Bab 1 – Pelukan Hangat
Dave ikut
datang menemui ibunya yang lagi-lagi bercerai dengan suaminya. Ini kali pertama
Dave datang menemui ibunya setelah bercerai dari ayahnya, Antonio Mcclain.
Ibunya sudah tiga kali menikah, tapi ini adalah perceraiannya yang paling alot
dan menjadi sorotan media, karena bercerai dengan seorang pemilik rumah
produksi film.
Penelope
Culkin sebenarnya bukan wanita yang hidup terbiasa di bawah sorot kamera
meskipun ia terbilang sangat cantik. Bahkan di usianya yang tak lagi muda
seperti sekarang saja ia masih terlihat sangat cantik. Pertama ia menikah
dengan ayah Dave, Antonio Mcclain di usianya yang masih 16 tahun. Lalu bercerai
saat usia Dave masih 7 tahun yang membuat Dave hanya mengingat hal buruk soal
ayahnya. Tapi di pernikahannya yang ke dua dengan seorang pejabat dan di
karuniai seorang anak laki-laki Dave mulai di abaikan dan tiba-tiba ia di
pulangkan kembali ke ayahnya.
Dave tak
pernah lagi berkabar dengan ibunya sampai, Mr. Glen Rowland meninggal serangan
jantung di akhir masa jabatannya sebagai anggota dewan. Tepat sebelum ia
menjadi tersangka korupsi perijinan penjualan kokain. Baru setelah itu ibunya
berkenalan dengan seorang sutradara yang akhirnya menjembatani perkenalannya
dengan Andre O'neal, suaminya yang sekarang.
Penelope
bukan wanita bodoh, meskipun terlahir dari keluarga yang miskin. Ia sangat
benci dan jijik pada pria kere yang haus kasih sayang. Itu juga yang
melandasinya meninggalkan Antonio juga Andre sekarang. Ia muak akan ke gagalan
dan hidup susah. Penelope juga sangat enggan menilik kembali masa lalunya yang
ia nilai akan menghambat langkahnya. Itu pula alasan mengapa ia meninggalkan
Dave bersama ayahnya lalu memulai hidup baru dengan Mr. Glen.
Dave juga
tidak pernah bertemu dengan adik-adiknya yang lain sebelumnya. Seperti Daniel
Rowland dan Nathan O'neal, baru sekarang ini ia bertemu dengan mereka. Itu pun
karena ibunya sangat membutuhkan pengacara dan ia punya pengacara terbaik di
sana. Baru Penelope mencarinya dan mengenalkan kedua adiknya itu pada Dave
sembari menanyakan kabar sebagai basa-basi.
"Aku
tidak perlu banTuanmu, aku punya bisnisku sendiri... " ucap Daniel angkuh
pada Dave, bahkan keduanya belum berkenalan. "Aku akan ke Jerman minggu
depan, aku tidak mau ikut campur dengan urusan ibu."
Dave hanya
diam mendengar ucapan Daniel. Lagi pula ia juga enggan beramah tamah dengan
bocah angkuh ini.
"Aku
Nathan, umurku 8 tahun. Aku bisa membaca, menghitung, memasang kancing baju,
mengikat tali sepatu. Aku juga sikat gigi tiap malam... Iiiiii.... "
Nathan jauh lebih baik dari Daniel. Nathan tampak antusias berkenalan dengan
Dave meskipun ia takut saat melihat Dave yang begitu dingin.
"Dave
Mcclain... Aku kakakmu yang pertama... " ucap Dave memperkenalkan diri
pada Nathan sambil menjabat tangan kecilnya dan tersenyum agar suasana sedikit
cair.
"Aku
punya permen..." Nathan membagi permennya dengan Dave.
Dave hanya
mengangguk sambil tersenyum. Nathan mirip dengannya, mungkin lebih imut Nathan.
Sedikit. Tapi Dave ingat betul terakhir kali sebelum ia di buang ibunya, kurang
lebih seumuran dengan Nathan ini.
"Dave,
kau yang membantu wanita itu mengurus perceraiannya kenapa tidak masuk ke
dalam? " tanya Daniel dengan begitu kasar menyebut Penelope dengan kata
wanita itu.
"Aku
tidak mau terlibat dengan masalah apapun yang mengangkut dengannya, tapi dia
ibuku. Ibumu juga, jadi apa salahnya aku sedikit membantunya? "
"Apa
benar kau anaknya? Kau lebih mirip seperti pacarnya... "
Dave
menatap dengan jengah ke arah Daniel yang meragukannya. Dave tak bisa
mewajarkannya hanya karena ia tak pernah bertemu sebelumnya. Daniel benar-benar
remaja yang menyebalkan.
"Hanya
karena kita dari ayah yang berbeda tidak berarti aku bukan anak Penelope
juga," Dave berusaha menghindari percakapan dengan Daniel yang tampak
membencinya. "Kau punya bisnis apa?" tanya Dave.
Seketika
wajah Daniel memanas saat Dave menanyakannya soal bisnisnya. Padahal tadi ia
begitu bangga akan bisnisnya. "B-ba-... "
"Bar
Gay?" Dave mengalihkan pandangannya ke ponsel. "Sepertinya barmu
cukup viral. Pantas saja kau begitu angkuh."
Daniel
langsung menatap Dave kesal. Merasa Dave mengoloknya. Daniel tau Dave berjaya
dengan perusahaan keluarga Mcclain. Daniel hanya anak yang gagal, bahkan ia
bisa mendapatkan bisnisnya yang sekarang karena menjadi simpanan seorang pria
tua yang begitu kaya dan tergila-gila padanya yang berkenalan saat pemakaman
Mr. Glen.
"Dimana
kalian akan tinggal?" tanya Dave.
"Kalian
sudah akrab?" suara Penelope terdengar begitu senang melihat anak-anaknya
yang sudah mulai mengobrol satu sama lain sebelum pertanyaan Dave di jawab.
"Ibu titip Nathan ya, ibu ada urusan setelah ini. Besok ibu akan
menjemputnya... " ucap Penelope yang langsung memberikan tas ransel kecil
milik Nathan pada Dave.
Sementara
Daniel langsung pergi begitu saja tanpa berpamitan dan berkata apapun. Daniel
tidak bermaksud buruk dengan Dave, tapi ia akan selalu bersikap galak dan
menjaga jarak ketika ia melihat pria yang begitu menggoda imannya seperti Dave.
Padahal dari hatinya sendiri Daniel ingin mengenal kakaknya itu lebih jauh.
Tak lama
setelah Daniel pergi dan Penelope yang menitipkan Nathan pada Dave, Penelope
langsung pergi begitu saja tanpa berkata apapun karena sudah di telfon entah
siapa berulang kali. Hingga hanya Dave dan Nathan yang bingung harus bagaimana.
"Tidak
papa, aku juga saudaramu. Kita kerumahku... " ucap Dave menenangkan Nathan
yang berkaca-kaca di tinggal sendiri bersama Dave yang belum dekat dan ia kenal
baik.
Perasaan
seperti yang Nathan rasakan sekarang pernah Dave rasakan. Persis seperti saat
ibunya menitipkan pada ayahnya kembali. Dave seperti di bawa ke masa lalunya
kembali saat melihat Nathan. Anak kecil yang kebingungan, tak berdaya, dan
tidak tau kenapa hak asuhnya yang di ombangambingkan.
Menjadi
anak baik saja tidak cukup, menjadi anak baik yang ramah juga tidak cukup,
menjadi anak baik yang ramah dan pandai di segala mata pelajaran juga masih
kurang. Dave ingat sekali ia sangat merindukan Penelope dan selalu berharap
bisa menghabiskan waktu dengannya lagi. Tapi Penelope terus mengabaikannya dan
tak pernah menemuinya, Dave di lupakan begitu saja. Bahkan Penelope tak pernah
mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Meskipun ayahnya dan ibu sambungnya
selalu ada untuknya. Dave selalu merasa kurang karena tidak ada Penelope.
"Aku
akan keluar, kau bisa tinggal di sini semalam. Aku memanggilkan pengasuh untuk
malam ini. Tidak usah takut... " ucap Dave begitu sampai apartemennya.
"Tidak
usah memanggil pengasuh, aku bisa mengurus diriku sendiri... " ucap Nathan
meyakinkan Dave kalau ia akan baik-baik saja.
Dave hanya
tersenyum. "Kau anak yang baik... " puji Dave pelan.
"Iya,
tapi orang tuaku tetap berpisah..." Dave mulai sedikit memperhatikan
Nathan. "Daniel bilang kalau orang tuaku berpisah berarti aku nakal...
" ucap Nathan sedih sambil menatap Dave.
Dave
menggeleng. "Orang tua bercerai karena mereka ingin bercerai. Bukan salah
anaknya. Anak-anak tetap anak-anak. Ini bukan salahmu... " ucap Dave
menghibur Nathan. "Dulu orang tuaku juga bercerai, aku anak baik."
"Kenapa?"
tanya Nathan.
"Ibuku
tidak suka pria miskin, ayahku malah bangkrut. Jadi di tinggalkan."
"Itu
tidak baik, jahat." Daniel tersenyum mendengar komentar Nathan. "Apa
ayahmu sedih?"
Dave
mengangguk. "Dia sangat sedih, aku juga sedih tidak bisa ikut ibuku lagi.
Tapi sekarang aku sudah baik-baik saja."
"Berapa
lama kau menangis?"
Ingin Dave
menjawab hampir setiap hari hingga sekarang. "Satu hari... Aku menangis
hingga aku lelah... " dusta Dave.
"Apa
aku boleh menangis juga?"
"Tentu.
Menangislah tidak papa."
"Tapi
aku laki-laki... " Dave langsung tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan
Nathan yang menahan gengsi untuk menangis hanya karena ia laki-laki.
"Aku
juga laki-laki, ayahku juga. Kau boleh menangis di sini. Aku akan
merahasiakannya... "
Nathan
tersenyum senang mendengar Dave yang mau merahasiakan kalau ia menangis.
Jadi Nathan tersenyum dan mulai menitihkan airmatanya yang sudah lama ia tahan.
"Menangislah
yang puas... " ucap Dave. Benar saja setelah itu Nathan menangis dengan
keras sambil memegangi tangan Dave yang duduk di sampingnya. Nathan lebih
beruntung dari pada dirinya. Dulu Dave menangis sendirian sambil menyusuri
jalan pulang ke rumah ayahnya. Sampai di rumah ayahnya juga Dave hanya
sendirian di kamar.
Dave
melebarkan tangannya bersiap memeluk Nathan. "Setelah menangis semuanya
akan jadi lebih ringan dan baik dari sebelumnya... " bisik Dave sambil
memeluk dan mengelus punggung Nathan. Nathan begitu hancur dan terguncang atas
perceraian ini. Lebih dari kedua orang Tuanya yang bercerai. Tapi karena Nathan
hanya anak-anak orang-orang hanya peduli pada hak asuhnya semata. Bukan
perasaannya juga.
●●●
Sudah satu
bulan ini, Dave kembali rutin menghabiskan malamnya di bar. Dari pada club
malam yang akan menghiburnya tak hanya dengan minuman dan musik keras tapi juga
wanita yang siap bungkus kapanpun dimanapun. Dave lebih memilih menghabiskan
malamnya di dalam sebuah bar sepi di depan apartemennya.
Dave bahkan
sampai membuat kartu member karena iseng dan memang sering ke sana. Dave senang
di kerubungi wanita yang siap memuaskannya, tapi akhir-akhir ini Dave merasa
lebih ingin bisa menenangkan diri dan perasannya. Di bar ini pula Dave biasanya
akan menangis dan bicara tanpa henti mengatakan masalahnya.
"Seperti
biasanya..." pesan Dave begitu duduk di depan meja bartender.
Allen
langsung berusaha membuatkan minuman yang biasa Dave pesan. Ini kali pertama
gadis muda berambut gelombang itu melayani Dave secara langsung. Biasanya ia
hanya akan membersihkan bar atau mencuci gelas dan piring di dalam.
"Kau
baru di sini? " tanya Dave setelah menyesap minumannya.
Allen
langsung mengangguk dengan cepat. Tampak jelas ia sangat gugup di depan Dave,
bahkan ia sudah berkali-kali mengelap tangannya yang pada apron yang ia
kenakan.
"Kemana
yang biasanya?" tanya Dave lalu menyodorkan gelasnya lagi untuk di isi
ulang.
"T-ti-ti-tidak...
Tidak masuk... S-sa-sakit... " jawab Allen gugup.
Dave merasa
Allen yang gugup di depannya begitu lucu, tapi sayang tak cukup menyenangkannya
hingga memunculkan senyuman. Baik Dave maupun Allen tidak bicara lagi. Allen
yang merasa gugup dan tidak layak berbicara pada pelanggannya, sementara Dave
tidak tau harus membahas apa. Dave terbiasa mendengarkan wanita-wanita penggoda
yang terus mengoceh tentang hal-hal lucu yang mereka lalui untuk menghiburnya.
Tapi Dave
cukup sadar untuk mengetahui ia datang ke bar ini bukan untuk di hibur
kupu-kupu malam. Ini juga normal seperti di bar biasanya, hanya ia dan
bartendernya yang hanya diam dan bicara hanya saat ia ajak bicara.
"Lagi...
" ucap Dave dengab wajahnya yang mulai bersandar ke atas meja menahan
kantuk dan pengaruh alkohol yang mulai menjalari tubuhnya.
Allen
kembali menuangkan vodka ke dalam gelas Dave. Sudah hampir satu botol penuh di
habiskan Dave sendiri. Allen sedikit khawatir melihat dave yang sudah tak kuat
begitu tapi tetap menurutinya.
"Aku
anak baik, nilaiku juga selalu bagus, aku yang terbaik di manapun..." Dave
mulai meracau seperti biasanya ketika ia mabuk. "Ibuku tidak pernah
memperdulikanku. Sedikitpun tidak pernah mengingatku. Bahkan di hari ulang
tahunku pun ia tidak mengucapkan apapun... "
"Kapan
ulang tahunmu?" lirih Allen bertanya pasa Dave yang mabuk.
Dave
tersenyum. "Besok ulang tahunku, aku hanya ingin di peluk. Aku sudah bisa
membeli apapun sendiri sekarang... "
Allen dan
Dave sama-sama tidak bicara apapun lagi. Dave hanya menangis dalam diam sambil
melamun. Dave terlihat seperti anak-anak yang begitu kesepian. Sejujurnya Allen
sama sekali tidak tau latar belakang Dave, yang ia tau Dave hanya pria
mempesona dan misterius, kebetulan menjadi pelanggan tetap di bar tempatnya
berkerja. Kadang Allen mendengarkan Dave menangis sambil meracau meluapkan
kesedihannya. Allen juga sering mendapat sedikit bagian dari tips yang di
tinggalkan Dave.
"Jam
berapa sekarang?" tanya Dave.
"23.30..."
jawab Allen.
Dave
kembali menyodorkan gelasnya untuk di isi kembali. Tapi bukan mengisi gelas
Dave, Allen malah menyentuh tangan kokoh milik Dave yang begitu dingin. Allen
menatap mata Dave yang sembab, keduanya saling bertatapan. Allen paham apa yang
di rasakan Dave, ia juga di tinggalkan sendirian benar-benar sendiri. Bahkan
panti asuhan tempatnya di besarkan juga bubarkan karena tak ada donatur dari
manapun.
"Aku
mengerti perasaanmu... " lirih Allen.
"Itu
yang di katakan semua wanita padaku. Lalu mereka akan berusaha mendekatiku
dengan cerita-cerita menyedihkan tentang masa lalunya. Terlalu klasik... Mana
minumanku? "
Allen
kembali tersadar. Ia dan Dave berbeda. Ia hanya pelayan dan Dave adalah
pelanggan yang menjadi raja di bar ini.
"Sudah
aku mau pulang... " Dave mengeluarkan beberapa lembar bahkan nyaris semua
uang yang ada di kantungnya tanpa menghitung terlebih dahulu. "Sisanya
tips... " ucap Dave sambil terhuyung-huyung berusaha bangkit dari duduknya
dan berjalan keluar.
"Tuan,
siapa namamu?" tanya Allen sambil berjalan buru-buru menuju Dave setelah
melihat jam.
"Dave...
" jawab Dave singkat.
Allen
langsung memeluk Dave dari belakang. "Selamat ulang tahun Tuan Dave...
Semoga panjang umur dan bahagia... " ucap Allen memberanikan diri
mengabulkan permintaan Dave yang ingin di peluk saat hari ulang tahunnya.
Dave tak
bisa berkata apa-apa saat Allen tiba-tiba memeluknya. Gadis itu lebih pendek
darinya, badannya juga kurus, tapi pelukannya terasa begitu hangat dan
menenangkan Dave yang sedang kacau. Rasanya sulit di terima Dave kalau ini
nyata, ia terlalu mabuk untuk mengakui ini nyata. Dan terlalu sadar untuk
mengamini bila ia merasa benar-benar nyaman saat ini.
"Aku
tidak membayarmu untuk melakukan ini... " ucap Dave sambil tertawa pelan.
"Tidak
usah di bayarpun aku akan senang hati melakukannya untukmu... " jawab
Allen lalu melepaskan pelukannya dari Dave.
Dave
menatap Allen sejenak, mustahil ada wanita yang memeluknya secara cuma-cuma.
"Kamu pelacur dengan rayun terbaik yang pernah ku dengar... " sarkas
Dave sebelum meninggalkan bar itu.
"Maaf
tapi aku bukan pelacur... " ucap Allen sebelum Dave benar-benar pergi.
●●●
Dave ingat
betul bagaimana cara Allen memeluknya semalam. Jelas itu bukan cara pelacur
memeluk seperti biasanya. Pelukannya hangat dan terasa begitu tulus. Tidak
menggerayanginya dan memancing nafsunya seperti pelacur lainnya. Tangan Allen
melingkar di pinggang Dave sambil memberi jarak agar payudaranya tidak tertekan
dengan punggung Dave.
Cara Allen
menggenggam tangannya juga berbeda. Ia tak mencoba merayu Dave. Rasanya Allen
memang benar-benar ingin mengerti atau memang ia sudah mengerti perasaan Dave
seperti katanya semalam. Tapi dari itu semua yang paling membuat Dave kesal
adalah ia belum berkenalan dengan Allen bahkan belum tau siapa namanya.
Bahkan Dave
hanya mengingat wajahnya saja, dengan rambut bergelombang dan penampilan yang
tidak menarik. Sama sekali tidak spesifik dan sulit di jelaskan bila ia akan
mencari Allen.
Maka
sebelum Dave benar-benar kesulitan mencarinya ia benar-benar pergi mencari
Allen ke bar tempat ia bekerja. Tapi sayang saat Dave tiba bar itu tutup.
Besoknya Dave kembali datang lagi dan masih tutup, begitu terus hingga seminggu
menunggu. Tapi sialnya saat bar buka Allen tidak ada di sana.
"Mana
gadis itu?" tanya Dave pada bartender yang biasa melayaninya.
"Gadis?
Oh! Maksudmu Allen... Dia sudah tidak bekerja di sini... Bos tidak mampu
membayar cukup karyawannya jadi Allen di pecat... "
"Hah?!
Di pecat?!" Dave begitu kaget. Hilang sudah kehangatan yang belum sempat
ia cicipi lebih dalam itu. "Sekarang di mana ia bekerja? Dimana rumahnya?
Siapa namanya?" Dave langsung mencari informasi tentang Allen sebanyak
yang ia bisa.
"Aku
tidak tau di mana rumahnya, tapi ku dengar dia bekerja di restoran cepat
saji."
Sial! Baru
kali ini ada wanita yang meninggalkan Dave begitu saja tanpa berusaha
memberikan kontak apapun padanya. Bisa-bisanya, seorang Dave Mcclain di
tinggalkan oleh seorang wanita murahan. Dave benar-benar tertantang untuk bisa
menemukan Allen lagi, apa lagi Allen sudah menggenggam tangannya dan memberikan
pelukan hangat yang Dave inginkan di hari ulang tahunnya.
Apa Allen
bekerja seperti Nanny McPhee yang hanya ada saat di butuhkan dan hilang saat di
inginkan? Tapi apapun itu Dave tetap menginginkan Allen dan kehangatan yang ia
punya lagi. Apapun caranya Dave harus menemukannya lagi!
Bab 2 – Makan Malam
Lily Allen,
namanya mirip seperti seorang penyanyi berkebangsaan Inggris. Tapi Allen sama
sekali tidak mirip dengannya. Alamat rumahnya juga sudah pindah. Ia tidak
tinggal di apartemen kecil kumuh itu lagi. Nomor teleponnya tidak ada, emailnya
lama sekali tidak di balas. Bahkan Dave tidak pernah menunggu balasan email
selama ini.
Dave kesal
sekali tidak bisa menemukan Allen. Dia tinggal di kota yang padat tapi
negaranya cukup kecil dan tidak termasuk negara kepulauan. Tidak mungkin Allen
akan berpindah pulau, kota, atau negara dengan mudah. Dari informasi yang Dave
terima, kondisi perekonomian Allen sangat memprihatinkan meskipun ia hanya
menghidupi dirinya sendiri. Tapi kembali lagi, Dave tetap kesulitan mencari
Allen.
"Dave,
ibumu akan makan malam bersama keluarga kita. Apa kau bisa datang nanti?"
tanya Antonio Mcclain pada putra sulungnya yang tak pernah pulang itu.
Dave diam
menatap sebuah restoran burger cepat saji. Dave berencana akan ke sana dan
menanyakan soal Allen. Tapi ia mengurungkan niatnya karena undangan mendadak
dari ayahnya. "Ya, nanti aku ke sana... " jawab Dave dingin lalu
mematikan sambungan telfonnya.
Kesepakatan
besar biasanya terjadi di atas meja makan. Tapi kali ini Dave benar-benar tidak
selera untuk bertemu Penelope. Dave juga merasa tugasnya sudah selesai,
Penelope sudah resmi menjadi janda. Jadi tidak perlu lagi ada pertemuan
dengannya.
Tapi di
kepenatannya dalam berfikir tiba-tiba Dave di sadarkan karena sebuah motor
pengantar makanan menabrak mobilnya dari belakang. Dave hanya memejamkan mata
sambil geleng-geleng kepala, tak habis pikir bagaimana bisa ia di tabrak
padahal sudah parkir dengan benar, bahkan di sekitarnya juga kosong.
"Permisi
Tuan... " suara seorang wanita yang cukup familiar di telinga Dave sambil
mengetuk kaca mobilnya. "A-aku akan mengganti biaya perbaikan mobilmu.
T-tapi aku hanya membuatnya sedikit lecet saja."
"Kau!
" pekik Dave dengan wajah sumringah melihat Allen yang ia cari selama ini
ada di depan matanya.
"T-Tuan
Dave... "
"Aku
mencarimu kemana saja. Kau dimana?" ucap Dave begitu senang melihat Allen.
Allen hanya
bisa meringis mendengar ucapan Dave yang tampak begitu senang bisa bertemu
dengannya. "Aku bekerja di restoran itu." Allen menunjuk restoran
cepat saji yang baru akan Dave datangi. "Aku mengantarkan makanan,
delivery service..." Allen kembali meringis setelah menjelaskan
pekerjaannya.
Dave
menghela nafasnya. Akhirnya Dave menemukan jawaban kenapa begitu sulit
menemukan Allen.
"A-aku
ada sedikit tabungan, aku akan mengganti biaya kerusakan mobilmu... " ucap
Allen masih membahas soal mobil Dave yang baru saja di tabraknya.
Dave
menyodorkan ponselnya. "Nomormu, aku tidak mau kehilangan kau lagi...
" ucap Dave sambil menyodorkan ponselnya yang baru saja ia keluarkan dari
saku jasnya.
"Allen.
Lily Allen... Hubungi aku saja bila ingin ganti rugi, jangan bosku... "
ucap Allen memohon.
Dave hanya
menatap Allen dengan sebelah alis terangkat. Sejak kapan ia memeras orang
miskin, apa tampangnya terlihat seperti orang jahat? Lagi pula untuk apa pula
Dave meminta ganti rugi, toh bila Dave mau ia bisa ganti dengan mobil yang
lainnya. Tapi yang paling membuat Dave heran, apa Allen lupa kalau ia adalah
pelanggan paling royal di bar tempatnya bekerja dulu.
"Ku
traktir makan, burger kami enak sekali. Ada root beer juga." Bujuk Allen
yang masih tidak enak hati sudah membuat lecet body mobil Dave.
Dave
berdecak kesal. Baru kali ini Dave merasa sangat terhina oleh seorang perempuan
yang sudah tak berdaya, miskin pula, sialnya perempuan itu juga yang membuatnya
sukses merasa terhina. Dulu pernah sekali ada perempuan penghibur yang mencoba
merendahkannya dengan menyinggung performa Dave di ranjang, Dave tak
tersinggung sama sekali bahkan perempuan itu juga membandingkannya dengan pria
lain. Tapi Dave sama sekali tak tersinggung dan cuek saja, Dave merasa wajar
bila perempuan penghibur itu tahan lama karena jam terbangnya di ranjang sudah
banyak.
Tapi
berbeda dari semuanya Allen tidak begitu. Dave tidak sedang di puaskan Allen,
Dave juga tidak sedang membeli Allen, paling tidak Dave membayar Allen untuk
melakukan sesuatu. Ini sama sekali tidak. Allen tidak sedang dalam kendali uang
Dave dan ini kali pertama seorang Dave Mcclain yang ketampanannya setara dengan
model pria di majalah dewasa dan ke royalannya sudah terdengar hampir ke
seluruh tempat hiburan malam malah di tawari traktiran oleh seorang wanita
miskin yang sudah menggenggam tangannya dan memberikan pelukan hangat secara
cuma-cuma. Pelukan hangat yang di inginkan Dave di hari ulang tahunnya, secara
gratis. Gratis!
Dave bukan
pria kere yang suka mencari barang gratisan dengan menceritakan kisah sedih
hidupnya. Atau airmatanya agar mendapatkan hati para wanita dan menidurinya
hanya dengan kata aku sayang kamu atau cinta ini hanya untukmu. Dave bukan pria
seperti itu. Dave pria yang memilih dan membayar tiap pelayanan yang di berikan
para wanita padanya. Apapun pelayanan yang ia berikan. Baik Dave suka maupun
tidak atas pelayanan itu, Dave tak peduli ia akan tetap membayarnya. Dave suka
ketika ia melihat para wanita datang padanya dan meminta sedikit uangnya dengan
berbagai cara. Dave merasa sangat berkuasa dan tidak perlu khawatir akan wanita
dan tingkahnya.
"Kenapa
harus kau yang mentraktir? "
Allen
menghela nafasnya lalu menatap Dave. "Pertama aku menabrak mobilmu hingga
lecet, kedua Tuan jauh-jauh susah payah datang menemuiku, ketiga aku ingin Tuan
tidak membahas masalah ini dengan bosku jadi kita perlu bicara."
Sial,
alasan Allen cukup masuk akal untuk mentraktir Dave hingga Dave tak bisa
menolak. Tapi jelas bila Dave setuju ini menyalahi prinsipnya. Wanita adalah
barang!
"A-atau
begini saja kita makan setelah aku selesai kerja nanti? Di bar biasanya, aku
yang traktir..." Lagi dan lagi Allen mencoba mentraktir Dave.
"Allen,
kalau aku mau aku bisa memberikan mobilku padamu secara cuma-cuma sekarang
juga... "
"Baik,
sedang dalam perjalanan... " bukan mendengarkan Dave yang sedang berusaha
memulihkan harga dirinya Allen malah menerima telfon dari tempatnya bekerja.
"Maaf bagaimana Tuan?"
Dave
menghela nafas jengah. Ingin sekali Dave menelanjangi Allen sekarang lalu
bercinta dengannya dan melemparkan gepokan uang pada tubuh Allen yang
bermandikan cairan kenikmatan Dave.
"Aku
tidak punya waktu, pokoknya kalau ada apa-apa kabari aku. Aku akan menemuimu,
sampai jumpa! " Allen benar-benar pergi duluan meninggalkan Dave dengan
sepeda motornya.
Gadis kere
itu tak tau betapa liarnya pikiran Dave sekarang. Ia tak tau betapa
berbahayanya Dave baginya kelak. Tapi Dave pikir-pikir lagi wajar bila Allen
tak tau siapa dirinya. Mereka saja belum pernah berkenalan dengan baik,
mengobrol dengan tenang dan saling mengenal. Dave hanya bisa menanggung malu
sekarang, ia datang untuk membeli Allen paling tidak membayar pelukannya bukan
mencari traktiran burger gratis.
●●●
Dave masih
memikirkan soal Allen. Bahkan gadis itu bukan gadis yang menarik atau menggoda.
Ia gadis biasa yang kebetulan ada di bar dan mendengarkan ceritanya lalu
memberinya pelukan. Semua orang bisa melakukannya. Bahkan pelayan di rumah juga
bisa. Tapi kenapa ia terus menghantui pikiran Dave.
"Dave...
Dave... " panggil Antonio pada Dave yang asik dalam pergelutan batinnya
sendiri.
"Ya?"
saut Dave lalu meletakkan garpu dan pisau di tangannya sambil mengelap
tangannya dengan serbet.
"Bagaimana
apa kau mau di jodohkan dengan putri keluarga Hadwil?" tanya Antonio
mengulang rencana yang dari tadi di jelaskan Penelope.
Dave
menggeleng pelan dengan alis mengkerut tak setuju. "Kenapa harus
aku?" protes Dave.
"Mau
siapa lagi? Anak ibu yang paling besar hanya kau dan kau juga tau sendiri
adikmu Daniel bagaimana. Mau Nathan? Nathan saja baru mulai sekolah.... "
Penelope memaksa.
"Bu,
aku tidak mau. Kau tidak perlu repot-repot mengatur hidupku sampai menjodohkan
segala. Percintaanku baik-baik saja... "
"Dave
kau sudah hampir 30 tahun dan belum menikah... "
"Apa
aku harus menikah di umur 16 tahun sepertimu?"
Penelope
menundukkan pandangannya berusaha menahan emosinya saat Dave melawannya.
Seingat Penelope, Dave adalah bocah laki-laki penakut yang manja dan selalu
menuruti perintahnya. Ini kali pertama Penelope mendengar Dave melawannya
setelah 22 tahun berpisah.
"Aku
sudah punya calon sendiri, tidak usah repot-repot menjodohkanku... " Dave
bangkit dari duduknya setelah sukses membuat semua orang di meja makan terkejut
kecuali Nathan yang tidak tau apa-apa.
"Siapa?"
tanya Helga, ibu sambung Dave.
"Apa
orang Tuanya kolega kita?" tanya Antonio yang tak bisa menyembunyikan
keterkejutannya.
"Dia
gadis biasa, aku menemukannya dan jatuh hati padanya. Aku berencana untuk
menikahinya. Aku tidak peduli bagaimana latar belakangnya..."
Penelope
kembali menundukkan kepalanya, kali ini untuk menahan tawanya. Jelas sekali
Dave masih tidak pandai berbohong. Jelas-jelas ia tidak dekat dengan siapapun.
Ia hanya suka bergonta-ganti pasangan untuk menikmati cinta satu malam.
"Baiklah
kalau begitu, ku harap minggu ini bila memang kalian serius bisa segera
menikah," putus Penelope yang berputar halauan untuk mengikuti permainan
Dave. "Ibu harap gadis itu benar-benar ada dan bukan bualanmu. Ah iya Tuan
Dave Mcclain tidak akan membual cerita murahan soal gadis biasa yang mencuri
hatinya kan?" Penelope menantang Dave.
Dave
menatap tajam ke arah ibunya itu lalu langsung pergi begitu saja meninggalkan
jamuan makan malam yang bahkan belum selesai. Sekarang Dave hanya bisa merutuki
kecerobohannya yang asal bicara itu. Jelas-jelas ia hanya ingin menghindari
perjodohan dengan keluarga Hadwil, kenapa ia malah menyeret Allen yang selalu
terbayang-bayang di kepalanya?!
Sekarang
Dave jadi bingung sendiri bagaimana caranya agar ia bisa mengajak Allen untuk
menikah. Jangan! Menikah terlalu sakral. Kontrak. Kontrak menjadi pasangannya
dan berpura-pura menikah dengannya. Pilihan konyol itu terasa menjadi pilihan
paling waras yang bisa Dave pikirkan. Tapi terlepas dari ide tolol cenderung
gila di kepalanya, Dave punya PR lagi. Bagaimana cara membuat Allen mau ikut
terlibat dalam idenya? Bagaimana cara Dave meyakinkan Allen dengab cerita
murahannya ini?
Bab 3 – Wine🔞
7 hari
untuk menikah dan harus mencari calon bukan hal yang mudah. Bahkan orang yang
sudah punya calon saja perlu persiapan lebih dari 7 hari untuk pernikahan
impiannya. Menyetujui ide Penelope untuk menikah dalam waktu 7 hari adalah hal
bodoh yang Dave lakukan selain percaya kalau ada peri gigi yang menukar gigi
susunya dengan koin emas.
"Permisi
aku mencari Lily Allen," ucap Dave yang langsung mencari manajer restoran
tempat Allen bekerja.
"Oh,
Allen masih bekerja, satu jam lagi baru selesai."
Sial, Dave
masih harus menunggu. Sehari 24 jam, 7 hari 168 jam, dan waktu Dave akan
terbuang sia-sia satu jam. Tinggal 167 jam dan ia belum membuat kesepakatan
atau bicara apapun dengan Allen. Dave harus tenang, jadi ia memutuskan untuk
memesan ice cream dan kentang goreng untuk menemaninya berfikir. Ia harus
mengatur strategi dengan benar. Ia harus bisa mendapat kesepakatan yang bagus
dengan Allen. Apapun caranya!
"Tuan
Dave!" suara Allen terdengar memanggil Dave, tapi ketika Dave menengok
kanan dan kiri juga belakang tak ada Allen sama sekali.
"Tuan
Dave!" panggil Allen lagi. Dave kembali menoleh dan mendapati badut anjing
maskot restoran yang melambai-lambaikan tangannya. Maskot itu mendekat ke arah
Dave, Dave langsung bangun dari duduknya berusaha mengambil jarak darinya.
Maskot itu
membuka kepalanya. "Tuan Dave!" panggil Allen. Dave langsung menghela
nafas begitu tau Allen yang di dalam badut maskot itu.
"Apa
yang kau lakukan dengan kostum itu? Menyeramkan sekali... " keluh Dave.
Allen
tersenyum lalu memakai kembali kepala maskotnya. "Hiii... " Allen
berusaha menakut-nakuti Dave yang masih saja memberi jarak meskipun tau Allen
yang ada di dalamnya.
"Allen!"
bentak Dave agar Allen tak mendekat. "Ayo bicara, aku mau kita bicara
serius!" ajak Dave mendadak.
Allen
langsung membuka kepala maskotnya lagi. "Ssttt..!! Sabar, jangan bicara di
sini." Tahan Allen pada Dave yang mengira Dave akan membahas masalah mobil
lagi.
Dave
mengerutkan alisnya heran.
"Tunggu
aku ganti baju dulu!" Allen langsung berlari masuk dan buru-buru mengganti
pakaiannya sebelum berbicara serius dengan Dave sementara Dave menunggunya.
Allen
buru-buru menemui Dave lalu menggandengnya keluar, lebih cenderung menyeret
Dave keluar dari pada menggandengnya. "Kita jangan pergi ke tempat mahal
ya, aku tidak punya uang... " ucap Allen sambil berjalan ke mobil Dave.
Dave
kembali mengerutkan keningnya. Ia benar-benar heran, apa mungkin Allen tipe
perempuan yang suka menghabiskan uangnya untuk membayar pria penghibur? Begitu
pikir Dave karena Allen begitu enteng menawarkan traktiran padanya. Dave juga
jadi berfikir kalau Allen kerja begitu keras untuk mencukupi kegemarannya
membayari pria. Mungkin terdengar aneh, awalnya Dave juga berfikir itu adalah
hal aneh yang tidak wajar. Tapi begitu ia rajin ke tempat hiburan malam dan
mendapati banyak wanita paruh baya yang membayar untuk bisa menghabiskan waktu
dan bersenang-senang dengan pria muda Dave bisa mulai memakluminya.
Tapi Allen
kan masih muda, untuk apa pula Allen membayar pria? Bukankah bisa menjalin
hubungan Friend With Benefit saja? Allen juga tidak terlihat seperti wanita
yang haus akan sex. Lalu kenapa Allen begitu semangat mentraktir Dave? Sudahlah
apapun alasannya sekarang Dave tak peduli, ia hanya perlu memikirkan bagaimana
cara termudah untuk membuat kesepakatan dengan Allen.
"Kita
kemana?" tanya Allen.
"Apartemenku...
Kita bicara di sana saja."
"Kenapa
tidak di bar?"
"Dan
membiarkan manajer restoranmu tau kalau kau menubruk mobilku?" Dave
membalikkan pertanyaan Allen sambil menunjuk mobil dengan stiker restoran cepat
saji tempat Allen bekerja.
Allen
langsung menggeleng dan mengikuti Dave masuk ke dalam lift tanpa berprasangka
apa-apa lagi. Ia yakin saja semua akan baik-baik saja yang penting bosnya tidak
tau.
"Minum?"
tawar Dave sambil berjalan masuk ke apartemennya.
"Tuan
tinggal sendiri di sini?" tanya Allen sambil mendongak menatap
langit-langit apartemen Dave dan memperhatikan tiap hiasan yang ada di
dalamnya, juga karya seni yang di pajang Dave.
"Begitulah,
duduklah..." Dave mempersilahkan Allen sambil mengambilkan sebotol wine
dan dua buah gelas.
Allen duduk
di sofa panjang yang terlihat begitu empuk dan cukup menggoda Allen untuk
mencoba tidur di atasnya seperti seekor kucing. "Aku tidak minum wine...
" tolak Allen lembut.
"Tidak
sopan... " singgung Dave pelan.
Allen
menghela nafas lalu meminum wine yang sudah di Tuangkan Dave untuknya dengan
sekali teguk. "Jadi... "
Belum mulai
Allen bicara, Dave mengeluarkan sebuah berkas dan memberikannya pada Allen.
"Aku tidak bermaksud memanfaatkan kesalahanmu padaku. Aku juga tidak
bermaksud memanfaatkan perempuan kere sepertimu... " Dave membuka
pembicaraan yang sudah langsung menyinggung perasaan Allen. "Ibuku
berusaha menjodohkanku dengan orang yang sama sekali tak ingin ku nikahi. Aku
ingin hidup bebas. Jadi aku ingin menawarimu pekerjaan..."
Allen sudah
langsung menaruh curiga begitu melihat map yang tertulis dokumen rahasia Dave
Mcclain, di tambah arah pembicaraan Dave yang mulai ngelantur begini.
"So?" tanya Allen sambil menahan pusing di kepalanya.
"Aku
akan menawarimu kontrak kerja, selama sebulan kau akan menjadi pasanganku. Kita
pura-pura menikah lalu bercerai. Kau akan dapat bayaran 50 kali lipat gajimu
yang sekarang plus bonus apartemen." Dave langsung memberikan penawaran
yang menjanjikan.
"Satu
bulan? Menikah? Kau gila! Orang bodoh mana yang percaya pada pernikahan yang
hanya satu bulan? Jagung saja masa tanam hingga panen butuh 3 bulan. Kau ini
anjing atau apa?" tanya Allen yang malah mempermasalahkan lama waktu
kontraknya.
Dave
menghela nafas, lalu mengambil laptopnya dan mulai mengedit. Sementara Allen
menuangkan kembali wine ke dalam gelasnya menunggu Dave mengajukan waktu yang
pas.
"Pernikahan
itu bukan permainan, hanya karena kau punya uang bukan berarti bisa
bermain-main dengan komitmen. Menikah itu janji pada Tuhan, pasangan, keluarga.
Itu bukan mainan... " ucap Allen yang mulai mabuk menasehati Dave.
"Lalu
apa kau mau menikah sungguhan denganku?" goda Dave mengejek Allen.
Allen
menghela nafasnya. "Entahlah... Aku takut terikat pada siapapun
sekarang... " jawab Allen sambil tersenyum miris.
"Empat
bulan bagaimana?" tanya Dave kembali ke kontraknya.
"Kau
pernah lihat orang menikah hanya empat bulan?" tanya Allen.
"Satu
tahun, jangan lebih." Putus Dave tak mau berdiskusi lagi.
Allen
tersenyum lalu meluruh ke sofa. "Aku tidak bilang setuju untuk menikahimu,
aku hanya memberi saran... " ucap Allen yang membuat Dave jengkel apa lagi
Dave terlanjur mencetak perjanjian yang baru.
"Sialan!!!"
geram Dave yang hanya di balas dengan senyuman mengejek dari Allen yang
terkapar di sofanya.
"Dave
mirip seperti dove (merpati), kenapa namamu Dave?" Allen mulai bicara
melantur.
Dave
langsung menyaut botol wine yang di genggam Allen. Sudah habis setengahnya dan
tampak jelas bila Allen sangat mabuk. Jelas sekali Dave dari tadi mengobrol
dengan orang mabuk dan tidak benar-benar waras.
"Dave,
kau ini tampan. Banyak wanita cantik yang mau denganmu, kenapa harus aku?
Selain itu kelihatannya kau juga kaya, kenapa tidak lakukan sesuatu yang lebih
berguna?" Allen mulai meracau menasehati Dave.
"Kau
mabuk, tau apa soal diriku?!"
Allen
menggeleng. "Aku tidak mabuk!" bantah Allen. "Kau tau kalau aku
jadi kau, sekarang mungkin aku akan menyumbangkan uangku untuk panti asuhan...
" Allen belum selesai bercerita ia sudah terlelap, KO begitu saja.
Dave
memejamkan mata. Harusnya ia tidak memaksa Allen minum. Dave mulai mengemasi
dokumen di meja lalu merapikan gelas dan wine. Dave ingin mengantar Allen
pulang tapi ia tak tau dimana Allen tinggal. Selain itu Dave juga tidak tega
membangunkan Allen untuk menanyakan alamat.
"Allen
kau mau menandatangani kontrak denganku?" tanya Dave yang teringat pada
tujuannya membawa Allen.
"Tidak,
kontrakmu bodoh sekali, tidak realistis..." saut Allen lalu bangun yang
membuat Dave terkejut.
"Ada
materai di atasnya, cukup realistis kan?" Dave berusaha meyakinkan Allen.
Allen
menggeleng. "Dulu suster di panti juga menandatangani surat seperti itu.
Lihat, pantiku tetap di gusur..."
Dave
menghela nafas bingung harus meyakinkan Allen bagaimana. Allen terlalu sering
di bohongi, Dave yang berusaha jujur padanya jadi kena imbasnya. Tapi saat Dave
sedang berfikir tiba-tiba... Hug! Allen memeluk Dave dari samping.
"Kalo
kamu butuh teman kamu tinggal bilang, tidak usah bayar ku temani..." bisik
Allen lembut lalu menghembuskan nafasnya perlahan.
Dave
menatap Allen yang memeluknya dengan alis berkerut. Tidak! Jangan lagi. Dave
tidak mau mengambil keuntungan. Tapi... Cup! Allen mengecup bibir Dave.
"Allen!
" bentak Dave tak percaya dan langsung bangun dari duduknya. "Kau
mabuk! Dimana rumahmu, ku antar pulang! " Dave masih berusaha waras.
Allen
menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau pulang, aku belum ada uang untuk
membayar sewa... " jawab Allen sambil memalingkan wajahnya.
Dave
menghela nafasnya. "Kalau kau mau tanda tangan kontrak denganku, ku
berikan uang jaminan sebagai bukti keseriusanku. Kau tinggal sebut berapa, akan
ku beri... " Dave kembali duduk di samping Allen.
"800$?"
Dave langsung mengambil uang di dompetnya dan memberikan pada Allen.
"Tanda
tangan... " pinta Dave. Tanpa pikir panjang Allen langsung menandatangani
berkas yang di sodorkan Dave. Tak cukup di situ Allen juga menggigit ujung ibu
jarinya hingga berdarah dan memberikan cap jempol di atasnya.
Dave
tersenyum sumringah lalu secara refleks mencium bibir Allen. "Good girl!
" puji Dave yang membuat Allen tersipu.
Entah
karena sudah lama tidak di puji atau karena Allen juga haus akan cinta. Allen
membalas ciuman Dave dengan berani. Tentu saja Dave tidak akan meninggalkan
kesempatannya begitu saja. Dave sudah membayar, kalau nanti Allen sadar Dave
juga siap membayar lebih lagi. Tak masalah, yang penting Dave dapat apa yang ia
mau.
Dave
langsung menggendong Allen sambil terus berciuman dengannya masuk ke dalam
kamarnya. Dave mulai menciumi pipi hingga leher Allen begitu sampai di atas
tempat tidur. Tapi begitu Dave mulai membuka kancing baju Allen, Allen langsung
menamparnya dengan begitu kuat. Allen juga langsung berusaha menutup kembali
bajunya.
Dave
terperanjat kaget tiba-tiba di tampar Allen. Dave sadar ia harus berhenti, tapi
melihat Allen yang sudah berantakan di tambah lagi wajahnya yang memerah karena
sudah mabuk dan tadi sempat bercumbu hingga menaikkan gairah Dave, Dave jelas
tak mau membiarkan Allen pergi begitu saja. Dave tidak mau harus melampiaskan
nafsunya sendiri.
Dave yang
sudah terbakar gairahnya langsung menarik Allen dan membuka bajunya secara
paksa hingga kancingnya lepas, Dave juga langsung melepaskan bra yang menutupi
buah dada Allen yang terlihat lebih menggoda dari pada yang Dave bayangkan
sebelumnya. Dave tidak mau melewatkan sejengkalpun tubuh Allen dari cumbuannya.
Allen terus
meronta, menolak dan meminta berhenti. Tapi tiap tolakan yang di berikan Allen
malah membuat Dave penasaran dan ingin terus, ingin lebih dalam, lagi dan lagi.
Allen yang menolak dan mengerang minta ampun juga membuat Dave makin
tertantang. Allen bagaikan candu baru untuk Dave malam ini. Mungkin hanya malam
ini.
"Tolong,
jangan... Aku masih perawan... " rintih Allen meminta ampun begitu Dave
melepaskan celananya dan membiarkan kejantanannya yang sudah siap tempur tidak
terhalang celananya yang terasa lebih sempit.
Senyum
tersungging di sebelah bibir Dave, tampak jelas Dave meremehkan dan tidak
percaya pada ucapan Allen. "Aku juga masih perjaka... " jawab Dave
yang mengira Allen berbohong padanya. Ucapan aku masih perawan terlalu sering
Dave dengar tiap ada wanita penghibur yang baru pertama tidur dengannya.
Lagi pula
mana ada wanita yang mau bekerja malam-malam, di bar, lembur dan masih perawan.
Gila bila Dave percaya pada tipuan murahan seperti itu. Tanpa mau menunggu dan
masih memaksa, Dave mendorong kedua paha Allen hingga ia mengangkang. Dave
menggesekkan kejantanannya di atas kewanitaan Allen sebelum memasukkannya.
Benar saja, Allen sudah sangat basah. Mana mungkin ada perawan yang bisa begitu
mahir bercumbu dan sekarang malah sudah begitu siap untuknya.
"Tolong
jangan! " Allen memohon dengan airmatanya yang mulai mengalir. Allen tak
bisa bergerak, kedua tangannya di cengkram Dave dengan begitu kuat, dan
sekarang posisinya juga sudah tak bisa melawan lagi.
Dave
melumat kembali bibir Allen. "Mulutmu di sini bilang jangan, tapi di bawah
sana mengundangku untuk masuk, kau tidak konsisten... " hina Dave lalu
memasukkan kejantanannya kedalam lubang surgawi Allen.
Allen
langsung mengerang kesakitan sambil meremas seprai tempat tidur Dave. Dave
masih merasa bila Allen hanya berpura-pura kesakitan sampai Dave merasakan ada
bau darah yang tercium. Dave langsung melihat ke bawah. Betapa terkejutnya Dave
mengetahui bila apa yang di katakan Allen benar. Ia masih perawan dan Dave
merenggutnya secara paksa.
Dave
langsung berhenti bergerak, Dave memeluk Allen sambil membiarkan Allen mencakar
punggungnya. Tapi Allen sama sekali tidak melakukan apa-apa. Allen hanya
menangis sambil mengatur nafasnya. Dave tak mau Allen kehilangan nafsunya dan
akan tambah sakit. Jadi Dave kembali berusaha merangsang Allen. Sialnya idenya
itu malah tambah menyiksanya. Persetan! Dave langsung menggerakkan pinggulnya.
"Tahan,
nanti kau akan menikmatinya... " bisik Dave sambil berusaha memberikan
service terbaiknya pada Allen.
Allen hanya
mengangguk, sambil menggigit bibirnya menahan tiap erangan yang ia keluarkan.
Tapi Dave
kembali melumat bibir Allen, Dave tidak suka bila Allen harus menahan diri
seperti ini. "Mendesahlah, mengeranglah, teriakkan namaku, memakilah...
Jangan di tahan... " perintah Dave sambil terus bergerak memuaskan dirinya
dan Allen.
Allen mulai
meloloskan desahan demi desahan dari mulutnya, lalu mengerang perlahan. "Tuan
Dave... Ahh... " bisiknya pelan yang sukses membuat gairah Dave makin
menggelora.
Bab 4 – Morning Sex🔞
Dave
benar-benar menikmati tiap sentuhannya dengan Allen. Bercinta kali ini terasa
lebih menggairahkan dan nikmat di banding biasanya. Ini yang terbaik dari semua
malam Dave. Allen yang paling memuaskannya, ini juga kali pertamanya menikmati
seorang perawan yang benar-benar perawan dan ia yang mencobanya untuk yang
pertama.
Usai
bercinta juga Dave masih betah dan ingin berlama-lama mendekap Allen yang masih
sama-sama telanjang di balik bed covernya. Dave merasa kekosongan dalam dirinya
kembali terisi kembali. Dave merasa kesepiannya hilang begitu saja.
Apartemennya terasa lebih tenang namun tidak sepi. Ini juga kali pertama Dave
mencium kening seorang perempuan dengan penuh rasa sesal dan takut.
"Allen
maaf... Aku terlalu jahat... Aku egois... " bisik Dave lalu mengecup
kening Allen lagi sebelum membiarkannya tidur nyenyak.
Dave
sedikit heran pada dirinya sendiri. Kenapa ia takut kehilangan Allen? Kenapa ia
takut Allen membencinya? Kenapa ia merasa bersalah? Bukankah Dave sering
seperti ini? Bukankah Dave sudah membayar Allen tadi? Lagi pula ini semua akan
selesai dengan uang. Kenapa harus di besar-besaran segala.
Dave
kembali berusaha tidur dan kembali ke kamarnya, tapi begitu ia melihat Allen
yang meringkuk kedinginan saat selimut di kakinya terbuka Dave kembali merasa
bersalah dan segera membenarkan posisi selimutnya. Hingga pagi menjelang, Dave
memutuskan untuk mandi dan menunggu Allen bangun sambil menonton TV.
●●●
Suara bel
pintu di apartemen Dave terdengar begitu nyaring di tekan berkali-kali oleh
Penelope yang datang berkunjung secara mendadak. Penelope berencana untuk tetap
memaksakan Dave agar mau menikah dengan putri dari keluarga Hadwil. Penelope
juga mengajak Nathan yang senang dengan Dave.
"Ssttt...
" ucap Dave begitu membuka pintu. "Allen masih tidur... "
sambung Dave lalu mempersilahkan ibunya masuk.
"Allen?"
tanya Penelope heran.
Dave
langsung berlari buru-buru menyingkirkan tas milik Allen ke kamar lalu mengunci
kamarnya agar ibunya tidak berfikir aneh-aneh. "C-calonku... " jawab
Dave gugup.
"Ibu
mau lihat." Penelope memaksa.
"T-tidak...
Jangan... " tolak Dave berusaha menyembunyikan dan melindungi Allen di
kamarnya.
"Kenapa
kau tidak mau aku melihatnya? Apa dia salah satu wanita dari rumah
bordil?" sindir Penelope yang mendekat ke arah Dave.
"Bukan!
Dia bukan pelacur! Dia wanita yang baik! " tanpa sadar Dave meninggikan
suaranya dan merasa tersinggung ketika Penelope mengatakan hal buruk soal
Allen.
Penelope
kembali terkejut mendapati putranya berani meninggikan suara padanya. Tanpa
peduli soal Dave yang menghalanginya Penelope langsung berjalan ke kamar Dave
lalu membuka pintunya.
"Jangan
bu!" bentak Dave.
Penelope
melihat Allen yang baru bangun dengan badan yang telanjang tengah memunguti
bajunya. Dave langsung menutup pintu dengan keras.
"Bu
berhentilah mengganggu masalah pribadiku!" bentak Dave.
"Hanya
karena wanita itu kau berani membentakku? Aku ini ibumu! Aku yang mengandung
dan melahirkanmu! Aku juga yang mengajarimu berjalan dan bicara! Lalu ini
balasanmu?!" bentak Penelope memarahi Dave.
"Itu
sudah tanggung jawabmu! Resikomu karena menjadi ibu. Kenapa aku yang kau
salahkan? Kau bahkan meninggalkanku untuk menikah lagi! Kau mengembalikanku
pada Ayah! Bahkan ibu tak pernah mengucapkan selamat ulang tahun padaku! Ibu
melupakanku! Lalu sekarang tiba-tiba ibu muncul kembali dan mengungkit ini dan
itu padaku. Memaksaku menikahi wanita yang sama sekali tidak ku kenal! Bu...
Kenapa kau terus memperlakukanku dengan buruk?! " cerca Dave yang sudah
kesal sambil menahan tangisnya.
Dave
memejamkan matanya sambil mendongak menatap langit-langit. Ia kesal, tapi
rasanya ia tak perlu meluapkannya sampai seperti itu. Tapi tadi rasanya seperti
ada anak kecil dalam diri Dave yang begitu marah dan tak bisa Dave kendalikan.
