aku mau pulang... " Dave mengeluarkan beberapa lembar bahkan nyaris semua uang yang ada di kantungnya tanpa menghitung terlebih dahulu. "Sisanya tips... " ucap Dave sambil terhuyung-huyung berusaha bangkit dari duduknya dan berjalan keluar.

"Tuan, siapa namamu?" tanya Allen sambil berjalan buru-buru menuju Dave setelah melihat jam.

"Dave... " jawab Dave singkat.

Allen langsung memeluk Dave dari belakang. "Selamat ulang tahun Tuan Dave... Semoga panjang umur dan bahagia... " ucap Allen memberanikan diri mengabulkan permintaan Dave yang ingin di peluk saat hari ulang tahunnya.

Dave tak bisa berkata apa-apa saat Allen tiba-tiba memeluknya. Gadis itu lebih pendek darinya, badannya juga kurus, tapi pelukannya terasa begitu hangat dan menenangkan Dave yang sedang kacau. Rasanya sulit di terima Dave kalau ini nyata, ia terlalu mabuk untuk mengakui ini nyata. Dan terlalu sadar untuk mengamini bila ia merasa benar-benar nyaman saat ini.

"Aku tidak membayarmu untuk melakukan ini... " ucap Dave sambil tertawa pelan.

"Tidak usah di bayarpun aku akan senang hati melakukannya untukmu... " jawab Allen lalu melepaskan pelukannya dari Dave.

Dave menatap Allen sejenak, mustahil ada wanita yang memeluknya secara cuma-cuma. "Kamu pelacur dengan rayun terbaik yang pernah ku dengar... " sarkas Dave sebelum meninggalkan bar itu.

"Maaf tapi aku bukan pelacur... " ucap Allen sebelum Dave benar-benar pergi.

●●●

Dave ingat betul bagaimana cara Allen memeluknya semalam. Jelas itu bukan cara pelacur memeluk seperti biasanya. Pelukannya hangat dan terasa begitu tulus. Tidak menggerayanginya dan memancing nafsunya seperti pelacur lainnya. Tangan Allen melingkar di pinggang Dave sambil memberi jarak agar payudaranya tidak tertekan dengan punggung Dave.

Cara Allen menggenggam tangannya juga berbeda. Ia tak mencoba merayu Dave. Rasanya Allen memang benar-benar ingin mengerti atau memang ia sudah mengerti perasaan Dave seperti katanya semalam. Tapi dari itu semua yang paling membuat Dave kesal adalah ia belum berkenalan dengan Allen bahkan belum tau siapa namanya.

Bahkan Dave hanya mengingat wajahnya saja, dengan rambut bergelombang dan penampilan yang tidak menarik. Sama sekali tidak spesifik dan sulit di jelaskan bila ia akan mencari Allen.

Maka sebelum Dave benar-benar kesulitan mencarinya ia benar-benar pergi mencari Allen ke bar tempat ia bekerja. Tapi sayang saat Dave tiba bar itu tutup. Besoknya Dave kembali datang lagi dan masih tutup, begitu terus hingga seminggu menunggu. Tapi sialnya saat bar buka Allen tidak ada di sana.

"Mana gadis itu?" tanya Dave pada bartender yang biasa melayaninya.

"Gadis? Oh! Maksudmu Allen...  Dia sudah tidak bekerja di sini... Bos tidak mampu membayar cukup karyawannya jadi Allen di pecat... "

"Hah?! Di pecat?!" Dave begitu kaget. Hilang sudah kehangatan yang belum sempat ia cicipi lebih dalam itu. "Sekarang di mana ia bekerja? Dimana rumahnya? Siapa namanya?" Dave langsung mencari informasi tentang Allen sebanyak yang ia bisa.

"Aku tidak tau di mana rumahnya, tapi ku dengar dia bekerja di restoran cepat saji."

Sial! Baru kali ini ada wanita yang meninggalkan Dave begitu saja tanpa berusaha memberikan kontak apapun padanya. Bisa-bisanya, seorang Dave Mcclain di tinggalkan oleh seorang wanita murahan. Dave benar-benar tertantang untuk bisa menemukan Allen lagi, apa lagi Allen sudah menggenggam tangannya dan memberikan pelukan hangat yang Dave inginkan di hari ulang tahunnya.

Apa Allen bekerja seperti Nanny McPhee yang hanya ada saat di butuhkan dan hilang saat di inginkan? Tapi apapun itu Dave tetap menginginkan Allen dan kehangatan yang ia punya lagi. Apapun caranya Dave harus menemukannya lagi!

 


 

Bab 2 – Makan Malam

Lily Allen, namanya mirip seperti seorang penyanyi berkebangsaan Inggris. Tapi Allen sama sekali tidak mirip dengannya. Alamat rumahnya juga sudah pindah. Ia tidak tinggal di apartemen kecil kumuh itu lagi. Nomor teleponnya tidak ada, emailnya lama sekali tidak di balas. Bahkan Dave tidak pernah menunggu balasan email selama ini.

Dave kesal sekali tidak bisa menemukan Allen. Dia tinggal di kota yang padat tapi negaranya cukup kecil dan tidak termasuk negara kepulauan. Tidak mungkin Allen akan berpindah pulau, kota, atau negara dengan mudah. Dari informasi yang Dave terima, kondisi perekonomian Allen sangat memprihatinkan meskipun ia hanya menghidupi dirinya sendiri. Tapi kembali lagi, Dave tetap kesulitan mencari Allen.

"Dave, ibumu akan makan malam bersama keluarga kita. Apa kau bisa datang nanti?" tanya Antonio Mcclain pada putra sulungnya yang tak pernah pulang itu.

Dave diam menatap sebuah restoran burger cepat saji. Dave berencana akan ke sana dan menanyakan soal Allen. Tapi ia mengurungkan niatnya karena undangan mendadak dari ayahnya. "Ya, nanti aku ke sana... " jawab Dave dingin lalu mematikan sambungan telfonnya.

Kesepakatan besar biasanya terjadi di atas meja makan. Tapi kali ini Dave benar-benar tidak selera untuk bertemu Penelope. Dave juga merasa tugasnya sudah selesai, Penelope sudah resmi menjadi janda. Jadi tidak perlu lagi ada pertemuan dengannya.

Tapi di kepenatannya dalam berfikir tiba-tiba Dave di sadarkan karena sebuah motor pengantar makanan menabrak mobilnya dari belakang. Dave hanya memejamkan mata sambil geleng-geleng kepala, tak habis pikir bagaimana bisa ia di tabrak padahal sudah parkir dengan benar, bahkan di sekitarnya juga kosong.

"Permisi Tuan... " suara seorang wanita yang cukup familiar di telinga Dave sambil mengetuk kaca mobilnya. "A-aku akan mengganti biaya perbaikan mobilmu. T-tapi aku hanya membuatnya sedikit lecet saja."

"Kau! " pekik Dave dengan wajah sumringah melihat Allen yang ia cari selama ini ada di depan matanya.

"T-Tuan Dave... "

"Aku mencarimu kemana saja. Kau dimana?" ucap Dave begitu senang melihat Allen.

Allen hanya bisa meringis mendengar ucapan Dave yang tampak begitu senang bisa bertemu dengannya. "Aku bekerja di restoran itu." Allen menunjuk restoran cepat saji yang baru akan Dave datangi. "Aku mengantarkan makanan, delivery service..." Allen kembali meringis setelah menjelaskan pekerjaannya.

Dave menghela nafasnya. Akhirnya Dave menemukan jawaban kenapa begitu sulit menemukan Allen.

"A-aku ada sedikit tabungan, aku akan mengganti biaya kerusakan mobilmu... " ucap Allen masih membahas soal mobil Dave yang baru saja di tabraknya.

Dave menyodorkan ponselnya. "Nomormu, aku tidak mau kehilangan kau lagi... " ucap Dave sambil menyodorkan ponselnya yang baru saja ia keluarkan dari saku jasnya.

"Allen. Lily Allen... Hubungi aku saja bila ingin ganti rugi, jangan bosku... " ucap Allen memohon.