"Pulanglah
bu, aku akan menikah minggu ini... Seperti yang ibu mau, aku akan menikahi
Allen agar ibu puas dan berhenti mencampuri hidupku... " ucap Dave lebih
tenang.
Penelope
hanya diam lalu langsung pergi sambil menyeka airmatanya. Ia begitu tak
menyangka kalau Dave akan semarah itu padanya. Penelope juga kesal karena ia
gagal memanipulasi Dave seperti yang ia mau. Tapi Penelope juga sadar ia adalah
ibu yang buruk.
"Nathan
ayo pulang.... " ajak Penelope yang langsung menggandeng Nathan secara
paksa keluar dari apartemen mewah milik Dave.
Dave hanya
diam sambil memegangi gagang pintu kamarnya dengan air matanya yang sudah lama
ia tahan. Dave merasa sedikit lega tapi juga merasa bersalah sudah membentak
ibunya.
"Tuan
Dave... " panggil Allen sambil menggedor-gedor pintu kamar Dave.
Dave
membukakan pintu. "Kau sudah dengar semuanya kan? " tanya Dave begitu
Allen muncul.
"T-tapi...
"
Dave
langsung menarik tangan Allen kembali masuk ke kamar, Dave menunjukkan berkas
kontrak yang di tanda tangani Allen. "Kita sudah sepakat semalam."
Allen yang
semula ingin mengamuk pada Dave jadi mengurungkan niatnya. Apa lagi ia melihat
langsung betapa sedihnya Dave sekarang. Pria tinggi atletis itu tidak lagi
searogan sebelumnya. Ia tampak benar-benar rapuh dan kesepian. Bahkan lebih
buruk dari pada biasanya saat mabuk di bar.
"Allen,
maaf yang semalam. Aku lupa diri... Harusnya aku tidak memaksamu untuk
bercinta... Maafkan aku... " ucap Dave lalu duduk di tempat tidurnya
sambil menggenggam tangan Allen dan tak berani menatap Allen.
Allen
menepuk dahinya lalu menghela nafas dan plak! Allen menampar pipi Dave lalu
ikut duduk di samping Dave. "Bajingan! " geram Allen yang tidak
terlihat emosi sama sekali.
Dave
mengangguk setuju. "Iya, aku bajingan... Maaf... "
"Tuan
Dave, kau tau aku tidak takut untuk berhubungan intim. Sebenarnya aku tau
memang wajar di usiaku saat ini untuk menikmati cinta, atau mungkin cinta satu
mala... "
"Jangan!
Kau ini bodoh! Jangan begitu lagi! " cegah Dave sebelum Allen melanjutkan
ucapannya.
Allen
tersenyum mendengar Dave yang berusaha menjaganya setelah merusaknya. Sedikit
membingungkan tapi Allen suka. "Aku tidak ingat apa yang kita lalui
semalam... " ucap Allen lalu menatap Dave.
Dave
menatap Allen lalu menciumnya. Ini morning kiss pertama yang Dave lakukan.
"Akan ku buat kau ingat semuanya lagi... " Dave kembali memagut bibir
Allen hingga Allen mundur ke tengah tempat tidur.
"Tuan
jangan... " tahan Allen.
"Kenapa?
Katamu kau tidak takut."
"Benar,
tapi aku takut kalau aku hamil."
Dave
tertawa mendengar ucapan Allen. "Kau harus membaca kontrak yang sudah kita
sepakati semalam setelah ini." Dave kembali melanjutkan cumbuannya. Mulai
dari pipi, telinga, leher, bahu dan kembali melucuti pakaian Allen hingga
telanjang.
Allen
merasa malu, tapi Dave terus memaksanya. Dave berusaha membuat Allen lebih
bergairah lagi dengan menjilat ujung buah dadanya dan menghisapnya sambil
memilinnya dengan lidah.
Berbeda
dari yang semalam, Allen lebih rileks dan mendesah menikmati apapun yang di
lakukan Dave pada tubuhnya. Rasanya setiap sentuhan Dave mengundang gairahnya
lagi dan lagi, tiap bagian tubuh Allen rasanya menjadi titik sensitifnya.
"Ahh...
Tuan Dave... Argh... " Allen lebih menikmati tiap hentakan Dave di dalam
tubuhnya.
Dave juga
merasakan kenikmatan yang lebih lagi dari yang semalam. Di tambah lagi sekarang
Allen menikmatinya dalam kondisi 100% sadar. Dave kembali mengeluarkan bebannya
dalam tubuh Allen tanpa menyadari ia tidak memakai pengaman sama sekali dari
semalam.
"Terimakasih
Allen... " bisik Dave lalu mendekap Allen yang menggulung dirinya dalam
selimut setelah bercinta dengan Dave. "Allen, bisakah kau keluar dari
tempatmu bekerja dan hanya fokus denganku saja selama setahun kedepan?"
tanya Dave.
Allen
terdiam mendengar pertanyaan Dave lalu teringat ia harus pergi bekerja. Allen
langsung terperanjat bangung dan mulai mengambili pakaiannya. "Kamar
mandi?" tanya Allen sambil memakai branya.
Dave
mengerutkan keningnya sambil menunjuk pintu kamar mandinya. Dave sebal sekali
Allen langsung bersiap pergi darinya begini.
"Aku
lupa harus bekerja, aku senang bisa menghabiskan waktu denganmu Tuan, tapi aku
masih harus bekerja... " ucap Allen lalu bergegas ke kamar mandi Dave.
Dave
menghela nafas kesal Allen tak melihatnya sebagai pria kaya hingga saat ini.
"Kau bisa keluar dari tempat kerjamu Allen. Fokus saja denganku."
Dave mengikuti Allen masuk ke kamar mandi.
"Kemejaku
kancingnya hilang... " ucap Allen sambil berusaha memperbaiki bajunya.
Sial! Allen
malah terlihat sexy dan menggoda dengan pakaiannya yang berantakan. Dave jelas
tidak akan membiarkan Allen berkeliaran dengan penampilan seperti itu.
"Ini!
Pakai ini! " Dave mengambilkan kemeja berwarna putih miliknya sebagai
ganti kemeja milik Allen. Tapi saat Allen mengenakannya dan lebih terlihat
seperti dress karena sampai hampir ke atas lutut Allen. Allen jadi tampak lebih
rapi tapi masih saja tampak menggoda bagi Dave, hingga Dave kesal sendiri Allen
yang buluk berubah jadi super sexy dan menggoda begitu saja.
"Nanti
akan ku hubungi lagi... " ucap Allen setelah cukup rapi dengan pakaiannya
dan sudah siap pergi.
Allen
tampak aneh. Celana kain berwarna hitam, kemeja putih yang kebesaran, rambut
yang di cepol sekenanya. Allen seperti seorang tuna wisma. Tapi tetap saja bagi
Dave, Allen tetap menarik.
"Tunggu,
biar ku antar... " tahan Dave lalu bersiap-siap pergi.
Allen
mengangguk pelan lalu menunggu Dave bersiap-siap.
Tidak! Ini
tidak benar! Dave tidak mau terikat dengan Allen. Dave mau Allen yang terikat
dan memohon padanya seperti yang di lakukan banyak wanita padanya.
"Maaf
Allen aku tidak bisa mengantarmu, ada urusan... " ucap Dave.
Allen
langsung mengangguk paham lalu tersenyum lembut. "Baiklah tidakpapa...
Sampai jumpa lagi... " ucap Allen santai lalu berjalan keluar meskipun
terlihat sedikit menahan sakit.
Ini tidak
mungkin! Allen meninggalkannya tanpa beban! Ini mustahil!
Dave
langsung bercermin. Ia masih tampan, ototnya masih bagus, dan Dave super yakin
kalau performanya masih sangat hebat di ranjang. Kenapa Allen terlihat biasa
saja?! Oh... Wanita macam apa Allen itu?!
Bab 5 – Rumah Sakit
Allen
menghela nafas panjang saat keluar dari apartemen mewah Dave. Badannya terasa
sakit, terutama bagian kewanitaannya. Allen tidak benar-benar blank semalam. Ia
ingat betul betapa kurang ajarnya Dave yang memanfaatkan kondisinya. Allen juga
ingat meskipun Allen sedikit meragukan ingatannya akan yang ia lalui bersama
Dave. Allen sedikit menyesal sudah melakukannya dengan Dave. Dua kali pula.
Allen
kembali menghela nafasnya lalu berjalan keluar dari gedung mewah itu. Allen
merasa dirinya begitu murahan sekarang. Allen padahal sudah berjanji pada bunda
Anne yang mengasuhnya dulu untuk selalu menjaga kesuciannya hingga ia menikah
kelak. Tapi sekarang ia malah menyerahkannya begitu saja pada Dave hanya karena
merasa kasihan. Padahal jelas Allen lebih memelas dari pada Dave.
Lihat saja
di mana ia dan Dave tinggal. Sangat berbanding terbalik. Allen bahkan mau
kembali berhubungan int dengan Dave tadi pagi juga karena mengetahui Dave punya
konflik yang begitu rumit dengan ibunya setelah di buang dan kembali di pungut.
Allen hanya berusaha menghibur Dave, berusaha menyingkirkan wajah memelas penuh
penyesalan daru raut muka Dave yang angkuh itu.
Allen suka
wajah angkuh Dave yang dingin dan cara Dave yang jual mahal. Allen suka wajah
itu, pria hangat yang menyembunyikan kehangatannya dalam ekspresi dinginnya.
Allen merasa beruntung bisa melihat sisi rapuh Dave. Dulu dan rasanya sekarang
juga begitu hingga ia kehilangan apa yang sudah lama ia jaga begini.
Allen
mendongakkan kepalanya menatap gedung-gedung di sekitar tempat tinggal Dave,
tempat kerjanya dulu, lalu kembali berjalan. Allen ingin memesan taxi, tapi ia
harus berhemat. Ada sewa yang harus di bayarnya dan membeli keperluannya. Allen
terus berjalan pulang sambil membayangkan betapa enaknya bila ia bisa pulang
menumpang mobil Dave atau taxi. Ia tinggal duduk dan sampai.
Pinggangnya
sakit, perutnya lapar, kakinya juga, remuk sudah badan Allen. Pelacur saja di
antar jemput, tapi Allen jadi menertawakan dirinya sendiri. Bodoh. Ia bukan
pelacur, untuk apa pula iri seperti itu. Jadi Allen kembali mengangkat wajahnya
yang lesu dan sedih, Allen tersenyum sambil menghela nafas lalu berjalan pulang
dengan semangat. Allen yakin semua akan baik-baik saja.
Brak!
Sebuah tas berisi baju dan barang-barang Allen di jatuhkan dari lantai dua kos
tempatnya menyewa. Tas itu tepat jatuh menimpa Allen hingga Allen
terhuyung-huyung.
"Sudah
kamu jangan tinggal di sini lagi! Aku tidak mau menampung tuna wisma pemalas
sepertimu! " usir si pemilik gedung tanpa mendengarkan penjelasan dari
Allen.
"T-ta-tapi
aku sudah ada uang untuk membayar sewanya... " ucap Allen.
"Bagus
kalau begitu! Bayar tunggakanmu lalu pergilah! " usirnya kembali sambil
menunggu Allen memberikan uang tunggakan sewanya. "Mana?!" bentaknya
memaksa Allen.
Allen
menghela nafas lalu memberikan uang 500$ padanya. Allen ingin menangis, tapi ia
sadar menangis tidak akan merubah apapun. Allen juga sudah terbiasa akan
penolakan, usiran dan tindakan buruk lainnya karena tidak menginginkan
kehadirannya. Tapi sekarang ia benar-benar kacau. Sudah badannya remuk,
sekarang kepalanya pusing karena tertimpa tasnya yang di lempar keluar, ia juga
jadi tuna wisma.
Lengkap
sudah, sudah jatuh tertimpa tangga. Akhirnya mau tidak mau Allen harus pergi
dari sana. Allen tak punya tempat tujuan. Ia juga baru berjalan sedikit menjauh
dari sana sambil menenteng tasnya. Saat itu pula pandangan Allen mulai kabur,
kepalanya terasa sangat pusing dan brug! Allen jatuh tak sadarkan diri.
●●●
Dave terus
berada di samping Allen sambil sesekali menyentuh keningnya yang hangat atau
menggenggam tangan Allen yang lebih kecil darinya. Tangan Allen juga hangat,
banyak bekas luka di jarinya. Allen benar-benar banyak bekerja keras.
Dave merasa
benar-benar berdosa pada Allen. Kalau ia mengantar Allen dan tidak mempedulikan
egonya. Pasti sekarang Allen baik-baik saja. Allen bahkan tidak meminta apapun
lagi setelah menghabiskan waktu dengannya hanya uang 800$ itupun tinggal 300$
sekarang.
"Enghh...
" Allen mengerang pelan sebelum bangun. Allen mengangkat tangannya dan
mendapati dirinya sedang di infus. Allen langsung terlonjak kaget. Ia ada di
rumah sakit!
"Tenanglah!
" ucap Dave lalu mendorong bahu Allen agar kembali tidur.
"Kesehatanmu ada dalam kontrak denganku. Kau tak perlu khawatir... "
Dave bingung harus berkata apa melihat Allen yang langsung bangun begini.
"Tuan
Dave, kenapa Tuan ada di sini? " tanya Allen sambil kembali tiduran.
"A-aku...
Aku... Aku... Aku mengembalikan kancing bajumu yang berserakan di kamarku...
" dusta Dave. Tak mungkin ia bilang sudah mengikuti Allen sejak keluar
dari apartemennya.
Allen
menghela nafas lalu menatap Dave. "Maaf jadi merepotkan... " ucap
Allen sungkan lalu menarik tangannya yang di genggam Dave.
Tapi bukan
melepasnya Dave malah menarik dan menggenggam erat tangan Allen. "I-ini
latihan... Kita harus terlihat meyakinkan sebagai pasangan!" Dave berusaha
menutupi perasaannya.
Allen
tersenyum lembut lalu membiarkan Dave menggenggam tangannya. "Aku tidak
punya tempat tinggal lagi, kemarin aku membuat mobilmu lecet, sekarang aku
membolos kerja. Aku orang dewasa yang payah," keluh Allen lalu mengusap
tangan Dave yang menggenggamnya. "Terimakasih sudah menemaniku...
Dave merasa
dirinya seperti naik roller coaster, begitu berdebar-debar, senang, dan girang.
Rasanya ingin berteriak dan memamerkan kebaikannya. Dave senang sekali Allen
mengucapkan terimakasih untuknya Dave merasa sangat berjasa. Tapi Dave tak mau
Allen berpikir yang tidak-tidak atau malah memanfaatkannya bila tau perasaannya
yang sebenarnya sekarang.
"Aku
tidak menemanimu! Siapa juga yang sudi menemanimu. Ingat ini hanya hubungan
profesional seperti di kontrak! " jawab Dave dengan ketus. Sial Dave
terlalu kasar, bahkan untuk di katakan pada orang asing yang tak pernah ada
hubungan apa-apa juga terasa sangat kasar. Dave hanya ingin Allen tidak
memanfaatkan keadaan Dave, Dave bukan bermaksud melukai perasaan Allen.
Senyum
Allen perlahan memudar lalu mengangguk pelan. Ternyata Allen sudah salah
mengartikan kebaikan Dave.
Benar! Dave
benar-benar menyesali ucapannya barusan. Allen sakit, keperawanannya baru saja
hilang, lalu di usir dari tempat tinggalnya yang kumuh, sekarang di tambah
ucapan ketus dari Dave. Rasanya Dave hanya memperburuk kondisi saja.
Allen
kembali bangun lalu berusaha mengambil gelas di atas laci. Dave langsung
mengambilkannya, sebagai bentuk rasa sesalnya.
"Tuan,
aku baik-baik saja... Tuan bisa pergi bila masih ada kegiatan." Allen
merasa tidak enak hati bila Dave melayaninya.
Dave
membelalakkan matanya tak percaya Allen menyuruhnya pergi. "Kau
mengusirku?"
Allen
menggeleng lalu meletakkan gelasnya ke atas laci lagi. "Kurasa aku sudah
mengganggu aktivitasmu, itu saja... " jawab Allen lalu berusaha mengambil
nampam berisi makanan di atas laci. Lagi-lagi Dave membantunya.
"Terimakasih, setelah ini aku akan mencari tempat tinggal... " ucap
Allen lemah sambil mengaduk buburnya.
Dave
menghela nafas. "Kau bisa tinggal di rumahku. Aku punya satu kamar lagi.
Setidaknya selama kontrak... " ucap Dave memaksa.
Allen
tersenyum. "Maaf aku selalu merepotkanmu..." ucap Allen lalu mulai
memakan buburnya.
Dave ingin
berkata lebih lembut dan manis pada Allen. Tapi rasanya seperti ada sesuatu
yang menahannya hingga Dave terus berkata ketus pada Allen. Padahal Allen tidak
berbuat salah dan begitu lembut padanya.
"Bagus
kalau kau tau diri!" ketus Dave lagi. Sungguh sebenarnya bukan itu yang
ingin Dave katakan. Dave ingin bersorak senang karena Allen mau tinggal
bersamanya.
"Aku
akan membantumu mengurus apartemenmu sebagai gantinya... " ucap Allen lalu
menyodorkan apel pada Dave.
Dave
menerimanya lalu pergi keluar meninggalkan Allen begitu saja. Dave bingung
sendiri pada dirinya. Allen baik, sopan dan tidak berbuat kesalahan sedikitpun.
Tapi kenapa ia malah menunjukkan sikap begitu memusuhi Allen.
Bab 6 – Pasangan
Dave
berusaha menenangkan dirinya sambil menyiapkan persiapan menikahnya yang begitu
mendadak. Dave mempersiapkan tempatnya untuk menikah dan segala perintilannya
nanti di bantu oleh sekertaris dan asistennya. Dave juga kembali ke
apartemennya untuk menyiapkan kamar yang akan di tempati Allen sementara waktu.
Tapi begitu Dave melihat pakaian Allen yang sudah ketinggalan jaman dan baginya
sudah tidak layak pakai. Dave mengurungkan niatnya. Dave langsung meminta
seorang pegawainya untuk membelikan pakaian yang layak untuk Allen.
Tak
berhenti hanya pada pakaian harian saja, Dave juga membelikan pakaian dalam dan
beberapa gaun untuk Allen. Karena pegawainya tidak tahu bila Dave dan Allen
hanya menikah kontrak ia juga membelikan beberapa gaun tidur yang sexy dan
menggoda. Bahkan beberapa piama couple yang bahkan tidak di minta Dave juga
ada.
"Dave,"
panggil Antonio yang datang menemui Dave yang tengah sibuk mempersiapkan
semuanya sendiri.
Dave
menoleh ke arah ayahnya yang tiba-tiba datang menemuinya.
"Omongan
ibumu tidak usah kau bawa serius, kau tidak harus terburu-buru seperti
ini." Antonio duduk di sofa samping Dave.
Dave
menggeleng. "Tidak papa, aku juga tidak mau meninggalkan Allen sendirian.
Aku ingin segera memilikinya secara utuh... " jawab Dave sambil mencoba
jas pesanannya.
Antonio
menghela nafasnya. Meskipun ia dan Dave jadi jauh sejak Dave ikut memegang
kendali atas perusahaan Antonio masih tak menyangka putranya itu akan serius
menikah seperti sekarang ini. Dave masih putranya, tidak akan ada banyak
perubahan pada Dave setelah menikah. Tapi rasanya berat untuk membiarkan Dave
menikah dan menjadi kepala keluarga atas keluarga kecilnya nanti.
"Ayah
tidak memaksamu... "
"Ini
pilihanku yah, aku suka Allen. Dia gadis yang sangat menarik. Ayah pasti juga
akan menyukainya... " potong Dave sebelum ayahnya mencoba membuatnya
berubah pikiran.
"Apa
dia bisa memahamimu? " tanya Antonio yang mencemaskan perasaan Dave untuk
kedepannya nanti.
Dave
langsung mengangguk sambil tersenyum sumringah. Ia langsung ingat saat pertama
kali Allen menggenggam tangannya, memeluknya dan bercinta dengannya. Semuanya
begitu indah dan ingin terus Dave rasakan. "Dia sangat memahamiku, dia
yang terbaik dari semua yang pernah ku temui. Kalau tidak aku tidak akan
berniat menikahinya."
Antonio
tersenyum senang, sudah lama ia tak melihat Dave seexcited ini. Sudah jelas
pasti wanita pilihan Dave ini adalah wanita yang terbaik untuknya.
"Yasudah kalau memang begitu, ayah tidak bisa melakukan hal lain selain
merestuimu. Semoga ayah bisa segera mendapat cucu... " ucap Antonio dengan
tulus lalu memeluk putranya yang sebentar lagi akan menikah.
Dave
tersenyum canggung sambil memeluk ayahnya. Dave tau ayahnya adalah pria yang
baik dan tulus. Dave jadi merasa bersalah sudah menipunya dengan sandiwara
pernikahannya ini. Tapi mau bagaimana lagi, ia sudah berjalan cukup jauh. Mau
mundur sudah tidak bisa lagi. Ia hanya bisa maju dan melanjutkan pernikahannya.
●●●
Dave
kembali ke rumah sakit untuk menjemput Allen. Allen sudah lebih baik dari
sebelumnya. Allen juga sudah tidak pucat dan demam lagi. Dave sangat senang
melihat Allen yang sehat. Tapi Dave lagi-lagi berusaha menyembunyikan
perasaannya.
"Ayo
pulang... " ucap Dave dingin.
Allen
tersenyum sambil mengangguk dan langsung menggandeng tangan Dave sambil
mengikutinya berjalan ke mobil.
Dave
berdebar-debar dan begitu berbunga-bunga saat Allen menggenggam tangannya.
Rasanya seperti banyak kupu-kupu yang berterbangan dalam dadanya. Tapi Dave tak
mau menunjukkan betapa bahagianya ia sekarang, Dave terlalu gengsi dan
lagi-lagi tak mau menunjukkan perasaannya hingga bersikap dingin pada Allen.
"Kita
akan pergi memilih gaun untukmu sebelum pulang... " ucap Dave.
"Tidak
usah, aku tidak pintar memilih. Aku akan menyukai apapun yang Tuan pilih. Aku
akan mengenakannya." Tolak Allen dengan lembut yang lagi-lagi melelehkan
hati Dave.
Allen
benar-benar terlalu sempurna untuk memenuhi semua kriteria pasangan idaman
Dave. Masih perawan, penyayang, tidak mata duitan, penurut, tidak mudah marah,
tidak banyak menuntut.
"Besok
kita ke salon, kau terlalu buruk untuk mendampingiku. Penampilanmu seperti tuna
wisma! " hina Dave dengan cukup sarkas pada Allen.
Allen
menatap Dave heran. Bukan ia yang ingin masuk dalam kontrak konyol ini, bukan
ia juga yang menawarkan diri, dari awal Dave yang memintanya, Dave yang
memaisanya. Lagi pula kalau tau ia tidak pantas kenapa tidak mencari wanita
lain saja?
Dave
menoleh pada Allen sejenak saat berhenti di lampu merah. Sial! Dave tak suka
dengan pandangan Allen padanya. Dave ingin menerima sedikit perlawanan dari
Allen agar ia sadar kalau Allen bukan tipenya dan ia bisa kembali profesional
seperti sebelumnya. Seperti kebiasaannya memperlakukan wanita cinta satu
malamnya yang lain.
Allen hanya
menghela nafas lalu memalingkan pandangannya dengan menatap jalanan. Allen
lebih memilih mengalihkan emosinya dari pada berseteru dengan Dave. Hingga
sampai di apartemen Dave, Allen memilih untuk masuk ke kamarnya yang sudah di
siapkan Dave. Mandi dan bersiap tidur. Sementara Dave masih sibuk.
"Tuan,
mana bajuku?" tanya Allen yang kembali mengenakan baju kotornya karena tak
menemukan bajunya di lemari.
"Aku
menaruhnya di gudang, bajumu terlalu lusuh. Jadi aku menggantinya. Kau bisa
pakai yang ada di lemari... " jawab Dave bangga.
Allen
tampak tidak suka dengan apa yang di lakukan Dave. "Tolong pastikan tidak
ada yang hilang dari tasku. Ku harap kau bisa mengerti batasan pribadiku Tuan.
Aku ingin marah karena kau seenaknya menaruh pakaianku di gudang, tapi aku tau
ada kontrak yang sudah ku sepakati." Allen begitu to the poin dengan mata
yang berkaca-kaca lalu kembali masuk dan menutup pintunya.
Lain dari
dugaan Dave sebelumnya, ia sama sekali tak suka dengan cara Allen
mengingatkannya soal hubungan profesionalnya. Dave juga malah merasa bersalah
karena berlaku egois dan seenaknya pada Allen. Dave juga merasa akan kehilangan
Allen bila ia mengingatkan langsung soal hubungan profesionalnya.
●●●
Allen
menggunakan piama couple lalu kembali tidur setelah minum obat. Allen tak mau
kehilangan satu-satunya pekerjaan yang ia miliki. Allen juga merasa sangat
bersalah karena sudah memarahi Dave tadi. Tapi Allen sudah tak bisa menahan
emosinya lagi.
Ada banyak
kenangan di tiap pakaiannya. Allen tau ia tidak layak bersama Dave, Allen juga
tak pernah bermimpi bisa mendampingi pria seperti Dave. Bahkan ibunya Dave saja
secantik itu di usia senjanya. Pasti Dave ingin pasangan yang setara seperti
ibunya paling tidak untuk jadi pendamping hidup. Mungkin ini juga alasan kenapa
Dave mau membuat kontrak bodoh dengannya.
Menikah,
hanya satu tahun. Lalu bercerai. Tentu saja, sudah jelas bukan kalau Dave hanya
menjadikannya alat untuk memperoleh kebebasannya. Allen jadi malu, ia sempat
berpikir untuk bisa benar-benar menjadi pasangan Dave. Padahal jelas-jelas
mustahil.
Bab 7 – Persiapan
Harum
masakan tercium dari dapur. Harum bawang yang ditumis dalam panci lalu harumnya
sedikit teredam oleh air yang di masukkan kedalamnya. Allen sedang menyiapkan
sarapan. Allen tak tau bagaimana selera Dave, jadi ia hanya membuat pas
untuknya dan melebihkannya sedikit bila Dave mau mencoba. Hanya ada telur dan
tofu juga bawang putih jadi Allen hanya membuat sup telur.
"Apa
yang kau masak?" tanya Dave sambil berjalan keluar dari kamarnya menuju
ruang makan.
"Sup
telur. Kau mau?" tawar Allen.
Dave
menggeleng lalu duduk menunggu Allen selesai memasak.
"Mau
sarapan sesuatu?" tanya Allen.
Dave
kembali menggeleng. "Terlalu pagi untuk sarapan..." jawab Dave.
Allen
mengangguk lalu menuangkan supnya ke dalam mangkuk. Sebelum menikmatinya sambil
mengobrol dengan Dave.
"Apa
yang akan kita lakukan hari ini? " tanya Allen.
Dave
tersenyum mendengar pertanyaan Allen. Allen sudah tidak marah lagi, Dave
senang. "Ke salon. Aku ingin merapikan rambutmu. Kau perlu banyak make
over." Dave terus memperhatikan Allen dan sup telur buatannya yang tampak
lezat.
Allen
mengangguk lalu menyeruput kuah supnya. Allen langsung tersenyum ceria dan
mulai menyendokkan telur dan tofu kemulutnya.
"Enak?"
tanya Dave.
Allen
langsung mengangguk. "Dulu di panti bila aku sakit bunda Anne membuatkanku
ini. Setelah itu badanku akan terasa lebih baik dan cepat sehat. Mau
coba?" Allen menyodorkan mangkuknya pada Dave.
Bukan
menerima sendok atau mangkuk yang di sodorkan Allen, Dave malah mendekatkan
wajahnya lalu membuka mulutnya minta di suapi.
Allen
langsung menyendokkan supnya lalu meniupnya sebentar dan sebelum menyuapi Dave.
"Enak?" tanya Allen menunggu reaksi Dave atas masakannya.
"Ena...
Ehm... Lumayan... " Dave kembali ingat kalau ia harus bersikap dingin pada
Allen.
"Ku
ambilkan, tunggu sebentar... " Allen langsung kembali ke kompornya dan
mengambilkan setengah mangkuk supnya. Karena memang hanya itu yang tersisa.
Dave
menyeringitkan keningnya karena sup di mangkuknya tidak penuh.
Allen
tersenyum canggung. "Aku hanya memasak sedikit... " ucap Allen lalu
kembali duduk berhadapan dengan Dave.
Dave
mengangguk. "B-baiklah akan ku makan, tapi ini karena kau yang
paksa!" ucap Dave kaku.
Allen
mengangguk sambil tersenyum lalu menikmati supnya. Dave tak bisa menyembunyikan
lagi rasa laparnya, apa lagi sup telur yang di buat Allen terasa benar-benar
enak hingga tanpa sadar Dave menghabiskannya dengan cepat.
"Tadi
hanya ada tofu satu, jadi hasilnya cuma sedikit. Besok aku akan belanja, jadi
bisa makan sup telur lagi... " ucap Allen yang menatap mangkuk kosong
milik Dave.
Dave
menatap mangkuknya lalu mangkuk milik Allen yang masih setengah. "Supku
hanya sedikit jadi wajar cepat habis. Kau tidak perlu memasak untukku."
"Yasudah
aku memasak untuk diriku sendiri saja... " jawab Allen santai lalu
melanjutkan makannya.
Dave
menyesal dengan ucapannya barusan. Ia suka masakan Allen. Melihat saat Allen
memasak tadi juga begitu indah bagi Dave. Bodoh! Bukan itu yang ingin ia
katakan.
"Setelah
dari salon kita akan membeli cincin," ucap Dave melanjutkan obrolan
awalnya dengan Allen.
Allen
mengangguk paham. "Oh iya Tuan Dave, kurasa kita perlu mengerti latar
belakang satu sama lain agar kita bisa terlihat lebih meyakinkan... "
saran Allen.
Dave
mengangguk setuju. "Yasudah perkenalkan dirimu! " perintah Dave.
"Lily
Allen, 24 tahun, lulusan SMA, tidak suka makanan basi, suka semua makanan, aku
tidak mau mabuk lagi. Aku yatim piatu sejak lahir," seketika Allen dan
Dave langsung canggung ketika Allen bilang bila ia seorang yatim piatu.
"Ehehe, sebenarnya aku tidak yakin yatim piatu atau tidak. Aku di buang
orang tuaku ke panti sejak bayi. Namaku juga pemberian dari seorang biara wati
yang mengasuhku dari kecil," Allen tersenyum miris.
Dave tanpa
sadar menggenggam tangan Allen.
"Aku
hanya ingin punya uang cukup untuk memiliki rumah dan membuat restoranku
sendiri... " ucap Allen melanjutkan ceritanya. "Aku tidak pernah di
inginkan, jadi tidak apa-apa bila Tuan ingin bersikap ketus padaku. Aku sudah
biasa... " Allen memelankan suaranya sambil menundukkan pandangannya.
Dave
langsung bangkit dari duduknya untuk memeluk Allen. Allen membalas pelukan Dave
sambil tersenyum.
"Kau
mau aku mencari orang tuamu?" tanya Dave sambil mendekap Allen.
Allen
menggeleng. "Tidak usah, aku senang dengan hidupku yang sekarang. Lagi
pula dari awal mereka tidak menginginkanku, untuk apa di cari?"
Dave
mengangguk paham lalu mengecup bibir Allen lalu keningnya. Allen hanya diam
terkejut saat Dave menciumnya. "I-ini... Yang tadi... I-itu latihan saja.
Pasangan memang seharusnya berciuman kan? He.. He.. He... " ucap Dave
beralibi dengan canggung.
Allen
tersenyum lalu mengangguk. Allen tau Dave orang baik, ia akan baik-baik saja
bersama Dave. "Tuan Dave... " Allen mengurungkan niatnya untuk
bertanya pada Dave.
Dave
melepaskan pelukannya lalu kembali duduk di kursinya tadi. "Oke, aku Dave
Mcclain, gedung besar di sana dan apartemen ini adalah milikku, ayahku Antonio
Mcclain, ibuku Penelope Culkin yang kemarin kau lihat dan Helga Colier ibu
sambungku, adikku Kevin Mcclain dia suka sesuatu yang berbau Jepang seperti
Anime dan vidio Jav... " Dave bersemu saat mengatakan vidio Jav, ia
sendiri juga suka. "Perusahaan manufaktur sub sektor industri pangan dan
rumah tangga. Jadi semua makanan instan yang ada di supermarket kebanyakan dari
perusahaanku. Furnitur juga ada. Ada yang ingin di tanyakan?"
"Kau
kaya sekali. Aku jadi merasa tidak layak bersandiwara denganmu," ucap
Allen minder sambil mengelus tengkuknya.
Dave
menghela nafas. "Ya maka dari itu aku memilihmu!" jawab Dave yang
kembali meninggikan suaranya karena menutupi gengsinya.
Allen
tersenyum sambil mengangguk paham. "Baiklah aku akan berusaha menjadi
pasangan yang baik selama setahun ini!" ucap Allen semangat lalu merapikan
ruang makan dan dapur sebelum melanjutkan aktivitasnya.
●●●
Dave
membawa Allen ke salon yang sengaja ia boking khusus untuk merombak penampilan
Allen. Allen hanya pasrah mengikuti setiap apa yang Dave mau dan pegawai salon
itu kerjakan pada dirinya. Rambut Allen di rapikan, lalu jemarinya mendapat
perawatan juga. Semua yang di lakukan sesuai keinginan Dave, Dave juga ikut
menunggu sampai semuanya selesai.
Usai
perawatan di salon, Dave mangajak Allen mencoba gaunnya. Juga membeli beberapa
pasang sepatu. Dave suka melihat wanita menggunakan sepatu high heels,
sementara Allen tidak biasa dan tidak bisa menggunakannya. Jadi Dave membeli
beberapa pasang sepatu dari yang high heels hingga flatshoes.
Karena
selesai mengerjakan semuanya dengan cepat, Dave mengajak Allen untuk makan
terlebih dahulu. Karena dari siang memang belum makan, baru setelah itu Dave
mengajak Allen pulang.
"Tuan
Dave, bisa kita ke supermarket?" tanya Allen pada Dave yang sedang
menyetir.
Dave
mengangguk menuruti Allen. "Berhentilah memanggilku Tuan, aku bukan
pelangganmu. Belajarlah memanggilku Dave atau panggilan lain yang lebih
meyakinkan bila kita pasangan."
Allen
mengangguk lalu mulai berpikir panggilan apa kira-kira yang pantas untuk Dave
setelah mereka resmi menjadi pasangan nanti.
●●●
Allen
memasukkan beberapa bungkus snacks untuk mengisi toples yang kosong. Lalu
sayuran, buah dan olahan daging. Dave hanya mengikutinya sambil mendorong
troli. Dave senang bisa menemani Allen berbelanja seperti ini. Sejenak Dave
merasa ia dan Allen sudah menjadi pasangan sungguhan sekarang.
"Aku
akan sering memasak untuk suamiku... " ucap Allen sambil tersenyum menatap
Dave lalu mengambil susu dan keju.
Dave senang
sekali mendengar ucapan Allen hingga wajahnya merona. Tapi Dave langsung
memalingkan wajahnya sambil buru-buru memasang wajah dinginnya kembali.
"A-aku tidak suka masakanmu! " cibir Dave.
Senyum
Allen langsung hilang. "Untuk suamiku nantinya kalau begitu. Suamiku yang
sebenarnya. Bukan Tuan Dave... " Allen meralat ucapannya.
Perasaan
Dave yang baru saja senang dan berbunga-bunga langsung hancur dan patah
seketika. Allen membuatnya sadar bila mereka hanya berpura-pura. Dave tak mau
membagi Allen dengan pria lain kelak, Dave ingin Allen terus di sisinya.
Bab 8 – Menikah
Allen masih
saja memikirkan panggilan apa yang tepat untuk memanggil Dave selain Tuan Dave.
Tuan Dave rasanya adalah panggilan terbaik yang bisa menyadarkan Allen kalau ia
dan Dave tak mungkin bersama. Menyadarkannya kalau ia dan Dave hanya
bersandiwara.
"Kau
siap?" tanya Dave sambil berjalan bersama Allen menuju altar sebelum ia
benar-benar sah menjadi suami isteri.
●●●
Allen
bertemu dengan keluarga inti Dave. Ayahnya, ibu dan ibu tirinya, adik-adiknya,
dan banyak karyawan inti seperti sekertaris dan asisten yang hadir untuk
memberi selamat. Antonio tak mempermasalahkan soal kejelasan keluarga Allen.
Karena Dave sudah memberi tahu bila Allen adalah seorang yatim piatu dan
tinggal di panti yang sudah di gusur.
Hanya bunda
Anne yang ingin sekali Allen undang tapi sayang beliau sudah meninggal beberapa
bulan lalu setelah panti di gusur. Tapi meskipun begitu Allen senang bisa
melaksanakan pernikahan bersama Dave dan meskipun ini hanya pura-pura Allen
tetap terharu begitu pula Dave. Bahkan Dave tremor saat harus memasukkan cincin
ke jari manis Allen karena gugup.
Pernikahan
ini palsu, hanya sebatas kontak. Tapi bagi Allen maupun Dave, pernikahan kali
ini terasa sangat nyata. Keduanya seketika melupakan sejenak bila mereka adalah
pasangan palsu yang di ikat oleh kontrak. Allen tetap berjanji akan selalu
setia dan ada untuk Dave dalam keadaan apapun. Begitu pula Dave yang rasanya
benar-benar melabuhkan hatinya pada Allen.
"Istriku...
" bisik Dave lalu mencuri ciuman dari bibir Allen di hadapan keluarganya.
Allen
tersipu malu lalu menundukkan pandangannya.
"Kau
lebih cantik dari biasanya... " puji Dave yang makin membuat Allen
tersipu.
Dave juga
tak ingin melepaskan genggaman tangannya dari Allen sedari tadi. Pandangannya
juga tak pernah jauh-jauh dari Allen yang terlihat anggun dengan gaun
pernikahannya. Allen yang tak banyak memakai riasan sesuai permintaan Dave
ternyata tetap terlihat cantik dan menawan.
Helga
senang memiliki menantu seperti Allen yang di rasa benar-benar bisa menjinakkan
Dave dan membawanya berhenti dari kebiasaan buruknya. Antonio juga senang
karena Allen bisa membuat Dave mau berkomitmen dan berharap bisa segera
menimang cucu. Hanya Penelope yang tampak tak senang dengan pernikahan Dave dan
Allen. Penelope sudah merancang masa depan putranya dengan putri dari keluarga
Hadwil yang rasanya lebih pantas dari pada Allen.
Kevin
Mcclain, adik Dave dari pernikahan ayahnya dengan Helga Culkin terlihat berurai
airmata anatara sedih dan bahagia karena kakaknya menikah. Daniel terlihat
dingin seperti biasa, meskipun sedikit sedih karena tahu bila Dave benar-benar
straight dan serius menikah.
"Dave,
ayah benar-benar mengharapkan agar kalian cepat memberikan cucu, penerus
keluarga kita nantinya," ucap Antonio antusias.
"Mama
juga tidak sabar ingin segera menimang cucu dari kalian," ucap Helga ikut
antusias.
Dave dan
Allen hanya tersenyum sambil mengangguk saja saat Antonio dan Helga terus
membahas cucu padahal mereka benar-benar baru saja menikah. Dave senang
keluarganya benar-benar bisa menerima Allen, Allen sendiri juga senang akhirnya
menemukan kehangatan keluarga yang sebelumnya tak pernah ia rasakan.
"Akan
ku kirimkan banyak gaun malam setelah ini... " ucap Helga sambil berkedip
memberi kode pada Allen yang membuat Dave juga Allen tersipu-sipu.
Ingin
sekali Allen menjawab, tidak perlu itu Dave juga sudah senang bercinta
dengannya. Tapi Allen tak cukup yakin dan tak cukup berani mengucapkannya.
"Sebentar
aku mau ke kamar mandi... " ucap Dave lalu beranjak dari duduknya sambil
mengecup kening Allen sebelum pergi ke toilet.
Allen terus
di goda Helga dan Antonio yang tampak begitu tak sabar menerima cucu. Kevin
hanya diam dan masih sedih kakak satu-satunya yang dekat dengannya sudah
memiliki keluarga sendiri. Meskipun Helga dan Antonio sudah menjelaskan bila
Dave tetap kakaknya dan menikah tidak akan banyak merubah Dave, tapi Kevin
masih tampak lesu.
Daniel yang
merasa kehadirannya tidak penting dan dari tadi tidak di ajak bicara langsung
pergi setelah menghabiskan separuh makanannya. Nathan memang tidak dekat dengan
Daniel yang selalu menyalahkannya atas segala hal, jadi tidak terganggu bila
Daniel pergi duluan. Nathan senang-senang saja dengan pernikahan Dave dan
Allen, apa lagi Allen juga ramah dan membantunya beberapa kali saat makan.
Seperti memotongkan daging steak di piringnya atau mendekatkan jus jeruknya.
Sementara itu Penelope masih saja tak mempercayai hubungan Dave dan Allen
benar-benar hubungan serius. Penelope menaruh banyak prasangka buruk dan sama
sekali tak mempercayainya sama sekali. Apa lagi background keluarga Allen tidak
jelas dan Allen dari kalangan ekonomi bawah. Makin rendahlah Allen di mata
Penelope.
"Aku
permisi ke kamar mandi sebentar... " ucap Allen meminta izin.
"Wah
ini! Ga bisa di tinggal suami lama-lama... " goda Antonio sebelum Allen
pergi yang lagi-lagi membuat Allen tersipu malu.
Tak
berselang lama setelah Allen pergi ke kamar mandi, Penelope juga ikut pergi
tanpa pamit apapun. Penelope membuntuti Allen ke kamar mandi. Penelope hanya
diam menunggu Allen selesai di toilet sambil bercermin di depan wastafel.
"Ibu...
" ucap Allen begitu mendapati Penelope yeng menatapnya dari pantulan
cermin di depannya.
"Penelope,
panggil aku Penelope. Aku bukan ibumu," saut Penelope cukup ketus.
Allen
tersenyum sambil mengangguk lalu menyalakan kran wastafel di samping Penelope.
"Berapa
Dave membayarmu?"
Deg! Allen
terkejut dengan pertanyaan Penelope. Selain ia jadi sadar bila ini semua hanya
pura-pura, Allen juga takut bila Penelope tau bila ia dan Dave hanya
berpura-pura.
"Apa
yang kau tawarkan pada putraku hingga mau memungut serangga kotor
sepertimu?"
Allen
menundukkan pandangannya tak berani membalas ucapan Penelope atau membantahnya.
Allen bingung harus membela dirinya bagaimana.
"Kau
tidak lebih dari pelacur yang sedang menipu seorang pria kesepian seperti Dave.
Kau hanya mencintai harta yang Dave punya, kau pasti sedang berpikir untuk
hidup enak dengan kekayaan yang Dave punya kan?!" tuduhan demi tuduhan di
lancarkan Penelope pada Allen.
Allen
menggeleng pelan. "Aku benar-benar mencintai putramu... " ucap Allen
jujur.
"Berhentilah
bersandiwara. Cepat pergilah dari Dave dan berhentilah menjadi beban."
Allen tak
percaya, di pernikahannya yang belum lewat 24 jam ia sudah di suruh bercerai.
"Kubur
saja harapanmu untuk memberikan cucu pada Antonio. Mereka tidak akan suka
mendapat cucu dari hasil iuran banyak pria. Kau masih muda, seringlah
mengangkang untuk banyak pria agar cepat kaya..." sindir Penelope sebelum
meninggalkan Allen yang sudah siap menangis.
"Ibu,
apa ibu bicara dengan Allen?" tanya Dave mencegat ibunya yang berpapasan
dengannya di kamar mandi.
"Hanya
pembicaraan kecil antara ibu mertua dan menantu miskinnya... " jawab
Penelope sarkas lalu pergi begitu saja.
Dave
langsung masuk ke dalam kamar mandi wanita, benar saja ia mendapati Allen
sedang berdiri di cermin setelah mencuci tangannya dengan mata yang
berkaca-kaca.
"Lupakan
apa yang di ucapkan ibuku. Jangan di pikirkan, dia memang seperti itu... "
ucap Dave lalu memeluk Allen dan memaksanya berhadapan dengannya.
Air mata
Allen langsung jatuh saat Dave menangkup kedua pipinya yang tirus. "Tidak
apa-apa, kurasa yang dia ucapkan ada benarnya juga."
Dave
mendengus kesal lalu memagut bibir Allen dengan lembut agar Allen berhenti
mengucapkan sesuatu yang menyakitkan harinya sendiri. "Aku lebih
mengetahuimu dari pada siapapun, aku suamimu. Jadi berhentilah mendengarkan
orang lain. Fokuslah padaku! Ini perintah! " ucap Dave otoriter.
Allen
mengangguk patuh. "Tuan Dave, aku benar-benar mencintaimu... " aku
Allen.
Dave
membelalakkan matanya, Dave ingin waktu berhenti dan mundur sedikit agar ia
bisa merekam pengakuan Allen yang jelas tak bisa ia lakukan. Dave bingung harus
bereaksi bagaiman, pengakuan Allen terlalu mendadak dan Dave masih takut jatuh
cinta atau mencintai orang lain.
"Ha...
Ha... Ha... " Dave tertawa dengan canggung. "T-tadi kita sudah
mengucapkannya di depan altar kan? Tentu saja aku tau bila kau
mencintaiku."
Allen
langsung tersenyum, selain menutupi perasaannya Allen juga menertawakan
perasaan bodohnya. Sudah jelas ia hanya berpura-pura kenapa ia malah serius
menjalaninya. "Begitu ya... " ucap Allen lalu berjalan keluar dari
kamar mandi di ikuti Dave.
Sungguh
bukan itu yang ingin Dave katakan. Tapi Dave tak yakin apa yang ingin ia
katakan. Dave juga tak yakin bila Allen serius dengannya, bisa saja Allen
menyatakan karena Penelope baru saja menekannya atau karena terbawa suasana
setelah menikah barusan.
Bab 9 – Bulan Madu🔞
Usai
pernikahan yang begitu sederhana Dave langsung membawa Allen kembali pulang.
Dave tidak memiliki rencana untuk bulan madu sama sekali. Dave masih sempat
memikirkan pertemuannya dengan koleganya yang akan berkolaborasi di bidang
kebutuhan ibu dan anak. Jadi Dave lebih antusias untuk mengerjakan itu dari
pasa bulan madu.
Tapi begitu
sampai di apartemen kamarnya sudah di hiasi banyak bunga yang di bentuk hati,
lalu ada sebuah kotak hadiah yang isinya kostum seragam sekolah sexy. Tak cukup
sampai di situ, kondom yang biasa Dave simpan di laci meja kerjanya juga hilang
semua dan hanya sisa sebuah note kecil "jangan pakek kondom! Semangat
bikin cucunya! " dari Antonio dan Helga.
Dave yang
semula ingin langsung bekerja jadi menimbang-nimbang kembali keputusannya itu.
Lagi pula tidak apa-apa bila ia mengambil libur 1-2 hari kedepan, orang-orang
pasti bisa maklum bila ia baru saja menikah. Jadi tanpa membuang waktu lagi
Dave langsung pergi ke kamar Allen dan mendapati Allen sedang mengganti
pakaiannya.
"Tuan
Dave! " pekik Allen kaget lalu menutupi badannya dengan gaunnya yang baru
saja ia lepas.
"Allen,
I want you... " ucap Dave dengan suaranya yang mulai menberat lalu
mendekat ke arah Allen dan langsung memagut bibirnya.
Allen
memejamkan matanya sambil terus memegangi gaunnya yang baru ia lepas dengan
sangat erat. Dave terus melumat bibirnya sambil mendorongnya hingga terduduk di
tempat tidur. Merasa gaun yang di pegangi Allen dari tadi mengganggu
pemandangan indahnya, Dave langsung menarik gaun yang di pegangi Allen dan
melemparnya ke sembarang arah.
"Tuan
Dave jangan... " bisik Allen sambil menatap Dave dengan sayu.
"Kenapa?
Sekarang kan kita sudah menikah, kau istriku," ucap Dave lalu menindih
Allen sambil mencumbu leher dan dada Allen lalu memberinya banyak kiss mark.
Dave
memandang tubuh Allen yang baru saja ia beri kiss mark. Terlihat lebih cantik
dan menggoda bagi Dave. Ini kali pertamanya memberi kiss mark pada lawan
mainnya di ranjang dan kali pertamanya Dave memandang seorang wanita yang
cantik dengan apa adanya seperti Allen saat ini.
Allen
memalingkan wajahnya lalu menutupi dadanya dengan kedua tangannya menyadari
Dave terus melihatnya. Tapi Dave langsung menyingkirkan tangan Allen lalu
melepaskan bra yang ia pakai. Tampak jelas puting payudara Allen yang sudah
mengacung, terlihat sangat menantang Dave.
Dave
langsung melumat puting payudara Allen sambil menghisapnya sementara tangan
satunya meremas sambil memilin puting payudara Allen yang sudah begitu keras.
Awalnya Allen bisa menahan gairah yang Dave berikan padanya tapi saat Dave
menggigit pelan putingnya Allen sudah tak tahan lagi menahan suaranya.
"Tuan
Dave kau curang... " cicit Allen di sela desahnya.
Dave
langsung melepaskan hisapannya pada payudara Allen. "Curang apanya?"
tanya Dave tak terima lalu kembali melumat payudara yang satunya dan
menghisapnya kuat-kuat hingga puting Allen terasa makin bengkak.
"Aku
sudah hampir telanjang dan kau masih memakai baju, tidak adil! " protes
Allen.
Dave
langsung terkekeh lalu melepaskan jas dan kemejanya dengan cepat. Karena Allen
ingin segera di jamah kembali ia ikut membantu Dave melepaskan celananya hingga
Dave benar-benar telanjang. Bahkan kejantanan Dave juga sudah ereksi dan Allen
bisa melihatnya dengan jelas.
"Kenapa?
Besar?" tanya Dave karena Allen terus menatap kejantanannya.
Allen
kembali memalingkan pandangannya sambil menutupi kewanitaannya yang masih
memakai celana dalam.
"Ini
yang akan memberikan kenikmatan padamu! " ucap Dave membanggakan
kejantanannya. "Cium! " perintah Dave sambil mendekatkan pinggangnya
ke arah Allen.
Allen
menatap Dave ragu. Allen pernah menonton film dewasa, Allen juga sering melihat
adegan dimana pemeran wanitanya menghisap kejantanan lawan mainnya. Tapi Allen
sama sekali tak mengira ia akan melakukannya juga.
Dave
menganggukkan kepalanya meyakinkan Allen untuk melakukannya. Maka dengan ragu
Allen mengecup batang kejantanan Dave.
"Lagi...
Kau harus menunjukkan rasa sayangmu padanya, ingat dia adalah sumber
kenikmatanmu! " perintah Dave.
Allen
langsung membuang rasa jijiknya. Allen bangun dan mendorong Dave agar duduk di
tempat tidur. Allen duduk di bawah dan mulai menciumi kejantanan Dave tanpa
rasa jijik sama sekali. Allen juga menjilati ujung kejantanan Dave yang membuat
Dave meremang. Tak cukup sampai di situ Allen menjilati dua buah zakar Dave
yang membuat Dave mengerang penuh nikmat.
"Hisap
Allen... " pinta Dave.
Dengan
hati-hati Allen melahap kejantanan Dave yang begitu panjang dan besar.
Urat-urat yang timbul di sekitar kejantanan Dave bisa Allen rasakan dalam lidah
dan mulutnya yang menghisap lembut sambil memainkan lidahnya.
"Jangan
sampai kena gigi..." ucap Dave serak sambil memegangi kepala Allen.
Tak mau
hanya Dave yang mendapat kepuasan Allen menarik tangan Dave dan mengarahkannya
ke atas payudaranya sambil mengarahkannya untuk meremasnya. Allen juga
terus menatap Dave dari bawah dengan mulut yang terus maju mundur menghisap
kejantanan Dave.
Dave
terpukau dengan service dari Allen. Allen belum menghisapnya dengan kuat. Masih
pelan dan sangat berhati-hati karena ini kali pertamanya memberikan blow job.
Tapi sensasi itu yang malah membuat Dave senang.
"Allen
stop! Aku tak mau keluar di mulutmu! " tahan Dave.
Tapi
bukannya berhenti Allen malah memasukkan kejantanan Dave lebih dalam lalu
menghisapnya sekuat yang Allen tahan. Dave berusaha menahan diri agar tidak
menyemburkan spermanya di mulut Allen meskipun sempat keluar sedikit dan
langsung di telan Allen.
Dave
langsung menarik paksa kejantannannya yang membuat Allen sedikit kecewa, lalu
mendorong Allen hingga berdiri menungging sambil bersandar di tempat tidur.
Dave langsung melepaskan celana dalam Allen dan memasukkan kejantanannya
kedalam kewanitaan Allen yang sudah basah.
Allen
mengerang nikmat begitu kejantanan Dave melesat masuk kedalam tubuhnya. Dave
langsung menggenjotnya dengan ritme pelan yang membuat Allen merasa semakin
gatal.
"Tuan
Dave, ahh... Kumohon... Bergeraklah dengan benar... " rintih Allen yang
sudah tidak tahan.
"Tapi
aku tidak menggunakan kondom, kau bisa hamil... " ucap Dave sambil
memainkan klitoris Allen dengan jarinya.
"Tidak
masalah, buat aku hamil! Keluarkan semua di dalam! " seru Allen yang
benar-benar sudah tidak tahan.
"Akan
ku kabulkan keinginanmu... " ucap Dave yang langsung menggenjot Allen
dengan cepat dari belakang sambil memainkan klitorisnya yang membuat Allen
mengerang dan menjeri nikmat. "Kau suka seperti ini? " tanya Dave
yang langsung di angguki Allen yang hampir mencapai klimaksnya.
Tapi Dave
malah tiba-tiba memiliki ide jahil dan mencabut kejantanannya. "Apa? Allen
suka apa?" tanya Dave sok polos.