Dave hanya menatap Allen dengan sebelah alis terangkat. Sejak kapan ia memeras orang miskin, apa tampangnya terlihat seperti orang jahat? Lagi pula untuk apa pula Dave meminta ganti rugi, toh bila Dave mau ia bisa ganti dengan mobil yang lainnya. Tapi yang paling membuat Dave heran, apa Allen lupa kalau ia adalah pelanggan paling royal di bar tempatnya bekerja dulu.

"Ku traktir makan, burger kami enak sekali. Ada root beer juga." Bujuk Allen yang masih tidak enak hati sudah membuat lecet body mobil Dave.

Dave berdecak kesal. Baru kali ini Dave merasa sangat terhina oleh seorang perempuan yang sudah tak berdaya, miskin pula, sialnya perempuan itu juga yang membuatnya sukses merasa terhina. Dulu pernah sekali ada perempuan penghibur yang mencoba merendahkannya dengan menyinggung performa Dave di ranjang, Dave tak tersinggung sama sekali bahkan perempuan itu juga membandingkannya dengan pria lain. Tapi Dave sama sekali tak tersinggung dan cuek saja, Dave merasa wajar bila perempuan penghibur itu tahan lama karena jam terbangnya di ranjang sudah banyak.

Tapi berbeda dari semuanya Allen tidak begitu. Dave tidak sedang di puaskan Allen, Dave juga tidak sedang membeli Allen, paling tidak Dave membayar Allen untuk melakukan sesuatu. Ini sama sekali tidak. Allen tidak sedang dalam kendali uang Dave dan ini kali pertama seorang Dave Mcclain yang ketampanannya setara dengan model pria di majalah dewasa dan ke royalannya sudah terdengar hampir ke seluruh tempat hiburan malam malah di tawari traktiran oleh seorang wanita miskin yang sudah menggenggam tangannya dan memberikan pelukan hangat secara cuma-cuma. Pelukan hangat yang di inginkan Dave di hari ulang tahunnya, secara gratis. Gratis!

Dave bukan pria kere yang suka mencari barang gratisan dengan menceritakan kisah sedih hidupnya. Atau airmatanya agar mendapatkan hati para wanita dan menidurinya hanya dengan kata aku sayang kamu atau cinta ini hanya untukmu. Dave bukan pria seperti itu. Dave pria yang memilih dan membayar tiap pelayanan yang di berikan para wanita padanya. Apapun pelayanan yang ia berikan. Baik Dave suka maupun tidak atas pelayanan itu, Dave tak peduli ia akan tetap membayarnya. Dave suka ketika ia melihat para wanita datang padanya dan meminta sedikit uangnya dengan berbagai cara. Dave merasa sangat berkuasa dan tidak perlu khawatir akan wanita dan tingkahnya.

"Kenapa harus kau yang mentraktir? "

Allen menghela nafasnya lalu menatap Dave. "Pertama aku menabrak mobilmu hingga lecet, kedua Tuan jauh-jauh susah payah datang menemuiku, ketiga aku ingin Tuan tidak membahas masalah ini dengan bosku jadi kita perlu bicara."

Sial, alasan Allen cukup masuk akal untuk mentraktir Dave hingga Dave tak bisa menolak. Tapi jelas bila Dave setuju ini menyalahi prinsipnya. Wanita adalah barang!

"A-atau begini saja kita makan setelah aku selesai kerja nanti? Di bar biasanya, aku yang traktir..." Lagi dan lagi Allen mencoba mentraktir Dave.

"Allen, kalau aku mau aku bisa memberikan mobilku padamu secara cuma-cuma sekarang juga... "

"Baik, sedang dalam perjalanan... " bukan mendengarkan Dave yang sedang berusaha memulihkan harga dirinya Allen malah menerima telfon dari tempatnya bekerja. "Maaf bagaimana Tuan?"

Dave menghela nafas jengah. Ingin sekali Dave menelanjangi Allen sekarang lalu bercinta dengannya dan melemparkan gepokan uang pada tubuh Allen yang bermandikan cairan kenikmatan Dave.

"Aku tidak punya waktu, pokoknya kalau ada apa-apa kabari aku. Aku akan menemuimu, sampai jumpa! " Allen benar-benar pergi duluan meninggalkan Dave dengan sepeda motornya.

Gadis kere itu tak tau betapa liarnya pikiran Dave sekarang. Ia tak tau betapa berbahayanya Dave baginya kelak. Tapi Dave pikir-pikir lagi wajar bila Allen tak tau siapa dirinya. Mereka saja belum pernah berkenalan dengan baik, mengobrol dengan tenang dan saling mengenal. Dave hanya bisa menanggung malu sekarang, ia datang untuk membeli Allen paling tidak membayar pelukannya bukan mencari traktiran burger gratis.

●●●

Dave masih memikirkan soal Allen. Bahkan gadis itu bukan gadis yang menarik atau menggoda. Ia gadis biasa yang kebetulan ada di bar dan mendengarkan ceritanya lalu memberinya pelukan. Semua orang bisa melakukannya. Bahkan pelayan di rumah juga bisa. Tapi kenapa ia terus menghantui pikiran Dave.

"Dave... Dave... " panggil Antonio pada Dave yang asik dalam pergelutan batinnya sendiri.

"Ya?" saut Dave lalu meletakkan garpu dan pisau di tangannya sambil mengelap tangannya dengan serbet.

"Bagaimana apa kau mau di jodohkan dengan putri keluarga Hadwil?" tanya Antonio mengulang rencana yang dari tadi di jelaskan Penelope.

Dave menggeleng pelan dengan alis mengkerut tak setuju. "Kenapa harus aku?" protes Dave.

"Mau siapa lagi? Anak ibu yang paling besar hanya kau dan kau juga tau sendiri adikmu Daniel bagaimana. Mau Nathan? Nathan saja baru mulai sekolah.... " Penelope memaksa.

"Bu, aku tidak mau. Kau tidak perlu repot-repot mengatur hidupku sampai menjodohkan segala. Percintaanku baik-baik saja... "

"Dave kau sudah hampir 30 tahun dan belum menikah... "

"Apa aku harus menikah di umur 16 tahun sepertimu?"

Penelope menundukkan pandangannya berusaha menahan emosinya saat Dave melawannya. Seingat Penelope, Dave adalah bocah laki-laki penakut yang manja dan selalu menuruti perintahnya. Ini kali pertama Penelope mendengar Dave melawannya setelah 22 tahun berpisah.

"Aku sudah punya calon sendiri, tidak usah repot-repot menjodohkanku... " Dave bangkit dari duduknya setelah sukses membuat semua orang di meja makan terkejut kecuali Nathan yang tidak tau apa-apa.

"Siapa?" tanya Helga, ibu sambung Dave.

"Apa orang Tuanya kolega kita?" tanya Antonio yang tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Dia gadis biasa, aku menemukannya dan jatuh hati padanya. Aku berencana untuk menikahinya. Aku tidak peduli bagaimana latar belakangnya..."

Penelope kembali menundukkan kepalanya, kali ini untuk menahan tawanya. Jelas sekali Dave masih tidak pandai berbohong. Jelas-jelas ia tidak dekat dengan siapapun. Ia hanya suka bergonta-ganti pasangan untuk menikmati cinta satu malam.

"Baiklah kalau begitu, ku harap minggu ini bila memang kalian serius bisa segera menikah," putus Penelope yang berputar halauan untuk mengikuti permainan Dave. "Ibu harap gadis itu benar-benar ada dan bukan bualanmu. Ah iya Tuan Dave Mcclain tidak akan membual cerita murahan soal gadis biasa yang mencuri hatinya kan?" Penelope menantang Dave.

Dave menatap tajam ke arah ibunya itu lalu langsung pergi begitu saja meninggalkan jamuan makan malam yang bahkan belum selesai. Sekarang Dave hanya bisa merutuki kecerobohannya yang asal bicara itu. Jelas-jelas ia hanya ingin menghindari perjodohan dengan keluarga Hadwil, kenapa ia malah menyeret Allen yang selalu terbayang-bayang di kepalanya?!

Sekarang Dave jadi bingung sendiri bagaimana caranya agar ia bisa mengajak Allen untuk menikah. Jangan! Menikah terlalu sakral. Kontrak. Kontrak menjadi pasangannya dan berpura-pura menikah dengannya. Pilihan konyol itu terasa menjadi pilihan paling waras yang bisa Dave pikirkan. Tapi terlepas dari ide tolol cenderung gila di kepalanya, Dave punya PR lagi. Bagaimana cara membuat Allen mau ikut terlibat dalam idenya? Bagaimana cara Dave meyakinkan Allen dengab cerita murahannya ini?