"Aku
suka kejantanan Tuan Dave, aku mau hamil anak Tuan Dave! " ucap Allen yang
sudah di mabuk cinta.
Dave
tersenyum puas lalu kembali memasukkan kejantanannya dan bergerak hingga Allen
mencapai klimaksnya baru Dave yang menyemburkan spermanya di dalam tubuh Allen.
"Masih kuat?" tanya Dave sambil menarik kejantanannya keluar dari
lubang surgawi Allen.
Allen
mengangguk dengan lemas. "Tunggu sebentar... " ucap Allen dengan
nafas terengah-engah dan tidur terlentang di atas tempat tidurnya.
Dave
tersenyum puas lalu mengecup pipi Allen dan ikut tiduran di samping Allen.
"Terimakasih sudah memuaskanku," ucap Dave lembut lalu mengecup
kening Allen.
Allen
tersenyum lalu mengecup bibir Dave. "Itu tugasku sebagai istrimu,"
ucap Allen lalu memeluk Dave yang tidur di sampingnya.
●●●
Perlahan
Dave meninggalkan Allen yang terlelap usai bercinta dengannya. Dave masih ingin
memeluk Allen dan lanjut bercinta lagi, tapi melihat Allen yang tertidur dengan
nyenyak membuat Dave tak tega melakukannya jadi memberinya waktu agar Allen
bisa istirahat sejenak dan memulihkan tenaganya.
"Halo
ma... " ucap Dave menjawab telfon dari Helga.
"Aku
mengirimkan beberapa makanan sehat untuk Allen. Ah iya apa kau sudah melihat
hadiah dariku? Apa kau tidak ingin pindah ke tempat yang lebih besar? Apartemen
tidak baik untuk keluarga kecilmu. Kau sudah menikah, setidaknya berikanlah
sedikit kemewahan pada istrimu. Jangan pelit! Ingat dia yang akan memberikanku
cucu! Jangan pelit pada menantuku!" ucap Helga panjang lebar yang hanya di
dengarkan Dave sambil tersenyum.
"Dimana
kau mengantarkan makanannya?" tanya Dave sambil berjalan ke dapurnya.
"Di
lobi, tadi orang suruhanku mau masuk tapi mendengar suaramu dan Allen yang...
Arrrrr kalian hot sekali... Mama suka! " Dave hanya bisa nyengir malu
mendengar ibu sambungnya yang sangat antusias pada tiap perkembangannya.
"Baik
akan ku ambil..."
"Jangan
beli makanan cepat saji. Mama akan mengirimi kalian makanan setiap hari. Kau
tau mama yakin Allen adalah wanita yang baik..."
Dave
menghela nafasnya. "Ya Allen memang baik. Tapi mama tidak perlu
repot-repot mengirimiku makanan. Aku bisa beli sendiri... "
"Ini
bukan untukmu! Untuk Allen! Jangan geer! Ah iya tapi kau harus tetap menjaga
pola makanmu. Mama dengar sperma harus dalam kondisi bagus agar bisa cepat
hamil. Jangan merokok dan minum-minum lagi! " Helga begitu cerewet
mengingatkan Dave ini dan itu.
Dave
sendiri jadi merasa bersalah sudah membohongi keluarganya begini. Allen dan
dirinya memang hanya berpura-pura tapi rasanya perasaan yang Helga curahkan
juga Antonio sangat nyata. Dave hanya ingin mengelabuhi Penelope, bukan Antonio
dan Helga. Tapi rasanya malah Dave salah sasaran begini.
Dave
mengambil box makanan pemberian Helga yang di titipkan di lobi. Ini pertama
kalinya Dave keluar dari apartemennya hanya mengenakan handuk kimono dan hanya
membawa kartu apartemen dan ponselnya saja. Bila sebelumnya Dave akan merasa
bangga dan senang ketika tubuhnya menjadi pusat perhatian dan membuat wanita
yang melihatnya tertarik. Sekarang Dave tidak merasakan itu lagi. Ada sedikit,
tapi hanya membuatnya percaya diri kalau ia masih di inginkan banyak orang dan
Allen tidak akan meninggalkannya.
Dave
kembali ke kamarnya setelah memasukkan makanan pemberian ibunya ke dalam
kulkas. Dave membersihkan bunga-bunga yang ada di kamarnya. Baru setelah itu
Dave membuka laptopnya dan membuka email yang masuk padanya. Membaca tiap
laporan atau proposal. Tapi pandangan Dave terus teralihkan pada kontraknya
dengan Allen yang mengganjal di hatinya.
Dave
langsung membuka brangkasnya, mengambil kontraknya dengan Allen dan membacanya
kembali. Sudah jelas tertera bila mereka tak akan melakukan hubungan intim.
Tapi bila di hitung sudah tiga kali sejak awal mereka menyetujui kontrak. Dave
berlu membayar 30.000$ dolar sekarang, karena ia yang selalu mengajak Allen
berhubungan intim. Itu tak masalah bagi Dave, tapi yang menjadi masalah ia
melakukannya tanpa menggunakan pengaman dan terus keluar di dalam tubuh Allen.
"Pantas
saja nikmat sekali, aku tidak pakai kondom... " gumam Dave lalu mengusap
wajahnya dengan gusar.
"Aku
mau hamil! " seruan Allen tadi terus terngiang di telinga Dave. Dave ingat
sekali Allen juga menginginkannya. Tapi terkait hamil dan anak tak pernah Dave
bahas sebelumnya.
Apa kalau
Allen hamil ia akan mengaborsi janinnya? Apa Allen akan meninggalkan bayinya?
Apa Allen akan menjualnya? Pertanyaan penuh ke khawatirkan itu terus terngiang
di kepala Dave.
Sejujurnya
Dave tak masalah bila Allen hamil dan memiliki anak. Tapi Dave takut Allen akan
sama seperti Penelope. Dave tak mau Allen memperalatnya dan mempermainkan
perasaannya. Tapi bila Dave ingat Allen lebih tulus dari yang ia kira.
"Biar
lah, jalani saja dulu... " ucap Dave pelan lalu kembali memasukkan berkas
perjanjiannya ke dalam brangkas dan melupakan semuanya. Setidaknya ada waktu 12
bulan untuknya agar bisa menikmati hari sebagai pasangan suami-istri yang sah.
Toh tadi saat menikah ia merasa begitu yakin dan tanpa ada rasa kepura-puraan
di benaknya.
Dave
merebahkan tubuhnya di tempat tidur, moodnya bekerja jadi buruk. Tapi saat Dave
meluruskan kakinya agar bisa lebih rileks ia tak sengaja menendang kotak hadiah
dari Helga. Pikiran Dave kembali nakal. Ia ingin melihat Allen mengenakannya.
Pasti akan seru. Jadi dengan cepat Dave mengambil kotak itu dan buru-buru pergi
ke kamar Allen.
Tapi saat
Dave sampai di kamar Allen, Allen tidak ada. Tak lama terdengar suara dari
kamar mandi. Dave langsung menghampiri arah suara itu. Ia melihat Allen yang
sedang berdiri mengangkang membersihkan kewanitaannya. Aneh dan bukan
tontonan, tapi Dave suka melihat apapun yang Allen lakukan.
"Butuh
banTuan?" tanya Dave.
"Tuan
Dave! " pekik Allen yang langsung berjongkok menutupi tubuhnya yang
telanjang.
"Ada
hadiah dari mama, gunakanlah. Ini wajib! " ucap Dave berusaha terlihat
dingin sambil meletakkan kotak hadiah ditangannya ke atas wastafel dan pergi
menunggu di luar.
Sial! Baru
melihat Allen yang telanjang saja sudah membuat Dave siap untuk bercinta lagi.
Nafsunya memang sangat besar.
●●●
Allen
menyelesaikan mandinya lalu mengenakan baju sragam. Sekolah yang super ketat
dan sexy. Allen tak yakin Dave akan menyukainya, Allen sama sekali tidak
percaya diri. Payudaranya saja akan mencuat keluar seperti ini, dan lagi roknya
pendek sekali. Allen tak yakin Dave akan menyukainya. Tapi Allen tetap bersiap
sesuai permintaan Dave. Sampai saat ia selesai menyisir rambutnya dan hendak
merapikan meja riasnya ia melihat perjanjiannya dengan Dave.
Allen
sedikit tersadar bila ia dan Dave hanya berpura-pura jadi tak perlu sampai
sejauh ini. Tapi apa yang ia lakukan dengan Dave tadi tidak pura-pura, ia
senang bisa memuaskan Dave dan ia senang bisa mengikat janji sehidup semati
dengannya. Allen memasukkan kembali surat perjanjiannya lalu melupakannya.
Allen ingin menikmati waktunya bersama Dave itu saja.
"Tuan
Dave... " lirih Allen memanggil Dave yang memang sedang menunggunya di
depan.
Dave
tersenyum sumringah melihat Allen yang tampil super sexy. Bahkan lebih baik
dari ekspektasi Dave.
"J-jangan
tertawa, aku akan ganti bajuku! " ucap Allen malu.
"NO!!!
" teriak Dave yang langsung mengejar Allen. "Jangan, aku suka! "
rengek Dave lalu menggendong Allen dan mencumbunya di sofa sambil menonton TV.
"Mau makan? Mama mengirimi makanan untukmu... " ucap Dave lalu
melepaskan Allen agar bisa makan dulu.
Allen
melihat kejantanan Dave yang sudah bangun. Allen sedikit heran kenapa Dave
malah mengajaknya makan dari pada memuaskan hasratnya terlebih dahulu.
"Iya
punyaku sudah bangun, tapi kau harus makan agar tidak lemas," ucap Dave
yang bisa menebak kemana arah pikiran Allen.
Allen
tersenyum lalu mengikuti Dave ke dapur lalu memanaskan sup ikan dan tumisan
sayur yang di bawakan Helga. Ada kerang dan oister juga, lobster dan banyak
seafood lainnya. Dave duduk menunggu Allen selesai menyiapkan semuanya. Tapi
belum kelar semuanya di sajikan Dave sudah tak bisa menahan diri lagi.
"Setelah
ini kita makan! Aku sudah tidak tahan! " ucap Save lalu menggendong Allen
ke atas sofa.
Allen hanya
tertawa melihat Dave yang tak sabaran begini. Berbeda dari sebelumnya saat Dave
banyak mencumbu dadanya, kali ini Dave mencumbu kewanitaan Allen. Rasanya geli
dan malu, tapi Dave memaksanya jadi Allen hanya bisa pasrah mengangkang agar
Dave mudah mencumbu kewanitaannya.
"Tuan...
Ohh... " Allen melenguh tak tahan dengan jilatan Dave di bawah sana, belum
lagi klitorisnya yang terus beradu dengan lidah Dave yang membuatnya merem
melek. "Dave! Ahh Dave..." teriak Allen tak tahan lagi dengan godaan
Dave.
"Allen
kau murid yang nakal! " geram Dave lalu mengarahkan kejantanannya pada
kewanitaan Allen yang sudah basah. "Kau akan ku hukum! " ucap Dave
yang berpura-pura menjadi guru yang sedang menghukum muridnya yang nakal.
Dave tak
suka cerita Jav klasik seperti itu, ia berfikir kalau itu sangat kuno. Tapi
saat ia mencobanya sendiri, sensasainya benar-benar membuatnya sangat bernafsu.
"Tidak
ada murid yang memakai pakaian seketat ini, dan bahkan kau tidak memakai celana
dalam! " ucap Dave sambi memainkan kejantanannya di atas kewanitaan Allen.
"Maaf
kan aku guru, kau boleh menghukumku... " ucap Allen manja.
Dave
memasukkan kejantanannya secara perlahan yang membuat Allen mendesah nikmat.
"Besar sekali... Arghh... " desah Allen tak tertahankan.
"Ini
belum setengahnya... " bisik Dave.
"Ohh...
Itu memenuhi rahimku... " ucap Allen sambil melihat kejantanan Dave yang
masuk seluruhnya ke dalam tubuhnya.
Dave
langsung merubah posisinya agar Allen duduk di atasnya dan ia bisa menikmati
kedua payudara montok milik Allen. "Bergeraklah sayang, puaskan aku...
" ucap Dave sambil menyingkapkan sragam atasan milik Allen dan langsung
melahapnya.
Allen
berusaha bergerak naik dan turun secara perlahan. Tapi tiap gerakannya membuat
klitorisnya tergesek dengan tubuh Dave yang begitu menempel dengannya. Allen
gemetaran tak kuat, apa lagi Dave juga menyedot payudaranya.
"Jangan
egois, bergeraklah! " geram Dave. Perlahan Allen bergerak naik dan turun,
Allen merasakan kenikmatan luar biasa. Dave pun begitu, kewanitaan Allen seolah
menghisap dan memijit kejantanannya di tiap gerakan Allen.
Allen terus
bergerak sambil sesekali bergoyang, berusaha memuaskan Dave yang rasanya tak
pernah cukup satu ronde saja. Tapi usai Dave menumpahkan seluruh spermanya Dave
benar-benar menepati ucapannya dengan membiarkan Allen makan. Tentu saja
keduanya makan bersama.
"Allen,
kau jangan pernah pergi dariku ya... " ucap Dave usai makan.
Allen
langsung mengangguk. "Aku tidak akan meninggalkanmu Hubby... " ucap
Allen yang akhirnya menemukan panggilan yang tepat untuk Dave.
Dave
langsung memalingkan wajahnya antara senang dan malu di panggil Hubby oleh
Allen. "A-aku mau mandi. Kalau kau memaksa ikut boleh... " ucap Dave
malu-malu mengajak Allen mandi bersama.
Allen ingin
tertawa mendengar Dave yang malu-malu begini. Dave sangat menggemaskan.
"Umm... Aku ingin ikut!" ucap Allen lalu mengikuti Dave ke kamar
mandi.
Tapi baru
beberapa langkah Dave langsung menggendong Allen membawanya ke kamarmandi di
kamarnya agar bisa berendam air hangat bersama.
Bab 10 – Nathan Datang
Akhirnya
Dave menghabiskan waktu seminggu full untuk bulan madu bersama Allen. Awalnya
Dave hanya ingin sehari atau dua hari saja tapi ternyata ia tak bisa menolak
godaan melihat Allen menggunakan semua pakaian nakal yang ada di lemarinya.
Allen memuaskan seluruh fantasi liar Dave yang belum pernah tersalurkan dan
yang paling penting Dave tak perlu repot menggunakan kondom. Memberikan sensasi
yang lebih lagi untuk Dave nikmati.
"Kau
harus bekerja Tuan, berhentilah bermalas-malasan... " ucap Allen yang
sambil menyiapkan sarapan.
Dave
menghela nafas. "Apa aku membuat ruangan khusus untukmu di kantorku?"
tanya Dave dengan malas karena harus pergi bekerja.
"Tidak
perlu, aku akan menunggumu pulang. Seperti biasanya, sudah pergilah ke
kantor... " ucap Allen lalu menyajikan sandwich daging buatannya.
Dave
kembali menghela nafas. "Aku lelah Allen... " keluh Dave.
"Pergilah
bekerja Hubby... " bukuk Allen dengan suara lembut dan manja.
Dave
langsung menangkup wajahnya yang bersemu karena di panggil Hubby oleh Allen.
"Hari ini aku kerja, tapi bukan karena mengikuti perintahmu ya! "
ucap Dave sambil meninggikan suaranya karena salah tingkah.
Allen
tersenyum sambil mengangguk. "Hubby mau makan siang di mana?" tanya
Allen lalu ikut duduk berhadapan dengan Dave.
"Kalau
kau memasak aku makan bersamamu."
"Hubby
mau aku masak apa?" tanya Allen lalu bangkit dari duduknya untuk melihat
ada bahan masakan apa saja di kulkas.
"Kita
makan di luar saja. Aku akan menyuruh orang menjemputmu," putus Dave.
Allen
mengangguk. "Oke aku akan bersiap-siap..." jawab Allen.
"Tidak
usah siap-siap, biasa saja! Jangan sok cantik! Kau ini tidak menarik
paham?!" omel Dave yang jadi makin protektif dan mudah cemburu pada Allen
tapi enggan mengakuinya.
Allen
mengangguk sambil tersenyum berusaha memahami Dave yang tak pernah mau berterus
terang pada perasaannya. "Tapi aku hari ini sebenarnya ingin ke
supermarket... " ucap Allen.
"Nanti
saja, setelah aku pulang kerja!" potong Dave yang masih saja ketus.
Allen
menahan tawanya lalu mendekat dan mengecup pipi dan kening Dave. Dave hanya
diam terkejut mendapatkan ciuman mendadak.
"A-aku
berangkat dulu... " pamit Dave yang langsung keluar setelah menghabiskan
sarapannya.
Allen
menghela nafas lalu merapikan dapur dan ruang makan, lalu berlanjut
membersihkan apartemennya. Kegiatannya selain memuaskan Dave hanya membersihkan
apartemen, memasak, berbelanja, dan tadi bertambah membantu Dave bersiap pergi
kerja. Tidak ada yang sulit apa lagi Allen mengerjakannya dengan bahagia.
Di
sela-sela kesibukannya membersihkan tiba-tiba bel pintu apartemennya di tekan
berkali-kali entah oleh siapa, dengan cepat Allen membukakan pintu dan
mendapati Penelope yang datang bersama Nathan dengan tas dan kopernya. Allen
begitu terkejut, apa lagi ia belum membereskan kamarnya yang masih terpisah
dengan Dave.
"Aku
tidak akan lama, aku hanya menitipkan Nathan..." ucap Penelope lalu
mendorong Nathan masuk lalu pergi begitu saja tanpa berbasa-basi lagi.
Nathan
menahan tangisnya sambil memalingkan wajahnya dari Allen. Allen tak paham
kenapa Penelope meninggalkan Nathan sendirian begini, jadi Allen mengajaknya
masuk ke dalam terlebih dahulu.
"Aku
tidak papa, aku tidak sedih... " ucap Nathan berusaha menyembunyikan
perasaannya.
Allen
tersenyum lalu memeluk Nathan. Nathan langsung menangis tersedu-sedu dalam
pelukan Allen. Nathan terus bicara sambil menangis, tapi suaranya tak jelas
karena tangisannya lebih keras. Tapi Allen tetap mengelus punggung Nathan
dengan lembut agar Nathan tenang.
"Allen
aku anak baik kan?" tanya Nathan.
Allen
langsung mengangguk. "Iya Nathan anak baik. Kau pria favoritku setelah
Dave," puji Allen membesarkan hati Nathan.
Nathan
berusaha menahan senyum sumringahnya, tapi karena tidak tahan ia memalingkan
wajahnya. "Meskipun Allen memujiku seperti itu aku tidak senang sama
sekali! " teriak Nathan berusaha menyembunyikan perasaannya.
Allen hanya
tertawa kecil mendengar ucapan Nathan lalu memeluknya lagi. "Oh iya
sepertinya aku punya ice cream. Kau mau?" tanya Allen lalu menurunkan
Nathan dari pangkuannya.
Nathan
langsung mengekori Allen. Nathan suka sekali ice cream tapi ia malu untuk
mengakuinya. "Aku mau ice cream karena kau memaksaku ya... " ucap
Nathan gengsi pada Allen.
Allen
terkekeh mendengar ucapan Nathan. Benar-benar 11:12 dengan Dave bila sendang
menyembunyikan perasaanya. "Kau mirip sekali dengan Dave... " ucap
Allen lalu memberikan sendok dan wadah ice cream 500ml miliknya.
"Aku
akan jadi lebih baik dari Dave!" ucap Nathan semangat.
Allen
mengangguk lalu meninggalkan Nathan dengan ice creamnya untuk mengabari Dave
soal kedatangan Nathan. Tapi belum ia menelfon bel apartemennya kembali
berbunyi. Allen langsung membukakan pintu melihat supirnya sudah datang.
"Tunggu
di bawah sepuluh menit lagi aku datang... " perintah Allen lalu kembali
masuk untuk bersiap-siap. Allen juga memindahkan kertas surat-surat
perjanjiannya dengan Dave sebelum pergi. Karena bingung menyimpan dimana
akhirnya Allen menitipkannya sejenak di atas meja kerja Dave. "Nathan, ayo
ikut makan siang bersama. Dave juga menunggu di sana," ajak Allen.
Nathan
langsung menutup wadah ice creamnya dan meletakkan sendok bekasnya di wastafel
seblum berangkat bersama Allen. Allen juga membantu Nathan mengembalikan ice
cream ke dalam freezer dan bersiap pergi bersama.
●●●
Tidak
banyak persiapan Allen hanya menggunakan sepatu cats dan membawa tasnya. Itupun
isinya hanya ponsel dan beberapa lembar uang. Nathan juga hanya menggunakan
sepatunya kembali. Allen juga lebih mirip seperti ABG yang sedang keluar makan
siang sambil mengasuh adiknya dari pada seorang istri karena menggunakan celana
pendek dan kaos oblong milik Dave.
"Nathan,
mana ibu?" sambut Dave begitu melihat Nathan ikut datang bersama Allen.
"Ibu
bilang sekarang aku tinggal di rumahmu karena aku anak nakal... " ucap
Nathan memberitahu Dave. "Tapi Allen bilang aku anak baik... " Nathan
memberikan pembelaan.
Dave
menepuk keningnya. Kejadian serupa terulang kembali. Dave hanya bisa
geleng-geleng kepala melihat Nathan yang benar-benar di buang persis sepertinya
dulu. "Sekolahmu?" tanya Dave.
Nathan
menggeleng pelan. "Ibu bilang kau akan mengurus semuanya..." jawab
Nathan.
"Wanita
itu..." geram Dave pelan. Allen langsung menggenggam tangan Dave agar Dave
sedikit menahan amarahnya.
"Bagaimana
kalau kita makan dulu, baru nanti kita bicara lagi?" Allen berusaha
mencairkan suasana antara Dave dan Nathan.
"Aku
tidak suka sushi... " ucap Nathan. Dave langsung menatapnya kesal.
"Setelah
dari sini kita makan burger, aku juga ingin makan burger. Dulu aku pernah
bekerja di restoran cepat saji... Di sana burgernya enak..." ucap Allen
menghibur Nathan.
"K-kita
makan burger sekarang saja! Kenapa harus nanti? Lagi pula sushi itu sehat!
Banyak proteinnya!" kesal Dave yang tak terima Allen akan makan siang
berdua dengan Nathan.
"Ku
kira kau suka sushi..." ucap Allen.
"Tidak
lagi! " kesal Dave sambil memalingkan wajahnya.
"Aku
juga tidak suka burger lagi! " Nathan ikut memalingkan wajahnya.
Allen hanya
menghela nafas melihat adik dan kakak yang tiba-tiba moody begini.
"Aku
ingin sushi dan burger, bagaimana kalau kita bungkus semuanya dan makan di
rumah bersama-sama? " tanya Allen agar mendapat titik temu.
"Aku
mau! " seru Dave dan Nathan bersamaan.
"Tapi
ini karena kau yang memaksa!" ucap Dave dan Nathan bersamaan lagi.
Allen
mengangguk sambil tersenyum. Lama-lama Allen terbiasa di kambing hitamkan oleh
Dave dan sekarang bertambah dengan Nathan juga.
Bab 11 – Pisah Ranjang
"Cancel
jadwalku hari ini, aku ada urusan keluarga..." ucap Dave pada
sekretarisnya sebelum mulai bicara serius dengan adiknya.
"Allen
ini pembicaraan serius, kau tidak usah ikut! " usir Nathan pada Allen yang
menemaninya duduk di ruang makan berhadapan dengan Dave.
Allen
melongo ia di usir Nathan, tapi ia memberi waktu untuk mengobrol bersama Dave.
"Pindahkan
pakaianmu ke lemariku... " ucap Dave memberi kegiatan pada Allen sebelum
Allen pergi.
Allen
mengangguk patuh lalu meninggalkan kakak dan adik itu berbicara. Tapi karena
pakaian Allen tak sebanyak milik Dave ia hanya butuh waktu singkat untuk
memindahkan dan merapikan kembali pakaiannya ke lemari Dave yang paling bawah,
karena hanya itu yang kosong.
"Aku
akan berbelanja, kalian habiskan bicara saja... " ucap Allen
mempersilahkan Dave dan Nathan lanjut bicara karena melihatnya yang baru keluar
dari kamar.
"Kau
mau ku antar?" tanya Dave.
Allen
langsung menggeleng. "Aku bisa sendiri. Tidak apa-apa tu-... Em... Dave...
" ucap Allen gugup dan hampir keceplosan memanggil Dave dengan sebutan Tuan.
"Tunggu
di kamar! " perintah Dave singkat.
Allen ingin
melawan tapi ia takmau cekcok di depan Nathan apa lagi setelah apa yang terjadi
padanya. Dave dan Nathan tampak benar-benar serius dalam obrolan mereka. Bahkan
meskipun Nathan terpaut usia sangat jauh dengannya Dave tetap mendengarkan
Nathan dengan baik dan serius.
"Lalu
bagaimana dengan ayahmu?" tanya Dave.
"Dia
sudah menikah lagi, bulan depan ibu menikah. Jadi katanya aku harus ikut
denganmu. Kata ibu, pacarnya tidak suka anak kecil yang nakal. Padahal aku anak
baik... " ucap Nathan sedih.
Dave
menghela nafas dengan berat. "Daniel?" tanya Dave lagi.
"Dia
membenciku dari dulu."
"Kenapa?
"
Nathan
mengedikkan bahunya. "Entahlah, mungkin dia seperti pacar ibu. Tidak suka
anak kecil juga."
Dave
mengusap wajahnya dengan gusar. "Apa yang kau janjikan padaku kalau kau
sekolah, makan, dan tinggal di bersamaku?"
Allen
merasa Dave terlalu keras pada Nathan. Tapi Allen hanya diam sambil menguping
dari kamar.
"Aku
bisa belajar, nilaiku bagus, aku suka olahraga, aku bisa membantu Allen
berbelanja atau menjaga anakmu nanti... " ucap Nathan memberikan
penawaran.
"Baiklah
akanku buatkan surat perjanjian. Kau laki-laki harus menepati omonganmu,"
ucap Dave lalu berjalan masuk ke kamarnya di ikuti Nathan. Sementara Allen
langsung pura-pura tidak tau apa-apa sambil menonton TV.
Dave mulai
mengetik surat perjanjiannya dengan Nathan. Nathan belum bisa tanda tangan jadi
ia memberikan cap jempol karena merasa kurang mantap Nathan memberikan cap
kelima jarinya di atas kertas perjanjiannya dengan Dave.
"Laki-laki
harus menepati janjinya, ingat itu... " ucap Dave lalu memasukkan surat
perjanjian barunya kedalam brangkas sementara Nathan sibuk mencuci tangannya
yang kotor terkena tinta tadi.
●●●
"Apa
kau tidak terlalu keras pada adikmu?" tanya Allen setelah menemani Nathan
tidur.
Dave
menggeleng. "Dia harus belajar kehidupan, lagi pula dia ini anak laki-laki
jadi harus kuat." Dave kembali ke kamarnya membawa banyak berkas dari
kantornya.
Allen
mengangguk lalu membereskan ruang makan dan dapur setelah makan malam tadi.
Mungkin bila tidak ada Nathan sekarang ia sudah bercinta dengan Dave. Tapi
karena ada Nathan jadi harus di tahan dulu. Allen juga menata barang-barang
belanjaannya tadi, lalu mengisi tempat sabun yang sudah kosong dan mengganti
tisu toilet.
Dave keluar
lagi dari kamarnya lalu pergi keluar. Tak lama Dave kembali masuk dengan
membawa tempat tidur lipat tipis dan membawanya ke kamar. "Aku tidak mau
tidur denganmu," ucap Dave dingin.
Allen
bingung kenapa Dave tiba-tiba enggan tidur dengannya, padahal selama ini mereka
tidur bersama. Tadi pagi juga Dave tak mau berpisah darinya. Kenapa sekarang
begini? Tapi Allen tak mau ambil pusing, mungkin memang karena ada Nathan jadi
mereka harus membatasi diri satu sama lain.
Allen hanya
dapat bantal dan selimut tipis, padahal Dave selalu menggunakan pendingin
ruangan dengan suhu 15°C tapi Allen tak berani komplain atau menurunkan suhunya
karena Dave tampak tidak nyaman dan akan bersikap ketus padanya bila ia
mengganggu pendingin ruangannya. Karena suhu yang terlalu dingin bagi Allen, ia
jadi bolak-balik ke kamar mandi. Bahkan rasanya Allen ingin tidur di kamar
mandi saja karena lebih hangat dari pada kamar Dave.
"Seharusnya
kau tidak banyak minum," sindir Dave yang mengantri di depan kamar
mandinya.
"Maaf Tuan..."
ucap Allen sambil menundukkan pandangannya lalu berjalan melewati Dave.
Dave tidak
suka saat Allen memanggilnya Tuan, Dave lebih nyaman bila Allen memanggilnya
Hubby, sayang atau sejenisnya. Dave tidak suka Allen menegaskan jarak di antara
mereka dan mempertegas bila ada hubungan profesional diantara mereka. Tapi Dave
juga tak bisa banyak menuntut karena memang itu faktanya. Surat kontrak Allen
yang tiba-tiba ada di atas mejanya juga rasanya cukup menjadi mengingatkannya
atas jarak yang harusnya tercipta.
Tapi
melihat Allen tak ada dalam pelukannya minimal ada di ranjangnya juga membuat
Dave tak biasa. Apa lagi sudah satu minggu berlalu tidur bersama dengan Allen.
Bahkan Dave sudah terbiasa untuk bercinta terlebih dahulu sebelum tidur. Lalu
mengawali paginya dengan bercinta lagi. Sekarang ia harus membiasakan dirinya
kembali untuk kehilangan kenikmatan yang ia dapatkan dari Allen.
"Allen,
kau sudah 7 kali keluar masuk kamar mandi. Kau ini habis minum apa?" tanya
Dave yang jadi tidak bisa tidur.
Allen
menggeleng pelan. "Aku tidak tau, padahal terakhir aku minum tadi sore...
" jawab Allen lalu bersiap tidur.
Allen
menghela nafasnya, rasanya penat sekali harus menggunakan bra saat tidur. Jadi
Allen kembali ke kamar mandi untuk melepaskan branya. Tapi saat Allen hendak
mengenakan pakaiannya kembali Allen sedikit memperhatikan payudaranya. Bukan
hanya banyak bekas kissmark saja tapi ukurannya jadi sedikit lebih besar dan
makin padat. Pantas bila branya terasa sesak.
"Allen
apa yang kau lakukan?" tanya Dave yang melihat Allen sedang memperhatikan
payudaranya.
Allen
langsung menurunkan bajunya dan menyembunyikan branya kebelakang punggung.
Dave
menghela nafas. Dave mengira Allen akan memuaskan dirinya sendiri membuat Dave
sebagai laki-laki merasa tersinggung. Ada aku kenapa harus masturbasi, apa aku
ini tidak di anggap? Apa dia kira aku tak bisa memuaskannya? Batin Dave kesal.
Allen
langsung masuk ke dalam selimut tipisnya dan menyembunyikan dirinya dari Dave.
Allen agak sedikit mual dan pusing, ia tak mau cekcok dulu dengan Dave. Selain
itu ia juga malu saat tadi Dave melihatnya sedang memperhatikan payudaranya.
●●●
Pagi
menjelang, Allen belum menyiapkan sarapan untuk Dave maupun Nathan. Allen masih
pusing sejak semalam. Beruntung Nathan tidak merepotkan dan bisa menyiapkan
sarapannya sendiri. Dengan susu dan sereal. Sementara Dave memutuskan untuk
tidak bergantung pada Allen jadi ia hanya sarapan dengan kopi dan roti yang di
oles selai.
"Besok
kau sekolah, nanti minta Allen untuk menemanimu membeli peralatan sekolah...
" ucap Dave sebelum berangkat dan sama sekali tidak berpamitan pada Allen
yang ada di kamarnya.
Nathan
mengangguk lalu menyelesaikan sarapannya dan meletakkan peralatan makan yang
kotor ke dalam wastafel.
"Sudah
sarapan?" tanya Allen lembut pada Nathan.
Nathan
mengangguk. "Dave bilang besok aku sekolah, jadi hari ini kita beli
peralatan sekolah... " ucap Nathan memberitahu Allen.
Allen
mengangguk sambil menuangkan air dingin ke dalam gelasnya yang berisi air
panas. "Aku siap-siap dulu ya... " ucap Allen lalu kembali masuk ke
kamarnya.
"Kau
mau sarapan dulu?" tanya Nathan yang khawatir melihat Allen yang pucat.
Allen
menggeleng. "Aku belum selera."
"Apa
kau sakit Allen?" tanya Nathan khawatir.
Allen
kembali menggeleng. "Aku hanya sedikit pusing. Nanti kita beli taco
oke?" tawar Allen yang di setujui Nathan.
Sebenarnya
Allen tidak benar-benar baik-baik saja. Kepalanya tambah pusing saat ia membuka
selimut dan mencium aroma parfum Dave. Bahkan ia sudah muntah tadi makannya ia
tak selera makan sama sekali. Allen ingin diam di rumah saja sebenarnya. Tapi
ia tak mau kehilangan semangat Nathan yang mengajaknya pergi belanja
perlengkapan sekolah.
Bab 12 – Allen Sakit
Sebenarnya
Allen tidak benar-benar baik-baik saja. Kepalanya tambah pusing saat ia membuka
selimut dan mencium aroma parfum Dave. Bahkan ia sudah muntah tadi makannya ia
tak selera makan sama sekali. Allen ingin diam di rumah saja sebenarnya. Tapi
ia tak mau kehilangan semangat Nathan yang mengajaknya pergi belanja
perlengkapan sekolah.
Usai
berbelanja Nathan dan Allen membeli taco untuk makan siang. Karena bawaannya
ada banyak mereka memutuskan untuk membawanya pulang. Nathan juga sudah tidak
tega melihat Allen yang terlihat lelah.
"Allen
kau harus pergi ke dokter!" ucap Nathan begitu sampai rumah.
"Aku
baik-baik saja, hanya butuh istirahat..." ucap Allen lalu menghangatkan
taconya sebelum di makan.
Nathan
mengangguk lalu mulai makan taconya karena sudah lapar tanpa menghangatkannya
dulu. Taco milik Allen yang di hangatkan juga tampak enak. Nathan mau lagi tapi
malu untuk meminta milik Allen.
"Kau
mau lagi?" tanya Allen sambil menggigit taconya. Tapi baru beberapa kali
kunyah Allen sudah merasa sangat mual dan langsung berlari ke kamar mandi.
"Kau
baik-baik saja Allen? " tanya Nathan di luar kamar mandi.
Tak lama
Allen keluar dari kamar mandi. "Aku tidak suka taco."
Nathan
langsung mencicipi taco milik Allen. "Rasanya enak, sama seperti punyaku
tadi."
Allen
tersenyum lalu tiduran di sofa. "Kau mau memakannya untukku?" pinta
Allen.
Nathan
mengangguk. "Aku memakannya karena kau memintanya ya."
Allen
kembali mengangguk lalu mulai memejamkan matanya. Badannya terasa lelah sekali,
selain karena pusing dan mual. Allen juga berpikir mungkin ia begini karena
telat makan dan lelah menemani Nathan.
"Allen
kau sakit. Apa kau mau aku menemanimu ke dokter? Dokter itu baik, kau tidak
akan di suntik. Dia hanya memeriksamu lalu memberi obat dan kau bisa
sehat," ucap Nathan setelah memegang kening Allen memastikannya tidak
demam.
Allen
melihat ke arah jam dinding. Masih empat jam lagi sebelum Dave pulang. Allen
tak bisa meninggalkan Nathan sendirian sementara ia tidur di kamar.
"Allen
kau istirahat saja," Nathan mengambilkan selimut. "Aku akan
menjagamu," ucapnya meyakinkan Allen sambil duduk di bawah dan menyalakan
TV dengan siaran kartun.
●●●
"Ssstttt!
" sambut Nathan begitu Dave pulang.
"Mana
Allen? " tanya Dave.
"Dia
sakit, dari tadi pagi belum makan," jawab Nathan sambil menunjuk Allen
yang terlelap di atas sofa.
"Dasar
cari-cari penyakit!" kesal Dave yang sebenarnya khawatir pada Allen sambil
memegang keningnya.
"Dave...
" panggil Allen dengan lemas. "Kau sudah pulang... " Allen
berusaha bangun. "Aku belum menyiapkan makan malam."
"Aku
ada makan malam di luar, aku hanya mandi dan ganti baju saja. Kau bisa memesan
makanan sendiri," ucap Dave dingin.
"Nathan
mau makan apa? " tanya Allen pada Nathan dengan lemah lalu mengambil
ponselnya.
"Apa
saja," jawab Nathan.
"Yasudah
ku pesankan ayam dan kentang goreng saja ya?"
"Kau
ingin membuat adikku jadi penuh lemak dengan makanan tidak sehat itu? Sudah
Nathan ikut saja denganku! " sela Dave dengan kesal.
Nathan
langsung menatap Allen sedih. Nathan ingin menemani Allen tapi Nathan juga
takut bila Dave marah-marah. "Bagaimana dengan Allen? " tanya Nathan.
"Biar
dia di rumah, dia sakit. Merepotkan kalau di ajak! " ketus Dave sambil
berjalan masuk ke kamarnya.
Dave
langsung mengusap wajahnya. Ia sadar sudah terlalu kasar pada Allen, yang
sebenarnya Dave inginkan adalah agar Allen bisa istirahat tanpa menjaga Nathan
dan bisa leluasa menikmati waktunya. Tapi Dave terlalu gengsi mengucapkan itu.
"Allen
masuklah ke kamar! Kau tidak membantu sama sekali! Kau ini berhentilah membuat
penyakit berdatangan padamu. Makan! Minum obat! Atau lakukan sesuatu yang
berguna untuk dirimu. Kau ini merepotkan sekali!" bentak Dave pada Allen
yang sedang membantu Nathan bersiap makan malam bersama Dave.
Allen
tersentak kaget dengan ucapan Dave hanya bisa diam lalu memalingkan wajahnya.
Sementara Dave menggandeng Nathan keluar meninggalkan Allen sendirian.
Dave
langsung menyesal sudah membentak Allen seperti itu. Padahal maksud Dave ia
hanya ingin menyuruh Allen untuk makan dan istirahat. Bukan memarahinya atau
memakinya seperti tadi.
"Dave
kau tidak boleh begitu pada Allen. Dia sakit dari tadi pagi," cicit Nathan
yang berusaha membela Allen.
Dave hanya
diam seolah tak dengar pada apa yang Nathan katakan.
●●●
Allen
langsung masuk ke kamar Dave tapi bau parfum Dave benar-benar membuatnya mual.
Allen sudah muntah beberapa kali sampai ia lemas dan tertidur di atas tempat
tidur Dave. Perasaan Allen begitu campur aduk ia sedih Dave jadi dingin dan
memarahinya. Tapi ucapan Dave ada benarnya juga, bila Allen sakit ia hanya akan
merepotkan dan jadi beban saja. Allen ingin bangun dan membuat makanan atau
memesan makanan tapi ia terlalu lemas untuk melakukannya.
Entah
berapa lama Allen tertidur hingga ia kembali di bangunkan oleh Dave yang
menempelkan telapak tangannya di kening Allen. Allen langsung membuka matanya
dan bangun dari tidurnya. Tanpa pikir panjang Allen langsung merapikan tempat
tidur Dave lagi dan menyalakan pendingin ruangan sesuai suhu yang Dave suka.
"Maaf,
aku tidak sengaja tidur... " ucap Allen sambil tersenyum canggung dan
menjaga jarak dari Dave.
Dave
awalnya berniat untuk merawat Allen tapi melihat reaksi Allen yang seperti itu
Dave jadi mengurungkan niatnya. "Kau sudah makan? Ku bawakan sup ayam...
" ucap Dave.
Allen
menggeleng lalu buru-buru keluar. Dave kesal karena sejak Allen kemarin Allen
menghindarinya dan banyak hal yang Allen sembunyikan. Dave juga kesal karena
Allen sakit dan bersikap sok kuat dan tak meminta banTuannya sama sekali. Dave
merasa Allen benar-benar ingin menjauhinya dan hanya menjalankan kontrak
sebagaimana mestinya, padahal Dave sudah berharap ia dan Allen bisa menjadi
pasangan seutuhnya.
Setelah
Dave mengganti pakaiannya dengan kaos dan celana longgar, Dave berniat
menghampiri Allen yang sedang makan. Tapi belum Dave mendekat Allen sudah
berlari ke kamar mandi dan memuntahkan apa yang di makannya lagi. Dave ingin
menolong tapi ia takut Allen akan menolaknya dan bersikap sok kuat.
"Besok
pergilah ke dokter," perintah Dave sambil mengisi air di gelasnya.
Allen
mengangguk lemas lalu kembali masuk ke kamar mandi untuk muntah lagi hingga ia
terduduk lemas di kamar mandi tanpa banTuan dari Dave sedikitpun. Allen ingin
meminta tolong pada Dave, tapi tadi Dave bilang ia hanya beban jadi Allen takut
meminta tolong. Allen takut Dave akan memarahinya lagi.
Bab 13 – Istirahat
"Allen
kau harus ke dokter nanti ya... " ucap Nathan sebelum berangkat ke sekolah
bersama dengan Dave.
Dave hanya
diam enggan bicara dengan Allen. Allen tidur di kamarnya dan menjaga moodnya
saja Dave bersikap ketus. Apa lagi Allen tidur di luar atas kemauannya sendiri
begini. Dave menganggapnya sebagai perlawanan dan red flag atas ketidak setiaan
Allen padanya. Apa lagi Allen terlihat lebih sehat setelah tidur di luar
meskipun Allen begadang sambil menonton TV dan membaca buku soal tumbuh kembang
anak usia Nathan di ponselnya.
Dave sudah
memikirkan soal perselingkuhan atau semacamnya. Dave tidak suka Allen mendua
darinya, bahkan Dave tak bisa membayangkan bila Allen akan bermesraan dengan
pria lain. Jangankan bermesraan chatting saja Dave tak tega membayangkannya.
Dave juga terus bertanya-tanya kenapa Allen bisa sehat tadi pagi padahal
semalam nyaris KO begitu. Apa yang membuat Allen semangat?
"Tuan
Dave, apa ada yang ketinggalan?" tanya Allen yang sedang membuat sup telur
kesukaannya di dapur.
Dave
berusaha menahan wajahnya agar tetap datar. "Bukan urusanmu! " ketus
Dave lalu masuk ke kamar di iringi bantingan pintu yang membuat Allen terkejut.
Allen
menghela nafas lalu mengikuti Dave masuk ke dalam kamarnya. Dave tampak sangat
kesal menatap Allen yang mengintilinya. Tapi Allen memberanikan diri untuk
mendekati Dave. "Tuan Dave, apa aku berbuat salah?" tanya Allen
lembut dan tak berani menatap mata Dave.
"Kau
pikir saja sendiri! " bentak Dave.
"Aku
tidak tau salahku di mana? Jadi aku tanya."
Dave
mendengus kesal.
"Kita
baru melewati beberapa hari masih lama hari yang harus kita lalui. Apa kita
harus terus begini? Tuan Dave tolong katakan sesuatu, salahku dimana, apa
kurangku? Agar aku bisa memperbaikinya. Aku ingin menjadi pasangan yang baik
untukmu... " ucap Allen lalu meninggalkan Dave di kamar karena sudah tak
kuat menahan airmatanya.
Dave
langsung duduk ke tempat tidurnya. Ia ingin sekali memeluk Allen dan
memanjakannya, apa lagi Allen baru saja sehat begini. Tapi Dave tak mau
terlihat membutuhkan Allen atau menyayanginya setelah Allen mengingatkannya
dengan jelas soal surat perjanjian itu. Dave kesal melihat Allen sedih seperti
tadi dan ia tak bisa melakukan apa-apa karena egonya.
Dave tak
berani keluar kamar, baru ia membuka sedikit pintu kamarnya ia mendengar Allen
menangis terisak-isak dari dapur. Tapi Dave enggan menunjukkan belas kasihannya
saat ini. Dave tak mau Allen memanfaatkannya dan mempermainkan perasaannya bila
Allen tau ia nyaman dan menyayangi Allen. Karena merasa tekatnya untuk menjaga
jarak dari Allen sudah kuat Dave akhirnya menguatkan diri untuk bersikap lebih
dingin lagi pada Allen.
●●●
Allen
menguatkan dirinya. Dave memang begitu dari awal. Moodnya mudah berubah-ubah.
Kadang Dave manja padanya dan sangat menyenangkan, kadang dingin dan ketus, dan
sekarang ia kasar sekali. Allen tak pernah terpikir meninggalkan Dave, Allen
tak yakin ada orang yang kuat dan mau menghadapi sikap Dave yang seperti itu
selain dirinya. Allen berfikir memperpanjang kontraknya dengan Dave, tapi Allen
juga tau diri bila bukan ia yang memegang kendali di sini. Dari awal Dave yang
memegang kendali atas semuanya.
Tadi Allen
sempat berpikir untuk marah pada Dave, tapi setelah Allen menangis ia merasa
jauh lebih baik dan lebih lega. Allen juga sudah menyampaikan apa yang
mengganjal di hatinya jadi itu saja cukup untuk Allen. Moodnya juga membaik
hari ini. Hanya saja ia perlu menghindari bau parfum Dave yang membuatnya mual
atau masakan yang menggunakan MSG. Jadi Allen merasa ia tak perlu pergi ke
dokter.
"Kau
sudah ke dokter?" tanya Nathan begitu pulang.
"Belum,
tapi aku sudah sehat. Mungkin aku hanya terlalu lelah kemarin, " jawab
Allen ceria. "Aku membuat pasta." Allen langsung menyiapkan pasta
untuk makan siang Nathan.
"Aku
suka kau sehat... " ucap Nathan setelah cuci tangan dan duduk manis di
meja makan untuk menyantap makan siangnya.
"Bagaimana
sekolahmu?" tanya Allen antusias mendengarkan pengalaman Nathan.
Nathan
langsung bercerita soal pengalamannya bersekolah dengan semangat. Bahkan Nathan
juga menggambarkan denah kelas dan lorong sekolahnya sesuai ingatannya.
"Kau harus ikut ke sekolahku, di sana seru! " ucap Nathan yang ingin
membawa Allen ke sekolahnya juga.
Allen
tertawa kecil. "Lain kali ya, bila ada undangan ke sekolahmu aku
datang."
Hanya
Nathan yang membuat Allen merasa berguna di rumah ini. Allen merasa seperti
keluarga seutuhnya bersama Nathan. Nathan juga selalu punya cara untuk
menghibur Allen.
●●●
Malamnya
Allen kembali begadang dan tidur di sofa luar. Allen kembali melanjutkan
bacaannya sementara Dave sesekali keluar kamar entah untuk mengambil minum atau
mengganggunya dengan menyindir soal TV yang tidak di tonton atau boros listrik.
Jadi Allen mematikan TVnya dan hanya membaca sambil mendengarkan musik dari
ponselnya.
"Kau
ini boros listrik! " ketus Dave lalu mematikan lampu dan masuk ke
kamarnya.
Allen hanya
menghela nafas panjang menghadapi Dave yang mudah sekali memarahinya.
Sebenarnya Dave hanya ingin agar Allen masuk ke kamar dan istirahat. Dave tak
bisa tenang kalau Allen tidak ada dalam jangkauan pandangannya sebelum tidur.
Dave bahkan sengaja menyemprotkan parfumnya kemana-mana agar Allen betah di
kamarnya tapi Allen malah memilih tidur di sofa depan yang membuat Dave
benar-benar kesal.
Keesokan
harinya Allen kembali pusing dan mual lagi hingga nyaris seharian lemas. Selema
Dave dan Nathan pergi juga Allen masih berusaha membersihkan tempat tinggal
mereka dan membuat makan siang untuk Nathan. Baru Allen mencuri kesempatan
untuk tiduran di tempat tidur Dave karena punggungnya sakit harus tidur di
sofa. Aroma maskulin Dave yang tertinggal di bantal juga membuat Allen merasa
lebih baik dan nyaman. Tapi Allen akan langsung bangun dan merapikannya begitu
Dave datang sebelum Dave marah.
"Kau
ini penuh penyakit, lalu tidur di tempat tidurku. Apa kau berencana
menulariku?" sarkas Dave yang melihat Allen merapikan tempat tidurnya saat
pulang kerja.
Allen
menggeleng lalu menghela nafasnya dan berjalan keluar.
"Allen,
kau mau tidur denganku?" tanya Nathan yang membawa gelas air putihnya ke
kamar.
Allen
tersenyum lalu mengangguk.
"Aku
sering melihatmu tidur di luar. Kau sakit, sebelumnya itu juga kamarmu, kau
harus istirahat dengan baik agar cepat sembuh... " Nathan menasehati
Allen. "Oh iya Allen apa kau dan Dave bertengkar?" tanya Nathan.
Allen
langsung menggeleng. "Mungkin Dave sedang mengalami masa-masa sulit jadi
perlu waktu sendiri. Kami baik-baik saja, " ucap Allen menenangkan pikiran
Nathan sebelum ia overthinking.
Allen
menemani Nathan tidur hingga ia ikut tertidur juga. Rasanya hangat dan nyaman
bisa tidur di kasur lagi. Tapi belum lama ia terlelap Dave menggoyang-goyangkan
tubuhnya hingga Allen terbangun.
"Apa
kau ingin menulari Nathan?" tanya Dave yang jelas mengusir Allen. Meskipun
sebenarnya ia ingin agar Allen kembali ke kamarnya.
Allen
bangun dan keluar dari kamar Nathan. Sudah hampir tiga minggu ia tak merasakan
nyamannya tempat tidur. Allen rasa ia akan segera sehat bila bisa istirahat
dengan nyaman. Itu saja, tapi karena kesehatannya tak kunjung membaik ia
berencana agar besok bisa pergi ke dokter.
"M-mau
di bawa kemana itu?" tanya Allen yang melihat Dave mengeluarkan kasur
lipatnya.
Dave tak
menjawab dan terus berjalan keluar. Tak lama Dave datang kembali membawa
matras. "Kau tidur di sini, kasurnya terlalu kotor, aku jijik!" ucap
Dave yang sebenarnya ingin agar Allen meminta agar bisa tidur dengan nyaman di
ranjangnya atau memohon fasilitas istirahat lainnya.
Allen ingin
menangis rasanya. Kasur lipat saja dingin sekarang hanya matras. Dave
benar-benar membencinya. Tapi Allen tak punya banyak pilihan. Ia hanya di
kontrak, tak boleh banyak menuntut.
Bab 14 – Dokter
Pagi-pagi
setelah menyiapkan bekal untuk Nathan, Allen sudah pergi duluan. Allen tak
hanya menyiapkan bekal tapi membuatkan kopi dan sarapan untuk Nathan dan Dave
juga. Allen tak mau Dave terus merasa terusik akan kesehatannya dan tak mau di
perlakukan lebih buruk lagi. Selain itu Allen tidak mau mengantri terlalu lama.
Ia ingin bisa cepat pulang dan tidur di tempat tidur Dave atau Nathan nanti.
"Kau
punya pasangan?" tanya Dokter sebelum memberikan diaknosisnya.
"Ya,
aku punya suami. Dia sedang bekerja. Apa sakitku serius?" tanya Allen
khawatir dan sudah tak tenang.
Dokter
langsung tersenyum lega. "Syukurlah kalau begitu. Kau mau kembali tiduran
di sana?" Dokter menunjuk tempat tidur pasiennya. "Kau kekurangan
banyak nutrisi, kapan terakhir kau makan? Janinmu butuh banyak nutrisi."
Dokter mulai melakukan USG pada perut Allen dan menunjukkan ada gumpalan darah
di dalam rahimnya, calon janin yang akan menempati rahimnya.
"Oh My
God!" Allen langsung berkaca-kaca terharu. "Aku hamil. Oh maaf sayang
aku tidak tau kau mulai hidup di sana... " ucap Allen sambil menatap
minitor. "Perutku terasa begitu mual akhir-akhir ini. Aku takut bila
sakitku menular, ternyata aku hamil."
"Akan
ku berikan obat anti mual agar kau bisa makan. Kau perlu banyak cairan juga
agar tidak pingsan," saran dokter lalu mencetak foto USG Allen barusan.
Allen
mengangguk senang lalu membawa resepnya ke apotek. Allen tak langsung pulang
setelah mengambil obat. Ia pergi ke supermarket terlebih dahulu, Allen ingin
kehamilannya baik-baik saja. Jadi Allen membeli beberapa susu hamil dan buah.
Allen juga berencana memberi tahu Dave secepatnya.
Tapi begitu
Allen sampai apartemen dengan belanjaannya ia terkejut sofa dan beberapa
furnitur di ganti Dave. Dave menggantinya dengan sofa kayu yang di lambari busa
tipis untuk duduk. Desainnya memang estetik tapi Allen tidak suka. Ia sudah
nyaman dengan sofanya sekarang malah di ganti dengan kursi keras itu.
"Kau
sering tidur di sofa, jadi aku tidak mau ada virus di sana. Aku sengaja
menggantinya." Dave benar-benar membuat Allen tidak betah.
Allen ingin
protes tapi ia langsung mereda emosinya. Ia tak bisa melawan Dave sekarang.
Allen yang tadinya ingin memberitahu Dave soal kehamilannya jadi tidak jadi.
Allen merasa bila ia memberitahu Dave bila ia hamil, itu hanya akan memperburuk
kondisi.
Allen sakit
saja Dave bersikap seolah ingin menyingkirkannya. Apa lagi bila hamil. Terlebih
lagi masalah anak tidak tercantum di kontraknya. Allen menyalahi kontraknya,
tapi Allen juga tidak mau menggugurkan janinnya bila nanti Dave tidak suka dan
ingin janin yang di kandungnya untuk di singkirkan. Allen ingat betul ia di
kontrak agar Dave bisa memperoleh kebebasannya dan Dave sejak awal tidak pernah
memberinya janji untuk komitmen.