 


 

Bab 3 – Wine🔞

7 hari untuk menikah dan harus mencari calon bukan hal yang mudah. Bahkan orang yang sudah punya calon saja perlu persiapan lebih dari 7 hari untuk pernikahan impiannya. Menyetujui ide Penelope untuk menikah dalam waktu 7 hari adalah hal bodoh yang Dave lakukan selain percaya kalau ada peri gigi yang menukar gigi susunya dengan koin emas.

"Permisi aku mencari Lily Allen," ucap Dave yang langsung mencari manajer restoran tempat Allen bekerja.

"Oh, Allen masih bekerja, satu jam lagi baru selesai."

Sial, Dave masih harus menunggu. Sehari 24 jam, 7 hari 168 jam, dan waktu Dave akan terbuang sia-sia satu jam. Tinggal 167 jam dan ia belum membuat kesepakatan atau bicara apapun dengan Allen. Dave harus tenang, jadi ia memutuskan untuk memesan ice cream dan kentang goreng untuk menemaninya berfikir. Ia harus mengatur strategi dengan benar. Ia harus bisa mendapat kesepakatan yang bagus dengan Allen. Apapun caranya!

"Tuan Dave!" suara Allen terdengar memanggil Dave, tapi ketika Dave menengok kanan dan kiri juga belakang tak ada Allen sama sekali.

"Tuan Dave!" panggil Allen lagi. Dave kembali menoleh dan mendapati badut anjing maskot restoran yang melambai-lambaikan tangannya. Maskot itu mendekat ke arah Dave, Dave langsung bangun dari duduknya berusaha mengambil jarak darinya.

Maskot itu membuka kepalanya. "Tuan Dave!" panggil Allen. Dave langsung menghela nafas begitu tau Allen yang di dalam badut maskot itu.

"Apa yang kau lakukan dengan kostum itu? Menyeramkan sekali... " keluh Dave.

Allen tersenyum lalu memakai kembali kepala maskotnya. "Hiii... " Allen berusaha menakut-nakuti Dave yang masih saja memberi jarak meskipun tau Allen yang ada di dalamnya.

"Allen!" bentak Dave agar Allen tak mendekat. "Ayo bicara, aku mau kita bicara serius!" ajak Dave mendadak.

Allen langsung membuka kepala maskotnya lagi. "Ssttt..!! Sabar, jangan bicara di sini." Tahan Allen pada Dave yang mengira Dave akan membahas masalah mobil lagi.

Dave mengerutkan alisnya heran.

"Tunggu aku ganti baju dulu!" Allen langsung berlari masuk dan buru-buru mengganti pakaiannya sebelum berbicara serius dengan Dave sementara Dave menunggunya.

Allen buru-buru menemui Dave lalu menggandengnya keluar, lebih cenderung menyeret Dave keluar dari pada menggandengnya. "Kita jangan pergi ke tempat mahal ya, aku tidak punya uang... " ucap Allen sambil berjalan ke mobil Dave.

Dave kembali mengerutkan keningnya. Ia benar-benar heran, apa mungkin Allen tipe perempuan yang suka menghabiskan uangnya untuk membayar pria penghibur? Begitu pikir Dave karena Allen begitu enteng menawarkan traktiran padanya. Dave juga jadi berfikir kalau Allen kerja begitu keras untuk mencukupi kegemarannya membayari pria. Mungkin terdengar aneh, awalnya Dave juga berfikir itu adalah hal aneh yang tidak wajar. Tapi begitu ia rajin ke tempat hiburan malam dan mendapati banyak wanita paruh baya yang membayar untuk bisa menghabiskan waktu dan bersenang-senang dengan pria muda Dave bisa mulai memakluminya.

Tapi Allen kan masih muda, untuk apa pula Allen membayar pria? Bukankah bisa menjalin hubungan Friend With Benefit saja? Allen juga tidak terlihat seperti wanita yang haus akan sex. Lalu kenapa Allen begitu semangat mentraktir Dave? Sudahlah apapun alasannya sekarang Dave tak peduli, ia hanya perlu memikirkan bagaimana cara termudah untuk membuat kesepakatan dengan Allen.

"Kita kemana?" tanya Allen.

"Apartemenku... Kita bicara di sana saja."

"Kenapa tidak di bar?"

"Dan membiarkan manajer restoranmu tau kalau kau menubruk mobilku?" Dave membalikkan pertanyaan Allen sambil menunjuk mobil dengan stiker restoran cepat saji tempat Allen bekerja.

Allen langsung menggeleng dan mengikuti Dave masuk ke dalam lift tanpa berprasangka apa-apa lagi. Ia yakin saja semua akan baik-baik saja yang penting bosnya tidak tau.

"Minum?" tawar Dave sambil berjalan masuk ke apartemennya.

"Tuan tinggal sendiri di sini?" tanya Allen sambil mendongak menatap langit-langit apartemen Dave dan memperhatikan tiap hiasan yang ada di dalamnya, juga karya seni yang di pajang Dave.

"Begitulah, duduklah..." Dave mempersilahkan Allen sambil mengambilkan sebotol wine dan dua buah gelas.

Allen duduk di sofa panjang yang terlihat begitu empuk dan cukup menggoda Allen untuk mencoba tidur di atasnya seperti seekor kucing. "Aku tidak minum wine... " tolak Allen lembut.

"Tidak sopan... " singgung Dave pelan.

Allen menghela nafas lalu meminum wine yang sudah di Tuangkan Dave untuknya dengan sekali teguk. "Jadi... "

Belum mulai Allen bicara, Dave mengeluarkan sebuah berkas dan memberikannya pada Allen. "Aku tidak bermaksud memanfaatkan kesalahanmu padaku. Aku juga tidak bermaksud memanfaatkan perempuan kere sepertimu... " Dave membuka pembicaraan yang sudah langsung menyinggung perasaan Allen. "Ibuku berusaha menjodohkanku dengan orang yang sama sekali tak ingin ku nikahi. Aku ingin hidup bebas. Jadi aku ingin menawarimu pekerjaan..."

Allen sudah langsung menaruh curiga begitu melihat map yang tertulis dokumen rahasia Dave Mcclain, di tambah arah pembicaraan Dave yang mulai ngelantur begini. "So?" tanya Allen sambil menahan pusing di kepalanya.

"Aku akan menawarimu kontrak kerja, selama sebulan kau akan menjadi pasanganku. Kita pura-pura menikah lalu bercerai. Kau akan dapat bayaran 50 kali lipat gajimu yang sekarang plus bonus apartemen." Dave langsung memberikan penawaran yang menjanjikan.

"Satu bulan? Menikah? Kau gila! Orang bodoh mana yang percaya pada pernikahan yang hanya satu bulan? Jagung saja masa tanam hingga panen butuh 3 bulan. Kau ini anjing atau apa?" tanya Allen yang malah mempermasalahkan lama waktu kontraknya.

Dave menghela nafas, lalu mengambil laptopnya dan mulai mengedit. Sementara Allen menuangkan kembali wine ke dalam gelasnya menunggu Dave mengajukan waktu yang pas.

"Pernikahan itu bukan permainan, hanya karena kau punya uang bukan berarti bisa bermain-main dengan komitmen. Menikah itu janji pada Tuhan, pasangan, keluarga. Itu bukan mainan... " ucap Allen yang mulai mabuk menasehati Dave.

"Lalu apa kau mau menikah sungguhan denganku?" goda Dave mengejek Allen.

Allen menghela nafasnya. "Entahlah... Aku takut terikat pada siapapun sekarang... " jawab Allen sambil tersenyum miris.

"Empat bulan bagaimana?" tanya Dave kembali ke kontraknya.

"Kau pernah lihat orang menikah hanya empat bulan?" tanya Allen.

"Satu tahun, jangan lebih." Putus Dave tak mau berdiskusi lagi.

Allen tersenyum lalu meluruh ke sofa. "Aku tidak bilang setuju untuk menikahimu, aku hanya memberi saran... " ucap Allen yang membuat Dave jengkel apa lagi Dave terlanjur mencetak perjanjian yang baru.