"Tuan
Dave bisa kita bicara sebentar?" tanya Allen memberanikan diri untuk terus
terang dan langsung bersiap dengan apapun kemungkinan terburuknya.
"Aku
sibuk nanti saja! " tolak Dave lalu pergi begitu saja meninggalkan Allen
sendirian.
Allen tak
bisa menahan tangisnya lagi. Allen tak punya siapapun selain Dave dan calon
buah hatinya. Sekarang Dave membencinya padahal butuh waktu 9 bulan untuk hamil
dan masih ada 12 bulan full agar ia bisa selesai kontrak. Allen ingin tetap
menjaga buah hatinya apapun yang terjadi, tapi Allen juga bingung bagaimana
cara menyembunyikan kehamilannya. Cepat atau lambat Dave pasti akan
mengetahuinya.
Allen tak
mau terus bersedih. Allen sadar betul menangis tidak akan menyelesaikan
masalah. Jadi ia mulai memindahkan susunya kedalam toples agar Dave tidak tau
lalu buru-buru membuang bungkusnya. Allen juga menyembunyikan foto USG yang
semula ingin ia tunjukkan pada Dave ke dalam tasnya di gudang. Allen akan
menyembunyikan semua sendiri dan menunggu hingga ada waktu yang tepat
mengatakan yang sejujurnya pada Dave.
●●●
Malam
menjelang, Allen sudah menemani Nathan tidur dan berpura-pura ikut tidur
bersamanya juga. Baru Allen pindah ke kamar Dave. Tapi begitu ia sampai
matrasnya tidak ada di lantai. Dave menyingkirkannya, selimutnya juga di ganti
dengan kain pantai yang super tipis dan bantalnya juga tak lebih besar dari
bantal sofa.
"Tuan
Dave, apa kau ingin aku pergi?" tanya Allen pada Dave yang terus
menyibukkan diri.
Dave
terkejut dengan pertanyaan Allen. Dave tak siap bila Allen pergi darinya. Dave
benci ketakutannya menjadi nyata seperti sekarang, firasatnya soal surat
perjanjian itu ternyata benar.
"Bila
kau ingin aku pergi, aku akan pergi. Tapi tolong jangan terus menyiksaku
begini... "
"Keluar
Allen! Kau merusak konsentrasiku! " usir Dave lalu menyeret Allen keluar
dari kamarnya dan menghempaskannya begitu saja.
Dave sudah
tidak kuat menahan tangisnya. Dave tidak ingin berpisah dari Allen. Bahkan ia
hampir tiap hari berusaha pulang lebih awal dan menyempatkan waktunya untuk
mengurus Nathan juga agar Allen nyaman mendampinginya. Tapi apa yang di rasakan
Dave tak pernah dapat ia sampaikan dengan perbuatannya yang berbanding 180°
perbedaannya.
Selang
beberapa lama Dave kembali membuka pintu kamarnya setelah menyadari tak ada
suara sama sekali dari luar. Dave jadi mengkhawatirkan Allen. Dave sadar ia
sudah terlalu keras padanya, apa lagi Allen sakit dan perlu banyak istirahat.
Tapi saat Dave membuka pintu kamarnya Allen masih terkapar di tempat yang sama
saat ia terhuyung-huyung tadi setelah di seret keluar. Allen pingsan.
Dave
langsung menyalakan lampu dan mendapati tak hanya pingsan ada darah juga yang
keluar dari hidung Allen. Dave langsung panik dan segera membawa Allen ke rumah
sakit. Dave tak bisa tenang dan berpikir jernih lagi sekarang. Ia tak mengira
bila Allen dalam keadaan selemah itu. Saat Dave menggendongnya pun Dave juga
jadi tau bila Allen kehilangan banyak berat badannya sejak sakit beberpa minggu
yang lalu.
"Allen
maaf aku tidak sengaja... " bisik Dave penuh sesal sambil menggenggam
tangan Allen yang begitu dingin.
Dave takut
bila Allen tak hanya pingsan tapi tidak akan bangun lagi selamanya. Dave hanya
ingin Allen tunduk dan menginginkannya. Dave ingin Allen menjadikannya sebagai
kebutuhan itu saja. Dave bersikap keras agar Allen merayunya, agar Allen
memohon padanya. Tapi Dave baru menyadari sejak awal Allen bukan wanita yang
seperti itu. Allen bukan wanita murahan yang akan mengiba dan memberikan bujuk
rayu pada seorang pria. Dave juga jadi menyadari bila caranya salah besar.
"Allen
mari kita bicara. Kalau kau bangun kau boleh tidur di tempat tidurku. Aku yang
akan tidur di bawah. Aku akan mengembalikan sofa sesuai yang biasanya. Ku mohon
bangun... " ucap Dave sambil menangis menggenggam tangan Allen dan
sesekali menciuminya.
Bab 15 – Hamil
"Anda
suaminya?" tanya dokter yang tadi pagi menangani Allen.
Dave
langsung mengangguk.
"Nyonya
Allen sudah bilang sesuatu?" tanya dokter itu lagi.
Dave
langsung serius dan makin khawatir. Jangan-jangan Allen sakit serius dan jadi
parah karena ulahnya akhir-akhir ini.
"Karena
kau menatapkun seperti itu sepertinya memang belum mengatakan apapun... "
"Apa?
Istriku kenapa?" cerca Dave tak sabaran.
"Istrimu
hamil, ini minggu-minggu awal kehamilannya. Kurasa ia terlalu memforsir dirinya
hingga pingsan seperti ini. Dia juga kekurangan nutrisi, aku mengkhawatirkan
janinnya."
Dave kaget
bukan main. Selama ini ternyata Allen sedang melewati masa-masa sulit awal
kehamilannya. Sedangkan ia terus melakukan hal konyol pada Allen dengan
bersikap kasar dan keras padanya. Bahkan Dave terus berusaha menyingkirkan
Allen karena ia sedang sakit. Padahal jelas-jelas ia yang sudah membuat Allen
sakit.
"L-lalu...
S-sekarang dia bagaimana? Aku tidak sengaja mendorongnya... " ucap Dave
gemetar ketakutan bila terjadi sesuatu pada Allen.
"Kurasa
dia baik-baik saja. Awal kehamilan memang jadi gampang lemas, mual, sering
buang air kecil. Apa hari ini dia sudah makan?" tanya Dokter.
Dave
kembali terdiam. Tadi pagi Allen tidak makan, siangnya juga sepertinya belum
sempat makan. Malamnya saat Allen menyiapkan makan malam juga Dave menyindirnya
habis-habisan hingga Allen tak menyentuh makanannya sedikitpun. Saat mau tidur
Dave malah melakukan hal bodoh dengan argh bahkan Dave begitu menyesal untuk
mengingat apa yang sudah ia lakukan pada Allen.
"Kurasa
dia belum makan apapun hari ini... " ucap Dave pelan dan penuh sesal.
"Pantas
saja dia lemas begini. Ya, semua akan baik-baik saja setelah di infus..."
ucap dokter sebelum meninggalkan Dave dan Allen.
Dave hanya
diam merenungkan perbuatannya selama sebulan ini. Dari awal Dave yang memilih
dan melanggar setiap kontrak, lalu ia berbuat buruk pada Allen. Padahal Allen
berkali-kali mengatakan ingin menjadi pasangannya yang baik. Allen bahkan
mengerjakan lebih dari yang harusnya ia kerjakan seperti membersihkan apartemen
dan menyiapkan makan. Sekarang malah bertambah dengan mengasuh Nathan juga.
Dave bahkan
memberikan tempat istirahat yang layak dan makan bebas pada semua karyawannya.
Tapi ia malah bersikap jahat pada Allen yang berusaha berbuat baik untuknya.
Bahkan Allen tidur di lantai dan di sofa seperti gelandangan. Makanpun terus ia
sindir hingga seleranya hilang.
"Tuan
Dave... " lirih Allen begitu bangun.
"Allen
kau hamil," ucap Dave singkat sambil mengusap wajahnya dan menghela nafas.
Allen sudah
merasakan firasat buruk. Rencananya menyembunyikan kehamilan gagal.
"Istirahatlah
lagi, nanti di rumah kita bicarakan." Dave menggenggam tangan Allen.
"Tuan
Dave, maaf merepotkanmu... " ucap Allen lembut. "Kalau kau ada
urusan, aku bisa sendiri... " ucap Allen sambil membalas genggaman tangan
Dave.
Dave hanya
diam. Allen tak berani bicara lagi. Allen tak mau memperkeruh suasana bila
ternyata Dave tak menginginkan kehamilannya. Dave juga terlihat sangat kusut
dan terus memalingkan pandangannya dari Allen meskipun ia terus menggenggam
tangan Allen.
"Tuan
Dave... " panggil Allen pelan. Dave langsung menatapnya. Seketika Allen
langsung mengurungkan niatnya untuk membahas hubungan mereka. "Em... Siapa
yang akan mengantar Nathan sekolah?" tanya Allen.
"Itu
sudah ku urus, tidak usah kau pikirkan," jawab Dave lalu mengelus perut
Allen pelan. "Kau mau makan sesuatu?" tanya Dave perhatian.
Allen
menggeleng pelan sambil tersenyum. "Tuan Dave bagaimana menurutmu bila aku
hamil?" tanya Allen.
Dave
menghela nafas berusaha agar tidak terlalu emosional. "Tidak
apa-apam..." baru Dave ingin melanjutkan ucapannya seorang perawat datang
untuk melepaskan infus di tangan Allen.
"Aku
sudah boleh pulang?" tanya Allen.
"Sudah
nyonya... " jawab perawat itu singkat.
Dave
langsung menggendong Allen dan membawanya keluar menuju mobilnya. Allen malu
sekali di gendong seperti ini, apa lagi ia langsung jadi bahan tontonan semua
orang di rumah sakit.
"Kau
tidak memakai sandal, jadi ku gendong saja... " ucap Dave sebelum Allen
meronta.
Allen
mengangguk pelan dan tak berani melawan lagi. Meskipun Allen takut dengan
reaksi dan pembicaraannya dengan Dave nanti tapi Allen senang dengan perlakuan
Dave yang lembut padanya.
"Kau
tetap harus makan sesuatu Allen. Kau bisa minta apapun, kau mau apa?"
paksa Dave sambil menyetir pulang.
"Nanti
aku buat sup saja di rumah... "
"Sup
telur? Kau perlu lebih dari sekedar telur Allen. Kau hamil, pikirkanlah
kesehatanmu... " sela Dave yang khawatir pada kesehatan Allen.
"Nanti
aku makan buah... "
"Hanya
buah?" sela Dave lagi.
"Aku
minum susu juga... "
Dave
mendengus kesal. "Sudah aku saja yang memikirkan makanan apa yang harus
kau makan."
Allen
mengangguk pasrah lalu diam sepanjang perjalanan pulang. Hingga sampai di
apartemen.
●●●
Dave
membelikan beragam makanan, mulai yang asin hingga yang manis. Semuanya lengkap
dari makanan sehat hingga junk food. Bagi Dave sekarang yang penting Allen mau
makan. Dave juga membelikan beberapa kotak susu ibu hamil padahal kemarin Allen
juga sudah beli.
"Tuan
Dave nanti lagi ya makannya?" pinta Allen yang sudah kenyang.
"Itu
kau yang kenyang, anakku belum! " omel Dave yang sudah siap memesan soft
cake lagi untuk Allen.
Allen
menghela nafas lalu menyentuh kentang goreng. Dave juga sudah siap memesan
lagi. Pokoknya semua yang di sukai Allen akan segera di carikan isi ulangnya.
"Soft
cake lagi, kentang goreng juga... " pinta Dave pada karyawannya yang
bertugas mencarikan makanan apapun yang Dave minta. Dave ingin menebus rasa
bersalahnya pada Allen.
Allen
tersenyum melihat tingkah Dave yang jadi baik lagi padanya. "Tuan Dave aku
hamil...
"Iya
tidak papa, itu anakku juga."
"Bukan
begitu tapi ini tidak tercantum di kontrakku..." Allen memelankan suaranya
sambil menggenggam tangan Dave. "Kau tidak harus bertanggung jawab atas
diriku Tuan. Aku suka bisa mengandung anakmu. Tapi biar aku saja yang
bertanggung jawab atasnya. Aku tidak ingin mengganggu kebebasanmu..."
"Allen!
Apa maksudmu?! Apanya yang aku tidak perlu bertanggung jawab?! Sudah jelas aku
yang membuatmu hamil! Kau ini bicara apa?!" bentak Dave tak terima atas
ucapan Allen yang malah mementingkan kebebasan bodohnya.
"Di
kontrak kau sama sekali tak menginginkan hubungan apapun denganku. Kau juga
bilang aku tidak boleh memanfaatkanmu melebihi fasilitas yang kau sediakan. Kau
membuat kontrak denganku, dari awal agar kau tidak terikat oleh siapapun. Aku
berusaha menghargai itu... " ucap Allen pelan sambil melepaskan genggaman
tangannya dari Dave.
Dave
langsung memalingkan pandangannya. Dave tak kuat menahan tangisnya lagi. Dave
tak menyangka jadi pria yang mengambil komitmen bisa seemosional ini. Benar ia
ingin kebebasannya, tapi bila kebebasannya berarti kehilangan Allen dan anaknya
nanti itu terasa seperti mimpi buruk bagi Dave.
Bab 16 – Akur
Dave hanya
diam di kamarnya enggan mengajak bicara Allen terlebih dahulu. Dave
berulang-ulang membaca kontraknya. Allen benar, ia tidak mengatur soal
kemungkinan adanya anak. Karena memang waktu itu Dave kira ia tidak akan
tertarik pada Allen. Dave juga mengira ia tak akan jatuh hati pada Allen. Ia
hanya ingin mengobati rasa penasarannya dan memastikan kalau semua perempuan
hanya ingin uangnya saja. Tidak lebih dari itu. Tapi semakin Dave menjalani
hari dengan Allen, malah Allen yang merubah hatinya.
Dulu Dave
yakin sekali kalau Allen akan jatuh cinta dan mengejarnya dalam waktu dekat.
Dave yakin betul pesonanya pasti bisa menaklukkan semua wanita. Apa lagi Allen
waktu itu butuh uang dan hidup susah, Allen juga bekerja di bar. Pasti Allen
murah seperti wanita malam kebanyakan, ternyata perkiraan Dave melenceng jauh.
Allen jauh dari yang ia duga. Allen istimewa.
Dave
membolak-balik perjanjian dalam kontraknya, Dave berharap ia akan menemukan
tulisan yang mengatur soal kehamilan minimal hubungan intim. Tapi tak ada
satupun yang mengatur soal itu di dalamnya. Dave benar-benar kesal dan
frustasi. Dave berkali-kali menjauhkan pikirannya soal Allen yang nantinya akan
pergi setelah tepat 12 bulan masa kontraknya. Seramnya sekarang sudah melewati
bulan pertamanya.
"Tuan
Dave... " panggil Allen lembut sambil mendekati Dave ke meja kerjanya.
"Oh! Ya ampun aku lupa aku meletakkannya dimana! Ternyata di sini...
" ucap Allen begitu melihat surat perjanjiannya di meja kerja Dave.
"Kemarin waktu Nathan datang aku bingung menyembunyikannya dimana, jadi ku
letakkan diatas mejamu... " jelas Allen lalu mengambil berkasnya dan
membawanya ke lemari dan menyimpannya di bawah tumpukan bajunya.
Dave
melongo mendengar ucapan Allen. Ternyata dari awal Dave salah paham. Allen tak
bermaksud mengingatkannya soal kontrak, tapi Allen sedang mencari tempat untuk
menyembunyikannya. Dave yang sudah langsung mengambil kesimpulan sendiri makin
merasa bersalah, karena perbuatannya selama ini ia lakukan karena ingin menjaga
jarak dari Allen. Padahal hubungannya sudah sangat bagus dan sedang berkembang
ke arah positif saat itu.
"Aku
khawatir kalau Nyonya Penelope melihatnya. Aku takut dia akan membongkar
semuanya..." ucap Allen lalu duduk di tempat tidur.
Dave
menatap Allen dengan alis bertaut. Dave tak menyangka ternyata Allen
mengkhawatirkan hubungan dengannya.
"Ingat
waktu kita menikah dan aku ada di kamar mandi dengan ibumu?" tanya Allen
lembut lalu menundukkan pandangannya sambil tersenyum. "Aku khawatir kalau
dia tau kita hanya pura-pura, tapi sejujurnya waktu kita mengucapkan janji aku
merasa itu nyata. Aku juga menyatakan perasaanku... "
Dave
mendekat ke arah Allen.
"Lupakan,
a-aku tidak mau membebanimu dengan perasaanku. Tuan Dave... "
"Allen
berhentilah mengatakan omong kosong seperti itu! Aku bingung harus bagaimana
sekarang! Kau tidak membebaniku sama sekali! Argh!" geram Dave kesal akan
rasa bersalahnya yang bertubi-tubi menghantam seiring dengan tiap pengakuan
yang di berikan Allen padanya.
Allen
mengangguk lalu tersenyum lembut dan memberanikan diri menatap Dave yang
berdiri di hadapannya. "Hari ini aku senang, ternyata Tuan tidak memintaku
menggugurkan kandunganku..."
"Allen!
Aku tidak akan menyuruhmu menggugurkan anakku. Aku menyayanginya juga. Bahkan
meskipun dia belum lahir dan argh... Allen aku juga menyayanginya sama seperti
aku menyayangimu. Bahkan aku lebih menyayangimu daripada dia saat ini, "
Dave berlutut sambil memeluk pinggang Allen. "Aku ingin hidup bebas, tapi
aku lebih ingin hidup denganmu! " Dave mempertegas perasaannya saat ini
dengan masih sembunyi-sembunyi.
Allen
membiarkan Dave memeluknya. Allen tak paham dengan pola pikir Dave. Dave begitu
tidak setabil. Kadang ia bersikap kasar, ketus, dan dingin lalu tiba-tiba ia
bersikap penuh kasih sayang, perhatian, dan manja seperti sekarang. Kadang
Allen sedih akan perbuatan Dave. Tapi bila Dave begini Allen seketika lupa akan
perbuatan buruk Dave. Allen hanya ingin mengingat bila Dave menginginkannya dan
ia harus selalu ada untuk Dave.
"Tuan
Dave aku tidak akan pergi. Aku tidak punya tujuan lain selain dirimu... "
ucap Allen sambil mengelus punggung Dave yang memeluknya begitu erat sambil
sesekali menciumi perutnya.
Dave hanya
diam sambil menangis. Ia bingung harus bagaimana lagi. Dalam benaknya Dave
selalu terbayang saat Penelope meninggalkannya. Menurunkan di depan jalan yang
masih jauh dari rumah ayahnya begitu saja. Dave takut Allen akan
meninggalkannya juga. Dave takut suatu saat nanti Allen akan meninggalkannya
juga. Sambil membawa anaknya dan tinggal ia sendiri yang ada di rumah tanpa
bisa bertemu dengan keluarga kecilnya lagi.
Cup! Sebuah
kecupan dari Allen di kening Dave. "Aku tidak akan meninggalkan suamiku
sendirian..." bisik Allen seolah paham apa yang ada di kepala Dave, karena
Dave selalu menangis bila ingat soal ibunya dan Allen selalu melihat itu saat
bekerja dulu.
"Kau
janji?" lirih Dave sambil menatap Allen.
Allen
langsung mengangguk tanpa ragu. "Aku akan terus mendampingimu Tuan...
" ucap Allen sambil menyeka air mata Dave.
Dave
kembali memeluk perut Allen sambil membenamkan wajahnya. Dave berusaha keras
meyakinkan dirinya bila semua akan baik-baik saja.
●●●
"Kalian
sudah tidak bertengkar lagi?" tanya Nathan saat makan malam dan melihat
Dave yang sudah begitu akrab dengan Allen bahkan memakai piama dengan warna
yang sama.
Allen
mengangguk sambil tersenyum sumringah, Nathan ikut tersenyum senang.
"Allen
hamil... " ucap Dave memberitahu Nathan.
Nathan
langsung membelalakkan matanya, kaget dan tak menyangka ternyata Allen hamil
selama ini. "Aku akan jadi kakak?!" pekik Nathan.
"Tidak,
kau menjadi paman. Kau kan adikku," ucap Dave menjelaskan urutannya.
"Hah?!"
Nathan langsung cemberut. "Kenapa paman? Aku kan masih anak-anak... "
protes Nathan yang langsung lesu.
"Kau
boleh menjadi kakak kalau kau mau... " hibur Allen.
Nathan
hanya menghela nafas panjang mendengar ucapan Allen. "Kapan bayinya
lahir?" tanya Nathan.
"Masih
lama, masih 8 bulan lagi."
Nathan
mengangguk mendengar jawaban Allen. Nathan sudah membayangkan ia harus mulai
belajar menjadi kakak dan paman yang baik untuk bayi kecil Allen nanti.
"Bagaimana
sekolahmu?" tanya Dave mengalihkan pembicaraan dan mulain mengontrol
pendidikan adiknya seperti biasa.
Obrolan
saat makan malam terasa lebih hangat dan menyenangkan. Nathan juga lega tau
bila Allen dan Dave sudah berbaikan. Meskipun Nathan sempat berfikir bila Dave
dan Allen bertengkar karena kehadirannya.
"Sudah
sikat gigi?" tanya Allen yang sudah menunggu di kamar Nathan.
"Sudah...
" jawab Nathan sambil naik ke tempat tidurnya. "Aku bisa tidur
sendiri Allen, tidurlah bersama Dave saja..." ucap Nathan sambil menguap.
Allen
mengangguk lalu mengecup kening Nathan. "Selamat tidur Nathan... "
ucap Allen lembut lalu keluar dari kamar Nathan.
Nathan
mengangguk lalu menarik selimutnya hingga dadanya. Nathan senang bisa mengenal
Allen, dia lebih lembut dan penyayang dari pada ibunya sendiri.
"Tidurlah
besok sekolah... " ucap Dave yang sudah menunggu Allen dari tadi.
Bab 17 – Penyesuaian
Dave
menggendong Allen masuk ke kamar. Dave ingin bercinta lagi dengan Allen seperti
sebelumnya, apa lagi ia sudah menahan diri selama satu bulan. Tapi begitu
sampai di tempat tidur Dave teringat kalau Allen tengah hamil dan ini kali
pertamanya secara pribadi berhubungan dengan wanita hingga hamil seperti
sekarang. Allen sebenarnya siap-siap saja bila Dave ingin bercinta dengannya,
Allen juga menginginkannya tapi malu dan lebih memilih menunggu Dave yang
mengajaknya.
"Tuan
Dave, kenapa kau menyuruhku tidur di bawah kemarin?" tanya Allen sambil
menarik selimutnya.
Dave
bingung harus menjawab bagaimana. Bodoh bila ia menjawab dengan jujur tapi bila
ia bohong rasanya itu tidak baik juga. "Eng... Ku kira kau ingin menjaga
jarak dariku saat kau meletakkan surat perjanjianmu di meja kerjaku. Jadi aku
menjaga jarak darimu... " ucap Dave malu-malu lalu memunggungi Allen.
Allen hanya
tersenyum sambil geleng-geleng kepala. "Kenapa tidak bertanya?" tanya
Allen lagi sambil memeluk Dave dari belakang.
Dave
merasakan payudara Allen yang menempel di punggungnya membuatnya makin grogi
untuk menjawab. "Kau yang tidak menjelaskan! " Dave pilih menimpakan
kesalahannya pada Allen.
Allen
tertawa kecil tak menyangka hanya karena masalah sepele seperti itu ia dan Dave
bisa saling menjaga jarak. "Tuan Dave tolong lain kali jangan mengambil
keputusan sendiri seperti itu... " ucap Allen lembut sambil mengelus perut
sixpack Dave.
Dave
mengangguk pelan. Cukup lama Dave berpikir untuk mengajak Allen berhubungan
intim kembali setelah masalah salah pahamnya selesai, tapi saat ia membalikkan
badan Allen sudah terlelap dengan nyenyak. Padahal Dave sudah bangun dan siap
untuk Allen. Apa boleh buat Dave dengan terpaksa menenangkan dirinya, karena
tak kunjung tenang akhirnya Dave memuaskan dirinya di kamar mandi sendirian.
Tapi baru
saja ia selesai memuaskan dirinya, Allen terbangun karena Dave tak ada di
sampingnya. Dave tak berniat mengatakan apapun, Dave tau Allen pasti tau apa
yang baru saja ia lakukan. Dave juga berharap bila Allen bisa peka padanya dan
melayaninya tanpa di minta. Tapi sayangnya Allen tak menyadari apa yang Dave
inginkan dan mengira Dave tak nyaman bila ia tidur di tempat tidur yang sama.
"Tuan
Dave, apa kau tidak nyaman? A-aku bisa tidur di luar seperti biasanya..."
ucap Allen sambil berusaha bangun.
Dave
menggeleng pelan lalu memeluk Allen. "Jangan, tidurlah di sampingku."
Allen
langsung mengangguk lalu membiarkan Dave memeluknya. "Aku takut membuatmu
tidak nyaman... " lirih Allen sebelum merubah posisinya agar lebih nyaman.
"Allen,
aku menginginkanmu. Tapi aku takut menyakiti anakku. Kau paham kan? Aku butuh
itu... " jelas Dave sebelum ia dan Allen salah paham lagi.
Allen
mengangguk lalu membalas pelukan Dave. "Kita bisa pergi ke dokter lagi
untuk menanyakan soal ini..." ucap Allen lembut.
"No,
aku sudah baca di internet. Aku tidak akan mengganggunya tumbuh kuat dulu! Aku
ayah yang baik! " ucap Dave sambil membenamkan wajahnya di bawah ketiak
Allen sambil sesekali mengecup payudara Allen. "Tidurlah... " ucap
Dave meyakinkan Allen bila ia baik-baik saja.
●●●
Pagi-pagi
Allen sudah ke minimarket di temani Dave untuk membeli beberapa snack untuk
bekal Nathan. Allen juga menyiapkan sarapan di bantu Dave. Dave juga sengaja
hari ini tidak pergi ke kantor dan mengosongkan semua jadwal pertemuannya agar
bisa menemani Allen di rumah.
"Aku
senang kau dan Allen sudah berbaikan... " ucap Nathan sambil menikmati
sarapannya.
Dave
berpura-pura tidak dengar. Senentara Allen tersenyum sumringah mendengar ucapan
Nathan.
"Ku
kira kalian bermusuhan karena aku datang... " ucap Nathan.
"Tidak,
tidak ada hubungannya denganmu. Tidak usah kau pikirkan. Aku dan Allen
baik-baik saja... " ucap Dave agar Nathan tidak overthinking.
"Lalu
kenapa kalian tidak tidur bersama?" tanya Nathan.
"Em...
Kami sempat salah paham, tapi sekarang semuanya sudah baik-baik saja... "
Allen ikut menjelaskan lalu mengecup pipi Dave agar Nathan yakin.
"Lihat?
Tidak ada yang perlu kau khawatirkan Nathan... " ucap Dave yang paham
bagaimana perasaan Nathan.
Nathan
mengangguk lalu tersenyum senang. Nathan merasa harinya jadi lebih cerah dan
menyenangkan saat Dave dan Allen sudah berbaikan. Nathan senang Allen tidak
tidur di sofa luar dengan selimut tipis. Nathan juga senang Allen hamil,
meskipun Nathan juga sedih ia jadi paman bukan kakak seperti yang ia bayangkan.
"Da
Allen... " pamit Nathan sebelum berangkat sekolah di antar Dave.
"Jangan
pergi kemana-mana aku hanya sebentar! " ucap Dave sebelum keluar dari
apartemennya.
Allen
mengangguk patuh. "Tuan Dave, boleh aku dapat pelukan? " pinta Allen
dengan lirih.
Dave
langsung memeluk Allen dengan erat sambil mengelus punggungnya. "Nanti ku
peluk lagi ya... " ucap Dave lalu pergi mengantar Nathan sekolah.
Allen
kembali melanjutkan aktivitasnya membereskan rumah seperti biasanya. Sampai
suara bel apartemennya berbunyi.
"Tunggu
sebentar... " ucap Allen sambil membukakan pintu. "Kevin?" Allen
memastikan.
"Hai!
Mana kakakku?" tanya Kevin sambil berjalan masuk dan memberikan box
makanan titipan Helga pada Allen.
"Dave
mengantar Nathan sekolah. Sebentar lagi datang. Oh iya sudah sarapan?"
"Sudah,
aku hanya memastikan kakakku baik-baik saja. Tadi tiba-tiba dia mengambil cuti.
Aku khawatir."
Allen
tersenyum sambil mengangguk. "Mau teh? Kopi? Jus?" tanya Allen sambil
membuka box makanan yang di bawakan Kevin.
"Tidak
usah, nanti aku ambil sendiri... " ucap Kevin sambil berjalan mengitari
rumah dan mengecek tiap kamar. "Nathan menginap?" tanya Kevin.
Allen
menggeleng. "Ku rasa Nathan tinggal bersama kami. Coba nanti tanyakan pada
Dave ya... " jawab Allen.
Sial! Sudah
aku harus membagi kakakku dengan Allen sekarang Nathan juga! Sialan! Batin
Kevin kesal karena makin sulit menghabiskan waktu bersama kakaknya lagi.
Lama Allen
menunggu Dave pulang. Terasa lama karena Kevin tak tenang dan tampak
terburu-buru dan tak senang menunggu. Padahal Allen sudah menawarkan makanan
dan menyetel TV agar Kevin bisa menunggu dengan nyaman.
"Allen...
" panggil Dave yang baru datang sambil membawa seikat mawar merah untuk
Allen.
"Kakak!!!
" bentak Kevin begitu mendengar suara Dave.
Dave
menaikkan sebelah alisnya lalu memberikan setangkai mawar yang ia bawa.
"Sisanya untuk istriku... " ucap Dave polos lalu memberikan setangkai
Mawar untuk adiknya lalu memberikan sisanya pada Allen.
Allen hanya
diam menerima pemberian Dave lalu seketika semuanya hening. Dave juga hanya
diam sambil merangkul Allen dan menatap Kevin.
"A-aku
mau mandi... " ucap Allen lalu masuk ke kamar Dave.
Dave dan
Kevin hanya diam sambil menatap Allen sampai masuk kamar.
"Ada
apa?" tanya Dave.
"Kenapa
kau tidak pergi kerja?" tanya Kevin.
"Istriku
hamil... "
"Kau
juga tak pernah berkunjung ke rumah lagi! Kau tidak pernah berenang bersamaku!
" cerca Kevin tanpa mendengarkan penjelasan Dave yang sudah ia potong.
"Kau bahkan mengijinkan Nathan tinggal bersamamu sementara aku tidak! Kau
juga lebih memilih istrimu yang hamil.... Tunggu! Istrimu hamil?! Hamil?!"
heboh Kevin.
Dave
mengangguk. "Pertama aku baru saja menikah, baru satu bulan aku tidak
pulang, aku juga sibuk mengurus Nathan yang di titipkan padaku. Ibuku menikah
lagi... Kalau kau mau tinggal di sini sudah sempit. Jadi tidak bisa. Nanti aku
akan berenang bersamamu... Sudah ya jangan marah-marah... " ucap Dave
menjelaskan kondisinya pada Kevin dengan lembut.
Kevin
langung memalingkan wajahnya.
Dave
menghela nafas. "Aku tetap kakakmu, aku tetap menyayangimu Kevin. Nathan
adikku dia bahkan masih 7 tahun. Allen juga lebih muda darimu. Bahkan dari kau,
Daniel dan Nathan. Hanya kau yang paling dekat denganku. Berhentilah berpikir
sesuatu yang buruk begitu..."
Bab 18 – Kakakku
Allen tak
berani keluar kamar karena mendengar Dave dan Kevin masih mengobrol. Suara
Kevin juga begitu tinggi memprotes Dave yang tak pernah ada waktu untuk
keluarganya. Allen hanya diam menunggu sampai semua reda. Allen sudah ingin
mencicipi seafood yang di bawakan Kevin tadi.
"Kenapa
tidak keluar? " tanya Dave yang membuka pintu kamarnya.
"Aku
tidak mau mengganggu pembicaraanmu dan Kevin... " jawab Allen lalu
berjalan keluar.
"Hari
ini aku menginap! " putus Kevin.
"Kau
tidur dengan Nathan... " ucap Dave lalu mengekori Allen ke dapur.
Sementara
Allen mulai menggoreng kentang untuk dimakan bersama seafood. "Tuan Dave
kau bisa pulang dulu kerumah orang tuamu, aku bisa menjaga Nathan sendiri di
sini. Sepertinya kau perlu menghabiskan waktu dengan Kevin juga... " ucap
Allen lembut.
"Lalu
meninggalkanmu yang sedang hamil sendirian kemana-mana?" tanya Dave yang
tak setuju dengan ucapan istrinya.
Kevin hanya
diam memperhatikan Dave yang terlihat begitu protektif pada Allen. Sudah lama
sekali Kevin tidak melihat kakaknya mengkhawatirkan orang lain selain dirinya.
Kevin tak pernah melihat kehangatan dari kakaknya selain bersamanya. Kevin
merasa posisinya sebagai orang kesayangan Dave di geser oleh Allen.
"Nanti
aku mau berenang dengan Kevin. Kau mau ikut?" tanya Dave.
Allen
menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bisa berenang, tapi bisa kau ajak
Nathan?" tanya Allen. "Sejak datang kesini Nathan belum pernah
bersenang-senang. Kurasa Nathan akan senang pergi berenang... " sambung
Allen sebelum Dave menolak.
Kevin mulai
melihat betapa Allen juga mempedulikan adik Dave. Kevin jadi iri karena Dave
mendapat pasangan yang sangat pengertian seperti Allen.
"Kenapa
di pisah?" tanya Dave yang melihat Allen membagi seafoodnya.
"Untuk
Nathan... " jawab Allen lalu menyajikan seafood dan kentang goreng di meja
makan lalu kembali sibuk memotong melon untuk Kevin. "Kevin suka apa? Biar
nanti aku belanja... " ucap Allen perhatian.
Kevin
menggeleng lalu memakan sepotong melon yang di sajikan Allen. Kevin merasa
Allen mirip seperti kakaknya. Allen juga perhatian dan keibuan, saat Kevin
menghabiskan waktu di rumah Dave bersama Allen juga terasa menyenangkan. Allen
tampak banyak mengalah untuk Dave begitu pula Dave yang juga ingin mengalah dan
memanjakan Allen.
Dave
berubah begitu banyak saat bersama Allen. Dave jadi lebih menghargai perempuan
dan mengalah. Dave juga tampak tak segalak biasanya. Kevin melihat banyak
perubahan positif pada diri Dave.
"Ponselmu...
" ucap Dave memberitahu Kevin soal ponselnya yang dari tadi berdering.
"Biar
saja. Aku malas menanggapi perempuan itu... " ucap Kevin lalu mematikan
ponselnya.
Allen dan
Dave saling tatap mendengar ucapan Kevin. "Ku rasa kau perlu menjawabnya
dan memberitahu kalau kau tak mau di ganggu, dari pada membiarkannya terus
mencarimu... " ucap Allen memberi saran.
"Tidak,
aku sudah bosan dengannya! " ketus Kevin menanggapi Allen.
"Kevin,
kenapa kau jadi membentak Allen?" Dave tak terima.
Allen
mengerutkan keningnya merasa sudah salah bicara. "A-aku akan menjemput
Nathan... " ucap Allen lalu membawa piring kotor ke wastafel.
"Aku
saja!" ucap Dave yang mengikuti Allen. "Kamu di rumah saja, biar aku
yang jemput Nathan... " sambung Dave lalu mengecup pipi Allen dan
mengambil kunci mobilnya meninggalkan Allen dan Kevin begitu saja.
Allen
bingung harus bagaimana dengan Kevin. Kevin juga tampak masih sengit dengannya.
Allen ingin mengajak bicara takut Kevin makin membencinya, ingin mengabaikannya
tapi Kevin adalah adik Dave dan sekarang jadi adik iparnya.
"Allen...
" panggil Kevin yang membuat Allen sedikit terperanjat. Allen takut Kevin
akan memarahinya lagi. "Kenapa kau mau menikah dengan kakakku?" tanya
Kevin.
"Karena
aku mencintainya... " lirih Allen.
Kevin
menghela nafasnya. "Hanya itu? Bukan karena uang?" tanya Kevin.
Allen
langsung menggeleng. "Aku belum pernah menggunakan uang Dave sejauh ini
selain belanja kebutuhan dapur. Aku cukup senang bisa selalu bersamanya,
menyiapkan makanan, menunggunya pulang, mengobrol lalu... Bercinta... "
jawab Allen sambil tersipu malu.
"Tapi
kau tau bagaimana masalalu kakakku?" tanya Kevin.
Allen
mengangguk. "Aku tidak masalah dengan masa lalunya, semua orang punya
masalalu. Tidak masalah."
Kevin
menyunggingkan senyum di sudut bibirnya. "Asal kau tau, kakakku selalu
menginginkan keluarga yang harmonis. Dia begitu menyayangi adik-adiknya. Dia
selalu kesepian. Ku harap kau tidak menjadikan bayi di perutmu itu sebagai
senjata untuk memperalat kakakku! "
"Aku
tau Tuan Dave selalu kesepian, karena itu aku mau terus ada di sampingnya!
" tegas Allen serius.
Kevin kaget
Allen akan begitu serius menanggapinya. Kevin berharap Allen akan bereaksi
lain.
"Pergilah
dari kakakku. Kau hanya akan menjadi benalu dalam hidupnya! " bentak Kevin
lalu mengambil kunci mobilnya dan pergi meninggalkan Allen.
Allen hanya
diam. Sementara Kevin berharap Allen akan membujuknya atau semacamnya.
"Hanya
karena kau takut kakakmu terluka, bukan berarti kau berhak mengurung kakakmu
hingga mengusir pasangannya... " lirih Allen sebelum Kevin keluar dengan
airmata yang mulai berlinangan.
"Kevin,
kau pulang? Tidak jadi menginap?" suara Dave yang sudah datang.
"Kita
tidak jadi berenang? " tanya Nathan sedih.
"Aku
mau pulang, aku ada urusan! " ketus Kevin lalu pergi begitu saja.
Allen
langsung menyeka airmatanya dan masuk ke kamar mandi. Allen tak mau Dave
melihatnya menangis dan akan bertengkar dengan Kevin.
●●●
Sepanjang
perjalanan pulang Kevin terus memikirkan Allen dan keputusan kakaknya untuk
berkeluarga. Sejujurnya Kevin tak rela membiarkan orang lain menyakiti hati
kakaknya. Kevin ingat sekali bila kakaknya selalu berusaha mencari ibu
kandungnya dan selalu mendapat kekecewaan. Kevin juga paham betul kenapa
kakaknya selalu bergonta-ganti pasangan tidur tiap malam dan senang dengan
wanita yang lebih tua darinya karena merasa jiwanya yang kosong dan kehilangan
sosok ibu. Meskipun Kevin tau ada mamanya yang berusaha menyayangi Dave sepenuh
hati, bagi Dave tetap tidak cukup. Hal itu lah yang membuat Kevin
mengkhawatirkan Dave dan ingin menjaga Dave agar tidak kecewa lagi.
Tapi tadi
saat ia bicara dengan Allen yang tampak bersungguh-sungguh dengan Dave
membuatnya sedikit percaya. Meskipun tetap saja Kevin merasa suatu saat nanti
ada waktunya Allen akan mencampakkan kakaknya.
Bab 19 – Bekerja
Dave tetap
pergi berenang bersama Nathan dan di temani Allen juga di gor olahraga milik
keluarga Dave. Dave tidak berenang, ia hanya mengajari Nathan berenang. Allen
juga hanya duduk memperhatikan di pinggir kolam. Allen memikirkan ucapan Kevin.
Mungkin ia
memang hanya akan jadi beban untuk Dave. Allen terpikir untuk bekerja kembali.
Tapi Allen bingung ia harus bekerja apa, sementara ia masih sering mengalami
morning sickness. Belum lagi Nathan juga harus di perhatikan.
"Kau
memikirkan sesuatu?" tanya Dave sambil menggendong Nathan setelah mandi
dan ganti baju.
Allen
menggelengkan kepalanya lalu tersenyum.
"Apa
Kevin mengatakan sesuatu yang membuatmu sedih?" tanya Dave khawatir.
Allen
menggelengkan kepalanya lagi lalu berjalan ke mobil sambil bergandengan dengan
Dave.
"Mau
makan sesuatu?" tanya Dave.
"Aku
mau pulang, menemani Nathan belajar lalu istirahat... " jawab Allen.
"Kau
tetap perlu makan, setidaknya untuk anakku. Jangan mengajaknya diet."
Allen
mengangguk lalu memasang sabuk pengaman untuk Nathan sebelum duduk di samping
Dave. "Tuan Dave, boleh aku bekerja?" Dave langsung menarap Allen
sengit.
"Kerja?!"
ulang Dave.
"Maksudku
nanti setelah aku kuat, tidak sekarang... "
"Apa
uang dariku kurang? Apa yang ingin kau beli?" tanya Dave sambil menatap
Allen serius. "Kau mau belanja apa? Untuk apa bekerja segala?"
"A-aku
tidak mau menjadi bebanmu... Maksudku aku tidak mau em... Menjadi
bebanmu..."
"Jadi
itu yang Kevin katakan padamu tadi?!" tebak Dave lalu mulai menyetir
pulang. "Kau tidak pernah jadi bebanku Allen. Kau istriku. Sudah
kewajibanku memenuhi semua keinginan dan kebutuhanmu. Kau tidak perlu
bekerja."
Allen
mengangguk pelan. "T-tapi aku tetap ingin bekerja... " ucap Allen
memaksa.
"Kerja
apa? Setelah hamil kau melahirkan, lalu kau akan menelantarkan anakmu? Begitu
maksudmu?" cerca Dave.
Allen
menggeleng pelan. Allen tidak mau menelantarkan anaknya. Allen ingin memberikan
semua yang ia bisa pada anaknya nanti. Tapi Allen juga tidak mau di pandang
sebelah mata oleh Kevin atau Penelope dan mungkin keluarga Dave lainnya nanti.
"Di
rumah saja, seperti biasanya. Mengurus Nathan, menunggu aku pulang kerja,
belanja, tidak usah bekerja," ucap Dave lembut menasehati Allen.
"Aku
ingin bekerja juga Dave! " seru Nathan.
"Hah?!
Kau bekerja juga?" tanya Dave kaget karena adik kecilnya ingin bekerja.
"Iya!
Sebentar lagi aku jadi paman! Aku harus punya banyak uang untuk
keponakanku!" seru Nathan semangat.
Allen dan
Dave tertawa mendengar semangat Nathan. Allen tak menyangka Nathan akan
sedewasa itu.
"Kau
sekolah saja yang benar. Nanti kalau sudah dewasa baru bekerja," ucap Dave
setelah puas tertawa.
"Tapi
kan bayinya lahirnya sebelum aku jadi sebesar kau Dave... " keluh Nathan.
"Kau
sungguh-sungguh ingin bekerja?" tanya Allen. Nathan langsung mengangguk.
"Kalau begitu aku akan memberimu 25¢ setiap mencuci piring. Bagaimana?
" tawar Allen.
"Tapi
aku belum bisa mencuci piring... " jawab Nathan.
"Aku
akan mengajarimu... Nanti kita mencuci piring bersama. Ya... " ucap Allen
memberi solusi.
Dave
tersenyum senang. Baru kali ini ada perempuan yang bisa memahaminya bahkan juga
adiknya. Belum pernah sebelumnya ada perempuan yang menjadi pasangannya sebaik
Allen. Biasanya mereka hanya datang untuk uang dan sex saja lalu pergi entah
kemana.
"Aku
akan rajin mencuci piring!!!" seru Nathan penuh semangat.
●●●
Sesampainya
di rumah Nathan langsung belajar mencuci piring. Dave juga membawakan box kayu
agar Nathan bisa lebih sampai ke wastafel dengan nyaman. Tak cukup sampai di
situ Nathan juga dapat celengan dari tabung kaleng dari Dave.
"Aku
akan menjadi paman yang keren! " ucap Nathan sebelum tidur di temani Dave.
"Oke
paman kecil. Tapi kau juga bisa menjadi kakak kalau kau mau... " ucap
Dave.
Nathan
tersipu mendengar ucapan Dave. Nathan tidak sabar bertemu anak Dave yang masih
harus menunggu berbulan-bulan lagi.
"Allen
bisa tidak bayinya lahir besok? " teriak Nathan yang kembali bangun dan
berlari ke kamar Dave.
"Hah?!
" Allen terkejut. "Tidak bisa sayang, dia masih harus tinggal di
perutku... Sabar ya, celenganmu juga belum penuh... " ucap Allen lalu
mengantarkan Nathan tidur lagi.
Nathan
cemberut lalu kembali tiduran dan mendengarkan cerita Dave lalu tertidur pulas
tak lama setelahnya. Nathan tetap tidur lebih cepat karena kelelahan berenang
meskipun ia juga tak sabar menunggu cuci piring besok dan kelahiran anak Dave.
"Sudah
tidur? " tanya Allen yang menunggu sambil duduk di sofa membaca ebook di
ponselnya.
Dave
langsung menggendong Allen dan membawanya masuk ke kamar seperti seorang
penculik. "It's time for me and you... " bisik Dave lalu menciumi
Allen tanpa ampun yang membuat Allen geli hingga terbahak-bahak.
"Tuan
Dave... Ahh... " ucap Allen manja.
Dave
mengecup bibir Allen sebelum berhenti menciuminya. Dave memperhatikan wajah
Allen sambil merapikan rambutnya yang acak-acakan. Dave merasa Allen
benar-benar wanita yang sempurna untuknya.
"Jangan
bekerja Allen. Tetaplah di sampingku, mendampingiku. Aku saja yang bekerja.
Tidak masalah kau menghamburkan uangku, yang penting kau tetap di sampingku...
" ucap Dave lembut lalu mengecup kening Allen.
Allen
mengangguk lalu tersenyum. "Aku akan terus mendampingimu Tuan Dave."
"Ahh...
Ku tasa besok kita perlu ke dokter dan menanyakan kapan aku bisa dapat jatah
malamku... " ucap Dave yang sudah merindukan tubuh Allen.
Allen
mengangguk. "Aku juga menginginkannya... " lirih Allen.
"Bagaimana
kalau sekarang?" tanya Dave. "Eh jangan! Aku tidak mau membahayakan
kalian... " Dave menarik lagi ucapannya. "Tidurlah Allen... "
ucap Dave lalu mengecup kening Allen.
Allen
mengangguk lalu memejamkan matanya sambil memeluk Dave. Allen merasa senang
bisa memiliki keluarga kecil yang harmonis dan berkecukupan bersama Dave
seperti saat ini. Meskipun di hati kecil Allen ia merasa cepat atau lambat ia
akan di tinggalkan Dave. Bahkan keluarga Dave seperti Penelope dan Kevin tampak
membencinya, membuat Allen merasa akan segera di buang Dave.
Tuan Dave,
apa kau mencintaiku? Tanya Allen dari hatinya. Pertanyaan yang Allen simpan
sendiri tiap kali mendapat perlakuan baik dan hangat dati Dave seperti
sekarang.
Bab 20 – Jatah Malam
Dave
akhirnya bisa tidur nyenyak di samping Allen setelah uring-uringan tak bisa
melepaskan hasratnya lagi. Tapi di tengah tidurnya Dave kembali terjaga ketika
menyadari Allen tidak ada di sampingnya. Karena Dave sangat mengangguk Dave
memilih menungggu Allen kembali, mungkin Allen sedang ke kamar mandi pikir
Dave. Tapi lama Dave menunggu hingga tidurnya tak jenak Allen tak kunjung
kembali. Mau tidak mau Dave bangun dan mengecek kamar mandi, tidak ada Allen.
Dave melangkah keluar baru ia melihat Allen yang sedang menikmati ice cream
sambil menonton TV.
"Tuan
Dave... Aku membangunkanmu?" sambut Allen begitu melihat Dave keluar
kamar.
Dave
menggeleng. "Kau tidak ada di sampingku jadi aku mencarimu... " jawab
Dave lalu duduk bersama Allen.
"Aku
lapar, jadi aku bangun... " jelas Allen lalu meletakkan ice creamnya di
meja.
Dave
mengecup pipi Allen. "Habiskan ice cream mu, ayo tidur lagi... " ajak
Dave lalu menguap dan bersandar di bahu Allen.
Allen
mengangguk lalu bangun untuk meletakkan ice creamnya ke freezer lagi. "Tuan
Dave ayo tidur... " ajak Allen sambil menarik tangan Dave.
Dave
mengangguk lalu mengikuti Allen dengan mengantuk dan langsung tidur di
posisinya. "Allen kemarilah aku ingin di peluk! " rengek Dave.
Allen
tersenyum senang dan geli mendengar Dave merengek manja padanya. Allen tak
menyangka seorang bos yang angkuh seperti Dave akan menunjukkan sisi manja
padanya.
"Allen...
" rengek Dave lagi sambil menghentakkan kakinya.
"Iya Tuan
Dave... " jawab Allen lalu memeluk Dave dan mengelus punggungnya dengan
lembut.
Dave
langsung terlelap begitu Allen menuruti permintaannya. Dave senang akhirnya ia
bisa bermanja-manja dengan Allen meskipun ia tak bisa dapat jatah untuk
sementara waktu. Tapi bagi Dave cukup Allen menuruti kemanjaannya saja sudah
baik.
●●●
"Ma,
sudah tau belum kalau Allen hamil?" tanya Kevin pada Helga saat sarapan
bersama.
"Allen
hamil? Serius? Oh my god!!! " Helga langsung mengambil ponselnya untuk
menghubungi Dave tanpa mendengar penjelasan Kevin lagi.
"Mama
apa tidak curiga dengan Allen dan kak Dave?" tanya Kevin tiba-tiba
menyinggung soal hubungan Dave. "Maksudku mereka baru menikah lalu
tiba-tiba hamil, mereka juga tidak pernah berpacaran sebelumnya. Aku tidak
yakin itu benar-benar anak Dave... "
"Kau
ini bicara apa?" tegur Antonio yang tak suka bila Dave mendapat tuduhan
tidak berdasar seperti itu. "Dave bukan pria bodoh, bila Dave mau
berkomitmen dan bertanggung jawab atas kehamilan Allen sudah jelas itu
anaknya."
Kevin
terdiam ingin membantah tapi ucapan ayahnya itu juga ada benarnya juga. Tapi
Kevin tetap tak mau percaya begitu saja dan masih ingin memberi jarak pada
Allen.
"Nanti
kita berkunjung ke tempat Dave saja. Aku ingin memastikan sendiri... "
ucap Helga begitu semangat bertemu dengan Dave dan menantunya.
"Oh
iya kemarin Nathan juga tinggal bersama kak Dave, ku dengar ibunya
menitipkannya tiba-tiba..." ucap Kevin sambil melahap roti isinya.
Antonio
menghela nafas panjang mendengar cerita soal anak Penelope yang lainnya. Dulu
Antonio ingat sekali bagaimana Penelope memaksa hak asuh atas Dave dan meminta
separuh lebih atas harta gono-gininya lalu tak berselang lama ia mengembalikan
Dave setelah seluruh harta sudah menjadi atas namanya. Sekarang terulang
kembali dengan Nathan.
"Oke
kalau begitu aku akan menyiapkan oleh-oleh untuk adiknya Dave juga..."
Helga begitu semangat. Helga memang suka anak-anak dan memanjakan mereka juga
salah satu hobi Helga.
"Apa
Allen dekat dengan adiknya Dave juga?" tanya Antonio.
Kevin
mengangguk pelan. "Mereka seperti keluarga kecil bagiku..." ucap
Kevin pelan. Ia masih saja tak rela kakaknya terikat komitmen dan membangun
keluarga baru tanpanya.
"Mama
jadi tidak sabar bertemu dengan mereka..." ucap Helga antusias lalu
langsung meninggalkan meja makan untuk mempersiapkan bawaannya nanti kerumah
Dave.
Kevin hanya
diam dan enggan mengikuti antusiasme ibunya. Kevin juga suka anak-anak tapi
untuk kali ini ia tidak suka. Bahkan Kevin sengaja memperdalam ilmu kedokteran
anaknya hingga ke Amerika tapi ketika pulang dan mendapati kakaknya menikah dan
segera memiliki momongan Kevin merasa seperti di tinggalkan.
"Sayang
nanti kita ke tempat Dave saat makan siang oke. Jadi nanti sempatkan waktumu
ya... " ucap Helga yang kembali datang memberi tau Antonio dan Kevin.
"Aku
tidak ikut. Mama saja... " ucap Kevin lalu menyudahi makannya dan bersiap
pergi kerja.
"Ku
rasa Kevin masih marah karena Dave tiba-tiba menikah... " ucap Antonio
mengerti perasaan Kevin.
Helga
menghela nafas. "Mereka sangat dekat, aku tidak menyangka bila Kevin akan
marah selama ini... " ucap Helga sedih.
"Nanti
lama kelamaan juga mereka akur kembali. Tidak usah khawatir, aku berangkat dulu
ya... " ucap Antonio lalu mengecup bibir Helga sebelum pergi kerja.
●●●
"Jadi
aku boleh berhubungan intim?" tanya Dave to the poin setelah melihat
kondisi kesehatan istri dan janin di perutnya.
Allen
langsung menundukkan kepalanya, malu dengan pertanyaan suaminya yang begitu
blak-blakan.
"Boleh,
asal ibu tidak kelelahan dan menggunakan pengaman tidak masalah... " jawab
dokter.
Dave
langsung berdecak. "Aku tidak suka kondom... " keluh Dave yang
langsung di cubit Allen karena begitu blak-blakan lagi. "Oh iya tapi
kondisi janinnya bagaimana? " tanya Dave.
"Baik,
sehat. Sepertinya Allen sudah banyak makan dan jauh lebih sehat dari
sebelumnya... " ucap Dokter yang senang dengan progresif kesehatan Allen.
Dave lebih
banyak menanyakan soal apa saja yang boleh dan tidak di lakukan Allen. Makanan
sehat yang baik untuk Allen dan masih banyak lagi hingga menghabiskan waktu
hampir satu jam konsultasi.
"Allen
dengar! Kau tidak boleh kelelahan!" ucap Dave mengatur Allen begitu keluar
dari klinik setelah periksa.
"Tapi
aku sudah janji akan membuatkan Nathan puding... " ucap Allen sambil
berjalan ke mobil bersama Dave.
"Aku
saja yang belanja nanti. Kau di rumah saja! " perintah Dave kekeh.
"Bagaimana
kalau kita belanja bersama? Aku rindu berbelanja... " pinta Allen lembut.
Dave
menghela nafas. "Tidak bo... "
"Nanti
malam boleh dapat jatah... " potong Allen.
"Oke
kita belanja! " seru Dave semangat.
Bab 21 – Public Sex🔞
Dave
meminta manajer dari supermarket tempatnya berbelanja dengan Allen ikut
berbelanja sembari mencatat apa yang Allen beli. Mulai kebutuhan dapur sampai
kebersihan seperti sabun dan deterjen semua di catat. Dari kebutuhan Allen dan
Dave hingga kebutuhan Nathan. Semua lengkap di catat, agar Dave bisa membelikan
semuanya secara rutin bila habis. Dave menghindari kegiatan yang membuat Allen
lelah dan capek.
"Sudah?"
tanya Dave sambil berjalan ke kasir.
Allen
memasukkan ice cream kesukaannya dan Nathan lalu mengangguk. "Sudah...
" jawab Allen senang.
Belanjaannya
lengkap dan ia boleh bebas mengambil apapun dalam jumlah banyak oleh Dave
merupakan kebahagiaan bagi Allen yang biasa hidup irit dan pas-pasan. Allen
jadi bisa hidup sangat layak dan tinggal di tempat yang cukup mewah berkat
Dave.
"Ini
cuma segini? " tanya Dave yang memborong banyak kondom.
"Tuan
Dave banyak sekali... " protes Allen.
"Stok
sayang. Aku malas harus bolak-balik beli... " jawab Dave yang membawa
semua stok kondom sutra favoritnya.
Allen
langsung bersemu malu melihat suaminya yang hiper blak-blakan membeli banyak
kondom begini. Tapi sebagai istri yang baik memang sudah sewajarnya Allen
memuaskan Dave. Meskipun Allen sudah dapat membayangkan betapa lemasnya ia
nanti dengan banyak ronde yang akan Dave minta darinya.
●●●
Benar saja
begitu sampai rumah Dave langsung sibuk mengisi laci di samping tempat tidur
dan laci-laci lainnya dengan box-box kondomnya. Dave bahkan sudah membayangkan
di mana saja ia akan bercinta dengan Allen.
"Tuan
Dave, jangan! " seru Allen yang melihat Dave akan mengisi di laci depan TV
juga. "Nathan sering menyimpan barang-barang di sana... " ucap Allen.
Dave
mengangguk lalu meletakkan di laci dapur. Setelah di rasa sudah cukup baru Dave
membantu Allen menata belanjaannya sambil sesekali mencium atau memeluk Allen.
"Tuan
Dave, kalau begini terus kapan selesainya... " ucap Allen karena Dave
terus memeluknya dari belakang.
"Di
lanjutkan nanti saja, Nathan sebentar lagi pulang... Kapan aku dapat
jatah..." bisik Dave lalu mengeratkan pelukannya hingga Allen dapat
merasakan kejantanannya yang mengeras.
Allen
menghela nafas lalu tersenyum. Biasanya Dave akan langsung menyerangnya di
manapun tempat Dave mau dan sudah tidak tahan. Baru ini Dave menahan begitu
lama dan merengek meminta jatah. "Hubby tunggu sebentar ya... " ucap
Allen lembut lalu memasukkan ice dan daging ke dalam freezer.
Dave tetep
kekeh menempel pada Allen meskipun sesekali membantu agar cepat selesai dan
bisa segera mendapatkan apa yang ia mau dan sudah ia tunggu lama. "Sudah!
Sisanya nanti!" kesal Dave yang sudah tidak sabar dan langsung membalik
tubuh Allen. Tanpa menunggu lagi Dave langsung melumat bibir Nana sambil
memepetnya ke tembok.
"Tuan
Dave... " desah Allen di sela cumbuannya.
"Call
me Hubby... I'm your husband!" rikues Dave lalu mengangkat tubuh Allen dan
menggendongnya sambil terus bercumbu dan berjalan menuju kamar.
Tapi belum
juga sampai kamar tiba-tiba terdengar suara tombol pin pintu apartemen Dave
yang di tekan. Tak lama... Kling!
"Oh My
God!!! " pekik Helga yang melihat Dave dan Allen tengah bercumbu dengan
begitu panas.
Allen
langsung mengelak dari cumbuan Dave dan meronta turun. Dave yang sudah tidak
tahan dan lama menunggu untuk melepas rindu dengan Allen tampak begitu kesal
dengan kedatangan Helga yang tiba-tiba masuk.
"Mama
mau apa? " tanya Dave karena Helga diam saja dan Allen tertunduk malu di
sampingnya.
"Em...
Mama dapat kabar kalau Allen hamil, jadi mama kemari... Ku kira kau kerja, jadi
aku bisa menghabiskan waktu dengan Allen... " ucap Allen.
Dave
menghela nafas kesal. "Yasudah mama tunggu dulu, aku selesaikan urusanku
dengan Allen dulu. Sebentar! " putus Dave lalu menggiring Allen masuk ke
kamar dan langsung menguncinya.
Dave tak
peduli bila suara desahan Allen nanti akan terdengar atau Helga akan mendengar
betapa erotisnya ia dan Allen. Dave hanya ingin segera mendapat jatahnya
sebelum Nathan pulang, lagi pula Dave yakin ibu sambungnya itu pasti paham
bagaimana kebutuhannya.
"Tuan
Dave, jangan. Nanti saja ya... " ucap Allen khawatir dan malu pada merTuanya.
Dave
langsung menggendong Allen lalu menghempaskannya di tempat tidur. Dave kembali
melanjutkan cumbuannya yang sempat terjeda. Dave menelusuri tiap jengkal tubuh
Allen kembali setelah berhasil ia lucuti.
Allen hanya
bisa pasrah menuruti suaminya yang sudah tak bisa menahan diri lagi meskipun
Allen merasa malu hingga ia terus menahan suaranya seperti bercumbu di ruang
publik. Tapi sekuat-kuatnya Allen menahan, ketika Dave menghisap payudaranya
yang sudah lama tidak di belai membuat desahnya lepas juga.
"Mendesahlah
sayang, mendesahlah... " ucap Dave lalu meninggalkan tanda kepemilikannya
di leher Allen.
Puas dengan
cumbuannya Dave langsung sudah tak bisa menahan diri lagi. Ia langsung
melepaskan celananya dan membebaskan kejantanan yang menjadi kebanggaannya itu
agar bebas. Dave langsung buru-buru mengambil kondom dan membuka bungkusnya.
Tapi baru
ia hendak memasangnya Allen bangun untuk mengulum kejantanan Dave yang lama tak
di sentuhnya. Dave tersenyum senang dengan inisiatif jalang yang Allen lakukan.
Dave senang bukan main melihat Allen yang bertingkah seperti wanita jalang
padahal tadi Allen malu-malu dan sempat menolak untuk memuaskannya. Tapi
sekarang Allen malah mengulum kejantanannya sambil terus menatapnya dari bawah
dengan pandangan duck face nya.
"Kau
bertingkah seperti lonte sekarang hmm?" Dave melepaskan kejantanannya
sebelum muncrat di mulut Allen yang menghisapnya seolah begitu kehausan.
"Aku
bukan lonte! " Allen tak terima.
Dave
langsung mendorongnya hingga kembali rebahan. Dave langsung memasang kondomnya,
tapi bukan langusng memasukkan kejantanannya Dave malah mendekatkan wajahnya ke
kewanitaan Allen lalu menjilat clitorisnya dengan ujung lidahnya.
"Aw!
Ahh... Tuan Dave... " desah Allen tertahan.
"Panggil
aku yang benar! " komplain Dave sambil mencubit ujung payudara Allen yang
masih basah bekas hisapannya tadi lalu melumat kewanitaan Allen seperti sedang
melumat bibir atasnya.
"Anghhh....
Hubby... Hubby... Ah... Tolong berhentilah bermain-main! " Allen begitu
tidak tahan karena Dave terus melumat clitorisnya. Ingin rasanya Allen menjepit
kepala Dave, tapi sayang tangan Dave menahan kakinya hingga hanya bisa
menegang.
"Katakan
kalau kau adalah lonteku bila kau menginginkan aku menggarukmu! " perintah Dave yang senang akan
tiap afirmasi yang Allen berikan padanya.
"Aku
lontemu, aku lonte pribadimu, tolong puaskan aku hubby... " Allen memohon
sambil menatap Dave dengan bibir yang ia gigit untuk menahan gairahnya.
Dave yang
memang sudah tidak tahan langsung memasukkan kejantanannya hingga Allen
mengerang kesakitan. "Tahan sayang, punyamu terlalu sempit," ucap
Dave sambil mendorong kejantanannya masuk secara perlahan.
"Hubby...
Ahhh... Ahh... " Allen terus mendesah ketika Dave bergerak menggenjotnya
kewanitaannya yang sempit.
Dave
langsung menggenjotnya tanpa ampun, melupakan kondisi Allen yang hamil muda dan
ibu sambungnya yang mungkin masih ada di apartemennya. Dave hanya ingin segera
memperoleh puncaknya saja sekarang. Meskipun Dave akui lebih enak melakukannya
tanpa pengaman, tapi dari pada tidak sama sekali Dave tak bisa banyak
memilih.
Bab 22 – Keluarga Dave
Nathan
menatap Helga dengan waspada. Ini memang bukan kali pertama mereka bertemu,
tapi bagi Nathan terasa aneh ketika ia pulang sekolah dan bukan Allen atau Dave
yang menyambutnya pulang. Nathan sudah bersiap lari ke lift dan mencari
pertolongan pada petugas keamanan.
"Halo!
Aku Helga, mamanya Dave... " sapa Helga memperkenalkan diri.
"Mengapa
kau di sini?! Apa yang kau lakukan?! Mana Allen dan Dave!! " teriak Nathan
panik sambil memajukan tangannya agar Helga tidak mendekatinya.
Ya ampun
menggemaskan sekali Nathan ini... Batin Helga yang gemas pada Nathan.
Nathan
terus waspada, Helga jadi tak berani mendekat agar Nathan tidak semakin panik.
Nathan terus memajukan tangannya sambil berjalan pelan-pelan masuk ke dalam
menuju kamarnya. Beruntung di saat yang bersamaan pula Dave keluar dari kamar
dan tampak sudah tapi seperti tidak terjadi apa-apa.
"Nathan...
" panggil Dave, Nathan langsung berlari ke arah Dave. "Tenanglah, dia
mamaku... " ucap Dave saat Nathan bersembunyi di belakangnya.
Helga
tersenyum mendengar Dave memperkenalkannya pada Nathan. "Nathan sekarang
tinggal di sini ya?" tanya Helga ramah pada Nathan.
"Iya
aku tinggal bersama Dave sekarang," jawab Nathan yang jauh lebih berani
saat sudah ada Dave. "Oh iya Dave aku dapat kupon makan siang dari guruku
tadi... " ucap Nathan melaporkan kegiatan hariannya di sekolah sambil
mengeluarkan kupon makan yang ia terima dari dalam tasnya.
Dave
melihat kupon yang Nathan terima. Dave heran kenapa Nathan bisa dapat kupon
makan siang, padahal Allen sudah membawakan bekal dan Nathan punya kartu dan
uang untuk jajan sendiri dari Dave. "Bagaimana bisa kau dapat kupon?"
tanya Dave begitu membaca kuponnya dan tertera bila itu kupon yang bersubsidi
jelas di peruntukkan untuk siswa yang kurang mampu.
"Tadi
aku membawa kotak bekal yang kosong. Aku ingin jajan tapi ramai sekali jadi aku
kembali ke kelas, lalu guruku bertanya kenapa aku tidak makan, dia tanya juga
aku tinggal dengan siapa kenapa kotak bekalku kosong... "
"Lalu
apa yang kau jawab? " tanya Dave sambil berjalan ke dapur dan menemukan
kotak bekal yang seharusnya di bawa Nathan.
"Aku
tinggal dengan kakakku, mungkin kakakku lupa memasukkan bekal. Lalu guruku
memberiku kupon setelah menanyaiku dan mencatat namaku. Bagitu... " jelas
Nathan.
Dave
langsung menepuk jidatnya. Pasti orang-orang di sekolahan Nathan sudah salah
paham sekarang. Mungkin juga gurunya Nathan mengira bila kakaknya tidak
menghasilkan uang yang cukup untuk makan. "Lalu tadi di sekolah sudah
makan?" tanya Dave.
Nathan
menggeleng. "Aku tidak tau caranya membeli makanan dengan kupon. Yasudah
aku makan buah dan ciki yang ada saja... " jawab Nathan.
Dave
tertawa kecil, besok ia harus meluruskan kesalah pahaman ini. "Besok aku
akan bicara dengan gurumu... " ucap Dave sambil mengusap wajahnya.
"Sepertinya
anak kecil yang tinggal bersama kakaknya terlihat sangat memprihatinkan bagi
guru di sekolah Nathan... " ucap Helga sambil menahan tawanya.
"Allen
mana?" tanya Nathan.
"Allen
istirahat, tidur. Cuci tanganmu, ayo makan bersama-sama... Mamaku ini pintar
memasak loh, masakannya enak sekali... " ucap Dave.
Nathan
mengangguk lalu berlari ke kamarnya untuk menaruh tas dan bersiap makan siang
bersama Dave dan Helga. Tak lama setelah Nathan dan Dave siap makan siang,
Antonio datang sambil membawa banyak makanan ringan untuk Nathan dan
buah-buahan untuk Allen.
"Ini
ayahku," ucap Dave memperkenalkan Antonio pada Nathan.
"Aku
adiknya Dave, namaku Nathan umurku 7 tahun..." Nathan ikut memperkenalkan
dirinya.
Makan siang
kali ini Nathan merasa sangat senang, ada orang tua Dave yang memanjakannya.
Meskipun biasanya Allen juga memanjakannya tapi orang tua Dave terasa istimewa.
Tapi sayangnya itu membuat Nathan kembali teringat pada orang Tuanya yang
bercerai dan sudah memiliki pasangan masing-masing.
Nathan juga
boleh ikut bergabung dalam obrolan yang membahas Allen dan kehamilannya juga
masalah sekolahnya. Orang tua Dave juga memperhatikan Nathan dan mendengarkan
setiap celotehnya juga memberikan apresiasi. Nathan sangat senang bisa
bercengkrama dengan keluarga Dave. Keluarga Dave tidak semenyeramkan yang di
bayangkan Nathan.
"Sekarang
aku kan mau jadi paman, jadi aku bekerja juga sekarang... " ucap Nathan
bangga.
"Wah!
Bekerja apa Nathan? " tanya Helga.
"Aku
bekerja di rumah, aku membantu Allen mencuci piring. Nanti aku dapat uang
25¢," jawab Nathan sambil berjalan ke wastafel dapur. "Ini loh aku
bisa cuci piring dengan bersih... " Nathan langsung mempraktekkan
keahliannya mencuci piring yang baru ia latih semalam pada Helga yang
mengikutinya.
Dave hanya
memperhatikan Nathan yang sibuk memamerkan kebolehannya pada Helga. Dave
sendiri sedang memamerkan hasilnya bercinta pada Antonio dengan foto hasil USG
Allen yang begitu membuatnya senang.
"Keren
kan aku mau jadi ayah sekarang... " Dave menyombongkan dirinya.
Antonio
terbahak-bahak mendengar ucapan Dave yang begitu bangga dan senang akan
kehamilan Allen. Antonio senang putranya bisa berdamai dengan keadaannya dan
mau menerima perempuan sebagai pasangan hidupnya.
"Allen!
" panggil Nathan begitu melihat Allen keluar dari kamar. "Aku sudah
mencuci piring! " Nathan melapor.
Allen
mengangguk sambil tersenyum, lalu bergabung bersama Dave yang sedang berbincang
dengan merTuanya.
"Kalau
kalian kerepotan mengasuh Nathan, kalian bisa tinggal atau menitipkannya pada
kami... " ucap Antonio yang sudah senang dengan Nathan begitu pula dengan
Helga yang selalu mengikuti Nathan dari tadi.
Allen
langsung menggeleng. "Tidak perlu aku senang mengasuh Nathan, dia juga
selalu menemaniku bila Dave pergi... " ucap Allen lembut.
"Tapi
kapanpun berkunjunglah sekali-kali ke rumah ya... " ucap Antonio memaksa.
Allen
menatap Dave menunggu jawaban darinya.
"Tentu
saja aku akan segera membawa Allen kerumah nanti... " jawab Dave dengan
senyum sumringah.
Bab 23 – Nathan Sedih
Allen makan
dengan lahap, sudah tiga kali sebelum ia menemani Nathan tidur. Tapi masih saja
Allen ingin makan. Dave juga sama sekali tak keberatan bila Allen banyak makan
dan malah mendukung. Bahkan Dave menawarkan diri untuk memesankan makanan
apapun yang Allen mau.
"Nathan
tidak mau nuget?" tanya Allen yang melihat Nathan murung setelah orang tua
Dave pulang.
"Tidak,
aku tidak ingin makan. Aku kenyang... " jawab Nathan lalu masuk kamar dan
menyikat giginya sendiri tanpa di perintah.
"Nathan
kenapa?" tanya Allen pada Dave.
Dave
mengedikkan bahunya. Menurut perasaan Dave, adiknya itu baik-baik saja dan
ceria sepanjang hari ini. Apa Nathan sakit karena lupa bawa bekal? Tapi tadi ia
juga sudah makan dengan lahap bersama Helga. Apa karena Nathan tidak bisa jajan
dan menggunakan kuponnya? Tapi tadi ia baik-baik saja dan tidak
mempermasalahkan itu. Dave jadi ikut bingung dan bertanya-tanya kenapa adiknya
tiba-tiba jadi murung.
"Apa
Nathan sakit?" tanya Allen khawatir lalu menyudahi makannya untuk
memastikan kondisi adik iparnya itu.
Dave
kembali mengedikkan bahunya, Dave membiarkan Allen yang turun tangan menemui
Nathan. Ia masih harus mengecek data dan laporan serta proposal persiapan
pembangunan cabang bisnis barunya juga klinik milik Kevin yang juga baru akan
di bangun.
"Nathan...
Kau sakit?" tanya Allen lalu duduk di tempat tidur Nathan sambil memegang
keningnya untuk mengecek suhu badan.
Nathan
menggelengkan kepalanya lalu memunggungi Allen.
"Maaf
ya aku salah memasukkan kotak bekalmu, jangan marah ya... " tebak Allen
yang juga meminta maaf.
"Aku
tidak marah! " bentak Nathan dari balik selimutnya.
Allen diam
lalu tiduran di belakan Nathan sambil memeluknya. "Nathan kenapa? Kalau
Nathan tidak bilang aku tidak tau apa yang membuatmu murung. Nanti aku tidak
bisa membantumu... " bujuk Allen lembut. Biasanya jurus ini selalu mempan
melunakkan hati adik-adiknya di panti asuhan dulu.
"Ternyata
Dave punya keluarga, aku tidak... " ucap Nathan sedih dengan airmata yang
sudah tak bisa ia tahan lagi. "Dave punya orang tua yang memintanya
pulang, orang tuaku tidak." Nathan mulai menangis sambil
membanding-bandingkan nasibnya dengan Dave.
Allen hanya
bisa diam mendengarkan sampai Nathan puas berbicara mengadukan kecemburuannya.
Allen paham perasaan Nathan, mendengar Nathan yang menangis sambil mengadu
nasibnya dengan Dave seperti ini seperti membawanya ke masa lalu saat ia masih
bekerja di bar dan mendengar Dave yang mabuk meracau atas masalah yang sama.
"Allen...
Aku ingin keluargaku seperti dulu lagi... " pinta Nathan sambil menangis.
"Aku sedih tidak punya keluarga... "
"Kan
ada aku dan Dave. Kita keluarga... " hibur Allen sambil memeluk Nathan
yang menangis agar tenang.
Dave yang
semula ingin membiarkan Allen saja yang menangani Nathan karena terlalu lama
menunggu dikamar akhirnya datang juga menemui Allen dan Nathan. Tapi begitu
Dave membuka pintu dan mendapati Nathan menangis dalam pelukan Allen, Dave
langsung khawatir.
"Nathan
kenapa? Sakit? Mau beli mainan? Ada apa?" tanya Dave panik lalu duduk di
tempat tidur Nathan.
"Bukan!
" Nathan menghentakkan kakinya menolak setiap pertanyaan Dave.
Dave
langsung tersenyum geli melihat tingkah Nathan yang menangis sambil
marah-marah. "Terus apa? Ada yang membullymu? " tanya Dave lalu naik
ke tempat tidur Nathan dan ikut bergabung tiduran bersama Nathan dan Allen.
"Aku
tidak punya keluarga sepertimu! " bentak Nathan kesal pada Dave yang
membuatnya iri.
"Aku
kan keluargamu, ada Allen juga... " hibur Dave yang mirip seperti yang di
ucapkan Allen barusan.
"Bukan
begitu Dave, aku tidak punya orang tua yang memintaku pulang... " ucap
Nathan sedih.
Dave
mengangguk pelan. "Helga bukan orang tuaku, Helga istri baru ayahku... Ibu
kita tetap sama Nathan... " ucap Dave meluruskan.
"Tapi
ayahmu baik padamu, dia sayang kau Dave tidak seperti ayahku... " bantah
Nathan yang masih saja ingin mengadu nasibnya dan merasa jadi yang paling
tersakiti.
Dave
tersenyum lalu memeluk Nathan. "Dulu aku juga sama sepertimu, aku bahkan
di turunkan di gang yang jauh dari rumah ayahku. Aku juga tidak dekat
dengannya... Ibu kita memang sifatnya seperti itu, bukan dia tidak sayang. Dia
sayang. Tapi cuma sebentar... " ucap Dave berusaha memberikan pengertian
pada Nathan.
Nathan
langsung memalingkan wajahnya.
"Allen
bahkan lebih sedih daripada kita, dia sejak bayi tinggal di panti asuhan. Tidak
kenal ayah ibunya... " ucap Dave berusaha menghibur Nathan.
Nathan
langsung menatap Allen. Allen mengangguk setuju dengan apa yang di katakan
suaminya.
"Makannya
kita bergabung, kita bersama-sama membuat keluarga kecil kita sendiri. Aku akan
bekerja seperti ayahmu, Allen akan mengurus rumah seperti seorang ibu, tidak
ada yang perlu kau pikirkan hingga sedih Nathan... Kita punya segalanya bila
bersama-sama... " hibur Dave.
Nathan
mengangguk lalu menyeka airmatanya. "Maaf Allen, ternyata kau anak kecil
yang lebih sedih dari pada aku... " ucap Nathan yang berangsur-angsur
mulai tegar kembali.
Allen
tersenyum lalu mengecup kening Nathan. "Sudah tidak apa-apa, jangan sedih
lagi ya... " ucap Allen lembut.
●●●
Hingga pagi
Allen dan Dave tidur bersama Nathan di kamar Nathan. Dave tidak suka tempat
tidur yang sempit apa lagi tidak bisa memeluk Allen. Tapi sesekali tidur
bertiga agar Nathan merasa di sayangi dan lengkap tidak masalah bagi Dave.
"Aku
akan menemui gurunya Nathan dulu sebentar... " ucap Dave sambil menepuk
bokong Allen pelan yang sedang menyiapkan bekal.
Allen
mengangguk sambil tersenyum membayangkan apa yang akan Dave lakukan nanti
sepulang dari sekolah Nathan.
"Dave
lihat aku membuat balon air!" seru Nathan yang mengisi sekotak kondom
milik Dave yang ia temukan dengan air.
"Balon?"
Dave dan Allen saling tukar pandang lalu berlari ke arah suara Nathan.
"Dia
tidak meledak, kuat sekali, keren! " ucap Nathan sambil membanting kondom
berisi air yang ia anggap sebagai balon.
Allen hanya
meringis bingung berkomentar apa, sementara Dave menepuk jidatnya dan bingung
harus menjelaskan bagaimana nantinya.
Bab 24 – Kesibukan Dave
Pertama
kalinya dalam hidup Dave ia merasa begitu gelisah dan tidak betah berlama-lama
di kantornya dan berkutat dengan pekerjaannya. Bahkan sudah berkali-kali Dave
menanyakan apa yang sedang Allen lakukan di rumah dan hampir tiap lima menit
Dave menelepon Allen untuk menanyakan kabarnya. Bahkan saat Dave harus meeting
pun ia begitu tidak fokus hingga mengulang-ulang pertanyaannya dan moodnya
begitu berantakan hanya karena Allen telat mengangkat telfonnya karena sedang
ke kamar mandi.
"Dave?"
panggil Antonio meminta perhatian Dave yang dari tadi tidak fokus pada meeting.
"Ah!
Ya? " saut Dave sambil menatap Antonio terkejut.
"Kau
tidak fokus, kenapa?" tanya Antonio khawatir.
Dave
menggeleng. "Tidak, bukan apa-apa... " jawab Dave lalu memasukkan
ponselnya kedalam jasnya. Tapi belum lama ponselnya masuk ke dalam jas, Dave
sudah mengeluarkannya lagi dan kling! Balasan pesan yang di tunggu dari Allen
datang. "Maaf, permisi... " ucap Dave yang langsung menelfon Allen
sambil berjalan keluar dari ruang meeting.
"Ada
apa Tuan? " tanya Allen lembut.
"Kau
dari mana saja?! Kenapa tidak membalas pesanku?!" Dave langsung mengomel
dengan nada tinggi.
"A-aku
mual, jadi aku tadi muntah. Makannya tidak bisa membalas pesanmu....lalu Nathan
pulang jadi aku membuatkannya makan siang dulu..." jawab Allen berusaha
menenangkan Dave.
Dave
menghela nafasnya. Ia sangat khawatir pada Allen sampai jadi begitu protektif.
"Sekarang bagaimana keadaanmu?" tanya Dave lebih lembut dari
sebelumnya.
"Aku
sudah lebih baik, aku sedang menemani Nathan mencuci piring... " jawab
Allen.
"Setelah
meeting aku pulang." Dave langsung mematikan telfonnya.
"Pahamkan
sekarang kenapa ayah selalu ingin pulang lebih awal? " tanya Antonio yang
menghampiri Dave untuk mengajaknya meeting kembali.
Dave
berusaha menyembunyikan wajah malu-malunya. Tapi Dave akui menghabiskan
waktunya bersama Allen dan Nathan lebih menyenangkan daripada di kantor. Baru
kali ini Dave tidak tertarik dengan pekerjaannya, tapi Dave tetap harus
profesional. Ada ribuan kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya pada
perusahaan yang di pimpin Dave.
Ku rasa aku
perlu memodifikasi kantorku agar Allen bisa ikut ke kantor, pikir Dave yang
merasa perlu ada Allen di sampingnya setiap saat.
●●●
Dave
langsung bergegas pulang tanpa peduli pada orang-orang yang sedang berusaha
bertemu dan menawarkan kerja sama dengannya. Dave hanya menerima pertemuan
penting yang sudah di jadwalkan asistennya juga pemeriksaan laporan di rumahnya
saja.
Bahkan Dave
yang biasanya memilih lembur dan lanjut pergi ke gym sekarang memilih tak hanya
pulang cepat tapi juga akhirnya ia menggunakan fasilitas gym di gedung
apartemennya. Semuanya Dave lakukan tak lebih karena ingin terus berdekatan
dengan Allen. Karena Dave pernah membaca artikel bila olahraga membuat tidur
lebih nyenyak, ia juga mengajak Nathan ikut gym bersamanya. Meskipun Nathan
melakukannya sambil bermain dan belum serius tapi ia senang di ajak gym bersama
Dave.
"Tuan
Dave, apa kau melakukan renovasi? " tanya Allen setelah melihat banyak
alat olahraga untuk anak-anak yang berdatangan setelah ia membuang sampah
keluar.
"Tidak,
aku membelinya untuk Nathan dan anak-anak lain di apartemen..." jawab Dave
sambil melebarkan tangannya dan menepuk-nepuk sofa di sampingnya. "Dari
kemarin-kemarin aku mencoba mengajak Nathan olahraga tapi dia bilang alatnya
terlalu tinggi. Jadi aku membelikan yang lebih kecil untuknya."
Allen
mengangguk sambil duduk bersandar pada Dave yang sedang menemani Nathan
mengerjakan prnya.
"Aku
sudah selesai... " lapor Nathan lalu menyerahkan bukunya untuk di cek Dave
sementara ia sudah begitu mengantuk dan menguap berkali-kali.
"Empat
apel di kurangi dua apel, coba hitung lagi... " koreksi Dave.
Nathan
kembali menghapus jawabannya lalu menuliskan jawabannya setelah ia hitung
ulang.
"Sikat
gigimu kalau sudah mengantuk," ucap Dave lalu memberikan buku milik
adiknya yang kembali di rapikan Nathan ke dalam tas.
Nathan
langsung menyikat giginya lalu menunggu Allen atau Dave datang ke kamarnya
untuk menemani tidur. Tapi Nathan sudah terlalu mengantuk. Jadilah setelah ia
sikat gigi langsung tertidur begitu saja.
"Wah
sudah tidur... " ucap Allen lalu menyelimuti Nathan dan menyalakan lampu
tidur sebelum mematikan lampu. "Good night... " bisik Allen lalu
mengecup pipi Nathan dengan lembut sebelum kembali ke kamarnya.
"Sudah
tidur?" tanya Dave yang baru saja membuka laporan dan Allen sudah masuk ke
kamar.
Allen
mengangguk sambil tersenyum. "Sudah, nyenyak sekali malah... " jawab
Allen lalu masuk ke kamar mandi untuk sikat gigi dan cuci muka sebelum tidur.
"Allen...
" panggil Dave sambil memundurkan kursinya saat melihat Allen selesai
dengan urusannya di kamar mandi.
Allen
mendekat sambil merapikan kimono yang menutupi gaun malamnya. Tanpa di duga
Dave langsung menariknya hingga terduduk di pangkuan Dave. Allen cukup terkejut
tapi ia juga senang ketika Dave ingin bermanja-manja atau memanjakannya seperti
sekarang ini.
"Temani
aku membaca laporan... " pinta Dave sambil berbisik dan mencium puncak
kepala Allen.
Allen
mengangguk sambil tersenyum lalu menyandarkan kepalanya ke bahu Dave agar ia
bisa lebih nyaman dalam pangkuan suaminya itu.
"Allen
aku ingin mengajukan pensiun lebih awal... " keluh Dave.
"Eh!
Kenapa?" tanya Allen kaget lalu mendongakkan kepalanya.
"Aku
ingin di rumah saja bersamamu... Aku bosan bekerja," rengek Dave manja.
Allen
tertawa kecil melihat suaminya yang sedang kolokan begini.
"Maksudku,
kau kan sedang hamil. Aku hanya tidak mau membiarkanmu kesulitan melaluinya
sendirian... Aku ingin menjadi suami yang baik, itu saja! " Dave langsung
meralat ucapannya sendiri.
Allen
mengangguk paham lalu mengelus pipi Dave sebelum mendekatkan bibirnya untuk
memagut bibir pria yang sudah membuatnya merasa jadi wanita paling
istimewa dan bahagia di dunia. Allen melumat bibir suaminya dengan lembut dan
malu-malu lalu mengecup keningnya dan tersenyum sumringah yang membuat Dave
ikut senang melihatnya.
"Tuan
Dave, biar aku saja yang mengikutimu. Tetaplah bekerja, berkarir, apapun yang
ingin kau lakukan tidak masalah. Aku baik-baik saja, aku dengan senang hati
akan mengikutimu... " ucap Allen lembut lalu kembali mengecup bibir Dave.
Dave
mengangguk sambil tersenyum lalu mengangkat Allen dan mendudukkannya di atas
meja kerjanya lalu memeluk perut Allen. "Tapi kau masih harus menjaga si
kecil di perutmu juga... " ucap Dave lalu menarik lepas tali kimono Allen
agar bisa langsung bersentuhan dengan kulit Allen. "Pasti kau akan bekerja
keras sekali untuk menjaganya nanti... " Dave mengecup perut Allen dengan
lembut.
Bab 25 – Kerja Lembur🔞
Dave hanya
memandangi tubuh Allen yang makin sexy setelah berat badannya sedikit demi
sedikit mulai bertambah. Pantatnya yang semakin berisi dan payudaranya yang
semakin besar begitu menggoda Dave. Tapi hari ini Dave tidak ingin menikmati
itu, Dave lebih ingin bermanja-manja dengan Allen. Dave tidak mau terlalu
sering menikmati tubuh Allen agar kandungannya tidak terganggu.
"Allen...
" panggil Dave lembut. "Maaf ya, karena aku membuatmu hamil kau jadi
sering mual-mual sekarang... " sambung Dave lalu mendekatkan wajahnya
untuk mengecup kening Allen.
"Tuan
Dave ini bicara apa, sudah tugasku menjadi ibu. Tidak masalah, yang penting dia
sehat. Aku hanya sedikit mual saja hari ini... " jawab Allen lalu turun
dari meja kerja Dave.
Dave
langsung bangun dan menggendong Allen, membawanya ke tempat tidur mengabaikan
pekerjaannya yang nantinya akan menumpuk. Dave ingin memanjakan istrinya yang
sedang hamil itu. Dave sudah tidak peduli lagi soal pekerjaan, hanya Allen,
Allen dan Allen yang ada dalam pikirannya.
"Tuan
Dave, kalau kau tidak mengerjakan pekerjaanmu sekarang nanti akan menumpuk...
" protes Allen yang sudah tau bila Dave akan memanjakannya.
"Biar
saja... " jawab Dave lalu memeluk Allen sambil sesekali menciumnya.
Allen hanya
tertawa kecil mendengar jawaban suaminya yang jadi lebih mengutarakannya
daripada pekerjaannya begini. "Ku ambilkan laporan yang harus kau periksa,
kerjakan sambil peluk aku. Oke? " tawar Allen.
Dave
menghela nafas kesal. Tapi Allen tetap menjalankan apa yang ia tawarkan pada
Dave. Mengambilkan laporan dan stabilo yabg ada diatas meja kerja Dave. Dave
langsung pura-pura tidur sambil memejamkan matanya yang membuat Allen
terbahak-bahak. Cara Dave persis seperti Nathan bila menolak untuk melakukan
sesuatu.
"Hubby...
Bila tidak kau kerjakan nanti akan menumpuk. Kalau menumpuk, nanti kau akan
makin sibuk, kita jadi kekurangan waktu bersama bila begitu terus... "
bujuk Allen sambil melepaskan kimononya lalu duduk di atas pinggang Dave.
Dave
mendengus lalu menuruti permintaan Allen dan mau mengerjakan pekerjaan yang ia
bawa pulang itu. "Iya iya ku kerjakan! " kesal Dave.
Allen hanya
tersenyum lalu mengangkat tubuhnya dan memilih tiduran berbantalkan bahu Dave
sambil mengelus perutnya yang sixpack. "Tuan Dave... " panggil Allen,
tapi Dave hanya diam. "Hubby... " panggil Allen lagi dan Dave masih
diam. "Sayang... " barulah Dave mau menyaut dan hanya menoleh pada
Allen saja. "Punyamu bangun... " lirih Allen lalu mengelus kejantanan
suaminya.
"Aku
pria normal Allen, kau terus menggodanya dari tadi, sekarang kau menyuguhiku
sengan tubuh sexymu. Tentu saja dia bangun... " jawab Dave lalu lanjut
membaca.
"Kau
masih bisa fokus bekerja? " tanya Allen lalu berhenti mengelus dan sedikit
menjaga jarak.
"Bisa,
tidak masalah. Teruskan, sebentar lagi selesai... " jawab Dave lalu
melingkari beberapa angka dengan spidolnya. "Ini tidak balance... "
gumam Dave lalu membuka halaman selanjutnya.
Allen
berhenti meraba dan memilih diam sambil memperhatikan suaminya yang tampak
begitu tampan ketika sedang serius begini. Sampai Dave selesai dengan
pekerjaannya dan meletakkan berkas ke atas laci dan mengambil kotak berisi
kondom. Allen langsung tersenyum paham dengan apa yang akan di lanjutkan
suaminya selanjutnya.
"Kau
harus bertanggung jawab sudah membuatnya bangun... " ucap Dave lalu
mencumbu Allen.
Allen
mengangguk paham, ia mengerti bila memang sudah tugasnya memuaskan suaminya
jadi ia sudah siap kapanpun Dave menginginkannya. Apa lagi Dave sudah bekerja
hari ini dan banyak menahan diri karena Nathan seharian aktif beraktifitas
bersama Allen. Meskipun Nathan bisa paham bila Allen dan Dave bermesraan di
depannya, Dave tetap menahan diri agar tidak mencumbu Allen di hadapan adiknya.
"Tuan
Dave aku ingin di atas... " pinta Allen yang berada di bawah Dave yang
sedang menyusu padanya.
Tanpa
menjawab Dave langsung membalik posisinya hingga Allen berada di atasnya.
"Punyamu makin besar sayang... " ucap Dave sambil meremas-remas
payudara Allen dengan kedua tangannya.
Allen
tersipu malu mendengar ucapan Dave. "Mungkin karena hamil... " jawab
Allen sambil membusungkan dadanya karena Dave manarik kedua putingnya sambil
terus memainkannya.
"Benarkah
bukan karena aku?" goda Dave lalu menarik Allen agar bisa memagut bibirnya
yang di gigit untuk menahan desah.
Rasanya
rencana Allen untuk memimpin kali ini tidak akan berhasil karena baru sebentar
Dave bermain dengan tubuhnya Allen sudah begitu lemas dan pasrah dengan apapun
yang akan Dave lakukan padanya.
"Hei...
Kau tidak jadi di atas hmm... " goda Dave yang jelas sudah tau jawabannya.
Allen hanya
mengangguk pelan sambil menatap suaminya sayu yang membuat Dave makin
bergairah. Dave langsung membaringkan Allen di bawahnya dan buru-buru memakai
kondomnya sebelum mulai memasuki lubang kenikmatan Allen.
Tapi malam
ini tak sepanas biasanya. Karena saat Dave selesai di ronde pertama, Allen
sudah lemas dan pucat yang membuat Dave jadi tidak tega bila memaksakan
keinginannya.
"Besok
kita ke dokter ya... " ucap Dave sambil menyelimuti tubuh Allen dan
memeluknya. "Apa tadi aku keterlaluan?" tanya Dave pada Allen.
"Tidak
hubby... Memang aku yang sedang mudah lelah... " jawab Allen agar Dave
tenang lalu menyamankan posisinya.
"Kau
yakin baik-baik saja?" tanya Dave khawatir.
Allen
mengangguk lalu meletakkan tangan Dave ke atas perutnya yang membuatnya merasa
jauh lebih nyaman dan Dave juga begitu senang bisa mengelus perut istrinya dan
merasakan janin di dalamnya.
Bab 26 – Berkunjung
"Allen,
boleh tidak aku mengajak temanku bermain di sini?" tanya Nathan setelah
ikut menemani Allen memeriksakan kandungannya yang sudah mulai membesar dan
terlihat buncit.
"Boleh,
tentu saja... Berapa orang? Kapan?" tanya Allen lalu duduk di sofa.
"Sabtu
pagi, hanya satu orang. Katanya rumahnya masih satu gedung dengan kita...
" jawab Nathan yang ikut duduk bersama Allen.
"Tidak
masalah..." jawab Allen dengan senang hati. "Nanti akan ku buatkan
kentang goreng dan jus jeruk."
"Ada
apa? Kalian membuat rencana apa?" tanya Dave yang baru masuk setelah tadi
di hadang sekretarisnya saat sampai lobi.
"Ini
sabtu nanti Nathan ingin mengajak temannya bermain di sini... " jawab
Allen.
Dave
mengangguk-anggukkan kepalanya. "Berapa orang?" tanya Dave.
Nathan
mengacungkan telunjuknya. "Katanya dia tinggal di gedung yang sama dengan
kita..." jawab Nathan.
"Siapa
namanya?" tanya Dave.
"Axel,
dia temanku satu kelas. Dia sebenarnya tidak terlalu baik padaku, tapi dia
terus mengejekku miskin jadi aku mengajaknya kemari... " jawab Nathan
sedikit murung.
"Dia
membullymu?" tanya Dave khawatir.
Nathan
menggeleng. "Aku tidak yakin... Tapi aku sedikit tidak nyaman... "
jawab Nathan.
Dave dan
Allen langsung saling tatap mendengar jawaban Nathan. Keduanya sama-sama belum
pernah terlibat langsung dalam menjadi orang tua yang membesarkan seorang anak.
Keduanya hanya pernah menjaga seorang adik yang tumbuh bersama mereka dalam
pengawasan orang dewasa.
"Kau
ingin aku melakukan sesuatu?" tanya Dave.
Nathan
menggeleng. "Aku ingin menunjukkan kalau aku bukan orang miskin itu
saja..." jawab Nathan lalu bersandar sambil menatap langit-langit
apartemen Dave yang cukup mewah.
"Aku
perlu memanggil beberapa pelayan kalau begitu... " ucap Dave lalu
mengambil ponselnya dan mulai sibuk menelfon.
Nathan dan
Allen hanya diam memperhatikan Dave yang sibuk menelfon. Nathan bingung ingin
merencanakan acara bermain nanti bagaimana. Ini juga pertama kalinya Nathan di
anggap sebagai anak yang miskin. Itu juga karena masalah Allen salah memasukkan
box bekal makan siang saja, itupun hanya sekali.
"Sudah
jangan khawatir, Dave akan mengurus semuanya... " ucap Allen lalu
melebarkan tangannya untuk memeluk Nathan.
"Allen
aku tidak suka punya teman... " keluh Nathan sambil memeluk Allen.
Allen
tersenyum lembut mendengar keluhan adik iparnya itu. "Bukan kau tidak
suka, kau hanya belum menemukan teman yang baik dan tepat untukmu...
" ucap Allen sambil mengelua kepala Nathan.
Nathan
menghela nafasnya lalu mengedikkan bahunya.
"Nathan,
ayo olahraga! " ajak Dave setelah menelfon.
●●●
Allen jadi
ikut memikirkan mau menyambut tamu kecilnya bagaimana nanti. Ia ingin
memberikan kesan mewah dan keren untuk teman Nathan yang berkunjung. Allen
tidak mau Nathan merasa tidak nyaman dan jadi rendah diri nantinya.
"Sudah
tenang saja sayang, aku sudah meminta tiga pelayan di rumah untuk datang kesini
besok sabtu pagi-pagi sekali. Tenang saja, kau tidak usah repot-repot
memikirkannya... " ucap Dave yang baru saja selesai mendengarkan curhatan
Nathan soal sekolah dan teman-temannya.
Allen
tertawa mendengar ucapan Dave yang ternyata begitu memikirkan adik-adiknya
juga.
"Nanti
kalau perlu kita ajak temannya Nathan ikut berkunjung ke rumah. Sudah jangan
khawatir... " ucap Dave lagi lalu mengambil bio oil di atas meja rias
Allen untuk mengoleskannya pada perut Allen yang kian hari kian membesar.
Allen
mengangguk paham lalu mengulurkan tangannya untuk meraih botol bio oil dari
tangan Dave.
"Tidak,
biar aku saja... " jawab Dave yang sudah menjadikan acara mengoleskan
minyak ke perut Allen sebagai hobi barunya hingga tangannya jadi ikut halus
karena rutin melakukannya.
Allen tidak
ingin banyak melawan suaminya yang begitu senang merawat tubuhnya. Lagi pula
Allen tidak memaksa dan Dave melakukannya dengan sangat suka rela. "Tuan
Dave..." panggil Allen lembut saat Dave mulai mengelus perutnya dengan
lembut.
"Hmm...
" saut Dave.
"Aku
merasa banyak merepotkanmu belakangan ini... " Dave langsung memasang
wajah kesal tiap kali Allen merasa berhutang budi padanya. "Kau jadi tidak
pernah menghabiskan waktu dengan keluargamu sejak aku hamil... " sambung
Allen.
"Aku
menghabiskan waktu dengan keluargaku. Kau dan Nathan, keluargaku, tidak usah
berpikir yang aneh-aneh begitu Allen... " ucap Dave yang tidak mau Allen
stress. "Ow! Dia menendang!" seru Dave begitu girang saat janin di
perut Allen bergerak. "Dia bergerak lagi Allen! " seru Dave
memberitahu Allen.
Allen
tersenyum mendengar ucapan Dave yang begitu bersemangat atas kehamilannya.
Bahkan Dave lebih semangat dari pada dirinya.
"Minggu
depan aku harus pergi ke Australia, hanya sebentar. Aku hanya mengecek
persiapan pembukaan cabang saja. Kau mau ikut? " tanya Dave lalu mengecup
perut Allen lembut.
Allen
terdiam beberapa saat. "Berapa lama?" tanya Allen.
"Seminggu,
tapi mungkin lebih cepat. Atau dua minggu bila kau ikut jadi kita bisa bulan
madu kalau kau mau... " jawab Dave lalu kembali mengelus perut Allen
menunggu jagoan kecilnya menendang kembali.
Allen
menggeleng. "Tidak usah, aku di sini saja. Nanti kalau aku ikut Nathan
bagaimana?" ucap Allen yang mementingkan Nathan daripada Dave.
Dave
menghela nafasnya kesal. Ia jadi di nomor duakan oleh Allen.
"Aku
juga tidak suka bepergian... " sambung Allen sebelum Dave salah paham.
"Aku akan menunggu suamiku pulang kerja seperti istri-istri lainnya...
"
"Tapi
ayahku mengajak mama setiap pergi..." protes Dave.
Allen
tersenyum mendengar protes suaminya yang begitu manja. "Kan hanya
seminggu... Bisa lebih cepat juga kan?" hibur Allen.
"Tapi
ini tujuh hari full. Dua puluh empat jam nonstop selama seminggu, satu kali cek
up, dan aku tidak ada yang menemani?" protes Dave lalu memunggungi Allen
sebagai bentuk nyata protesnya.
Allen
langsung tertawa kecil melihat suaminya yang ngambek hanya karena ia tidak mau
ikut pergi. "Aku tidak mau mengganggumu, nanti pekerjaanmu akan lebih
repot kalau aku ikut..." bujuk Allen lembut memberi pengertian pada Dave.
"Hmm...
Terserah! "
"Nanti
Nathan bagaimana kalau kita tinggal sendirian? Aku juga tidak punya baju yang
layak untuk mendampingimu bepergian... " bujuk Allen sambil memeluk
suaminya dari belakang.
"Ada
Allen! Masalah baju itu sepele! Memang kau saja yang tidak mau ikut! "
ketus Dave manja.
Allen
menghela nafasnya. "Yasudah besok kita bicarakan bersama Nathan dulu ya...
Kalau boleh aku ikut..." Allen mengalah.
Dave
mengangguk pelan tapi masih betah merajuk dan memunggungi Allen. Rencananya
Dave ingin terus melangsungkan aksi ngambeknya hingga Allen setuju ikut
dengannya. Tapi baru Allen meninggalkan tempat tidur untuk pipis, Dave sudah
menunggu di kamar mandi memastikan Allen baik-baik saja dan kembali tidur
sambil memeluk Allen seperti biasanya.
Bab 27 – Makan Siang
"Nathan
aku ingin mengajak Allen pergi keluar negeri boleh ya? Hanya seminggu, tapi
kalau boleh dua minggu sih... Boleh ya? " ucap Dave meminta izin pada
Nathan yang sama sekali tidak memberikan pilihan untuk di tolak.
"Lalu
aku bagaimana?" tanya Nathan yang langsung sedih.
"Nanti
kau bisa tinggal bersama ayahku, atau aku bisa panggil pelayan. Nanti kalau kau
mau ku beri 700$ sebagai uang jajanmu."
Nathan
hanya menghela nafas dan hanya diam, perasaan Dave langsung tidak enak.
"ALLE_" Dave langsung membungkam mulut Nathan yang berteriak
memanggil istrinya.
"1000$
sehari selama aku pergi. Setuju ya?" Dave langsung memberikan penawaran
terbaiknya.
Nathan
langsung tersenyum sumringah lalu mengangguk.
"Good
boy! " puji Dave yang puas dengan kesepakatannya dengan Nathan.
Nathan
langsung berlari ke kamar Dave dan meninggalkan makanannya. Dave tak mau bila
adiknya bicara di luar skenario dan kesepakatan apa lagi belum ia briefing
terlebih dahulu langsung mengikuti Nathan ke kamar.
"Allen,
kau boleh ikut Dave pergi bekerja. Nanti aku menginap di rumah keluarga Dave...
" ucap Nathan sambil menghampiri Allen yang memakai sunscreen di depan
meja riasnya.
"Aku
tidak punya paspor... " ucap Allen yang membuat Nathan dan Dave langsung
melongo kecewa. "Aku sudah terfikir untuk ikut juga. Tapi ternyata aku
tidak pernah bepergian. Aku tidak punya paspor, jadi aku di rumah... "
sambung Allen lalu menoleh menatap Dave dan Nathan yang tampak begitu suram.
"1000$
ku... " gumam Nathan yang tidak jadi dapat uang besar dari Dave lalu
menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur dengan pasrah.
"Kenapa
kau tidak pernah bilang... " Dave begitu sedih begitu tau Allen tidak
punya paspor dan tidak ada waktu untuk membuat paspor.
Allen
meringis tidak enah hati melihat reaksi suaminya. "Aku lupa... Aku hanya
punya tanda pengenal kependudukan dan SIM... " ucap Allen.
Dave
langsung meraih dompet Allen lalu membawanya. "Akan ku urus masalah
pasport..." ucap Dave lesu.
●●●
Allen
menunggu Nathan dan Dave pulang untuk makan siang sembari berbelanja di
supermarket dekat apartemen Dave. Hari ini ia ingin memasak banyak protein dan
sesuatu yang manis untuk memperbaiki mood kedua pria yang tinggal bersama
Allen. Allen ingin membuat ayam panggang dan sup cream juga cookies coklat.
Jadi Allen berbelanja cukup banyak dan lama. Begitu sampai apartemen Allen
langsung bersiap memasak di dapurnya.
Allen
memulai dari yang mudah terlebih dahulu. Membuat sup cream dan memanggang roti
sebagai pendamping. Berlanjut mengolah empat kilo potongan ayam bagian dada dan
paha bawah. Sembari menunggu semuanya matang Allen membereskan baju kotor dan
merapikannya jadi satu sebelum petugas binatu datang untuk mengurusi baju kotor
di sana.
"Aku
pulang... " ucap Nathan. "Masuklah... " sambung Nathan
mempersilahkan temannya masuk.
"Cepat
sekali pulangnya. Ayam panggangnya belum matang... " sambut Allen.
"Halo
namaku Alex, aku teman sekolah Nathan... " Alex memperkenalkan diri.
"Halo
aku Allen, kakak iparnya Nathan..." Allen ikut memperkenalkan diri.
"Kalian lapar?" tanya Allen.
Alex
mengangguk begitu pula dengan Nathan.
"Cuci
tangan dulu, akan ku siapkan sup cream. Nanti kita makan ayam panggang
bersama-sama saat Dave sudah datang ya... " ucap Allen lalu mengambilkan
sup cream dan menyajikannya di meja makan untuk Nathan dan Alex.
"Sayang...
" sapa Dave yang pulang lebih awal bersama Kevin yang ikut makan siang
bersama. "Kevin ikut mak... " Dave kaget begitu melihat Nathan
mengajak temannya lebih awal. "Kita perlu membeli beberapa makanan lagi?
" tawar Dave.
"Tidak
perluku rasa aku memasak cukup banyak... " ucap Allen yang melihat
tiba-tiba ada banyak tamu yang datang ke rumah.
Kevin
menaikkan sebelah alisnya. "Siapa mau pizza?" tanya Kevin mengabaikan
Allen.
Allen dan
Dave hanya diam sementara Nathan dan temannya begitu antusias dengan tawaran
Kevin. Selama makan Nathan dan Alex mau memakan masakan Allen. Tapi keduanya
tetap menunggu pizza dan terus menanyakan soal pizza pada Kevin yang juga
menunggu pizzanya datang. Dave sendiri memilih makan masakan Allen meskipun
sesekali menawari Kevin.
"Terimakasih
makanannya. Enak sekali aku suka... " ucap Dave sambil membantu Allen
membersihkan piring.
"Jadi
sekarang kau memaksa kakakku untuk mengerjakan pekerjaan rumah juga?"
tanya Kevin pada Allen.
Allen
mengerutkan alisnya sambil menatap Kevin bingung lalu menyikut Dave.
"Tidak, aku tidak memaksa siapapun untuk mengerjakannya pekerjaan rumah...
" jawab Allen.
Dave
langsung menghela nafas sambil berkacak pinggang. "Kevin, kau ini...
"
"Ah!
Itu pizzaku datang! " potong Kevin sebelum Dave mengomelinya.
"Pizza!
Pizza! Pizza! " sorak Nathan dan Alex yang masih ingin pizza padahal sudah
makan sebelumnya.
"Tuan
Dave ke sana saja. Biar aku yang membersihkan... " ucap Allen pelan.
Dave
langsung memeluk Allen dari belakang. "Tidak, aku ingin menemani istriku
saja.... " jawab Dave sambil mengecup bahu Allen.
Allen
tersenyum lalu mengedikkan bahunya. "Kalau begitu tolong bantu aku
sekalian... " pinta Allen yang langsung di turuti Dave.
"Tadi
aku coba urus paspormu, tapi tetap memakan waktu sekitar dua minggu. Jadi aku
tetap tidak bisa mengajakmu..." ucap Dave sambil ikut mencuci piring.
"Tidak
apa-apa, lain kali kita bisa pergi berdua... " ucap Allen sambil menoleh
ke arah suaminya.