"Sialan!!!" geram Dave yang hanya di balas dengan senyuman mengejek dari Allen yang terkapar di sofanya.

"Dave mirip seperti dove (merpati), kenapa namamu Dave?" Allen mulai bicara melantur.

Dave langsung menyaut botol wine yang di genggam Allen. Sudah habis setengahnya dan tampak jelas bila Allen sangat mabuk. Jelas sekali Dave dari tadi mengobrol dengan orang mabuk dan tidak benar-benar waras.

"Dave, kau ini tampan. Banyak wanita cantik yang mau denganmu, kenapa harus aku? Selain itu kelihatannya kau juga kaya, kenapa tidak lakukan sesuatu yang lebih berguna?" Allen mulai meracau menasehati Dave.

"Kau mabuk, tau apa soal diriku?!"

Allen menggeleng. "Aku tidak mabuk!" bantah Allen. "Kau tau kalau aku jadi kau, sekarang mungkin aku akan menyumbangkan uangku untuk panti asuhan... " Allen belum selesai bercerita ia sudah terlelap, KO begitu saja.

Dave memejamkan mata. Harusnya ia tidak memaksa Allen minum. Dave mulai mengemasi dokumen di meja lalu merapikan gelas dan wine. Dave ingin mengantar Allen pulang tapi ia tak tau dimana Allen tinggal. Selain itu Dave juga tidak tega membangunkan Allen untuk menanyakan alamat.

"Allen kau mau menandatangani kontrak denganku?" tanya Dave yang teringat pada tujuannya membawa Allen.

"Tidak, kontrakmu bodoh sekali, tidak realistis..." saut Allen lalu bangun yang membuat Dave terkejut.

"Ada materai di atasnya, cukup realistis kan?" Dave berusaha meyakinkan Allen.

Allen menggeleng. "Dulu suster di panti juga menandatangani surat seperti itu. Lihat, pantiku tetap di gusur..."

Dave menghela nafas bingung harus meyakinkan Allen bagaimana. Allen terlalu sering di bohongi, Dave yang berusaha jujur padanya jadi kena imbasnya. Tapi saat Dave sedang berfikir tiba-tiba... Hug! Allen memeluk Dave dari samping.

"Kalo kamu butuh teman kamu tinggal bilang, tidak usah bayar ku temani..." bisik Allen lembut lalu menghembuskan nafasnya perlahan.

Dave menatap Allen yang memeluknya dengan alis berkerut. Tidak! Jangan lagi. Dave tidak mau mengambil keuntungan. Tapi... Cup! Allen mengecup bibir Dave.

"Allen! " bentak Dave tak percaya dan langsung bangun dari duduknya. "Kau mabuk! Dimana rumahmu, ku antar pulang! " Dave masih berusaha waras.

Allen menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau pulang, aku belum ada uang untuk membayar sewa... " jawab Allen sambil memalingkan wajahnya.

Dave menghela nafasnya. "Kalau kau mau tanda tangan kontrak denganku, ku berikan uang jaminan sebagai bukti keseriusanku. Kau tinggal sebut berapa, akan ku beri... " Dave kembali duduk di samping Allen.

"800$?" Dave langsung mengambil uang di dompetnya dan memberikan pada Allen.

"Tanda tangan... " pinta Dave. Tanpa pikir panjang Allen langsung menandatangani berkas yang di sodorkan Dave. Tak cukup di situ Allen juga menggigit ujung ibu jarinya hingga berdarah dan memberikan cap jempol di atasnya.

Dave tersenyum sumringah lalu secara refleks mencium bibir Allen. "Good girl! " puji Dave yang membuat Allen tersipu.

Entah karena sudah lama tidak di puji atau karena Allen juga haus akan cinta. Allen membalas ciuman Dave dengan berani. Tentu saja Dave tidak akan meninggalkan kesempatannya begitu saja. Dave sudah membayar, kalau nanti Allen sadar Dave juga siap membayar lebih lagi. Tak masalah, yang penting Dave dapat apa yang ia mau.

Password Access Diperlukan Password Access untuk membaca keseluruhan bab 🔐

Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.