Dave
tersenyum lalu mengecup bibir Allen sekilas dan kembali mencuci piring,
sementara Allen terdiam karena terkejut Dave menciumnya secara mendadak.
"Apa
itu ayahmu?" tanya Alex pada Nathan sambil melirik Dave.
"Bukan,
dia kakakku..." jawab Nathan.
"Kalo
yang satunya?" tanya Alex yang masih penasaran dengan orang tua Nathan.
"Dia
juga kakakku, kalian kan sudah berkenalan. Dia istrinya kakakku... " jawab
Nathan.
Alex
mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kau
mau bergabung bersama yang lain?" tanya Dave sambil mengeringkan
tangannya.
"Pinggangku
sakit. Aku mau istirahat dulu. Kalian bersenang-senanglah... " ucap Allen
lalu masuk ke kamar.
Bab 28 – Packing
Kevin jadi
sering berkunjung ke apartemen Dave dan menyibukkan Dave dengan proyek kecilnya
untuk membangun klinik ibu dan anak. Kevin hanya perlu renovasi sebenarnya,
tapi ia terus mengintili Dave. Padahal Dave sudah mulai memerintahkan pegawai
terbaiknya untuk menangani klinik Kevin.
"Aku
hanya membuat lasagna..." ucap Allen tak percaya diri ketika melihat Kevin
ikut duduk di ruang makan bersama Dave dan Nathan.
"Wuhuu!
" seru Nathan senang karena memang itu makanan kesukaannya.
Allen
tersenyum mendengar reaksi Nathan yang begitu senang dengan makanan buatannya.
Allen langsung menyajikan untuk Nathan, Kevin juga Dave lalu masuk ke kamar
agar Kevin mau makan bersama.
"Istrimu
sombong sekali sampai tidak sudi makan bersama kita... " ucap Kevin ketus.
Dave
menghela nafas. "Allen, sayang... " panggil Dave. Allen kembali
datang mendatangi Dave. "Duduk, kita makan bersama-sama... " perintah
Dave sambil menunjuk kursi kosong di samping Nathan.
Allen
menatap Kevin seolah meminta izin, lalu menatap Dave yang menganggukkan
kepalanya memberi izin.
"Kalau
tidak mau makan bersama tidak usah memaksakan diri... " sindir Kevin lalu
mendorong piringnya enggan memakan masakan Allen.
Allen
bingung harus bagaimana sekarang. Ia jadi serba salah, mau makan salah, tidak
makan pun salah. Kevin juga selalu menyudutkan Allen yang membuat apapun yang
di lakukan Allen terlihat salah.
"Kau
tidak mau?" tanya Dave.
"Aku
mau! Untukku saja! " seru Nathan yang mengincar lasagna di piring Kevin
padahal di piringnya baru ia makan beberapa suap.
Dave
tersenyum lalu mendekatkan piring Kevin pada Nathan. "Mau ku ambilkan
makan?" tanya Dave pada Allen.
Allen
langsung menggeleng dan mengambil makanannya sendiri. Suasana makan begitu
canggung, hanya Nathan yang tidak canggung dan ceria seperti biasanya karena ia
dapat dua porsi besar lasagna kesukaannya.
"Besok
aku berangkat, kalian sementara waktu menginap di rumah orang tuaku ya...
" ucap Dave memecah kecanggungan.
"Cih!
Menginap... " sinis Kevin.
"Aku
sudah bilang ayah dan mama, mereka sangat senang bila kalian mau menginap,
selain itu aku akan lebih tenang bekerja bila kalian menginap di sana. Jadi
kalian ada yang menjaga, ada supir yang bisa mengantar kemana-mana, ada pelayan
yang mengurus kalian juga nanti. Di sana juga ada kolam berenang dan tempat
olahraga juga. Ada arcade juga... Pasti seru... " ucap Dave menyampaikan
rencananya pada Allen dan Nathan.
Nathan
hanya menoleh pada Allen dan pasrah mengikuti pilihan Allen, bagi Nathan selama
ada Allen ia pasti akan suka dan baik-baik saja.
Allen
tersenyum canggung. "Aku menunggu seminggu di sini tidak apa-apa. Tidak
perlu merepotkan hingga harus menginap segala. Aku bisa mengantar Nathan ke
sekolah dan mengurus apartemen seperti biasanya... " ucap Allen berusaha
menolak tawaran Dave.
"Tidak
bisa begitu sayang, aku tetap khawatir. Aku tidak mau mengambil resiko...
" Dave berkeras.
"Apa
kau selalu membantah kakakku dan memaksakan kemauanmu padanya?" tanya
Kevin cukup ketus.
"Kevin
kau tidak perlu segalak itu pada Allen... " bela Nathan yang menghentikan
makannya untuk membela Allen dengan berani.
Allen
menghela nafasnya. "Yasudah aku akan menginap bersama Nathan... "
ucap Allen setuju.
Dave
menghela nafasnya lalu menatap Kevin lalu menatap Allen yang dari tadi baru
makan sesuap dan mengunyah dengan begitu lama. Jelas sekali Allen tidak nyaman
karena sikap Kevin yang begitu memusuhinya. Tapi Dave tak bisa berbuat banyak,
Dave tak mungkin menjauhkan istrinya dengan adik-adiknya selamanya. Dave
berharap dengan menginap nanti Kevin bisa menerima dan dekat dengan Allen
seperti Nathan.
●●●
Allen
membantu Nathan berkemas karena Nathan tampak antusias untuk menginap apa lagi
Dave bilang ada arcade juga di rumah orang tua Dave nanti. Sementara Dave
berkemas sendiri seperti yang biasanya ia lakukan bila harus melakukan
perjalanan bisnis. Baru Allen menyiapkan pakaian dan perlengkapannya untuk
menginap sendiri.
"Tuan
Dave..." lirih Allen sambil memeluk Dave dari belakang.
"Iya
sayang... " jawab Dave sambil melanjutkan aktivitas melipatnya.
"Aku
takut menginap di rumah orang tuamu. Aku takut Kevin akan terus marah padaku...
" ucap Allen lalu melepas pelukannya pada pinggang suaminya itu.
Dave
membalik badannya lalu duduk sambil melingkarkan tangannya di pinggang Allen
dan mengecup perut buncitnya dengan lembut. "Jangan khawatir, meskipun
Kevin seperti itu dia adalah dokter anak terbaik. Aku yakin kalian akan bisa
akrab bila akrab bila tinggal bersama... " ucap Dave sambil mengelus
punggung Allen lembut.
Allen
mengangguk pelan sambil menghela nafasnya. Allen tak yakin menaklukkan hati
Kevin akan semudah menaklukkan hati Nathan atau Dave. Mereka pria yang berbeda
dan punya kepribadian masing-masing. Tidak mungkin cara yang sama akan
menghasilkan hasil yang sama dengan orang yang berbeda. Memikirkan bagaimana
nanti saja sudah membuat Allen begitu stress.
"Mama
orang yang baik, bahkan dia langsung menyukaimu ketika ku bilang akan menikah
denganmu..." ucap Dave berusaha menenangkan pikiran Allen yang belum
benar-benar setuju akan pilihannya.
"Aku
tau itu, aku hanya mengkhawatirkan Kevin. Aku takut ia akan semakin membenciku
atau tidak nyaman di rumahnya sendiri bila ada aku... Itu saja... " ucap
Allen lalu duduk di pangkuan Dave yang ingin memeluknya.
"Tidak,
tidak begitu. Kevin tidak membencimu. Kalian hanya belum saling mengenal saja.
Percayalah dia pria yang baik, sama seperti Nathan, sama sepertiku..."
Allen langsung menahan tawanya ketika Dave bilang bila ia adalah pria yang
baik. "Apa? Kenapa tertawa?" komplain Dave yang melihat Allen menahan
tawanya.
"Kau
pria yang nakal, tidak ada pria baik-baik yang tiba-tiba meminta jatah ketika
ibunya berkunjung atau memaksa bercinta di ruang tamu dan dapur seenaknya.
Mengikat tanganku pula... Kau pria yang nakal Tuan... " ucap Allen sambil
tertawa mengingat betapa binalnya Dave bila sudah berurusan dengan jatahnya
bercinta.
Dave
menundukkan kepalanya menahan tawanya lalu tersenyum menatap Allen. "Tapi
kau menikmatinya kan?" Dave mengelus perut Allen. "Bila tidak kau
nikmati si kecil tidak akan ada di sini... " sambung Dave yang selalu
membanggakan keberhasilannya menghamili Allen.
Allen
langsung tersipu malu mendengar ucapan Dave yang membalas ucapannya tadi.
Benar, Allen menikmati tiap sentuhan Dave. Semuanya terasa begitu candu. Bahkan
bila Allen akui ia jadi lebih agresif dan selalu ingin lagi dan lagi ketika
hamil. Kalau saja ia tak menahan diri dan tak punya malu. Mungkin ia akan terus
meminta jatah pada Dave tanpa peduli akan kehadiran Nathan di antara mereka.
"Kenapa
tersipu begitu hmm? Kau suka kan?" goda Dave sambil mengeratkan pelukannya
dan mencium pipi istrinya itu dengan gemas. "Oh! Aku ingin melanggar hukum
dan membawamu secara paksa denganku! Aku belum bulan madu dengan benar
denganmu!" geram Dave kesal.
Allen
tertawa kecil mendengar keluhan suaminya. "Kapan jam penerbanganmu
besok?" tanya Allen sambil mengelus dada bidang suaminya.
"Siang,
jam 11 aku terbang... " jawab Dave.
"Aku
ingin bercinta sampai besok boleh?" tanya Allen yang jelas di turuti Dave.
"Sekarang
siapa yang nakal hmm?" bisik Dave.
"Jadi
kau tidak mau menuruti permintaan ibu hamil ini?" balas Allen yang membuat
Dave terbahak-bahak.
Bab 29 – Perfect Night🔞
"Aku
ingin bercinta sampai besok boleh?" tanya Allen yang jelas di turuti Dave.
"Sekarang
siapa yang nakal hmm?" bisik Dave.
"Jadi
kau tidak mau menuruti permintaan ibu hamil ini?" balas Allen yang membuat
Dave terbahak-bahak.
Hanya
sedikit godaan yang di berikan Allen saja rasanya Dave begitu terpancing dan
langsung bergairah. Padahal dulu Dave paling sulit tertarik pada godaan
perempuan malam yang terus menggodanya. Tapi begitu ia menjadi suami dan hanya
fokus pada Allen, Nathan dan pekerjaan ia jadi mudah sekali terpancing oleh
godaan nakal seperti sekarang ini. Dave dulu juga sama sekali tidak tertarik
pada perempuan dengan perut buncit atau memiliki lemak berlebih. Tapi sekarang
di mata Dave, istrinya tampak begitu cantik, sexy dan menggoda meskipun berat
badannya naik dan perutnya membuncit karena hamil. Dave pikir kembali malah itu
yang membuatnya ingin terus melihat dan menempel pada Allen.
Allen mulai
mencium bibir Dave lalu melumatnya dengan cukup berani setelah selama ini diam
dan pasrah. Dave cukup kaget saat istrinya jadi begitu berani memulai dengan
cukup panas meskipun Dave masih merasakan bila Allen masih sedikit canggung dan
terasa memaksakan diri. Tapi Dave tetap senang karena tau istrinya berusaha
memberikan pelayanan terbaiknya.
"Kau
ibu hamil yang nakal Allen... " bisik Dave lalu membawa Allen ke tempat
tidur dan langsung melumat bibirnya dengan lembut.
Dave
menahan kedua tangan Allen sambil terus melumat bibir manis Allen, lalu
perlahan turun dan memberi tanda kepemilikannya di leher dan dada Allen sebelum
semakin turun dan menikmati kedua payudara lembut yang sudah mengacung sejak
tadi. Dave mulai menjilat tiap jengkal tubuh Allen. Menikmati tiap suara rintih
dan desah penuh nikmat yang keluar dari bibir Allen yang terdengar bagai musik
indah di telinga Dave.
"Tuan
Dave... Ahh... Lakukan dengan benar... Enghh... " protes Allen yang dari
tadi terus di permainkan Dave dan lidahnya yang tak kunjung menghisap
payudaranya.
Dave
langsung menghisap puting payudara Allen yang sudah begitu mengeras dan makin
sensitif. Jangankan hisapan dan sentuhan, udara yang di hembuskan Dave saja
terasa begitu merangsang untuk Allen. Apa lagi sekarang Dave memberinya tanda
cukup banyak dan tebal. Memberikan sensasi basah, lembut dan geli yang menjalar
di seluruh tubuh Allen hingga ia tak kuasa menolak tiap sensasi yang Dave
berikan padanya.
"Allen
pokoknya kau harus setia, jangan melirik pria lain!" ucap Dave posesif
sambil menarik lepas pakaian Allen yang tipis dan mendapati Allen yang sedari
tadi tak memakai celana dalam dan bra. Seolah memang sengaja menunggu untuk di
mangsa Dave.
Allen
tertawa pelan, bagaimana mungkin ia akan mencari pria lain bila ia sudah
menikahi pria yang begitu sempurna seperti Dave. Bagaimana pula Dave begitu
posesif dengan menandai tubuh Allen begitu banyak sementara semua orang sudah
bisa tau bila ia hamil dan jelas ada yang menghamilinya. Tanpa di beri kissmark
pun semua orang tau bila Allen punya pasangan.
"Kenapa
tertawa?" protes Dave sambil mengelus perut Allen dan mulai turun untuk
menjamah tempat di tubuh Allen yang tak pernah mengecewakannya.
"Kau
begitu posesif Tuan. Apa perlu aku memakai pakaian ketat agar orang-orang
melihat perutku?"
"Dan
membiarkan mereka melihat payudaramu yang jadi begitu besar ini?" Dave
kembali menghisap dengan kuat puting payudara Allen hingga Allen memekik kaget,
sakit dan nikmat bersamaan.
Awalnya
Dave ingin mencumbu Allen lebih lama, tapi saat ia meraba lubang surgawi Allen
yang sudah begitu banjir. Dave langsung paham bila istrinya sudah sangat siap
untuknya. Dave langsung bangun dan melepas celananya juga kaos yang ia kenakan.
Allen sudah
mengangkang dangan tangan yang menahan kedua kakinya agar Dave bisa segera
masuk. "Tidak usah pakai kondom... Aku merindukanmu... " ucap Allen
saat Dave hendak membuka pembungkus kondomnya.
Dave
tersenyum puas mendengar permintaan Allen. Dave suka bila istrinya menyampaikan
apa yang ingin dan tidak ia lakukan. Apa lagi itu menyangkut soal jatahnya.
Tanpa
membuang waktu lagi, Dave langsung mengarahkan kejantanannya masuk ke dalam
kewanitaan Allen yang jadi terasa lebih sempit dan nikmat karena ada si kecil
di dalamnya. Meskipun Dave tetap mengkhawatirkan bayinya bila ia bercinta
dengan Allen. Tapi tetap saja Dave tak bisa menolak kenikmatan yang Allen
berikan padanya.
"Shhh...
Ahhh... Apa sudah masuk semua? " tanya Allen yang tak kuasa menahan nikmat
lagi ketika kejantanan suaminya yang berurat, panjang dan besar itu
memasukinya.
"Apa aku mengenai bayinya? " tanya Dave yang di
jawab dengan gelengan oleh Allen yang meremas payudaranya sendiri karena tidak
tahan. "Jangan begitu... " Dave menyingkirkan tangan Allen dari
payudaranya sendiri lalu mulai begerak pelan sambil memainkan payudara Allen
dengan lembut. "Biar suamimu ini saja yang memuaskanmu... " ucap Dave
lembut.
Allen
mengangguk pelan sambil memejamkan matanya menikmati kenikmatan yang Dave
alirkan padanya. Desahan dan erangan penuh nikmat tak dapat tertahan lagi dari
mulut Allen. Tak cukup dengan satu gaya saja, Dave meminta Allen menungging
agar Allen mendapat banyak kenikmatan yang lebih banyak lagi. Dave benar-benar
ingin memberikan banyak kenikmatan.
"Aku
keluar di mana?" tanya Dave setelah menampar bokong Allen yang jadi lebih
berisi dan semok dari sebelumnya.
"Di
dalam... Keluarkan di dalam... " pinta Allen cepat. Sudah lama ia tak
menikmati semburan cinta dari suaminya.
●●●
Dave
benar-benar puas bercinta dengan Allen hingga pagi. Dave memang terbiasa
begadang bahkan tidak tidur jadi ia tetap fresh dan tampak sumringah seperti
biasanya. Bahkan mungkin lebih cerah dari biasanya, begitu berbeda dengan Allen
yang tampak kelelahan dalam dekapan Dave.
"Emhh...
Jam berapa ini?" tanya Allen dengan suara khas bangun tidurnya.
"Delapan...
" jawab Dave sambil mengecup kening Allen.
Allen
langsung terjaga dan melihat jam di ponselnya yang sudah menunjukkan jam
setengah sembilan dan ia belum menyiapkan apapun untuk Nathan.
"Sudah
ku urus... Nathan sudah berangkat tadi... " ucap Dave lalu menarik Allen
untuk tidur lagi dalam pelukannya. "Sudah tidak usah khawatir... "
sambung Dave.
Allen
langsung menghela nafas lega. Tapi ia tak berlama-lama dalam pelukan Dave
karena harus ke kamar mandi.
"Aku
ingin mandi bersama... " ucap Dave yang ikut masuk ke kamar mandi.
Allen
langsung tersenyum paham maksud Dave yang meminta jatah lagi. "Aku masih
harus packing Hubby... " ucap Allen.
"Sudahku
urus... " ucap Dave lalu menyalakan air untuk mengisi bathtub.
Bab 30 – Berangkat
Dave
mengantar Allen terlebih dahulu ke rumah orang Tuanya setelah puas mendapat
banyak jatah sebelum pergi. Dave juga akhirnya dapat sebuah kissmark kecil di
lehernya yang terus ia pamerkan dalam selfie di ponselnya.
"Nanti
kamu di rumah saja, tidak usah pergi-pergi kemana-mana. Kalau bosan tidur,
kalau butuh apapun bilang ke pelayan yang ada di sana, kalau ingin belanja
online saja. Tidak usah tebar pesona sana-sini... " ucap Dave
mewanti-wanti Allen.
Allen
mengangguk lalu mengecup punggung tangan Dave yang dari tadi menggenggam
tangannya. "Tuan Dave jangan nakal juga kalau tidak ada aku... "
lirih Allen namun cukup jelas terdengar di telinga Dave.
Dave
langsung menatap Allen yang pertama kalinya menyampaikan sedikit
kecemburuannya. "Eh! Kau cemburu? Allen kau cemburu ya?" Dave begitu
senang tau bila Allen dapat cemburu padanya. "Kau terlalu posesif...
" ucap Dave senang sambil mengecup kening Allen lalu mendekapnya.
Allen hanya
menghela nafas. Padahal dari semalam Dave yang berlaku begitu posesif padanya,
sekarang Dave malah menuduhnya seperti posesif.
"Tenang
Allen, nanti aku akan menjauhi semua perempuan yang berusaha mendekatiku. Aku
pria yang setia! " ucap Dave membanggakan dirinya.
Allen
mengangguk lalu mendongakkan kepalanya untuk mengecup pipi Dave, tapi Dave
malah menecup bibirnya dengan lembut.
"Sudah
sampai Tuan... " ucap supir yang mengantar Dave dan Allen.
Seketika
mood Dave yang bagus langsung berubah begitu sampai di rumah mewah keluarganya.
Allen langsung mendongakkan kepalanya menatap bangunan tiga lantai yang
terlihat seperti istana di hadapannya. Allen tak menyangka ia akan tinggal di
rumah semegah ini.
"I-itu
rumah keluargamu?" tanya Allen gugup.
Dave
mengangguk sambil cemberut. "Cepat sekali sampainya, menyebalkan... "
kesal Dave lalu keluar dari mobil bersama Allen.
"Halo!
Anak ceweknya mama!" sambut Helga begitu ceria dan antusias melihat
kedatangan Allen.
Allen
tersenyum sumringah senang dengan sambutan hangat merTuanya.
"Mama
sudah siapkan kamar untuk Allen dan Nathan nanti, kau tidak perlu khawatir soal
mereka Dave..." ucap Helga lalu menggandeng Allen masuk.
Begitu
Allen dan Dave masuk beberapa pelayan langsung membungkukkan badan memberi
hormat sebagai sambutan atas kedatangan mereka. Barang-barang Allen juga
langsung di bawakan para pelayan yang begitu sigap membantu hingga Allen merasa
tidak enak hati sendiri karena tak biasa di layani orang lain seperti ini.
"Kalau
Allen tidak suka di lantai dua bisa pindah ke lantai tiga atau lantai satu...
" ucap Helga menunjukkan kamar Dave yang akan di tempati Allen.
"Sudah
di sini saja! " sela Dave. "Ini kamarku, Allen di sini saja! "
putus Dave yang tak mau di bantah.
Allen
tersenyum lembut lalu mengangguk. "Aku suka kamar Tuan Dave, aku di sini
saja. Nanti Nathan bisa tidur bersamaku juga... Tempatnya luas... " ucap
Allen sambil melihat-lihat sekeliling.
"Apa
Dave selalu mengintimidasi seperti ini?" tanya Helga khawatir pada Allen.
Allen
tersenyum lalu cepat-cepat menggeleng. "Aku tidak di intimidasi Ma, aku
senang mengikuti keinginan suamiku itu saja... " ucap Allen lembut lalu
menggenggam tangan Dave.
"Permisi
Tuan Dave penerbangan Anda empat puluh menit lagi... " panggil sekertaris
Dave yang baru saja datang menjemput Dave.
"Koperku
di bawah, sebentar lagi aku turun... " ucap Dave.
Allen
kembali bangun untuk memeluk Dave sebelum ia berangkat. "Cepat pulang
ya... " ucap Allen lembut sambil memeluk Dave.
"Aku
ingin kau ikut... " rengek Dave manja sambil membalas pelukan Allen dengan
erat lalu bersimpuh agar sejajar dengan perut Allen. "Papa kerja dulu ya
nak... Jangan nakal... Jangan merepotkan mamamu ya... Papa menyayangimu...
" ucap Dave sambil menciumi perut Allen lalu bangun dan mengecup kening
dan bibir Allen. "Sudah tidak usah mengantarku kedepan, aku bisa sendiri.
Nanti aku jadi tidak tega pergi... " omel Dave menutupi kesedihannya harus
meninggalkan Allen beberapa hari kedepan.
Allen
mengangguk lalu kembali duduk dan melambaikan tangannya pada Dave. Sementara
Helga ikut mengantar kedepan.
●●●
"Allen
aku kangen... " ucap Dave yang bahkan belum sampai di bandara pada Allen.
"Padahal
belum ada satu jam loh... " jawab Allen menanggapi suaminya yang manja
dalam telpon.
"Nanti
pokoknya harus rajin telfon aku ya... Video call juga... " ucap Dave.
"Allen!
" seru Nathan yang berlari ke kamar Allen.
"Nathan
sudah pulang nanti lagi ya... " putus Allen lalu menanggapi Nathan tanpa
peduli Dave yang jelas uring-uringan.
Tapi belum
lama Allen mematikan ponselnya Dave sudah kembali menelfon berulang-ulang.
"Jangan di matikan aku ingin mendengarkan aktivitasmu!" ucap Dave
begitu Allen menjawab panggilannya.
Allen
menghela nafas lalu tersenyum. "Kita baru berpisah sebentar Tuan Dave, aku
masih berkegiatan biasa. Aku masih harus menemani Nathan... "
"Yasudah
tidak apa-apa! Aku kan bilang mau dengarkan aktivitasmu!" seru Dave ngeyel
dan kekeh dengan keinginannya.
"Iya
baiklah... " ucap Allen lembut menuruti permintaan suaminya.
"Allen
apa kau sudah mulai merindukanku?" tanya Dave yang membuat Allen tertawa
terbahak-bahak. Sudah jelas Dave terus menelfonnya dan memantaunya bagaimana
bisa Allen merindukannya.
"Tidak,
belum sedikit pun. Kau selalu ada, kau terus menghubungiku bagaimana bisa aku
merindukanmu... " ucap Allen.
Dave
langsung mematikan telfonnya. Tapi belum genap lima menit Dave kembali
menelepon lagi. "Kalau sekarang?"
"Masih
belum, bahkan belum lima menit. Aku belum keluar kamar... " jawab Allen.
"Huh
menyebalkan! Awas ya kalau sampai kau merindukanku. Aku tidak mau mengangkat
telponmu! " ancam Dave.
"Aku
merindukanmu sedikit, kamarmu besar. Terlalu besar untukku sendiri... "
ucap Allen agar Dave tidak marah.
Bab 31 – Kevin
Nathan
begitu akrab dengan Kevin, bahkan Nathan lebih memilih tidur di kamar Kevin
sambil bercerita dan bermain dengannya. Allen cukup canggung memjalani hari
pertamanya di rumah keluarga Dave. Meskipun Helga mengajaknya berkeliling dan
mengenalkannya pada para pelayan Allen tetap merasa sedikit canggung. Apalagi
saat Antonio datang dan ingin menyentuh perutnya yang membuat Allen refleks
menghindar.
"Maaf,
tapi aku tidak biasa di sentuh selain oleh Dave... " ucap Allen sambil
menundukkan pandangannya.
Antonio
senang dengan sikap Allen yang begitu menjaga diri sekaligus menjaga perasaan
Dave. Tapi itu tetap terlihat buruk di mata Kevin. Baginya Allen hanya
berpura-pura dan cari muka saja. Kevin ingin menegur Allen atas sikapnya, tapi
ia sudah berjanji pada Dave untuk menjaga Allen juga selama Dave pergi.
"Sudah
berapa usia kandunganmu?" tanya Kevin sebelum mulai makan malam.
Allen diam
sejenak mengingat usia kandungannya. "Enam belas minggu... " jawab
Allen pelan.
"Berapa?"
tanya Kevin sedikit meninggikan suaranya karena tidak dengar.
"Enam
belas minggu! " Nathan memperjelas.
"Wah
cepat juga ya... " ucap Helga mengomentari.
"Apa
kau hamil duluan? " tanya Kevin langsung.
Allen
langsung menggeleng. "Ti... "
"Kau
hamil duluan lalu memaksa kakakku untuk bertanggung jawab atas anak tidak
jelasmu?" cerca Kevin.
"Kevin!!"
Antonio melerai Kevin yang masih ingin memojokkan Allen dan menjauhkannya dari
Dave.
"S-sudah...
Sudah... Kita makan saja yuk... " ajak Helga berusaha mengalihkan
perhatian dan mencairkan suasana.
Allen sudah
kehilangan nafsu makannya setelah Kevin tiba-tiba menyerangnya. Hidangan makan
malam yang sudah di tunggu Allen dari tadi seketika tidak menarik lagi baginya.
Allen ingin menanyakan kenapa Kevin begitu membencinya tapi tadi Antonio sudah
melerai Kevin. Allen tak punya keberanian untuk mengatakan sesuatu yang
berpotensi memantik keributan lagi. Allen ingin kembali ke kamar tapi ia juga
tidak enak hati bila ke kamar padahal belum makan sedikitpun. Tapi Allen juga
tidak mau menangis dan terlihat lemah hanya karena ucapan Kevin tadi.
Tahan
Allen... Tahan... Kau biasa di maki! Tahan! Batin Allen menguatkan hatinya lalu
mulai melahap makanannya.
"Allen
tidak suka?" tanya Nathan.
"S-suka...
" jawab Allen dengan suara bergetar.
Nathan
tersenyum lalu lanjut makan lagi dengan lahap. Setidaknya Allen tau hanya Kevin
yang belum bisa menerimanya dan hanya Kevin yang tidak menyukainya. Nathan,
Helga, Antonio dan yang terpenting Dave menyayanginya. Itu sudah lebih dari
cukup bagi Allen, ia tidak boleh serakah dan hanya fokus pada Kevin hingga
melupakan semua orang yang menyayanginya.
"Aku
sudah kenyang... " ucap Kevin lalu pergi begitu saja.
"Kevin
nanti kita main lagi ya... " ajak Nathan yang di angguki Kevin sambil
mengacungkan jempolnya.
"Nathan
kerjakan tugasmu dulu... " ucap Allen mengingatkan.
Nathan
langsung cemberut. "Nanti setelah aku belajar boleh bermain kan?"
tanya Nathan.
Allen
langsung mengangguk. "Tapi tidak boleh begadang ya... Besok pagi harus
sekolah... " ucap Allen lembut.
"Iya...
Aku mengerti... " jawab Nathan.
●●●
"Selamat
pagi Allen... " sapa Dave dengan hangat.
"Disini
masih malam Tuan, aku baru selesai makan malam dan menemani Nathan belajar...
" jawab Allen.
"Kau
makan banyak kan? Kalau kau ingin sesuatu kau bisa bilang... Bagaimana
harimu?" tanya Dave.
"Menyenangkan,
aku melihat arcade di rumahmu. Seperti taman bermain... Aku ingin berenang tapi
kau hanya membawakanku piama panjang. Jadi sayang bila ku basahi. Sebagai
gantinya aku sering berendam di sini. Nathan asik dengan Kevin, mereka akrab
sekali. Ini Nathan sedang bersama Kevin juga..." Allen mulai bercerita
dengan ceria.
"Kau
dan Kevin bagaimana? Sudah berkenalan? Sudah mengobrol? " tanya Dave ikut
antusias.
"Tadi
dia menanyakan usia kandunganku... Lalu sedikit bertanya... Dan ya...
Begitulah... Tapi Kevin cukup baik, aku sangat terbantu karena ia yang mengasuh
Nathan jadi aku bisa menikmati kursi pijat dan banyak me time... "
"Apa
kevin membuatmu tidak nyaman? Apa saja yang di tanyakan Kevin?"
"Tidak,
aku nyaman tinggal di sini. Mungkin aku yang belum terbiasa di sini dan belum
terbiasa dengan Kevin. Itu saja. Kevin hanya menanyakan soal kandunganku, itu
saja... Jangan khawatir semuanya baik-baik saja... " ucap Allen dengan
begitu ceria meskipun ia berkali-kali menyeka airmatanya ketika harus bicara
soal perbuatan Kevin dan harus menutupinya. "Kapan kau pulang?" tanya
Allen pelan.
"Em...
Aku sudah memesan tiket... Sabar ya... " jawab Dave lembut.
"A-aku
tidak memaksamu cepat pulang, bila masih ada urusan tidak usah terburu-buru...
" ucap Allen.
"Aku
tidak buru-buru, memang sudah selesai. Berlama-lama di sini tanpa ada dirimu
tidak menyenangkan. Aku ingin cepat pulang... Lusa kita cek up, aku ingin
melihat anakku... " ucap Dave.
Masih
banyak Dave bicara tapi Allen sudah kehilangan fokus ketika ada seseorang
menutup pintu kamarnya. Allen sedikit takut tapi ia memberanikan diri untuk
melihat keluar.
"Tuan
Dave, sepertinya ada yang mencariku. Nanti ku telfon lagi ya... " Allen
langsung menyudahi telfonnya.
Kevin
buru-buru kabur begitu ia mendengar langkah kaki Allen setelah ia menguping.
Kevin tak mau Allen salah paham bila ketahuan ia menguping. Apa lagi tadi Kevin
mendengar bila Allen sama sekali tidak mengadukan apapun pada Dave. Kevin tak
mau bila perasaan menyesal dan bersalahnya sudah menyudutkan Allen tadi
terlihat.
Tapi begitu
Kevin melihat ke arah cangkir kopinya yang tumpah Kevin langsung panik.
Bisa-bisa Allen tau kalau ia tadi menguping. Bisa gawat kalau sampai itu
terjadi! Kevin ingin mengecek keluar tapi pasti Allen juga sedang di luar
memastikan siapa yang menutup pintu kamarnya. Kevin jadi makin panik dan
memutuskan untuk mengunci pintu kamarnya dan bersikap seolah tak terjadi
apa-apa besoknya saja.
"Kevin!
Kevin! Tolong! Kevin! " teriak Nathan sambil menggedor-gedor pintu kamar
Kevin.
"Bibi
Helga! Paman Antonio! Tolong! Siapapun tolong aku! " teriak Nathan mencari
banTuan kesana kemari dengan panik.
Kevin tak
berani keluar, ia memilih diam dan pura-pura tidur. Sebentar lagi pasti ada
yang menolong Nathan.
Bab 32 – Keguguran
"Allen
bangun Allen! " teriak Nathan histeris mendapati Allen yang tak sadarkan
diri dengan darah yang mengalir di kakinya menodai celana piama tidur yang ia
kenakan.
Kevin
begitu khawatir tapi ia tak mau di salahkan bila membantu Allen sekarang. Kevin
benar-benar mengutuk orang-orang di rumahnya yang tak siaga untuk membantu
Nathan.
Kemana
semua orang?! Ada anak-anak dan ibu hamil yang kesulitan kenapa tidak ada yang
membantu?! Geram Kevin dalam hati.
"Astaga!
Allen! " pekik Helga yang datang bersama Antonio lalu di susul para
pelayan yang mulai berdatangan dengan tergopoh-gopoh.
"Kevin!
Kevin! Allen pingsan! Kevin! " teriak Helga histeris dan berharap putranya
bisa memberikan pertolongan sebagai seorang dokter.
Perlahan
setelah mengatur nafas beberapa kali agar bisa tenang Kevin baru keluar dari
kamarnya. Begitu melihat Allen yang jatuh dan langsung pingsan Kevin tak dapat
berpikir jernih lagi, di tambah ia melihat noda tumpahan kopi yang tadi tak
sengaja ia tumpahkan. Jelas sekali bila Allen terpeleset dan itu ulah Kevin.
Kevin tidak sengaja mencelakai istri dan calon anak kakaknya sendiri.
"Panggil
ambulance! " perintah Kevin yang sudah tidak bisa berpikir jernih lagi.
"Terlalu
lama! Siapkan mobil! Cepat! " perintah Antonio yang mengambil alih
perintah.
Kevin tak
dapat menyembunyikan rasa paniknya lagi. Ia tak tau harus menjelaskan bagaimana
pada Dave nanti. Apa lagi Kevin tau betapa bangga dan bahagianya Dave atas
kehamilan Allen. Kevin memang menaruh curiga pada Allen tapi ia tak bermaksud
mencelakainya seperti ini.
Sepanjang
perjalanan ke rumah sakit Allen masih tak sadarkan diri. Nathan terua
menggenggam tangan Allen sambil sesekali mengelus perut Allen dengan lembut.
Tampak sekali bocah itu mengkhawatirkan Allen dan bayinya melebihi ke
khawatiran Kevin.
"Semuanya
akan baik-baik saja kan?" tanya Nathan dengan suara bergetar menatap
Kevin.
"Semua
akan baik-baik saja sayang... " ucap Helga menguatkan Nathan.
●●●
Dave
berkali-kali berusaha menelfon dan melakukan panggilan video call pada Allen
tapi tak ada jawaban. Padahal Dave ingin memamerkan oleh-oleh dan beberapa
perlengkapan bayi dan boneka-boneka kecil yang ia beli. Dave jadi kesal
sendiri. Tapi saat ia menelfon Kevin, juga kedua orang Tuanya dan sama-sama
tidak mendapat jawaban perasaan Dave langsung tidak enak.
"Kediaman
keluarga Mcclain... Ada yang bisa di bantu?" jawab kepala pelayan
mengangkat telepon Dave.
"Kemana
semua orang? Kenapa tidak ada yang mengangkat teleponku?" tanya Dave yang
langsung menggunakan nada tinggi.
"A-ah...
Tuan Dave... Em... A-ada sedikit masalah... S-saya tidak berani bicara...
" ucap kepala pelayan dengan gemetar takut memberitahu Dave.
Dave
langsung mematikan sambungan teleponnya. Perasaannya sudah langsung tidak enak.
Antara Allen atau Nathan yang bermasalah hingga semua orang tiba-tiba
menghilang dan menyembunyikan sesuatu darinya.
"Aku
pulang sekarang! " ucap Dave pada sekretarisnya.
"Ada
apa Tuan?" tanya Jimmy kaget tiba-tiba Dave ingin pulang jauh lebih awal.
"Ada
masalah dengan keluargaku... " jawab Dave sambil terus berusaha
menghubungi keluarganya.
●●●
Nathan
hanya bisa menangis melihat dokter yang langsung menangani Allen dan
pembicaraan yang serius yang di lakukan Helga, Antonio dan Kevin dengan dokter
tanpa mengizinkannya untuk terlibat. Nathan begitu menyesal lebih memilih terus
bermain bersama Kevin di arcade dari pada menemani Allen. Padahal Nathan sudah
berjanji pada Dave akan menjaga Allen.
"Tidak
papa sayang, Allen akan baik-baik saja... " ucap Helga yang kembali dengan
mata sembab menemui Nathan. "Allen akan baik-baik saja... " sambung
Helga lalu memeluk Nathan.
"Bagaimana
dengan keponakanku? Aku tetap menjadi pamankan?" tanya Nathan sambil
menahan tangisnya dan menolak pelukan Helga. "Aku sudah bekerja, aku
mengumpulkan uang untuk keponakanku. Dia baik-baik saja kan? Iya kan?"
cerca Nathan yang begitu mengkhawatirkan janin di perut Allen.
Kevin hanya
diam mendengar ucapan Nathan yang begitu berharap Allen dan bayinya akan
baik-baik saja setelah semua sepakat untuk melakukan prosedur kuretase agar
pendarahan Allen berhenti dan bayinya juga sudah tak bernyawa lagi. Kevin baru
menyadari bila hanya ia yang membenci Allen dan bayinya yang tak bersalah, ia
juga yang menyebabkan Allen celaka. Sementara Nathan yang masih anak-anak sudah
mempersiapkan diri menjadi paman yang baik dan Dave yang begitu flamboyan juga
bersiap menjadi seorang ayah.
"Lima
bulan lagi bayinya Allen akan lahir kan? Iya kan?" Nathan terus menanyakan
pertanyaannya yang sulit di jawab. "Ini semua salahku. Ini pasti karena
aku terus bermain dan tidak menemani Allen!" Nathan menyesali kesalahan
yang seharusnya tidak ia sesali sementara Kevin hanya diam dan menatap
ponselnya yang terus di telfon Dave.
"Beritahu
kakakmu... Kau dokter, kakakmu pasti lebih bisa memahami keadaan bila kau yang
menjelaskan... " ucap Antonio sambil menepuk bahu Kevin.
"Dave
bilang kita akan menjadi keluarga kecil yang bahagia, aku, Allen, bayinya Allen
dan Dave. Tapi kenapa jadi begini... Ini salahku.... " Nathan terus
menyalahkan dirinya sambil menangis.
"Tidak...
Ini bukan salah Nathan... Ini musibah... Tidak apa-apa... Jangan menangis ya
sayang... " ucap Antonio ikut menenangkan Nathan.
Nathan diam
sambil terus menangis dan menyeka airmatanya sendiri. Dalam hatinya Nathan
masih merutuki dirinya. Kalau saja ia terus bersama Allen, kalau saja ia jadi
anak baik, kalau saja ia tidak di bawa ibunya ke rumah Dave, dan masih banyak
lagi alasan tidak mendasar yang bermunculan di pikiran Nathan.
"Halo...
Kak Dave... " ucap Kevin mengangkat telfon dari Dave.
"Kenapa
lama sekali?! Mana Allen? Nathan?" cerca Dave.
"Maaf
kak, Allen tadi jatuh terpeleset. Allen pendarahan banyak sekali..."
"Astaga...,
bagaimana kondisi Allen?" potong Dave.
"Allen
masih belum sadarkan diri, janinnya juga sudah tidak berdetak dan memberi
respon lagi...."
"Selamatkan
Allen! Apapun yang terjadi selamatkan Allen! " sela Dave lagi.
"Semuanya
sedang berusaha kak, dokter juga mengutamakan keselamatan Allen... "
Dave
langsung mematikan telfonnya. Dave sudah dapat menyimpulkan bila ia tak bisa
menjadi seorang ayah. Kenyataan pahit yang musti ia telan, tapi rasanya itu
lebih baik dari pada harus kehilangan Allen dan bayinya di saat yang bersamaan.
Bab 33 – Pengakuan
Allen hanya
diam setelah dokter menjelaskan kondisinya. Allen sudah menyadari bila bayinya
tidak ada beberapa saat setelah sadar. Ia sudah dapat penjelasan ini dan itu
juga kalimat motivasi klasik untuk sabar pada kondisi yang ia alami.
Allen hanya
menangis dalam diam, Allen merasa tidak berhak menangis ketika ia gagal menjadi
ibu. Allen takut ia akan di hakimi Kevin dan merTuanya. Hanya Nathan yang terus
menemani Allen di kamar bahkan Nathan mau menginap di rumah sakit karena merasa
bertanggung jawab atas Allen.
"Nathan
pulang dulu saja tidak papa, aku mau sendirian dulu... " ucap Allen sambil
mengelus kepala Nathan agar Nathan tidak kerepotan sendiri terus menemaninya.
"Tidak
Allen, aku ingin menemanimu saja... " jawab Nathan kekeh ingin bersama
Allen.
"Nathan,
biar aku saja yang menjaga Allen..." ucap Kevin.
Nathan
langsung menggeleng. "Kau tidak menyukai Allen, tidak usah... Ibuku bilang
menunggu dengan orang yang kau benci adalah sesuatu yang menyebalkan... "
ucap Nathan.
Kevin makin
bingung bagaimana cara meminta maaf pada Allen bila ada Nathan. Ia malu bila
Nathan melihatnya menyesali perbuatannya dan melakukan pengakuan atas
kesalahannya pada Allen. Kevin malu mengakui semuanya bila di saksikan Nathan
juga. Kevin tidak sampai hari mengakui bila Nathan adalah pria kecil yang jauh
lebih baik dan gentlemen dari pada dirinya.
●●●
Dave jauh
lebih tenang saat Kevin bilang istrinya sudah sadar dan tinggal pemulihan saja.
Dave senang ia tak harus kehilangan Allen, meskipun ia juga sedih kehilangan
calon buah hati pertamanya. Sekarang Dave tinggal memikirkan bagaimana cara
menghibur Allen dan memulai kehidupan baru lagi. Simpel.
Masalah
anak bisa program, lagi pula kehamilan Allen juga tidak berdasarkan program
malah cenderung karena kecelakaan. Jadi tak masalah bila ingin punya anak lagi
nanti. Dave tak bermasalah dengan kesuburannya. Kapanpun Allen mau ia bisa
membuahinya sesegera mungkin.
Dave
membeli buket mawar berwarna merah dan setangkai Mawar putih di tengah untuk
sebagai bentuk berkabung atas buah hatinya. Dave juga langsung merencanakan
bulan madu sesegera mungkin saat Allen siap. Dave tak sabar membuat anak lagi,
lagi pula yang Dave tau apa yang di alami Allen adalah musibah. Jadi tak
masalah. Ia hanya perlu bangkit tanpa harus merisaukan apapun.
"Nathan...
" panggil Dave begitu melihat Nathan duduk di luar kamar Allen.
"Dave!!
" Nathan langsung menghambur ke pelukan kakaknya sambil menangis.
"Maaf, aku tidak menjaga Allen dengan baik... Aku salah... Aku paman yang
jahat... " ucap Nathan sambil menangis.
Dave
menghela nafasnya lalu mengelus punggung Nathan agar ia tenang.
"Cup... Cup... Ini musibah... Ini bukan salahmu... Sudah jangan
menangis... " hibur Dave lalu menggendong Nathan masuk ke kamar Allen
sambil membawa buket bunganya yang cukup besar.
"Maaf
Allen, kalau bukan karena kopiku tumpah pasti kau dan bayimu akan baik-baik
saja... " ucap Kevin penuh sesal.
"Apa
maksudmu?" tanya Dave yang baru masuk mendengar pernyataan penyesalan
Kevin.
"K-kak
Dave... Kapan datang?" tanya Kevin panik.
Allen hanya
diam sambil menghela nafas dan menatap Dave sekilas lalu memalingkan
pandangannya.
"Kevin
apa maksudmu?" tanya Dave lagi.
Kevin
bingung harus berbohong bagaimana lagi, ia sudah terpojok. Ingin menutupi tapi
akhirnya kakaknya juga akan tau dan tetap akan marah padanya. "A-aku tak
sengaja menumpahkan kopi di depan kamarmu kak... " aku Kevin yang memilih
pasrah.
"Apa?
Bagaimana bisa?" tanya Dave heran.
"A-aku
mendengar Allen menelepon.... "
"Jadi
kau yang menguping waktu itu?" tanya Allen yang sudah lama diam.
Kevin
menundukkan kepalanya lalu mengangguk pelan.
"K-kenapa?
Maksudku untuk apa kau menguping pembicaraan Allen?" Dave makin kaget dan
tak percaya pada apa yang ia dengar.
"A-aku
takut Allen mengadu yang tidak-tidak padamu... " sesal Kevin.
"Mengadu?
Apa yang kau lakukan pada Allen?" tanya Dave yang makin penasaran atas apa
yang di lakukan Kevin pada Allen.
"Kevin,
kau takut aku memperalat Tuan Dave atas anak tidak jelas di perutku waktu itu
kan? Sekarang kau tidak perlu khawatir lagi... " lirih Allen yang sudah
lelah dengan Kevin yang tak kunjung jujur atas apa yang ia perbuat.
Dave
langsung menunjuk pintu keluar, mengusir Kevin dari ruang rawat inap Allen.
"Keluarlah Kevin, aku muak dengan kekhawatiranmu yang tidak jelas itu.
Sudah cukup aku sudah paham!" ucap Dave.
"T-tapi
kak... A-aku minta maaf... " ucap Kevin yang takut bila kakaknya akan
marah besar padanya.
"Apa
permintaan maafmu akan mengembalikan kondisi Allen dan anakku seperti
sebelumnya?"
Kevin hanya
bisa diam sambil menangis di marahi Dave.
"Aku
yang menghamili Allen. Aku yang memperalatnya, aku yang menahannya dengan cara
kotor itu, aku adalah hal bejat yang kau tuduhkan pada Allen! Aku menginginkan
anak dari Allen begitu pula dengan aku menginginkan Allen!" tegas Dave
penuh amarah pada Kevin sambil mengusap wajahnya sendiri berusaha tidak
meluapkan emosinya pada Kevin.
"T-tapi
Allen tidak layak untukmu kak... Dia hanya ingin hartamu seperti wanita lain...
"
Dave
langsung menampar pipi Kevin. Allen hanya diam dan Nathan membungkam mulutnya
sendiri melihat kemarahan Dave. "Lantas apa aku harus miskin dulu agar aku
pantas menikahi perempuan yang tidak memandang harta? Bahkan kau menuduh Allen
atas harta yang bahkan tak pernah kami bicarakan. Kau tidak mengenal Allen sama
sekali. Ku rasa kau juga tak mengenalku!"
"Aku
mengenalmu! Aku lebih mengenalmu dari pada Allen! Aku tau betapa kau merindukan
kasih sayang hingga jadi seperti ini! Tak ada satupun perempuan yang layak
mendampingimu... "
"Lalu
apa yang pantas denganku hingga kau menyakiti istriku yang ku pilih
sendiri?!" potong Dave.
"Aku.
Aku menyukaimu kak, sudah lama aku menyukaimu. Aku menyayangimu lebih dari
hubungan kita yang seharusnya."
Dave
tersenyum sinis lalu menatap Kevin jijik. "Kau sudah gila... " ucap
Dave lalu menurunkan Nathan dari gendongannya. Nathan langsung berlari mendekat
pada Allen yang terkejut atas pernyataan perasaan Kevin.
"Iya,
aku sudah gila!" ucap Kevin.
Tapi belum
lama ia bicara Dave langsung melayangkan pukulannya sekuat tenaga tapat pada
rahang bawah Kevin hingga Kevin terpental. Tak puas sampai di situ Dave
langsung menyeret Kevin keluar dari kamar Allen. Dave kecewa luar biasa pada
Kevin. Awalnya Dave hanya kecewa karena Kevin tak sengaja mencelakai dan kerap
menyudutkan Allen, tapi sekarang ia jadi kecewa dan jijik karena perbuatan
Kevin di landasi atas rasa cinta yang tidak seharusnya pada Dave.
"Sadarlah
aku ini kakakmu! Aku tidak akan menyukaimu lebih dari itu! Sadarlah! "
Dave membenturkan kepala Kevin ke tembok rumah sakit berkali-kali dengan
airmata yang berlinangan sebelum satpam datang untuk melerainya.
Bab 34 – Diusir
Kevin hanya
diam menatap Dave yang pergi meninggalkannya babak belur begitu saja. Kevin
sadar apa yang ia lakukan salah. Dave memang baik dan begitu mengayominya. Tapi
Dave hanya melakukan apa yang seharusnya di lakukan seorang kakak pada adiknya.
Kevin sadar tak seharusnya ia menyampaikan perasaan terlarangnya itu pada Dave.
Tapi Kevin
tetap merasa apa yang ia rasakan adalah hal benar. Dave begitu baik padanya,
begitu memanjakan dan mensupport segala yang ia lakukan. Dave juga selalu ada
untuk melindungi dan membelanya. Hanya Dave yang selalu ada bahkan ketika Kevin
terpuruk dan menghapus semua kontak di ponselnya, ia hanya menyisakan nomor
Dave untuk di simpan karena memang Dave yang selalu ada dan sabar dengan segala
sikapnya.
Meskipun
dari orang tua yang berbeda dan terpaut usia cukup jauh. Kevin tak pernah
merasa bila Dave tak menyukainya. Sejak awal Dave selalu menyayanginya,
mengajaknya bermain, belajar bersama tanpa membedakan apapun. Bahkan di depan
Antonio pun Dave tetap baik padanya meskipun Antonio kerap menganak emaskan
Dave.
"Kau
boleh mengejar mimpimu, kalau Ayah tidak setuju biar aku saja yang mencari
biayanya... Kau belajar saja... " ucap Dave ketika Kevin putus asa dan
ingin menyerah sebagai dokter anak.
Pilihannya
menjadi dokter anak juga karena Dave. Dave yang selalu diam-diam menangis saat
malam hari dan terus mencoba menghubungi Penelope tiap malam yang begitu rutin
di lakukan Dave hingga ia lulus SMA. Kevin melihat dalam kehangatan Dave
tersimpan kekosongan yang dingin. Dave selalu menjadi anak kecil yang kesepian
dalam keramaian.
"Aku
ingin membuat sebuah tempat yang nyaman untuk anak-anak... " ucap Dave
saat ulang tahunnya yang di rayakan sederhana bersama Kevin.
Kevin ingin
mewujudkan apa yang di impikan kakaknya itu. Kevin ingin menghabiskan sisa
waktunya bersama Dave merawat anak-anak. Tapi sekarang impian yang tinggal
selangkah lagi dapat Kevin wujudkan itu hancur begitu saja.
Dave lebih
untuk menikah dengan Allen dan berkeluarga secara serius dengannya. Dave juga
sibuk dengan Nathan yang memiliki latar belakang mirip dengannya dan yang
paling fatal dari semuanya Dave marah atas pernyataan cinta Kevin. Dave memilih
mewujudkan mimpi kecilnya sendiri dan ketakutan paling besar Kevin benar-benar
muncul. Dave tak menginginkannya lagi, bahkan sedikitpun tidak. Dave memilih
langkahnya sendiri dan mau tidak mau Kevin harus menerima kenyataan bila ia di
tinggalkan.
Kevin kalah
telak dari Allen. Meskipun sebenarnya dari hati Kevin ia menyadari bila Allen
adalah wanita yang baik dan penyayang sesuai dengan apa yang di inginkan
kakaknya ia tetap merasa tidak terima. Meskipun Kevin banyak melihat perubahan
pada kakaknya yang jadi lebih hangat dan ceria saat bersama Allen, Kevin tetap
tak terima dan merasa kalah saing. Sudah 19 tahun ia bersama Dave dan tiba-tiba
posisinya di geser oleh Allen yang baru beberapa hari bertemu Dave terasa
sangat tidak adil.
"Anakmu
sudah gila. Bisa-bisanya dia mencelakai menantu dan calon cucuku lalu
menyatakan cinta pada anakku. Sementara dia sadar dia ini seorang laki-laki.
Ini terlalu keterlaluan... Cukup sekali aku menutupi aibmu ketika kau ketahuan
bercinta dengan profesor Robert waktu itu! Aku sudah muak dengan kelakuan
anakmu itu!" omel Antonio pada Helga dan Kevin setelah ia mendapat laporan
atas kejadian Dave yang berkelahi dengan Kevin di rumah sakit.
"Sayang...
Kevin tidak bermaksud seperti itu... Kevin hanya terlalu mengagumi Dave itu
saja... " Helga berusaha membela putarannya.
Kevin yang
sedari tadi menundukkan kepalanya penuh sesal langsung bangun dan memandang
Antonio. "Pertama, profesor Roberts yang memaksaku. Kedua, aku memang
mencintai kak Dave sejak aku tau apa itu cinta. Hanya kak Dave yang ada dalam
hatiku hingga kini. Hingga aku mati nanti! " ucap Kevin langang dengan
mata yang berkaca-kaca namun tetap berusaha terlihat tegar untuk melawan
Antonio.
Antonio
langsung menampar wajah Kevin. "Pergi dari sini! Kau tidak layak hidup di
rumah ini selama kau masih mencintai Dave seperti itu!" usir Antonio
dengan tegas.
"Jangan!
Jangan usir anakku. Dia hanya sedikit khilaf, perasaannya itu baik, bukankah
sesama saudara harus saling menyayangi?" ucap Helga mengiba pada Antonio
agar tidak mengusir Kevin.
Kevin
langsung pergi dari kamar orang Tuanya dan buru-buru mengemasi
barang-barangnya.
"Kevin!
Nak... Bilang pada ayahmu kau tidak mencintai Dave... Bilang kau tidak
menyukainya nak... " Helga mengejar Kevin sambil membujuknya.
Hanya Helga
yang berusaha keras mempertahankan Kevin agar tetap tingal. Bahkan Kevin yang
di pertahankan tidak mau mempertahankan dirinya untuk tinggal. Ia tidak mau
mengingkari perasaannya atas Dave. Kevin memilih pergi daripada harus tinggal
dan terus membohongi perasaannya.
"Kau
boleh bohong padaku, kau boleh bohong pada semua orang, tapi kau tidak boleh
bohong pada dirimu sendiri, pada perasaan dan hati kecilmu... Karena hidup
hanya sekali dan akhirnya kau akan sendirian dan memeluk dirimu sendiri...
" ucapan Dave saat menyemangati Kevin yang menyembunyikan kertas hasil
ujiannya dulu saat SD terus terngiang di kepala Kevin yang menjadi penguatnya
atas segala yang ia lalui sekarang.
"Maaf
ma, aku akan pergi. Tapi aku akan rajin menghubungimu.... Aku akan baik-baik
saja. Aku laki-laki yang mencintai seorang pria hebat... " ucap Kevin
berpamitan pada Helga.
Helga
geleng-geleng kepala mendengar ucapan Kevin lalu menampa pipinya. "Mama
tidak membesarkanmu untuk menjadi seorang gay! " ucap Helga kecewa sambil
menangis.
Bab 35 – Kontrak Perjanjian
Allen tak
bicara apapun pada Dave hampir selama dua hari. Allen hanya menanggapi Nathan
seperti biasanya semampu yang Allen bisa. Nathan juga jadi bolos sekolah selama
beberapa empat hari karena ingin terus bersama Allen. Nathan jadi terlihat
kurang terurus juga karena Allen masih sakit dan sedih. Dave tentu mengurus
Nathan tapi jelas tidak sebaik Allen.
"Nathan...
Ambil sisir, biar ku rapikan rambutmu... " ucap Allen lembut.
"Aku
saja... " ucap Dave mengambil alih untuk menyisir rambut Nathan.
"Allen boleh aku menyisir rambutmu juga?" tanya Dave lembut.
Allen hanya
diam sambil menatap Dave lalu menatap Nathan yang juga menatapnya penuh harap
agar bisa akur dengan Dave. Allen menghela nafasnya lalu melebarkan tangannya
untuk memeluk Dave.
Dave
langsung memeluk Allen dengan erat, Allen tak bisa lagi menahan air matanya.
"Jangan menangis sayangku... Tidak apa-apa kita akan melalui semuanya
bersama-sama... " ucap Dave lembut menenangkan Allen yang terus menangis
dalam pelukannya.
"Ku
kira aku akan punya keluarga kecilku sendiri... " lirih Allen mengadu pada
Dave.
Dave hanya
diam, ia teringat bila Allen tak pernah punya keluarga sungguhan sebelumnya.
Dave ingat bila Allen tak pernah berada dalam kehangatan sebelumnya dan saat
itu pula Dave jadi ingat bila ia memungut seorang gadis miskin pekerja keras
yang di usir dari apartemen kumuhnya. Gadis miskin yang memimpikan dan
memberikan banyak kasih sayang tanpa pamrih.
"Aku
ingin bayiku, itu saja. Aku tidak meminta apapun darimu, aku tidak meminta
kemewahan apapun. Aku hanya ingin hidup bahagia membesarkan bayiku. Bahkan
setelah ia lahir bila kau tak menerimanya aku mau pergi hanya berdua dengannya.
Tapi sekarang dia malah meninggalkanku... " ucap Allen sambil menangis.
"Tidak
Allen, tidak. Kita akan hidup bersama-sama. Aku tidak akan pernah membuangmu.
Aku janji, aku janji kita akan selalu bersama-sama. Terus begini sampai kita
tua. Percaya padaku... " ucap Dave berusaha meyakinkan Allen dan menghalau
semua pikiran buruk yang tiba-tiba berseliweran di kepala Allen yang entah
datangnya dari mana.
Allen hanya
diam sambil masih menangis. Allen begitu kacau, pikirannya kalut akan semua
umpatan dan makian yang Kevin katakan padanya. Hingga Allen lupa diri siapa ia
dan di mana posisinya sebenarnya.
"Allen
kau istriku, kau Nyonya Dave Mcclain. Kau layak hidup dari nafkah yang ku
berikan, dari uang yang ku hasilkan, atas kemewahan yang ku punya. Berhentilah
berpikir buruk seperti itu. Aku merasa makin gagal sebagai seorang pria
sekarang... " ucap Dave berkaca-kaca pada Allen yang terus berpikir untuk
meninggalkannya dan memimpikan hidup berdua dengan anaknya saja. "Allen
jangan pergi. Aku tidak mau sendirian lagi... Jangan berpikir untuk pergi
sayang... Ku mohon... " Dave mengiba sambil menciumi tangan Allen.
"Allen
jangan pergi, ya... Jangan pergi... Kita bersama-sama terus ya..." Nathan
ikut memohon sambil menggenggam jemari Allen.
Dave
melepaskan pelukannya perlahan. Allen masih diam sambil menatap Nathan lalu
Dave sejenak dan kembali diam tanpa ekspresi seperti sebelumnya. Entah apa yang
di pikirkan Allen, entah apa yang sedang membayangi pikirannya tapi Allen
kembali diam dalam kekosongannya seperti tak terjadi apa-apa.
Setengah
jam berlalu Allen tak banyak bergerak selain berkedip dan sesekali menghela
nafas. Dave dan Nathan masih setia menemaninya. Hingga dokter jaga yang
menangani Allen datang dan memberi obat untuk Allen sebelum Allen terlelap.
"Tidurlah
sayangku... " ucap Dave lalu mengecup kening Allen lalu kembali duduk di
samping Allen sambil menggenggam tangannya dan memandangi Allen yang terlelap.
●●●
Dave
memutuskan untuk membawa Allen pulang dan mengajaknya bersenang-senang untuk
melupakan duka yang sedang mereka hadapi, juga agar Nathan kembali ceria
seperti sebelumnya. Tepat setelah dokter mengatakan bila Allen mengalami
depresi pasca keguguran. Dave yakin ia hanya perlu memberikan banyak positive
vibes agar istrinya bisa pulih kembali dan mungkin juga akan siap memiliki
momongan kembali.
Semula Dave
membawa Allen kembali menginap di rumah orang Tuanya, tapi baru dua hari di
sana dan Allen tampak murung, Dave memutuskan mengajak Allen pulang kembali ke
apartemennya. Dave juga memanggil seorang pelayan perempuan untuk mengurus
tempat tinggalnya dan Nathan juga sedikit mengawasi Allen saat Dave harus pergi
keluar.
"Nyonya,
Tuan sedang keluar sebentar. Nanti jam 10 sudah pulang... " ucap pelayan
itu pada Allen yang baru keluar dari kamar sambil membawa cangkir kosongnya.
Allen
mengangguk pelan lalu mengambil air dan kembali masuk ke kamarnya. Allen masih
belum bisa 100% pulih dan menerima kondisinya sendiri atas keguguran yang ia
alami. Tapi di sisi lain Allen berusaha ikhlas dan menganggap bayinya sama
seperti adik-adiknya di panti yang mendapatkan keluarga baru. Hanya saja
bayinya kali ini di ambil untuk di asuh Tuhan. Itu saja. Allen berusaha ikhlas.
Allen
menatap foto pernikahannya yang di pajang Dave. Hanya kecil dan di letakkan di
atas laci meja kerjanya. Awalnya hanya sebagai pencitraan agar semua orang
yakin bila ia benar-benar menikah. Allen tersenyum lembut teringat bagaimana ia
bisa bertemu dengan Dave hingga seperti sekarang.
Allen ingat
sekali betapa keras dan kasarnya Dave padanya dulu sebelum ia jadi selembut dan
sepenyayang sekarang. Dave begitu angkuh dan sombong, tapi ia tetap memerankan
perannya sebagai kakak dan suami yang baik. Dave juga mengurus Allen lebih dari
yang Allen harapkan. Perasaan itu terus mengisi hati Allen dan menguatkannya
untuk bangkit dan menyudahi ratapannya.
Allen
kembali mengalihkan pandangannya lalu membuka lemari pakaian Dave yang jadi
lemari pakaiannya juga. Banyak sekali setelan jas dan kemeja juga kaos-kaos
yang di lipat rapi. Baju Allen hanya sedikit. Tapi Allen suka, bajunya yang
sedikit itu lebih dari cukup untuk membahagiakan Dave yang bahkan lebih suka
saat ia telanjang. Mengingat hal itu membuat Allen sedikit senang dan
berbunga-bunga sendiri.
"Apa
aku perlu sedikit berdandan hari ini..." gumam Allen lalu memilih salah
satu lingerie dan kimono untuk menyambut Dave nanti.
Tapi saat
Allen memilih lingerie seksinya, Allen melihat sebuah berkas di bawah tumpukan
pakaiannya. Sebuah kontrak perjanjian pernikahan palsunya dengan Dave. Bagai di
tampar dan di sadarkan atas segala hal yang sudah membuat Allen terlena.
Akhirnya Allen sadar dan ingat kembali bila selama ini ia dan Dave hanya
berpura-pura. Allen langsung melihat kalender di ponselnya, masih ada banyak
waktu sebelum genap 12 bulan dan harus berpisah.
Tapi saat
Allen membaca kembali ketenTuannya. Allen langsung terdiam dan cukup
tercengang, karena waktunya tinggal bersama Dave tinggal 2 bulan lagi. Sebelum
mereka memutuskan untuk pisah ranjang dan mengajukan gugatan cerai.
Bab 36 – Membangun Rumah
Dave
bertemu dengan Julie Hadwil, putri tunggal keluarga Hadwil yang menjalankan
bisnis properti dan pembangunan. Ini pertemuan pertamanya setelah Dave dan
Julie sama-sama dewasa. Meskipun dulu saat kecil keduanya adalah teman baik,
mereka sempat lost contact cukup lama karena Dave tiba-tiba ikut tinggal
bersama Antonio. Selain itu hubungan mereka sempat jauh dan Dave langsung
menjaga jarak ketika Penelope tiba-tiba memiliki ide gila untuk menjodohkan
mereka.
"Aku
percaya pada desain yang kau buat. Aku sudah bisa membayangkan betapa bagusnya
rumahku nanti. Aku suka desain kamar untuk anak-anaknya... " puji Dave
pada Julie.
"Sepertinya
kau ingin mempunyai banyak anak ya?" komentar Julie karena Dave menyiapkan
banyak ruangan yang bisa di rubah jadi kamar.
"Iya,
istriku juga suka anak-anak. Ku rasa aku akan memiliki banyak anak. Aku juga
tidak keberatan bila ia ingin sering hamil hahahahaha... " ucap Dave
senang menceritakan soal keluarganya.
Julie ikut
tertawa mendengar ucapan Dave yang begitu enteng dan berani memiliki banyak
anak.
"Sekarang
aku tinggal bersama adikku yang masih berusia 7 tahun. Aku punya 2 adik lainnya
yang sudah besar. Aku ingin mereka bisa menginap dengan nyaman di rumahku
nantinya... " Dave kembali bercerita soal keluarganya.
"Kau
tau Dave, aku merasa sangat bersyukur tidak jadi menikahimu. Aku tidak suka
anak-anak, maksudku aku kurang telaten mengurusi mereka. Mereka punya banyak
energi yang meluap-luap dan itu sangat nelelahkan. Aku bahkan tak berfikir akan
memiliki anak kedepannya... " ucap Julie jujur pada Dave.
Dave
menghela nafas lalu tersenyum. "Awalnya aku juga berfikir begitu. Memiliki
istri dan anak sangat menyebalkan. Aku jadi terikat, terkekang, memperlambat
langkahku, ah pokoknya menyebalkan. Tapi setelah aku menikah dengan Allen
kehidupanku dan cara pandangku langsung berubah 180°. Istriku tidak pernah
mengekangku, tidak juga membatasi kegiatanku. Bahkan ia juga mengurus adikku
yang paling kecil agar aku bisa bebas dengan kegiatanku. Malah aku sendiri yang
ingin cepat pulang dan berkumpul dengan keluargaku sendiri. Aku meneleponnya
hampir tiap menit saat ia jauh dariku. Kau baru bisa paham bagaimana rasanya
saat kau menikahi orang yang tepat dan kau cintai. Tapi apapun kedepannya itu
pilihan hidupmu, aku tidak ikut campur... " ucap Dave panjang lebar
menjelaskan soal kehidupan berkeluarga yang ia jalani pasa Julie.
"Orang
tuaku juga begitu, tapi aku untuk saat ini masih takut. Aku merasa masih
terlalu muda untuk itu... " ucap Julie sambil mengusap bahunya sendiri.
"Istriku,
Allen dia juga masih sangat muda. Masih awal dua puluhan. Badannya juga lebih
kurus dan kecil darimu. Kadang aku prihatin dan khawatir bila ia terkena
stanting hahahahahha.... " ucap Dave yang tampak bahagia menceritakan soal
Allen pada Julie.
Julie
tersenyum mendengar ucapan Dave soal Allen. Sejujurnya Julie merasa iri pada
Allen yang berhasil menaklukkan Dave dan merubahnya hingga bisa semenyenangkan
saat ini. Bahkan Julie saja harus repot-repot bertemu dengan Penelope yang mata
duitan agar ia bisa mendapatkan Dave. Tapi ia tetap kalah saing dengan Allen.
Meskipun jujur Julie tak ingin punya anak, tapi saat bersama Dave hari ini ia
membuat pengecualian. Ia mau punya anak. Asal bersama Dave.
"Ah
sudah jam 9. Istriku pasti sudah bangun. Aku menunggu progres selanjutnya. Aku
tidak sabar memberi kejutan pada Allen. Sebentar lagi kami berulang
tahun..." ucap Dave lalu menyalimi Julie menyudahi pertemuannya.
"Ku
kira kita akan makan siang bersama... " ucap Julie.
"Hahaha
tidak, lain kali. Bunga yang ku pesan bisa layu nanti. Lain kali kita makan
siang, aku akan mengajak istriku dan adikku juga... " ucap Dave lalu pergi
menuju mobilnya.
●●●
Dave masuk
ke apartemennya sambil membawa buket mawar yang sudah jadi kebiasaannya setiap
pulang entah dari manapun untuk Allen. Awalnya Dave berpikir memberi bunga pada
pasangan adalah hal yang menjijikkan dan penuh basa-basi. Tapi ternyata setelah
ia menikah ia malah rutin melakukannya sendiri, bahkan sampai punya langganan
toko bunga.
"Nathan?"
panggil Dave.
"Nathan
belum pulang... " jawab Allen yang tampak fresh dengan mengenakan apron
dan tengah menyiapkan makan siang sendiri.
"Oh my
god... Sayangku... " Dave tak bisa menyembunyikan perasaan senang dan
takjubnya melihat Allen yang tampak sudah pulih seperti sebelumnya.
Tidak ada
wajah sendu lagi, tidak ada piama panjang dan rambut kusut lagi, dan yang
paling penting keceriaan Allen yang kembali dapat di rasakan Dave sudah datang
kembali.
"Tuan
Dave, kau menangis?" tanya Allen yang buru-buru mematikan kompornya dan
mendekat pada Dave.
Dave
langsung memeluk erat Allen. Allen tersenyum sambil memeluk Dave. "Aku
senang kau sudah baik-baik saja lagi... " ucap Dave lalu memberikan bunga
pada Allen.
Allen
mengangguk lalu kembali memeluk Dave. Paling tidak Allen berpikir untuk
membalas kebaikan Dave dan menjadi pasangan yang berkesan selama sisa waktu
sebelum ia harus berpisah dengan Dave juga Nathan. "Susah jangan menangis,
aku jadi sedih... " ucap Allen lembut yang sukses membuat Dave diam
karena tak mau melihat Allen sedih lagi.
"Aku
akan membantumu memasak... " ucap Dave lalu masuk kamar dan bersiap
membantu Allen menyiapkan makan siang.
Dave
membantu Allen dengan perasaan yang berbunga-bunga. Tidak ada yang bisa membuat
Dave lebih bahagia selain melihat istrinya pulih kembali seperti saat ini.
Kondisi serupa juga di rasakan Nathan yang sangat senang melihat Allen sudah
beraktifitas normal kembali.
"Nanti
kalau sudah benar-benar pulih, sudah benar-benar siap kita bisa menjalani
program lagi... Kita akan segera memiliki momongan... Jangan khawatir... "
bisik Dave sambil memeluk Allen yang tengah mencuci piring dari belakang.
Allen
mengangguk pelan meskipun dadanya terasa kembali sesak mengingat sebentar lagi
ia akan segera di minta pergi dari hidup Dave dan meninggalkan mimpi-mimpi
indah yang sudah mereka bayangkan.
Bab 37 – Nathan Sakit
Nathan
terkapar tak berdaya di sofa setelah ia kenyang makan malam. Wajahnya yang
putih jadi memerah semerah tomat karena badannya panas. Nathan juga tidak
cerewet dan ceria seperti biasanya bahkan malam ini rasanya Nathan belum bicara
apa-apa. Bahkan tugas sekolahnya juga belum di kerjakan.
"Nathan
sakit?" tanya Allen lalu menyentuh kening Nathan dengan telapak tangannya.
Nathan
mengangguk. "Kepalaku sakit... " jawab Nathan pelan dan lesu.
Allen
langsung memeluk Nathan lalu menggendongnya ke kamar. "Minum obat dulu ya,
besok kita ke dokter ya... " ucap Allen lembut.
"Nathan
kenapa?" tanya Dave yang melihat Allen tiba-tiba menggendong Nathan.
"Sakit,
badannya panas... " ucap Allen lembut sambil membuka pintu kamar Nathan.
Dave
langsung ikut ke kamar Nathan lalu mengecek suhu tubuh Nathan. "Iya panas,
besok kita ke dokter ya..." ucap Dave.
"Kevin
bilang dia dokter anak, aku masih anak-anak. Apa kita tidak bisa panggil Kevin
saja?" tanya Nathan dengan lemas.
Dave
menghela nafas lalu keluar menghindari pertanyaan Nathan.
"Tuan
Dave... Kita tidak punya plaster demam, obat penurun panas juga tidak ada. Aku
akan pergi ke apotek sebentar ya... " ucap Allen lembut.
"Tidak
usah, biar aku saja yang pergi..." ucap Dave sambil memeluk dan mencium
Allen sebelum pergi ke apotek.
"Tuan
Dave, kau masih marah pada Kevin?" tanya Allen lembut.
"Iya,
sedikit... " jawab Dave tidak jujur. Bagaimana Dave bisa tidak marah pada
Kevin saat ia terus mengganggu Allen dan membuatnya tidak nyaman bahkan sampai
keguguran. Di tambah lagi bukannya minta maaf atas apa yang ia lakukan pada
Allen, Kevin malah menyatakan perasaan pada Dave yang membuat Dave kesal dan
muak. "Sudah tidak usah di pikirkan... " ucap Dave lagi lalu pergi.
●●●
Allen sama
sekali tidak tidur karena Nathan yang rewel dan terus mencarinya juga terus
mengigau memanggil Penelope. Dave juga jadi ikut begadang menemani Allen
meskipun Allen sudah menyuruhnya istirahat. Tapi Dave tetep kekeh menemani
Allen menjaga Nathan.
"Allen,
aku ingin menelpon ibuku... " pinta Nathan memelas.
Allen
langsung menatap Dave yang juga mendengar permintaan Nathan. "Ini kan
masih malam, ibu pasti sudah tidur. Besok saja ya kita telfonnya... "
bujuk Allen lembut.
"Kapan?"
tanya Nathan.
"Besok,
setelah kita kedokter... " jawab Allen lembut. Dave ikut mengangguk
setuju.
"Allen,
kenapa ibu tidak pernah mencariku ya? Apa ibu tidak sayang aku?" tanya
Nathan.
"Sayang,
tentu saja ibu sayang pada Nathan. Ibu hanya sibuk itu saja... Semua ibu pasti
menyayangi anaknya... " ucap Allen membesarkan hati Nathan.
Dave
menghela nafas melihat Allen yang belum mengenal Penelope dan sedang berusaha
membesarkan hati Nathan. Hanya Allen yang penuh kasih sayang, hanya Allen
perempuan yang layak di panggil ibu. Bukan Penelope. Tapi apa daya malah Allen
yang harus kehilangan buah hatinya.
Menjelang
pagi baru Nathan bisa tidur, Dave sama sekali tidak tidur. Begitu pula dengan
Allen. Dave menghabiskan waktunya dengan bekerja sementara Allen menyiapkan
sarapan. Allen membuat bubur dan sup ayam dengan banyak woetel dan kentang
kesukaan Nathan.
"Allen
terimakasih sudah mengurusiku dan Nathan... " ucap Dave sambil menahan
tangan Allen yang melewatinya.
Allen
tersenyum sumringah lalu mengangguk dan mencium kening Dave. Dave hanya
memejamkan matanya lalu melingkarkan tangannya pada pinggang Allen yang kembali
ramping setelah sempat berisi saat hamil.
"Allen
aku mencintaimu, kau paham kan?" tanya Dave manja.
"Iya Tuan,
aku paham... " jawab Allen lalu duduk di pangkuan Dave.
"Allen
aku merasa sangat beruntung menikahimu... " ucap Dave lembut nyaris
berbisik sambil memeluk Allen menghirup aroma tubuh Allen yang selalu membuat
Dave merasa tenang.
Allen
tersenyum lalu membalas pelukan Dave. Allen masih terus teringat soal
kontraknya dengan Dave, Allen ingin membahasnya secara serius dengan Dave tapi
Allen merasa sekarang bukan waktu yang tepat. Selain Dave yang sedang manja,
Nathan juga sedang sakit. Tidak baik bila ia dan Dave malah sibuk sendiri
nantinya.
"Bulan
depan kalau kau siap kita bisa konsultasi dan melakukan program... " ucap
Dave sambil menatap Allen lalu mengecup bibirnya dengan lembut. "Tapi kau
tidak perlu memaksakan diri. Bila tidak mau buru-buru, tidak mau program juga
tidak papa. Kita bisa menghabiskan waktu berdua dulu. Kita belum bulan madu,
belum liburan, belum bersenang-senang... " sambung Dave lalu kembali
memeluk Allen.
Allen
menggeleng pelan. "Tidak Tuan, tidak usah repot-repot program dan
konsultasi. Aku percaya bila kita memang berjodoh dan layak menjadi orang tua
pasti kita akan segera punya anak... " ucap Allen lembut sambil mengelus
rambut Dave.
Dave
langsung cemberut mendengar ucapan Allen yang meragukan soal jodoh. "Tentu
saja kita berjodoh, tidak mungkin tidak... " protes Dave. "Kau sudah
pernah mengandung anakku, mustahil bila kita tidak berjodoh. Jangan berpikir
seperti itu lagi! " omel Dave.
Allen
tersenyum lalu mengangguk dan mencium bibir Dave lembut. Dave memalingkan
wajahnya menghindari ciuman Allen yang berusaha mengalihkan omelannya.
"Kau
curang Allen, kau berusaha merayuku! Aku tidak akan tergoda! " ucap Dave
berusaha terlihat garang.
Allen
cemberut lalu menghela nafas. "Tuan Dave kalau aku pergi apa yang akan kau
lakukan?" tanya Allen yang tak tertarik menggoda suaminya lagi.
"Jadi
kau mengancamku karena aku marah padamu? Begitu sekarang caramu memperlakukan
suamimu ini hmm...?" Dave langsung menggendong Allen dan membawanya ke
kamar. "Kau tidak boleh pergi! Tidak boleh pergi kemanapun! " ucap
Dave posesif lalu melumat bibir Allen dengan lembut.
"Allen...
Dave... " panggil Nathan yang sudah bangun mengganggu Dave yang baru mulai
menikmati tubuh Allen.
"Sabar,
jatahmu nanti... " bisik Allen sambil mengecup bibir Dave lalu pergi
keluar kamarnya.
"Argh...
Baiklah aku akan menunggu... " ucap Dave mengalah.
"Allen,
boleh aku menelfon ibu sekarang?" tanya Nathan.
"No!
Makan dulu, lalu kita ke dokter baru telepon... Kemarin kan sudah sepakat...
" ucap Dave yang muncul di belakang Allen.
Nathan yang
lesu jadi makin lesu mendengar ucapan Dave. Dave juga kembali masuk kamar lagi
untuk mandi sementara Allen dan Nathan makan bersama.
Bab 38 – Telfon Ibu
Nathan
terus menempel pada Allen dan begitu sengit pada Dave ketika menunggu
gilirannya di periksa. Nathan masih kesal karena Dave tidak mengijinkannya
untuk menelfon ibunya. Nathan sudah berharap bisa segera bicara dengan Penelope
dan mungkin bisa ikut bersama Penelope lagi karena ia sakit. Tapi Dave terus
menundanya dengan berbagai alasan.
"Kevin!
Kevin! " teriak Nathan ceria begitu melihat Kevin yang lewat dengan jas
dokter dan stetoskop di lehernya baru keluar dari ruangan dokter.
"Hai
bro! " sapa Kevin yang menghampiri Nathan dengan ceria. "Apa kau
sakit?" tanya Kevin ramah.
Dave
langsung merangkul Allen begitu melihat Kevin yang berbincang dengan Nathan.
Kevin cukup profesional sebagai dokter, bahkan Kevin jadi salah satu dokter
favorit di rumah sakit. Khususnya bagi para pasien anak-anak. Tapi Dave merasa
belum bisa memaafkan Kevin, apa lagi Kevin belum menyesali perbuatannya dan
meminta maaf pada Allen.
"Boleh
aku memeriksa Nathan?" tanya Kevin pada Allen dan Dave.
Dave
memalingkan pandangannya ketika Allen, Nathan dan Kevin menatapnya.
"Tentu
saja... " jawab Allen. "Ceritakan semua pada Kevin oke, kau akan
segera sembuh bila menceritakan apa saja yang sakit ya... " ucap Allen
yang mempasrahkan Nathan pada Kevin.
Dave masih
diam. Allen ingin ikut menemani Nathan namun Dave menahan Allen. "Di sini
saja... " ucap Dave.
"Tuan
Dave, mereka adikmu. Mau sampai kapan kau marah?" tanya Allen.
"Aku
tidak marah, aku mendisiplinkan! " kesal Dave.
Allen
menghela nafasnya. "Betul, kau mendisiplinkan Nathan. Tapi Kevin?"
"Dia
membuatmu keguguran dan malah merasa bersalah padaku lalu menyatakan perasaan
bodohnya padaku. Aku tidak terima istri dan anakku di jadikan lelucon seperti
itu! " kesal Dave lagi.
"Tapi
aku sudah memaafkan Kevin. Kevin juga sudah pernah minta maaf padaku... Kau
mengenal Kevin lebih lama dariku, tidak adil bila kau marah begitu lama
padanya... " ucap Allen lembut membujuk Dave.
"Tapi
sayang... "
"Ku
rasa kemarin kau sudah cukup tegas pada Kevin. Ku rasa itu cukup... Nanti aku
akan mengundang Kevin makan malam bersama kita... " potong Allen.
"Terserah
aku makan di luar, aku tidak mau tinggal bersamamu lagi! " ucap Dave
berkeras hati.
Allen
tersenyum lalu mengecup pipi Dave lembut. "Aku akan menggunakan kostum
kesukaanmu nanti malam... " bisik Allen.
"Sragam
sekolah ya... " rikues Dave yang langsung luluh lalu bangun dan berjalan
masuk untuk melihat Nathan yang di periksa.
Nathan
konsultasi soal kesehatannya dengan Kevin cukup lama. Dave hanya diam
mendengarkan kedua adiknya yang mengobrol. Allen juga menyemak Nathan yang asik
menanyakan ini itu pada Kevin.
"Kevin
aku membuat Lasagna dan zuppa soup. Kau mau mampir makan malam bersama?"
tanya Allen.
Dave
memalingkan wajahnya mendengar undangan Allen pada Kevin. Kevin diam
menatap Dave.
"Maaf
Allen aku tidak bisa... "
"Datanglah,
ayo makan malam bersama... " paksa Dave yang akhirnya mau sedikit
menurunkan egonya.
Kevin
menatap Dave lalu Allen secara bergantian. Allen langsung mengangguk meyakinkan
Kevin.
"Aku
akan mengajak profesor Roberts juga... " ucap Kevin pelan. "B-boleh
kan?" tanya Kevin meminta ijin.
Allen
mengangguk sambil tersenyum sumringah. Ada sedikit harapan untuk memperbaiki
hubungan Dave dengan adiknya ini. Setidaknya Allen bisa meninggalkan Dave
dengan kesan yang baik dan tidak meninggalkan masalah apapun yang akan
merepotkan Dave nantinya.
●●●
Allen sibuk
di dapur menyiapkan masakannya nanti sambil melihat resep. Sementara Dave
menemani Nathan. Nathan masih sengit menagih janji Dave untuk menelfon ibunya.
Sementara Dave sibuk mencari alasan agar Nathan tidak jadi menelfon.
"Dave
kau banci!" kesal Nathan hingga melemparkan olokan pada kakaknya.
"Kalau kau pria harusnya kau menepati janjimu! " teriak Nathan kesal.
Dave
pura-pura tidak dengar.
"Akan
ku adukan pada Allen! " ancam Nathan.
"Oke!
Kau boleh menelfon. Tapi kau harus berjanji tidak boleh sedih dengan apapun
jawaban ibu nanti! Kau tidak boleh marah dan menangis. Paham?" Dave
mengajukan kesepakatan.
Nathan
langsung mengangguk dan meraih ponsel Dave untuk menelfon Penelope. Tidak ada
jawaban dari tiap panggilan Nathan. Tapi Nathan terus berusaha menelfon ulang.
Sampai akhirnya Penelope menjawab.
"Ibu?
Halo ini aku Nathan... " ucap Nathan dengan ceria begitu Penelope menjawab
telfonnya.
"Ada
apa? Ibu sibuk! Kau mengganggu! " ketus Penelope.
Senyum di
wajah Nathan perlahan luntur mendengar Penelope yang begitu ketus padanya.
"Ibu aku merindukanmu, aku sakit, demam. Apa ibu bisa... "
"Ibu
sibuk! Apa kau tidak paham juga? Kau ini anak nakal yang sangat mengganggu!
Tidak berguna persis seperti ayahmu! Kalau kau sakit minun obat, minta banTuan
Dave dan berhentilah merengek! " potong Penelope penuh emosi pada Nathan.
Nathan
langsung menangis mendengar ucapan Penelope yang begitu menyayat hati kecilnya.
"Tapi aku merindukanmu bu, aku ingin bertemu ibu... " tangis Nathan.
"Aku
tidak merindukanmu sedikitpun! Kau ini menyebalikan! " maki Penelope lalu
mematikan sambungan telefonnya.
Nathan
kembali berusaha menelfon Penelope sambil menahan tangisnya sendiri. Tapi tidak
ada tanggapan sama sekali. Hingga Dave meminta ponselnya kembali.
"Keluar
Dave aku ingin sendirian..." usir Nathan sambil menyerahkan ponsel Dave.
"Nathan!
Aku membuat lasagna kesukaanmu! " seru Allen ceria masuk ke kamar Nathan.
"Aku
tidak mau! Keluar! Aku mau sendirian! " teriak Nathan sambil menangis
mengusir Dave dan Allen.
Dave
langsung bangun dan merangkul Allen keluar. "Sekarang kau paham kenapa aku
melarangmu menelfon ibu kan?" ucap Dave lalu keluar bersama Allen.
Bab 39 – Feeling
"Nathan
kenapa?" tanya Allen khawatir pada Nathan yang tiba-tiba menangis dan
berteriak mengusirnya dan Dave.
"Menelfon
ibu tidak sesuai ekspektasinya... Tidak usah kau pikirkan, ini hanya masalah
kecil. Nathan baru mendapat pengalamannya... " jawab Dave lalu mengecup
kening Allen dan duduk di sofanya setelah melempar ponselnya entah kemana.
"Sepertinya
hubungan kalian dengan nyonya Penelope kurang baik ya... " ucap Allen
prihatin lalu duduk di samping Dave bersiap menjadikan pahanya sebagai bantal
Dave.
Dave
mengangguk lalu merebahkan kepalanya di pangkuan Allen. Membiarkan jemari
lentik Allen mengelus rambutnya atau menelusuri wajahnya. "Hubunganku
sudah jauh lebih baik sekarang, sejak aku bisa menghasilkan banyak uang. Tapi
kondisiku jauh lebih baik dari Nathan di usia yang sama. Setidaknya aku tinggal
bersama ayahku sendiri. Ayahku menginginkanku. Tidak seperti Nathan... "
Allen
mengangguk lalu mengelus batang hidung dan alis Dave yang cukup tebal, Allen
tersenyum lembut lalu mengelus hidung dan alisnya sendiri. "Anakku pasti
akan sangat tampan..." ucap Allen yang tiba-tiba teringat pada bayinya
yang keguguran.
Dave
langsung bangun untuk memeluk Allen. "Tentu, kita pasti mempunyai anak
yang tampan dan cantik..." ucap Dave lembut.
"Aku
tidak cantik, ku harap anakku lebih banyak mirip denganmu... " ucap Allen
sambil tersenyum getir.
"Sayangku
Allen, kau cantik. Aku yang boleh menilaimu cantik atau tidak. Aku suamimu, aku
ayahnya anak-anakmu, dan aku yang menikmatimu tiap waktu. Mustahil bila kau
tidak cantik... " Dave langsung meyakinkan Allen sambil menatapnya dengan
intens.
Allen
mengangguk sambil tersenyum. "Menurutmu apa anakku... "
"Anak
kita! " potong Dave.
"Menurutmu
apa anak kita punya banyak teman di sana? Apa dia bahagia?" tanya Allen
pelan dengan suara yang mulai bergetar.
"Tentu
saja dia punya banyak teman, dia bermain dengan bahagia, dia banyak yang
menyukai dan menyayanginya. Ingat dia cucu pertama keluarga kita. Dia jelas
akan bahagia di sana. Ku dengar dia di asuh kakek dan nenekku..." ucap
Dave membesarkan hati Allen sambil mengarang cerita indah membayangkan
kehidupan anaknya.
Allen
mengangguk lalu memeluk Dave. "Aku merindukannya... Menurutmu apa dia
merindukanku juga?" tanya Allen dalam dekapan Dave.
"Tentu
dia merindukanmu, tapi dia lebih sibuk bermain sekarang. Jadi dia tidak ada
waktu untukmu... " hibur Dave.
Allen
mengangguk lalu tertawa kecil membayangkan betapa bahagia anaknya sekarang di
surga dan ia masih saja sedih. "Aku hanya punya keluarga di panti asuhan,
sekarang sudah di gusur. Sudah tidak ada panti. Lalu kau memungutku..."
"Aku
menikahimu, bukan memungut! " potong Dave.
"Aku
hanya memilikimu lalu Nathan. Aku tidak punya keluarga lain. Aku sangat senang
ketika aku hamil dan yakin bisa segera... Kau tau? Punya keluargaku sendiri
yang tidak akan meninggalkanku dengan alasan apapun... Tapi dia tidak mau hidup
bersamaku... Itu yang membuatku sedih... " ucap Allen lalu menyeka
airmatanya sendiri.
"Tidak
papa, kau berhak sedih. Menangislah sampai kau puas. Tapi sayangku, life must
go on... Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu. Kita akan selalu bersama-sama,
mempunyai anak, tinggal di rumah sungguhan, memelihara anjing atau kucing bila
kau mau, menghabiskan waktu bersama-sama sampai kita tua, sampai jadi abu...
Aku janji kita selalu bersama-sama... " janji Dave yang terus terucap
setiap menguatkan Allen yang rapuh sejak kehilangan bayinya.
Allen hanya
diam sambil terus memeluk Dave tanpa berani menatap mata atau wajahnya yang
makin membuat Allen sedih dan ingat betapa cepat waktu berlalu. Semula Allen
mengira setahun adalah waktu yang sangat lama, menghadapi sikap ketus dan kasar
Dave, ke egoisan dan keangkuhan yang Dave, juga cara Dave yang memandangnya
rendah membuat Allen berpikir bila hidup bersama Dave akan begitu menyiksa.
Allen juga tak menyangka Dave akan bersikap begitu baik dan lembut padanya saat
tau ia hamil. Allen tak menyangka Dave akan mencurahkan perhatiannya hingga
Allen jadi begitu nyaman seperti sekarang. Lebih dari nyaman, Allen sudah
menyayangi Dave bahkan lebih dari nyaman dan sayang. Allen mencintai Dave
dengan segala hal yang membuatnya terbiasa hidup bersama Dave.
"Tuan
Dave, kita ini hanya orang asing yang kebetulan bertemu lalu saling mengisi.
Kita akan kembali asing lagi seperti sebelumnya... "
"Tidak!
Tidak bisa begitu! Kau bukan orang asing bagiku! Kau istriku Allen! Kau
istriku! Punyaku! Bagian hidupku! Jangan berpikir bodoh seperti itu! Aku tidak
suka! " ucap Dave tegas menolak ucapan Allen.
Allen
terdiam lalu tersenyum lembut menatap Dave. "Kalau aku pergi apa kau akan
mencariku?" tanya Allen.
"Tentu
saja! Aku akan mencarimu! Kau tidak akan pergi jauh dariku. Bahkan kalau kau
pergi ke mati aku akan ikut menyusulmu!" jawab Dave tegas yang benar-benar
takut kehilangan Allen. "Sudah Allen jangan memikirkan hal mengerikan
terus... "
Allen
mengangguk lalu kembali memeluk Dave sebelum melanjutkan aktivitasnya memasak
sambil menunggu Nathan keluar dari kamarnya. Dave jadi memikirkan betapa
kejamnya ia dulu yang memotong gaji karyawan yang mengambil cuti cukup lama
karena istrinya keguguran. Dave tak menyangka bila kehilangan janin sama
menyedihkannya dengan kehilangan anak. Dave tak bisa memahami perasaan
kehilangan itu sebelumnya. Baru saat bersama Allen, Dave mulai memahami banyak
perasaan yang lama ia lupakan.
Semula Dave
mengira bila keguguran cukup menunggu selesai pendarahan lalu siap berhubungan
intim dan bisa hamil lagi. Tapi ternyata tidak sesederhana itu. Dave juga
mengira kesedihan ketika keguguran hanya sebatas rasa sakit ketika pengobatan
dan pemulihan saja. Ternyata lebih dari itu.
"Sayang
biar aku pesan makanan yang lain juga agar kau bisa istirahat dan berhenti
berkutat di dapur... " ucap Dave yang melihat Allen baru memanggang zuppa
soupnya.
Allen
mengangguk lalu tersenyum mendengar ucapan Dave dan melihat Nathan yang sudah
puas bersedih akhirnya keluar kamar. "Sini sayang... " panggil Allen
sambil merentangkan tangannya yang malah di hampiri Nathan dan Dave bersamaan.
Bab 40 – Dinner Keluarga
Makan malam
tidak sehangat yang Allen bayangkan. Dave nyaris tidak mengajak bicara Kevin
atau Roberts sama sekali. Hanya menyambut dan mempersilahkan masuk saja saat
Allen masih di kamar untuk bersiap menjamu makan malam.
"Aku
sudah kenyang... " ucap Dave pada Allen lalu mendorong kursinya.
"Tuan
Dave... " Allen menggenggam tangan Dave.
Kevin
menundukkan kepalanya begitu merasa bersalah dan serba tidak enak karena sikap
Dave. Makan pun jadi tidak selera padahal Allen dan Dave sudah menyajikan
makanan kesukaannya. Roberts tidak berharap akan dapat sambutan hangat dari
Dave apa lagi ia pernah membuat skandal besar dengan Kevin.
"Aku
hanya sudah kenyang, itu saja... " ucap Dave.
"Apa
masakanku tidak enak?" tanya Allen lembut berusaha menahan Dave yang sudah
begitu tidak tahan semeja dengan Kevin.
Dave
menghela nafas lalu kembali melanjutkan makannya untuk menghormati Allen yang
sudah susah payah memasak.
"Aku
ingin memberikan acara makan malam yang hangat sebagai keluarga. Itu saja yang
ku inginkan. Kalian saling mengenal jauh lebih lama daripada hubunganku dengan Tuan
Dave saat ini. Aku merasa bersalah membuat hubungan keluarga kalian jadi
berantakan begini... " ucap Allen to the poin karena suasana yang jadi
canggung dan dingin.
"Aku
akan sikat gigi dan tidur... " ucap Nathan lalu pergi ke kamarnya setelah
minum.
Allen
bangun mengikuti Nathan, meninggalkan meja makan yang terasa dingin itu
membiarkan Dave, Kevin dan Roberts sendirian di sana.
"Itu
anakmu?" tanya Roberts memulai pembicaraan dengan Dave.
Dave
langsung mengerutkan keningnya sambil menatap Roberts dengan kesal. "Dia
adikku, satu ibu beda ayah." Dave menjawab sesingkat dan sejelas mungkin.
"Kak...
" panggil Kevin pelan sambil menatap Dave sekilas lalu kembali menundukkan
pandangannya. "Aku di usir ayah, sekarang aku tinggal dengan Roberts. Kami
berencana segera menikah... Di Las Vegas... " ucap Kevin.
Dave
menghela nafas panjang lalu menatap Kevin masih dengan alisnya yang berkerut.
"Aku tidak bisa mensuport apa yang kau pilih lagi sekarang, aku tidak akan
membelamu lagi. Kau sudah dewasa, kau juga seorang dokter. Itu pilihanmu, kau
sudah harus siap dengan pilihanmu sendiri... " ucap Dave lebih lembut dari
sebelumnya.
Kevin
mengangguk pasrah. "A-apa kau masih marah?" tanya Kevin dengan gugup.
Dave
mengangguk. "Sedikit. Aku sangat terkejut mendengar kau menyatakan cinta
padaku setelah kau membuat istriku keguguran. Aku juga marah atas segala
tuduhan yang kau tujukan pada Allen. Kau tidak mengenal istriku sama sekali dan
kau menuduh ini dan itu padanya... Aku masih marah pada hal itu... " jelas
Dave.
●●●
"Allen,
apa aku boleh tinggal di sini terus?" tanya Nathan yang sudah siap tidur.
"Tentu
saja, nanti bila kau tidak tinggal di sini siapa yang menemaniku bila Dave
bekerja? Siapa yang menemani Dave bila aku tidak di rumah... " ucap Allen
lembut.
Nathan
tersipu merasa dirinya jadi orang dewasa yang berguna dan di butuhkan banyak
orang sekarang.
"Kalau
tidak ada Nathan disini sepi, kalau ada Nathan jari seru, ceria." Allen
memeluk Nathan sambil sesekali mengecup keningnya. "Nathan anak baik,
pintar, suka membantu. Nathan hebat. Tidak usah memikirkan ucapan yang
menyakiti hatimu ya..."
"Allen,
tadi aku menelepon ibu... Ibu marah, katanya aku pengganggu... "
"Hus!
Tidak! Nathan bukan pengganggu. Ibu hanya sedang pusing saja terlalu banyak
pikiran. Seperti Tuan Dave, dia kan jadi galak kalau pusing... Wajahnya
langsung cemberut... "
"Jadi
jelek! " sela Nathan.
"Iya!
Tapi setelah tidak pusing. Dia jadi ceria lagi, jadi Tuan Dave yang baik
lagi... " Allen melanjutkan ucapannya.
"Iya,
pasti ibu juga begitu... " Nathan yang semula sedih kembali ceria lagi
seperti sebelumnya dan sudah memaafkan Penelope yang memaki-makinya tadi pagi.
"Betul!
Jadi Nathan jangan sedih lagi ya... " ucap Allen lalu kembali memeluk
Nathan.
Nathan
mengangguk setuju lalu menarik selimutnya. "Allen apa aku masih
panas?" tanya Nathan.
Allen
langsung menempelkan punggung tangannya ke kening Nathan. "Sudah tidak
sepanas sebelumnya... "
"Apa
besok aku bisa sekolah?" tanya Nathan.
"Tentu,
tidurlah. Besok kalau sudah benar-benar tidak panas kita ke sekolah... "
jawab Allen lalu menyalakan lampu tidur dan mematikan lampu sebelum
meninggalkan Nathan di kamarnya.
"Allen
aku menyayangimu... " ucap Nathan lalu buru-buru menyembunyikan wajahnya
karena malu.
"Aku
juga menyayangimu Nathan... " jawab Allen sambil tersenyum sumringah.
Dave
melihat Allen yang baru keluar dari kamar Nathan tampak ceria daripada
sebelumnya. Kevin dan Roberts juga ikut melihat Allen yang kembali bergabung di
meja makan.
"Apa
kalian sudah berbaikan?" tanya Allen.
Kevin
mengangguk pelan. Sementara Dave menggelengkan kepalanya.
"Setidaknya
semuanya sudah lurus sekarang... " ucap Dave lalu merangkul Allen yang
duduk di sampingnya.
Allen
mengangguk lalu kembali cemberut. "Aku jadi merasa bersalah... "
lirih Allen.
"No!
Ini bukan salahmu, kau sama sekali tidak ada sangkut pautnya. Jangan
menyalahkan dirimu... " ucap Dave lalu mengecup kening Allen.
Allen
menghela nafasnya lalu mengangguk pelan. "Jadi sekarang sudah clear?"
tanya Allen memastikan.
"All
clear!" jawab Dave sambil tersenyum agar Allen yakin.
"Kenapa
kau ingin aku berdamai dengan kak Dave?" tanya Kevin.
"Aku
khawatir kalau aku tidak ada, siapa yang akan menemani Tuan Dave nantinya. Itu
saja... " jawab Allen yang langsung membuat Kevin diam membeku.
Kevin
langsung merasa bersalah dan makin merasa bersalah. Selain tuduhannya yang sama
sekali tidak benar, Kevin juga khawatir bila Allen akan nekat bunuh diri karena
keguguran.
"Sayang,
kau ini bicara apa... Kita sudah sepakat tadi kalau kita tidak akan
membicarakan hal mengerikan seperti ini lagi... " ucap Dave sambil
menggenggam tangan Allen erat-erat.
"Allen,
aku minta maaf. Aku tau tuduhanku tidak benar, aku bodoh menuduhmu yang
tidak-tidak dan membuatmu keguguran. Tapi ku mohon jangan bilang begitu. Jangan
nekat. Semua akan baik-baik saja kembali. Kalian masih bisa punya anak lagi...
" ucap Kevin.
Allen
langsung tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Kevin dan Dave yang
mengkhawatirkannya. Allen tidak segila itu untuk mengakhiri hidupnya, Allen
memang sedih tapi ia tidak ingin mengakhiri hidupnya sama sekali.
"S-sayang...
Apa yang lucu? Jangan tertawa aku jadi takut! " ucap Dave khawatir.
Bab 41 – Show Time!
Allen ikut mengantar Kevin dan Roberts hanya
hingga keluar dari apartemennya. Dave tak mengijinkan Allen keluar karena
pakaiannya yang di nilai cukup sexy bagi Dave. Jadi Allen menunggu Dave kembali
sambil merapikan meja makannya menyingkirkan peralatan makan dan beberapa
peralatan masaknya ke wastafel.
Tapi Dave lebih lama dari yang Allen kira.
Hingga ia bisa sempat cuci muka dan sikat gigi sebelum menepati janjinya
menggunakan lingerie seksi berbentuk seragam sekolah. Allen juga menggunakan
sedikit lipstik lalu duduk menunggu Dave sambil merapikan kimononya yang ia
gunakan untuk menutupi hadiah kesukaan Dave.
"Allen... " panggil Dave yang baru
datang sambil membawa bunga yang baru di belinya.
Allen langsung bangun dan merentangkan
tangannya menyambut kedatangan Dave yang selama ini belum pernah ia lakukan.
Dave langsung memeluk Allen dan mengangkat tubuhnya lalu memberikan bunga yang
ia bawa.
"Aku sedikit mengantri tadi... "
ucap Dave lalu menggendong Allen.
Allen menatap Dave sejenak lalu melumat bibir
Dave dengan lembut, Dave membalasnya sambil berjalan ke kamar yang membuat
Allen tak sengaja menjatuhkan bunga dalam genggamannya karena larut dalam
cumbuan lembutnya dan Dave.
"Sayang, jangan bicara seolah kau akan
meninggalkanku. Aku takut... " bisik Dave yang masih membahas obrolan di
meja makan tadi sambil mendudukkan Allen di tempat tidur.
Allen mengangguk lalu tersenyum. Allen ingin
membahas soal kontraknya tapi dulu saat ia membahas itu Dave langsung marah.
Allen tak mau merusak mood Dave atau bertengkar dengannya malam ini. "Tuan
Dave apa kau mencintaiku sekarang?" tanya Allen sambil menundukkan
pandangannya.
"Tentu saja! Kita sudah melalui banyak
hal. Kenapa masih meragukan itu... " jawab Dave tegas.
Allen tersenyum lembut lalu melepas ikatan
pada kimono yang ia gunakan dari tadi untuk menutupi hadiah favorit Dave.
"Woooo!! Oh my god! Anak nakal! "
Dave langsung semangat dan melupakan semua masalahnya begitu melihat Allen
mengenakan pakaian dinas sesuai rikuesannya.
Pinggang Allen yang ramping begitu terekspos.
Tak hanya pinggang, payudara juga paha dan nyaris seluruh tubuhnya benar-benar
terekspos. Dave sudah sering melihat tubuh Allen atau wanita-wanita lain yang
lebih hot saat menggodanya. Tapi tetap saja bagi Dave, Allen tetap yang paling
mempesona dan paling sexy. Membuat Dave berdebar-debar seolah baru pertama kali
melakukannya.
"Hukum aku... " goda Allen sambil
kembali berusaha menutupi tubuhnya terutama pada payudaranya juga area
kewanitaannya yang begitu menggoda di mata Dave. "A-aku salah... "
ucap Allen malu-malu berpura-pura menjadi seorang murid seperti di film Jav
yang jadi fantasi Dave.
Dave tak bisa menyembunyikan betapa senangnya
ia ketika Allen mau sedikit bersandiwara mesum seperti ini sebelum mulai
berhubungan intim. Dave mengambil ponselnya untuk mengabadikan momen saat Allen
sedang berpose nakal seperti ini. Tapi belum ia mengambil gambar Allen meraih
ponsel Dave.
"Aku hanya ingin di nikmati secara
langsung oleh suamiku. Aku tidak mau bila kau mengambil gambarku... " ucap
Allen lalu menutup kimononya lagi dan sudah kehilangan moodnya.
"A-aku... Aku... Maaf... " ucap Dave
yang bingung harus bagaimana. Allen juga langsung masuk ke dalam selimut dan
bersiap tidur. "Allen, sayang... Jangan marah... " Dave mulai
merengek.
Allen hanya diam lalu memejamkan matanya
pura-pura tidur. Entah apa yang merasuki Allen, tapi saat Dave ingin mengambil
gambarnya ia merasa di lecehkan.
"Aku hanya terlalu senang dan excited
karena kau begitu menggoda. Itu saja. Aku tidak bermaksud apa-apa... "
sesal Dave sambil memeluk Allen dari belakang.
Allen bisa dengan jelas merasakan kejantanan
Dave yang sudah bangun di balik celananya. Allen juga paham betul bagaimana
suaminya itu. Jadi dengan berat hati dan menguatkan dirinya Allen menghela
nafas lalu menatap Dave. "Jangan di ulangi lagi ya... Jangan begitu
lagi... " ucap Allen pelan dan lembut namun cukup tegas bagi Dave.
Dave langsung mengangguk paham. Dave mulai
mencium bibir Allen lalu melumatnya dengan lembut. Tidak ada drama anak sekolah
yang di hukum lagi. Hanya ada Allen, istrinya yang akan memuaskan hasratnya.
Tangan Dave mulai meraba tubuh Allen
melepaskan ikatan kimononya sembari memberi tanda kepemilikan di leher dan dada
Allen yang tak pernah luput dari jamahan Dave. Dave langsung melepas celana
juga atasannya sebelum mencumbu kedua payudara Allen yang sudah lepas dari
penutupnya. Allen hanya menatap Dave dengan sayu, melihat suaminya yang begitu
bersemangat bercinta dengannya.
●●●
Dave masih nyaman memeluk Allen yang masih
tertidur nyenyak. Memandangi wajah Allen yang masih tidur membuat Dave merasa
senang dan puas sebagai seorang suami. Akhirnya ia bisa bangun lebih awal dari
Allen. Tapi belum ia benar-benar puas memandangi Allen, ponsel Allen berdering
nyaring. Bukan aleram, tapi ia dapat panggilan telepon dari Helga.
"Engh... " Allen bangun sambil
berusaha meraih ponselnya tapi Dave lebih cepat.
"Ada apa ma?" tanya Dave.
"Allen mana?" tanya Helga.
"Baru bangun..." jawab Dave lalu
mengecup kening Allen dan memberikan ponsel Allen.
"Halo... "
"Allen aku mengirimkan baju untukmu,
sekaligus undangan. Aku ingin memamerkan menantuku di acara charity
nanti..." Helga langsung menyela begitu mendengar suara Allen.
"T-tapi aku belum pernah ke acara
charity... " ucap Allen ragu untuk ikut ke acara Helga.
"Tenang saja aku akan mengajarimu nanti.
Dandan yang cantik ya, nanti ku jemput... " ucap Helga lalu mematikan
teleponnya.
Allen menghela nafas lalu kembali masuk ke
dalam selimut. "Aku tidak suka bepergian... " keluh Allen lalu bangun
untuk mengambil kimononya yang berserakan di lantai.
"Kalau tidak mau berangkat tidak usah
saja tidak papa... " ucap Dave mengerti posisi istrinya.
Allen menghela nafas lalu menggeleng dengan
lesu. "Tidak apa-apa. Mamamu sangat menyukaiku, aku tidak bisa menolaknya.
Aku akan berusaha semaksimal mungkin... " ucap Allen lembut lalu
mengambilkan kimono untuk Dave sebelum memasukkan semua baju yang berserakan di
lantai ke keranjang laundry.
"Aku pria paling beruntung yang sudah
menikahimu... " ucap Dave sambil memeluk erat Allen dari belakang.
"Nanti aku akan menyusulmu bila acaranya lama. Kita bisa sekalian
kencan... " sambung Dave lalu mengecup kening Allen.
Allen mengangguk lalu tersenyum mendengar
ajakan kencan Dave.
Bab 42 – Panti Asuhan
Allen
menyiapkan sarapan juga bekal dan masih sibuk menyiapkan makan siang untuk
Nathan nanti. Allen juga sudah membawa semua baju kotor ke binatu sembari
menunggu panggangannya matang. Setelah itu Allen masih merapikan tempat
tidurnya dan Dave juga merapikan tempat tidur Nathan.
"Sayang,
kau bisa mandi dan bersiap. Aku bisa meminta pelayan datang kesini untuk
menemani Nathan. Kau tidak perlu sepanik ini... " ucap Dave yang melihat
Allen begitu sibuk.
"Kalian
mau kemana?" tanya Nathan.
"Ada
charity. Allen di undang. Aku juga harus pergi bekerja. Jadi nanti ada pelayan
yang menemanimu sampai kami pulang," jelas Dave sambil menyeruput teh madu
yang di buatkan Allen untuknya dan Nathan.
"Nanti
makan siangnya tinggal di hangatkan dengan microwave, nanti malam aku akan
memasak sup ayam dengan wortel dan jamur agar kau cepat sembuh. Oke?" ucap
Allen pada Nathan sambil berjalan menuju kamarnya untuk mandi.
"A-aku
mau mandi dulu. Nanti ku antar ke sekolah... " ucap Dave lalu ikut masuk
ke kamar menyusul Allen.
●●●
Dave tidak
mendapatkan sensasi mandi bersama yang mesra dan intim bersama Allen pagi ini.
Allen mandi dengan terburu-buru, bahkan Dave tidak bisa menawarkan diri untuk
menggosok punggung Allen atau saling menyabuni seperti yang Dave bayangkan.
"Allen
ada kiriman untukmu! " panggil Nathan sambil mengetuk pintu kamar Dave.
"Iya
sebentar! " jawab Allen sambil berteriak dari dalam dan tengah
mengeringkan rambutnya setelah memakai pakaian dalam.
Dave keluar
kamar lebih dulu setelah memakai kemejanya. "Biar aku saja... " ucap
Dave.
"Apa
isinya?" tanya Nathan yang mengintili Dave yang membawa box kiriman Helga
ke kamar.
"Bukalah...
" ucap Allen yang masih sibuk mengeringkan rambutnya.
"Gaun!
" ucap Nathan.
Dave yang
semula sedang memasukkan kemejanya kedalam celana langsung melihat isi box yang
baru di buka Nathan. "Oh my god, so pretty... " puji Dave sambil
mengeluarkan gaunnya dari dalam box. "Aku langsung ikut ke charity!"
ucap Dave lalu mengambil ponselnya sambil masih menenteng gaun baru Allen.
"Cancel meeting hari ini. Bilang aku berhalangan hadir. Jadwalkan besok
atau meeting secara online! " ucap Dave pada sekretarisnya.
"Dave
apa kau bisa menelfon sekolahku dan bilang aku tidak bisa ke sana juga? Aku
ingin ikut bersama Allen juga... " pinta Nathan.
"Eeeeh!
No! Kau sudah banyak bolos. Acaranya cuma sebentar. Sekolah! Nanti kau makin
tertinggal pelajaran! " tolak Dave dengan tegas. "Allen aku mengantar
Nathan sekolah. Bilang mama kalo kita berangkat bersama! " ucap Dave lalu
buru-buru merapikan pakaiannya dan pergi mengantra Nathan yang masih ingin
protes.
Sebenarnya
gaun yang di kirimkan Helga hanya gaun biasa. Gaun berpotongan a-line hanya
saja memiliki potongan dada cukup rendah yang membuat Allen akan tampak
sexy dan elegan di saat yang bersamaan. Tapi memang itu lah yang membuat Dave
kebakaran jenggot melihat istrinya akan pergi dengan cantik tanpa
pengawasannya.
"Aku
sudah membuatkanmu lasagna dan nanti kau boleh makan ice cream kalau sudah
mengerjakan tugas ya... " ucap Allen sebelum Nathan berangkat sekolah
diantar Dave.
Nathan
langsung mengangguk lalu memeluk Allen sebelum berangkat mengikuti Dave yang
sudah menunggu dari tadi sambil memperhatikannya. Dave tersenyum melihat Allen
dan Nathan yang begitu hangat, Dave merasakan keluarga yang utuh dan ideal
ketika bersama Allen. Allen selalu ada untuk mengurusi rumah dan telaten ketika
harus mengurus anak-anak, di tambah lagi Dave selalu mendapat jatah malam
tanpa perlu membungkus wanita malam lagi bila ia perlu memenuhi kebutuhannya
sebagai seorang pria dewasa. Tak cukup sampai di situ, Allen juga melakukan
semuanya dengan tulus dan penuh kasih sayang hingga membuat Dave lupa akan
kebiasaannya dalam menghilangkan stress seperti merokok dan minum. Cukup dengan
pulang kerja lalu memeluk Allen dan bercumbu dengannya semua beban pada diri
Dave terasa hilang dengan sendirinya.
"Bilang
mama aku ikut! Jangan berangkat sendiri!" ucap Dave lalu mencium bibir
Allen sebelum pergi mengantar Nathan sekolah.
"Da
Allen! " ucap Nathan sambil melambaikan tangannya.
●●●
Allen
tampak menawan, bagi Dave saat ini Allen lebih cantik dari pada saat mereka
menikah dulu. Allen hanya memakai blush on dan lipstik juga mengikat rendah
rambutnya. Tapi itu cukup membuat Dave terpesona.
Sepanjang
perjalanan Dave hampir terus memandangi wajah Allen sambil beberapa kali
menciumi tangan Allen yang masih wangi setelah memakai lotion tadi. Dave tidak
peduli meskipun Helga melihatnya yang begitu manja pada Allen. Toh memang Dave
suka ketika Allen memanjakannya atau membiarkannya bermanja-manja seperti
sekarang. Terus menjadi bos yang berkarisma juga melelahkan.
"Panti...
" gumam Allen begitu mobil melaju pelan dan masuk ke sebuah rumah besar
yang menjadi panti asuhan.
Dave ikut
menatap ke arah yang di lihat Allen. "Kita bisa bernostalgia di
sini..." ucap Dave lembut.
"Kalian
kenal di panti?" tanya Helga.
Dave
menggeleng. "Allen dulu tinggal di panti... " jawab Dave lalu membuka
pintu sambil menggandeng Allen mengekori Helga yang langsung di sambut para
nyonya sosialita yang ikut charity.
Allen duduk
manis di depan bersampingan dengan Helga yang terus memamerkannya dan
memintanya bersalaman dengan teman-teman sosialitanya. Acara pembukaan dan
sambutan basa-basi ramah tamah yang cukup membosankan berhasil di lalui. Semua
berjalan lancar sampai saat anak-anak panti muncul untuk memberikan drama
persembahan.
Allen
langsung sumringah dan tak bisa menyembunyikan airmata harunya melihat
anak-anak yang tampil adalah adik-adiknya di panti dulu. Begitu selesai semua
anak-anak yang tampil langsung berlari menuju Allen. Ada yang sudah menangis
duluan ada yang langsung memeluk dan mengatakan kerinduannya pada Allen.
"Kalian
semua di sini... Aku tidak tau... Maaf ya... " ucap Allen sambil memeluk
adik-adiknya mengabaikan semua tamu yang memperhatikannya dengan berbagai
pandangan.
"Kak
Allen sekarang kau cantik sekali... " puji seorang anak yang memeluk
Allen.
"Kau
juga cantik Bella... " ucap Allen lembut.
"Oh
iya kenalkan ini suamiku... Aku sudah menikah... " ucap Allen yang ingat
pada Dave. Seketika anak-anak yang mengerubungi Allen langsung diam dan
mendelik takut melihat Dave, beberapa sudah langsung mengambil jarak dari Dave.
"Tidak papa, dia baik. Tuan Dave baik, jangan takut... " ucap Allen
lalu merangkul Dave agar anak-anak tidak takut pada Dave.
Dave
tersenyum canggung lalu melambaikan tangannya. "Halo aku suami Allen...
" ucap Dave canggung.
Bab 43 – Penggoda
Sepanjang
acara yang seharusnya para sosialita berfoto bersama anak-anak jadi kacau
karena semua anak-anak ingin bersama Allen. Bahkan anak-anak baru yang belum
pernah bertemu Allen juga ingin bersama Allen. Semuanya menunjukkan ini dan itu
pada Allen, menarik-narik tangan Allen untuk ikut kesana-kemari. Dave ingin
mengikuti tapi anak-anak takut padanya jadi ia hanya memperhatikan dari jauh
sambil sesekali menyeruput tehnya atau menyalami teman-teman Helga.
"Hai
Dave! Kau ikut juga ternyata!" sapa Julie yang datang terlambat sambil
menghampiri Dave.
"Aku
menemani istri dan mamaku... " ucap Dave lalu menyalami Julie sambil
berusaha menghindarinya yang mencoba untuk mencium pipi Dave.
"Aku
juga baru pertama kali datang kemari. Ibuku baru bergabung di acara seperti
ini. Jadi aku di ajak juga..."
"Allen!
" sela Dave yang memanggil Allen sambil melambaikan tangannya. "Ini
cintaku Allen... Istriku... " ucap Dave memperkenalkan Allen pada Julie.
Julie yang
tadinya ingin banyak bercerita pada Dave langsung diam kehabisan kata-kata
ketika Dave dengan bangga mengenalkan Allen padanya. "J-julie Hadwil...
" ucap Julie memperkenalkan diri dengan canggung.
"Allen,
Lilly Allen... "
"No,
Lilly Allen Mcclain... Perkenalkan dirimu dengan benar... " potong Dave
sambil merangkul pinggang Allen.
Allen
tersipu malu mendengar Dave yang membenarkannya.
"Kakak
Allen ayo lihat itu! " ajak seorang gadis kecil yang menghampiri Allen
sambil menarik-narik gaunnya.
"Iya,
sebentar ya... " ucap Allen lembut lalu kembali ikut bergabung bersama
anak-anak lagi.
"Istrimu
cantik... " puji Julie berusaha memulai pembicaraan.
Dave
mengangguk sambil tersenyum melihat Allen yang di kerubungi anak-anak.
"Tentu saja istriku cantik. Dia juga keibuan... " ucap Dave tanpa
memalingkan pandangannya dari Allen.
Julie ikut
menatap Allen. Allen begitu di sayangi anak-anak, Allen bahkan tak marah ketika
ada seorang anak yang tiba-tiba naik ke punggungnya minta di gendong atau ada
anak yang tak sengaja menumpahkan minuman di dekatnya. Allen dengan sabar
menyelesaikan ke kacauan dengan tenang. Allen juga mau membantu anak-anak yang
beringus tanpa jijik dengan tisu. Tapi sebagik apapun yang di lakukan Allen
bagi Julie itu tak lebih dari pencitraan dan cari muka saja.
Tidak
mungkin ada orang sesabar itu dengan anak-anak menyebalkan yang terus mengoceh
di sekelilingnya seperti itu kalau tidak sedang cari muka, batin Julie kesal
melihat Allen.
Tapi yang
membuat Julie lebih kesal adalah cara Dave memperkenalkan Allen tadi dan cara
Dave menghindari ciuman di pipinya. Padahal selama ini Julie sering mendengar
rumor keflamboyanan Dave yang sering bergonta-ganti pasangan tidur. Bahkan Dave
juga pernah menyewa artis film dewasa dan artis dari situs dewasa untuk
menidurinya semalam dua malam saja.
Allen
memang cantik, tapi ia tak sebanding dengan wanita-wanita yang pernah di
kencani Dave atau paling tidak yang berusaha menggoda Dave. Allen bahkan
terlihat biasa saja meskipun dadanya cukup besar dan pinggangnya ramping, Julie
yakin Allen tidak akan sehebat dirinya ketika di ranjang.
"Istrimu
kurus sekali apa ia benar-benar sebanding denganmu... " Julie mengelus
lehernya lalu berbisik pada Dave. "Kau tau maksudku kan?" Julie
sedikit menghembuskan nafasnya di tengkuk Dave yang masih berdiri di
sampingnya.
Dave
kembali mengambil jarak dari Julie sambil mengusap tengkuknya. "Tentu
saja, dia seleraku sekarang. Tadi pagi kami baru bisa tidur dan lihat, betapa
kuatnya Allen. Bahkan setelah memuaskanku ia masih bisa mengurus adikku Nathan
dan anak-anak di sini dengan santai... " jawab Dave pelan namun cukup
menegaskan bila ia bahagia dan tak bisa di goda.
Allen
menatap Dave yang terlihat terus menjaga jarak dari Julie dan sekarang sambil
mengelus tengkuk pula membuat Allen penasaran pada apa yang di bicarakan.
"Hub... "
"Kau
bisa datang padaku kapanpun kau mau... Aku selalu ada... " ucap Julie
sambil mengerling nakal dan mengelus dada Dave.
Bukan
tergoda Dave malah menatap Julie heran dan mengabaikan Julie yang pergi
meninggalkannya. Sementara Allen diam membeku mendengar ucapan Julie yang
terang-terangan menggoda suaminya.
"Allen...
" Dave langsung mendekat pada Allen.
Allen
mundur beberapa langkah lalu menundukkan pandangannya dan berlari pergi
menghindari Dave menuju kamar mandi. Allen tak peduli lagi ketika semua orang
melihatnya yang berlari menghindari Dave. Dave juga tak peduli ketika ia
menyenggol banyak orang untuk mengejar istrinya sampai masuk ke toilet wanita.
Julie tersenyum puas melihat Allen dan Dave yang jadi salah paham dan mungkin
akan bertengkar karenanya.
Allen
membungkam mulutnya sambil mengatur nafasnya agar ia bisa tenang dan tidak
menangis hanya karena hal sepele seperti tadi. Allen berusaha menenangkan
dirinya dan meyakinkan bila ia hanya salah paham saja. Meyakinkan dirinya bila
Dave tetap setia padanya. Tapi semakin Allen menguatkan hatinya ia semakin
teringat betapa flamboyannya Dave dulu. Allen juga makin teringat bahwa
sebentar lagi ia harus meninggalkan Dave dan mungkin ia akan di gantikan oleh
Julie.
"Kau
bisa datang kapanpun kau mau... " ucapan Julie terus terngiang di telinga
Allen.
Tapi Allen
juga tak berani banyak berharap pada Dave, Allen sadar betul ia bukan istri
sungguhan dan cepat atau lambat ia akan di kembalikan ke tempatnya yang
seharusnya.
"Allen...
Sayang buka pintunya... " panggil Dave.
"A-aku
sakit perut... " jawab Allen beralasan.
"Baiklah
aku akan menunggumu... " ucap Dave mengerti dan memberi waktu pada Allen
lalu menunggu di luar karena sudah ada beberapa wanita yang tidak jadi masuk
karena Dave ada di dalam.
Bab 44 – Jujur
"Allen
kau marah?" tanya Dave sedikit merengek pada Allen setelah lama saling
diam di mobil.
"Allen
marah? Ada apa nak?" tanya Helga ikut kaget mendengar Dave yang merengek
pada istrinya. "Dave membuat masalah?" tanya Helga lagi sambil
memelototi Dave.
Allen
langsung tersenyum sambil menggeleng pelan. "Tidak, aku tidak marah...
" ucap Allen lembut.
"Kalau
kau takut pada Dave bilang mama, biar mama yang memarahinya! " ucap Helga
yang khawatir pada Allen bila tertekan.
"Tidak
ma, tidak apa-apa. Aku tidak marah... " ucap Allen meyakinkan Helga lagi.
"Aku hanya lelah saja... " sambung Allen.
Dave
mendengus kesal karena Allen tidak jujur dan bertengkar dengan Allen atau
berdebat dengannya saat ada Helga bukan hal yang baik untuk Dave maupun Allen.
"Nanti kita bicara ya... " bisik Dave lembut lalu mengecup kening
Allen.
Allen hanya
menghela nafas lalu memalingkan wajahnya. Ini kali pertamanya Allen bingung
pada perasaannya sendiri. Ia hanya di sewa dan di kontrak Dave untuk menjadi
istri, tapi kenapa ia jadi cemburu seperti ini? Bukankah dalam surat perjanjian
sudah tertulis bila Dave tidak mau di batasi, di cemburui atas alasan tidak
jelas, juga bertengkar di depan umum. Allen melanggar semuanya sekarang. Allen
cemburu tanpa alasan yang jelas, tadi mereka hampir bertengkar di depan umum,
sekarang Allen berkeinginan untuk membatasi Dave agar hanya fokus padanya saja.
Allen mulai lupa diri tapi ia juga buru-buru menyadarkan dirinya akan di mana
posisinya.
"Terimakasih
ya sudah menemani mama, lain kali kita pergi lagi ya Allen... " ucap Helga
sebelum pergi setelah mengantar Allen dan Dave pulang.
Allen
mengangguk lalu melambaikan tangannya di ikuti Dave yang juga melambaikan
tangannya.
"Allen...
Kau kenapa?" tanya Dave sambil menunggu pintu lift terbuka.
Allen diam
lalu melangkah masuk sambil menghela nafas begitu pintu lift terbuka.
"Tadi aku sedikit cemburu karena Julie menggodamu... Tapi aku hanya... Kau
tau... Aku tidak nyaman... Itu saja. Sekarang aku sudah baik-baik saja. Aku
tidak cemburu lagi. Aku tidak ingin membatasimu... Kau berhak di kelilingi
perempuan lagi bila kau mau... " ucap Allen sedikit malu mengakui
perasaannya pada Dave.
Dave
melongo mendengar Allen yang berani mengakui bila ia cemburu dan menjelaskan
bagaimana perasaannya. Ini kali pertama Dave kewalahan menghadapi wanita yang
ngambek seperti ini. Sebelumnya para wanita yang susah payah menyesuaikan diri
dengan keinginan Dave dan ini kali pertama ada wanita yang menyampaikan protes
padanya, dan itu Allen! Allen yang biasa memakluminya bisa cemburu! Ini rekor!
"A-aku
janji tidak akan cemburu lagi... Maaf aku tidak profesional..." ucap
Allen.
"Jangan!
Kau harus cemburu bila ingin cemburu! Aku suka kau cemburu, itu artinya kayu
mencintaiku. Cemburulah! Aku suka!" ucap Dave cepat sebelum Allen
mengambil jarak darinya.
"Hah?
Kau mengijinkanku untuk cemburu?" tanya Allen kaget.
Dave
langsung mengangguk lalu menekan tombol lift ke rooftop. "Kau ini kan
istriku. Wajar kalau kau cemburu. Memang harus cemburu pada suamimu. Salahnya
dimana?" ucap Dave sambil tersenyum senang.
Allen
menggelengkan kepalanya. "Sepertinya ada sesuatu yang kau lupakan Tuan
Dave... " ucap Allen.
Dave
terdiam sambil berfikir sejenak lalu menggeleng. "Tidak ada yang ku
lupakan."
Allen
menghela nafas. Allen ragu untuk mengingatkan Dave pada kontrak perjanjian yang
sudah mereka tanda tangani dan sepakati bersama. Allen takut Dave marah, tapi
Allen lebih takut bila Dave benar-benar ingat lalu pergi meninggalkannya
sendiri.
Dave
menggandeng Allen untuk duduk bersama di bangku yang di sediakan untuk
menikmati pemandangan langit dan kota di rooftop. Allen sudah berkaca-kaca
memandangi Dave. Lidahnya kelu untuk mengatakan soal kontraknya.
"Oh
kau imut sekali! Kau tidak perlu menangis bila cemburu padaku. Aku setia
padamu, aku tidak menanggapinya sama sekali. Jangan menangis... " hibur
Dave sambil memeluk Allen.
Allen
menggeleng lalu tersenyum. "Tuan Dave, tinggal 45 hari lagi aku bisa
tinggal bersamamu... " Allen menyeka airmatanya lalu menatap Dave serius.
"Apa
maksudmu? Kita akan terus bersama-sama... Hanya karena Julie tadi kau ingin
pergi dariku begitu?!"
Allen
menggelengkan kepalanya lagi. "Kau ingat, kita hanya berpura-pura menjadi
pasangan suami istri. Aku sempat terlena dan mengira bila kita pasangan
sungguhan. Saat aku membuka lemari setelah sekian lama aku terpukul atas
kehilangan bayiku aku menemukan kontrak perjanjian kita lagi.... "
"Cukup
Allen! Cukup! Aku tidak paham apa yang kau ucapkan! Leluconmu begitu burik...
Ini tidak lucu! " ucap Dave yang masih tak percaya setelah ia berhasil
membangun keluarga kecilnya ternyata semua hanya palsu.
"Aku
ingin menganggap itu bohong juga. Tapi berkas-berkas itu tidak bisa bohong...
Dan itu mengingatkanku akan posisiku yang sebenarnya. Itu yang mengingatkanku
dan membawaku sadar bila tak seharusnya aku berharap punya anak darimu...
" ucap Allen sambil menyeka airmatanya berkali-kali.
"Allen
besok aku harus pergi keluar kota. Lalu kau menyuguhiku dengan argh... Ku
kira... " gantung Dave lalu meninggalkan Allen sendirian.
Dave jadi
teringat pada berkas-berkas perjanjiannya dengan Allen, Dave juga jadi ingat
kembali apa alasannya menyeret Allen hingga sejauh ini. Allen membuat Dave
sadar bila mereka sudah banyak melanggar perjanjian yang ada lalu terlena dan
lupa diri bila mereka hanya sedang berpura-pura saja.
"Tuan
Dave... " panggil Allen lirih ketika Dave masuk ke dalam lift.
Dave
terdiam sebentar lalu melanjutkan tujuannya. Dave jadi menyadari kenapa Allen
selalu memanggilnya begitu formal dengan panggilan Tuan Dave dan bukan hubby,
sayang atau yang lainnya. Ternyata memang ada jarak yang begitu besar di antara
mereka dan hal itu baru Dave sadari.
Bab 45 – Berpisah
Allen
keluar dari kamarnya dengan panik karena menciun aroma masakan dari dapurnya.
Begitu Allen melihat seorang pelayan yang menyiapkan sarapan Allen langsung tak
bersemangat lagi. Allen berharap Dave yang ada di sana meskipun Allen tau Dave
sedang pergi mengurusi pekerjaannya.
"Allen...
Apa kau akan pergi hari ini?" tanya Nathan begitu melihat Allen dan
pelayan yang sedang memasak di dapur.
Allen
menggeleng. "Tidak, hari ini aku di rumah... " jawab Allen lalu
memeluk Nathan.
Tapi belum
lama Allen memeluk Nathan suara bel di apartemennya berdering. Tampak seorang
pria paruh baya dengan stelan jas begitu formal di Minggu yang dingin ini.
"Tunggu
sebentar... " ucap Allen begitu tau siapa yang datang. Allen langsung
menutup pintu lalu buru-buru mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih
sopan.
Karena
Allen tak punya baju panjang ia menggunakan sweter milik Dave yang ia padukan
dengan celana panjangnya. Allen langsung memeluk Nathan lagi lalu menciuminya
dengan mata berkaca-kaca. "Nathan jangan nakal, tunggu Dave pulang. Ini di
simpan bila Nathan benar-benar butuh uang ya. Aku pergi dulu. Aku selalu
menyayangi Nathan... " ucap Allen sambil membawa tas kecil dan memberikan
uang 100$ sebagai pegangan Nathan.
"Allen
kau mau kemana? Ini banyak sekali... Kapan kau pulang?" tanya Nathan
sambil mengintili Allen tapi Allen lebih cepat untuk keluar lalu pergi begitu
saja bersama pria yang baru saja datang menyisakan tanda tanya besar pada
Nathan.
●●●
"T-turunkan
aku di sini, aku ingin berdoa dulu. Nanti biar aku cari tempat tinggal
sendiri... " ucap Allen pada pengacara Dave lalu turun di depan katedral
tempatnya menikah dengan Dave dulu.
"Untuk
pengiriman uang sudah saya kirim. Saya harap nona bisa profesional sesuai
kontrak yang ada dengan Tuan Dave." Allen langsung mengangguk paham lalu
tersenyum dan berjalan masuk sambil menenteng tasnya yang berdebu masuk ke
dalam katedral.
Allen tak
dapat menahan air matanya begitu memasuki katedral. Lama sekali ia tidak
beribadah dan kini ia datang dengan begitu banyak masalah juga meratapi
nasibnya. Allen ingat betul ketika ia memasuki katedral untuk mengucap janji
sehidup semati dengan Dave, lalu ia hamil dan kehilangan bayinya, sekarang ia
di buang oleh pria yang begitu di sayanginya.
"Tolong
beri aku kekuatan dalam menjalani kehidupanku tanpa Tuan Dave, kuatkanlah Tuan
Dave dan adikku Nathan yang baik hati... " banyak lagi permohonan Allen
pada Tuhannya. Banyak cerita yang begitu lama ia simpan sendiri dan baru
tercurahkan sekarang. "Tuhan aku sudah mencintai Tuan Dave Mcclain lebih
dari aku mencintai diriku sendiri. Beri aku kesempatan untuk menghabiskan waktu
dengannya sebagai seorang istri yang bisa mendampinginya hingga aku mati nanti.
Atau kalau tidak bisa beri Tuan Dave jodoh yang baik dan berikan aku jalan yang
baik untuk ku tempuh... " ucap Allen sebelum menyudahi doanya.
Allen
merasa ia benar-benar ingin berlari ke pelukan Dave sekarang lalu memohon untuk
tetap bisa tinggal dan menghabiskan waktunya bersama. Tapi sayang Dave membuat
aturan yang membentenginya dan menegaskan betapa jauh perbedaan di antara
mereka. Allen hanya bisa menangis di sana sambil memikirkan apa yang
selanjutnya harus ia lakukan.
"Allen...
Allen... " suara lembut suster Theresia begitu melihat Allen. Wanita yang
sudah memasuki masa senjanya itu mendatangi Allen lalu memeluknya tanpa ragu
begitu yakin bila Allen adalah bayi kecil yang di asuhnya dulu sedang menangis
sendirian dalam katedral.
"Sayangku...
Kenapa kau menangis, mana suamimu? Ku dengar kau di nikahi seorang pria
kaya..." ucap suster Theresia lembut.
Allen
menggeleng. "Dia ingin berpisah dariku. Kami berpisah... " jawab
Allen sedih.
"Bagaimana
bisa? Ku dengar kau datang berkunjung ke panti asuhan bersamanya kemarin.
Kenapa sekarang kalian berpisah?" tanya suster Theresia prihatin.
Ingin
sekali Allen menceritakan apa yang ia alami. Tapi Allen lebih takut bila
ucapannya akan melukai harga diri dan privasi Dave juga keluarganya. Jadi Allen
hanya bisa diam menyimpan kisahnya sendiri.
"Tenang
dulu. Tenang. Sekarang kau tinggal dimana? " tanya suster Theresia
khawatir.
Allen
menggeleng. "Aku tidak tau. Aku ingin ke panti tapi aku malu. Aku takut
orang-orang akan tau masalah yang ku hadapi dan jadi masalah baru lagi...
" ucap Allen.
Suster
Theresia langsung diam berpikir kemana ia bisa memberikan tempat tinggal
sementara untuk Allen. "Tinggalah di sini dulu, sampai hatimu tenang. Lalu
kau bisa memilih kemana kau akan tinggal selanjutnya. Kau juga bisa ikut
mengurus panti bila kau mau. Aku akan merahasiakan masalahmu. Aku
janji..." ucap suster Theresia sambil menggenggam tangan Allen. "Kau
tetap bayi kecilku Allen... " bisik suster Theresia lalu memeluk Allen
lagi.
●●●
"Tuan
Dave aku sudah menjemput nona Allen, surat pengajuan cerai sedang di proses
secepatnya akan selesai... " ucap pengacara Dave melapor begitu Dave
mengangkat telfonnya.
"Hah?!
Bukankah masih 45 hari lagi?" tanya Dave panik.
"I-iya,
tapi Tuan menelfonku berkali-kali jadi ku kira sekarang waktu yang Tuan
inginkan... "
Dave
langsung oleng mendengar ucapan pengacaranya yang sudah salah paham atas
panggilannya kemarin. Dave tidak ingin menyingkirkan Allen, Dave ingin
mempertimbangkan soal kontrak.
"L-lalu
dimana Allen sekarang?! " tanya Dave panik.
"Nona
Allen meminta di turunkan di katedral, katanya ia akan mencari tempat tinggal
sendiri..."
Dave
langsung mematikan panggilannya untuk menghubungi Allen sebelum Allen
benar-benar pergi. Tapi Allen sulit di hubungi. Tak habis akal Dave langsung
melihat mutasi rekeningnya dan benar saja ia baru saja kehilangan uang lima
ratus ribu dolar. Dave langsung kalab dan tak bisa berpikir jernih lagi. Jelas
sekali dengan uang sebanyak itu Allen bisa pergi kemanapun ia mau. Apa lagi
Dave juga sudah membuatkannya passport. Bila Dave tak segera menemukan Allen ia
akan kehilangan semuanya.
●●●
"Cobalah
menghubungi suamimu. Setidaknya kau harus berpamitan dengannya... " ucap
suster Theresia.
Allen
mengangguk ragu lalu mengeluarkan ponselnya. Tapi sayang batrenya habis dan
karena terburu-buru ia jadi lupa tidak membawa charger.
Bab 46 – Cerai
Dave tak
bisa pulang seenaknya lagi. Ia begitu kesulitan mencari alasan untuk
meninggalkan pekerjaannya. Akan sangat tolol bila ia berkata harus mengurus
kontrak perjanjian pernikahan dengan Allen pada sekertaris ayahnya. Tapi Dave
juga tak mau kehilangan Allen tanpa membicarakan soal hubungan mereka secara
serius. Pembatalan perceraiannya juga tidak bisa di lakukan tanpa surat kuasa
dari pihak Allen dan sekarang Allen tidak bisa di lacak atau di hubungi.
Ingin
menghubungi Nathan, Dave takut akan membuat Nathan berpikir yang tidak-tidak.
Jadi ia hanya bisa memendam semuanya sendiri sambil terus berdoa memohon agar
bisa kembali bersama Allen.
"Tuan
Dave kalau anda tidak fokus ini akan berjalan lama... " ucap sekertaris
Antonio pada Dave dengan tegas mengingatkan.
Dave
mengangguk lalu memasukkan ponselnya kedalam kantung jasnya setelah mengirim
pesan pada Allen agar tetap menunggunya dan tidak pergi keluar kota dulu.
Sambil berharap setelah meeting akan muncul balasan dari Allen. Tapi bukannya
Allen yang menghubungi malah Penelope yang tiba-tiba menelepon.
"Bisakah
kau mengirimkan banTuan hukum lagi padaku?..." ucap Penelope yang langsung
to the poin pada apa yang ia inginkan dan butuhkan dari putra sulungnya itu.
Dave
menggelengkan kepalanya terasa begitu berat dan pusing secara tiba-tiba.
"Tuan
Dave... Kau baik-baik saja? Tuan Dave... "
Pandangan
Dave seketika kabur dan jadi gelap. Kaki juga badannya terasa begitu lemas dan
brug! Dave jatuh tak sadarkan diri.
◁◀ Flashback ▶▷
"Aku
ingin hidup bebas, tidak ada yang mencariku, tidak ada yang memarahiku atau
cemburu padaku, tidak ada yang mengekangku. Aku ini pria yang bebas! Aku suka
kebebasan..." ucap Dave pada pengacaranya yang meragukan keputusan Dave
untuk berpura-pura menikah dengan Allen.
"Tapi
ini sesuatu yang sakral Tuan, ini berbeda dari pemalsuan dokumen atau kontrak
kerja... " ucap pengacara Dave mengingatkan.
"Apa
bedanya? Dia bukan gadis yang cantik. Dia standar, miskin, keluarganya tidak
jelas. Bukankah aku sudah bermurah hati memberinya pekerjaan mudah dan tempat
tinggal mewah secara cuma-cuma. Buat saja perjanjiannya secara legal agar aku
bisa menuntutnya bila ia memohon padaku seperti pelacur lainnya... " ucap
Dave dengan angkuh lalu menyulut rokoknya. "Tidak ada yang akan membela
atau mempercayai wanita miskin yang tidak jelas asal-usulnya. Coba kau lihat
dari perspektifku... Aku mendapat kebebasanku, dia dapat uang dan kehidupan
layak. Ini win-win solution! Study... " sambung Dave lalu berjalan keluar
dari ruangan pengacaranya untuk melanjutkan kegiatannya memperaiapkan
pernikahannya yang super mendadak.
Hanya Dave
yang memegang kontrak yang asli dengan banyak tambahan peraturan yang akan
mencekik Allen dan membuat benteng besar yang akan menjauhkannya. Dave bahkan
sudah menyiapkan banyak berkas tuntutan yang tinggal di ajukan ke pengadilan
saja bila Allen melanggar sedikit saja aturannya.
"Tuan
Dave atas dasar apa kita mengajukan gugatan cerai nanti?" tanya pengacara
Dave dalam telfon saat Dave sedang sibuk membelikan pakaian untuk Allen.
"Tidak
bisa memberiku keturunan. Simpel dan masuk akal," jawab Dave begitu yakin.
Tapi begitu
Dave mengucapkan janji sehidup semati dengan Allen. Perasaannya berubah.
Benteng pertahanannya hilang begitu saja. Saat Dave melihat Penelope yang
mengintimidasi Allen juga membuatnya merasa tidak nyaman. Namun perasaanya
semakin besar hingga ia benar-benar lupa akan kontrak dan batasannya ketika
Allen mengandung buah hatinya.
Dave
langsung membayangkan keluarga kecilnya yang bahagia, Dave juga mengabaikan
bagaimana asal-usul Nathan dan langsung menyayanginya dengan tulus bersama
dengan Allen. Bahkan melihat Nathan yang manja pada Allen juga membuatnya bisa
membayangkan betapa indahnya memiliki keluarga kecil sendiri.
Selain ia
tidak perlu repot mengusir rasa sepinya, Dave juga merasa ada sisi lain dari
dirinya yang kembali hidup. Dirinya yang kesepian dan sendirian dalam dingin
kembali merasakan kehangatan yang sudah lama hilang.
Saat Dave
melihat Allen sedih karena keguguran, Dave juga merasa sedih dan kehilangan.
Sama seperti Allen yang menyayangi calon anaknya, begitu pula dengan Dave. Dave
bahkan membayangkan memiliki rumah yang ramai dengan anak-anaknya. Tiga atau
empat anak. Lalu makan malam sambil bercerita bersama. Saling mengurus dan
menjaga satu sama lain.
Tapi di
saat yang bersamaan pula Dave di tampar dan di tarik kembali pada kenyataan
dimana ia dan Allen hanya berpura-pura. Allen sudah pergi, Nathan nantinya juga
akan pergi. Keinginan Dave untuk hidup bebas sendirian terwujud. Tapi Dave tak
menginginkan itu lagi.
◀◁ End Flash back ▷▶
Dave
terbangun di rumah sakit. Sudah ada Antonio dan Helga yang menemaninya. Tapi
bukan itu yang Dave harapkan sekarang. Dave berharap ada Allen yang di
sampingnya.
"Greed
mu kambuh..." ucap Antonio lalu menghela nafas. "Kenapa kau tidak
bilang kalau kau dan Allen bermasalah hingga bercerai seperti ini?" tanya
Antonio.
Dave hanya
bisa menangis dalam diam, menyesali kebodohannya bermain-main dengan sesuatu
yang sakral seperti pernikahan. Mempermainkan Tuhan dan janjinya untuk setia
dalam komitmen pernikahan.
"Allen...
" lirih Dave.
"Dia
hilang begitu saja. Dalam tuntutanmu kau menyalahkannya atas keguguran yang ia
alami. Aku tidak tau apa masalah yang kalian alami, tapi kita semua tau itu
sebuah kecelakaan yang di sebabkan Kevin... "
Dave
memalingkan wajahnya, ia tak kuat mendengarkan ucapan ayahnya yang jadi tau
semua masalah rumah tangganya dengan Allen. Meskipun yang di ketahuinya hanya
sebatas masalah palsu dasar tuntutan perceraiannya.
Bab 47 – Dave Sakit
Berhari-hari
Dave terbaring tak berdaya karena gerdnya kambuh. Terakhir kali ia kambuh
ketika mendengar kabar kalau Penelope akan datang untuk bercerai dengan Andre
O'neal, ayah Nathan. Dave KO ketika sedang minum di salah satu klub hingga di
kira mati. Hampir seminggu full Dave terbaring tak berdaya hingga ia bisa
menstabilkan emosinya dan pulih.
Kondisi
kesehatan Dave sempat membaik dan jadi sangat baik ketika ada Allen. Allen
selalu menyiapkan makanan sehat untuknya. Selain itu emosinya jadi sangat
stabil ketika ada Allen di sisinya. Dave juga bisa lebih teratur menjalani
hidupnya terutama waktu istirahatnya yang jadi lebih terkontrol. Dave juga tak
pernah minum obat tidur atau merokok lagi karena ada Allen ditambah juga Nathan
yang masih di bawah umur.
"Tunda
sidangnya... Cari Allen, aku ingin bicara dulu dengannya... " ucap Dave
dengan begitu lemah ketika menelfon pengacaranya.
"Dave!
Dave! " panggil Nathan histeris melihat Dave terbaring lemah di tempat
tidur rumah sakit.
"Jangan
berisik Nathan, banyak orang sakit di sini... " ucap Dave menasehati
Nathan.
"Mana
Allen? Ku kira Allen ada di sini juga... " ucap Nathan sedih ketika Allen
tidak bersama Dave.
"Kau
datang bersama siapa?" tanya Dave.
"Kevin.
Kevin datang lalu mengabari kalau kau sakit. Aku langsung ingin menengokmu...
" jawab Nathan lalu memberikan sebuah apel pada Dave.
Dave
tersenyum melihat apel yang di berikan Nathan. Dave jadi teringat pada Allen
saat pertama kali tidur dengannya dan jatuh sakit karena di usir dari tempat
tinggalnya. Allen juga memberinya apel. Mengingatnya membuat Dave jadi
merindukan Allen.
"Dave
apa kau dan Allen bertengkar?" tanya Nathan sedih.
Dave
mengangguk pelan. "Maaf ya... " jawab Dave pelan.
"Kenapa?
Lalu sekarang Allen dimana?" tanya Nathan khawatir.
"Masalah
orang dewasa, aku juga tidak tau Allen ada di mana. Nanti kalau aku sudah lebih
baik aku akan mencarinya... " jawab Dave lalu mengelus kepala Nathan agar
Nathan merasa lebih baik. "Jangan sedih, semua akan baik-baik saja...
" ucap Dave menguatkan Nathan.
"Kalau
begitu kau harus cepat sehat. Aku takut Allen akan makin hilang kalau kita
tidak segera mencarinya... " ucap Nathan sambil menggenggam tangan Dave.
"Kau juga harus baik pada Allen agar tidak pergi seperti ini..."
sambung Nathan menasehati Dave.
"Aku
baik! " sangkal Dave.
"Tidak!
Dulu saat Allen sakit dan terus muntah-muntah kau membiarkannya tidur di
luar..." Nathan lebih kuat membantah sangkalan Dave dengan fakta yang ia
lihat.
Bagai di
tampar oleh kenyataan pahit. Dave tak bisa mengelak lagi. Ia memang jahat pada
Allen dan mungkin lebih dari apa yang di sampaikan Nathan. Menyembunyikan
kontrak yang asli, menyiapkan tuntutan, memperkosa Allen saat ia mabuk,
membiarkannya tidur di luar ketika sakit karena perubahan hormon saat hamil,
membuatnya keguguran. Lengkap sudah. Dave begitu licik dan bangsat untuk Allen
yang begitu tulus dan penuh cinta.
"Aku
selalu berdoa agar aku bisa bertemu Allen lagi setiap waktu... " ucap
Nathan. "Pasti kita akan bertemu lagi! " Nathan begitu optimis.
"Kenapa
kau begitu yakin?" tanya Dave.
"Karena
Allen bilang dia menyayangiku."
Dave
kembali teringat pada hari dimana ia menikahi Allen dan Allen di intimidasi
Penelope saat di kamar mandi. Saat itu Allen mengatakan perasaannya pada Dave.
Tapi Dave merasa begitu canggung dan meragukan ucapan Allen. Sejak saat itu
Allen tak pernah mengucapkannya lagi dan Dave melupakannya begitu saja.
Dave juga
kembali mengingat bila Allen bukan wanita yang mendatanginya karena uang. Allen
datang dan menyayanginya secara cuma-cuma tanpa harapan apapun. Satu-satunya
hal yang Allen inginkan hanya anaknya dan keluarganya sendiri.
Belum
pernah Dave mendengar permintaan seperti tas, perhiasan atau mobil dan tempat
tinggal baru dari Allen. Allen hanya meminta sebuah keluarga yang benar-benar
ia miliki. Keluaga yang tidak akan meninggalkannya sendirian. Dave juga ingat
bila Allen sempat ingin menyembunyikan kehamilannya dan membesarkan anaknya
sendirian kalau Dave tak menginginkannya.
"Nathan,
sepertinya aku sudah berbuat salah pada Allen... " ucap Dave pelan.
"Salah
apa? Banyak salahnya?" tanya Nathan.
Dave
mengangguk lemas.
"Yasudah
akui kesalahanmu lalu minta maaf. Pasti Allen mau memaafkanmu. Dia itu kan
baik... " saran Nathan yang begitu sederhana.
Dave
menghela nafasnya lalu tersenyum. Mungkin memang ia perlu mencoba sesuatu yang
sederhana dan berhenti mencurigai semua orang terus-menerus, hanya karena Dave
bermasalah dengan kepercayaan pada orang lain.
●●●
Hampir
seminggu Dave di rumah sakit sementara Nathan di asuh Helga. Sepulang dari
rumah sakit Dave juga ikut tinggal di rumah orang Tuanya karena Helga dan
Antonio begitu khawatir pada kesehatannya. Dave juga terus-terusan di paksa
makan oleh Helga juga Nathan yang ada di rumah setiap kali masuk kamar Dave.
"Dave
makan ya, mama buatkan sup mau?" tawar Helga yang sudah belasan kali
keluar masuk kamar Dave menawarkan banyak menu makanan untuknya.
Dave
menggeleng pelan sambil mengibaskan tangannya pelan. "Aku sedang
berpikir... Nanti saja aku makannya... " ucap Dave setelah melihat jam
dinding di kamarnya.
"Jangan
berpikir! Nanti kambuh lagi! Kalau kamu nekat berpikir harus sambil makan!
" omel Helga.
"Ma
aku baru selesai makan. Lihat piringnya saja masih di sini! " tolak Dave
sambil menunjuk piring kotor di atas lacinya.
"Yasudah,
kalo gitu makan buah ya. Mama ambilkan pisang. Tunggu di sini! Jangan berpikir
dulu! Nanti kau jadi stress sakitnya kambuh lagi! " putus Helga lalu
bergegas berjalan menuju dapurnya.
Dave
menghela nafas pasrah dan hanya bisa nurut pada Helga yang begitu khawatir
padanya. Dave terus memikirkan dimana tempat yang akan ia kunjungi bila ia jadi
Allen dan punya uang lima ratus ribu dolar ?
Bab 48 – Mencari Allen
"Dave
aku pulang! " ucap Nathan sambil berlari masuk ke kamar Dave begitu ia
sampai di rumah.
Dave hanya
mengangguk lalu membiarkan Nathan naik ke tempat tidurnya.
"Ayo
mencari Allen! " ajak Nathan.
Dave
menoleh pada Nathan dengan pandangan datar dan masih memikirkan dimana tempat
yang akan di kunjungi Allen.
"Aku
merindukan masakan Allen... " lirih Nathan lalu duduk di samping Dave.
"Apa
masakan di sini tidak enak?" tanya Dave sambil meletakkan piring bekasnya
makan buah ke atas laci.
"Enak,
tapi berbeda dari masakan Allen. Disini enak level satu kalau Allen level
dua," jelas Nathan agar Dave tidak tersinggung.
Dave
langsung tersenyum geli mendengar jawaban Nathan. Dave juga setuju dengan
ucapan Nathan, tapi ia tak menyangka kalau Nathan bisa mengeluarkan jawaban
seperti itu.
"Yasudah,
ayo kita pergi mencari Allen! " ajak Dave lalu turun dari tempat tidurnya
untuk mengganti baju.
●●●
Allen
kembali membuat beberapa onigiri dan lasagna yang di jualnya di depan panti
bersama beberapa anak-anak panti yang sudah remaja. Sebenarnya Allen bisa
memberikan sebagian uangnya untuk panti, tapi para pengasuh panti yang juga
pengasuhnya dulu menolaknya. Mereka menolak cara Allen yang ingin memanjakan
anak-anak panti dengan uang yang ia punya. Jadilah Allen sekarang sibuk membuka
stand makanan di depan panti setelah membeli separuh kontainer bekas untuk di
jadikan kios.
"Nanti
kita beli pizza, kita party pizza! " ucap Allen yang melihat banyaknya
pesanan online yang harus di buat dan beberapa pembeli yang mengantri.
Anak-anak
panti yang mendengarnya langsung ceria dan girang mendengar rencana Allen.
Jarang-jarang mereka bisa makan junk food dan sekarang mereka bisa makan lagi
bersama Allen.
"Kak
Allen, apa kita bisa tutup lebih awal sekarang?" tanya Bella sambil
melipat karton yang nantinya jadi box delivery.
"Eh!
Tidak bisa dong. Tapi kalau kau rajin aku akan membelikanmu kentang goreng
juga... " ucap Allen menyemangati sambil mengaduk saus untuk isian onigiri
yang akan di campur dengan tuna panggangnya.
Allen
tampak lebih bisa mengontrol perasaannya, meskipun ia terus merindukan Dave dan
berharap bisa bertemu Dave. Tapi Allen juga takut bila ia bertemu Dave dan Dave
akan menuntutnya karena Allen tak kunjung pergi dari lingkungan Dave.
"Allen!
Itu Allen! " teriak Nathan samar terdengar dari jauh.
Allen
langsung menoleh mencari arah suara Nathan dan benar saja Allen mendapati Dave
yang sedang membungkam Nathan sambil kelabakan menutup kaca mobilnya. Allen
saling menatap dengan Dave dan Nathan. Dave langsung memasang wajah dinginnya
lalu pergi berlalu sementara Nathan terus menatap Allen.
"Kak
Allen! " Bella mengejutkan Allen yang melamun karena terus menatap ke arah
mobil Rolls Royce yang baru saja berlalu.
"Ah
iya... " ucap Allen lalu kembali berusaha memfokuskan diri pada
kegiatannya bersama anak-anak.
Tapi belum
lama Allen sibuk berjualan mobil rolls-royce yang di tunggangi Dave dan Nathan
kembali terlihat sedang parkir di tempat tak jauh dari panti. Tak lama setelah
itu sopir Dave muncul untuk memesan makanan yang di jual di kios Allen.
"Maaf
tinggal onigiri satu saja... " ucap Allen sambil menunjukkan kiosnya yang
sudah mulai bersih-bersih.
"Tidak
apa-apa nyonya. Satu saja... " ucap sopir Dave yang masih menganggap Allen
sebagai majikannya juga.
"Kalau
kau mau menunggu akan ku buatkan satu lagi... " ucap Allen lembut.
"T-tidak
usah nyonya... " tolaknya.
Allen
mengangguk paham lalu segera membungkuskan pesanan terakhirnya dan menutup kios
kecilnya. Allen buru-buru masuk agar tidak perlu bertemu dengan Dave. Allen
benar-benar berusaha semaksimal mungkin menjaga dirinya agar tetap profesional.
Meskipun ia sangat merindukan Dave dan Nathan.
Allen
sempat menatap Dave dan Nathan yang menunggu sopirnya kembali. Dave ingin
memberikan senyuman dan melambaikan tangan agar Allen mendekat, tapi Allen
tampak panik dan langsung buru-buru memalingkan wajahnya dan masuk ke dalam
panti setelah sadar ia sudah terlalu lama menatap Dave dan Nathan.
●●●
Nathan diam
sambil menangis, sesekali ia terisak atau kembali melahap onigiri yang di beli
dari kios Allen tadi tanpa ada niatan berbagi dengan Dave yang sebenarnya juga
sangat menginginkan onigiri buatan Allen. Sama halnya dengan Nathan sebenarnya
Dave sangat merindukan Allen bahkan mungkin Dave jadi orang yang paling
merindukan Allen saat ini.
Kalau dulu
Dave pernah begitu gengsi hingga menghina Allen dan masakan buatannya. Sekarang
Dave jadi sangat merindukan masakan Allen. Sekarangpun kalau bukan karena
Nathan adalah adiknya yang paling kecil Dave pasti akan merebut onigirinya.
"Enak
sekali! Masakan Allen enak sekali! " ucap Nathan berusaha menahan
tangisnya karena merindukan Allen.
Dave
menghela nafas. Ia juga ingin mencicipi masakan Allen.
"Kau
harusnya tadi bilang pada Allen kalau kita ingin Allen kembali! Kau harusnya
jangan diam saja seperti tadi! Aku kan tadi sudah mau memanggil Allen. Nanti
kita tinggal ajak dia pulang! Kau malah membungkamku! Lihat sekarang kita jadi
tidak bisa bersama Allen lagi kan! " omel Nathan memarahi Dave.
"J-jadi
tadi kalian mencari Allen? " tanya Helga yang kaget mendengar Nathan
menangis sambil makan dan mengomeli Dave setelah ia datang dari taman belakang.
"Kau bilang akan menceraikannya, kenapa kau mencarinya?" tanya Helga
lagi.
"Hah?!
Kenapa?" tanya Nathan panik dan seketika berhenti menangis sambil menatap
Dave.
Dave
menggeleng. "A-aku tidak bermaksud menceraikannya... I-itu salah paham...
"
Bab 49 – Vatikan
"O
kalian semua berkumpul di sini ternyata... " ucap Antonio yang baru
selesai bermain golf. "Pantas tidak ada yang menyusulku main golf...
" sambungnya lalu duduk bergabung bersama keluarganya.
Dave hanya
diam. Ia bingung harus menutupi rahasianya dengan Allen bagaimana lagi. Ia juga
tak bisa selamanya terus berbohong pada orang Tuanya. Tapi kalau ia jujur, ia
juga takut kalau orang Tuanya marah dan kecewa padanya.
"Apa
maksudmu Dave?" tanya Helga mendesak Dave untuk jujur.
"Aku
kecewa padamu Dave... " ucap Nathan lalu berlari ke kamarnya sambil
menangis.
"Ada
apa ini?" tanya Antonio bingung karena semua tiba-tiba menghakimi Dave.
Dave
menghela nafas lalu berjalan ke kamarnya untuk mengambil berkas kontrak
perjanjiannya dengan Allen. "Sebenarnya aku dan Allen hanya berpura-pura
menikah... " ucap Dave jujur sambil menundukkan kepalanya malu.
"Apa?!"
ucap Helga dan Antonio yang kaget secara bersamaan.
Dave
mengangguk pelan. "Aku tidak mau di jodohkan ibu waktu itu. Jadi aku
memilih untuk menikahi Allen yang ku temui di bar. Aku ingin hidup bebas dan
tidak di atur oleh apapun. Aku mengambil jalan pintas... " aku Dave dengan
berat hati.
"B-bagaimana
bisa?! " Antonio masih tak percaya.
"Aku
tidak menyukai Julie, aku tidak mau terikat dengan keluarga Hadwil hanya karena
uang. Aku tidak mau di peralat! " tegas Dave.
"T-tapi
Allen... "
"Dan
aku menyesal sudah melakukan itu semua. Aku menyesal membuat Allen jadi susah
karena ulahku. Aku juga tidak menyangka akan serumit ini... "
"Tunggu
dulu! Bukankah kau bekerja sama dengan keluarga Hadwil untuk membangun
rumah?" potong Helga yang masih tidak paham dengan permasalahan yanh ada
pada Dave.
"Iya.
Aku bekerja sama karena aku ingin membuat rumah yang terbaik untuk keluargaku.
Aku lupa kalau aku dan Allen hanya berpura-pura, tapi kemarin ternyata Allen
ingat kalau kami hanya bersandiwara. Pengacaraku salah paham. Jadi ia mengusir
Allen... " jelas Dave yang benar-benar merasa bodoh.
"Kau
sangat bodoh dan pengecut! " ucap Antonio sambil geleng-geleng kepala.
"Padahal kau hanya perlu bicara baik-baik bila kau tak mau di jodohkan.
Sekarang kau malah memperkeruh masalah dan menyeret orang lain untuk ikut masuk
dalam masalah bodohmu! "
Dave
kembali diam lalu mengambil kunci mobilnya di kamar.
"Dave
kau mau kemana? Dave?! Dave! " ucap Antonio yang melihat Dave akan angkat
kaki dari rumahnya.
"Mencari
Allen!" jawab Dave lalu pergi begitu saja.
●●●
"Allen,
apa kau mau menemani nyonya Park selama seminggu ini? Anaknya sedang pergi
dinas, apa kau bisa menolongnya?" tanya suster Theresia pada Allen yang
baru pulang dari panti.
Allen
terdiam sejenak. Ia perlu pergi dari hadapan Dave. Menjaga nyonya Park yang
sudah lanjut usia bukan pilihan buruk untuknya. Lagi pula ini bisa jadi
tempatnya bersembunyi beberapa waktu kedepan, pikir Allen mempertimbangkan.
"Tentu,
tentu saja aku mau... " jawab Allen senang. "Aku akan segera
mengemasi barang-barangku dan pergi kesana! " seru Allen semangat.
"Terimakasih,
kau selalu bisa di andalkan... " ucap suster Theresia senang.
Tanpa pikir
panjang Allen langsung menyiapkan dirinya. Allen langsung mandi dan bersiap
pergi setelah taxi yang di pesannya datang. Tapi di saat yang bersamaan saat
Allen masuk dan pergi dengan taxinya, Dave melintas melewatinya.
Ini akan
menjadi pekerjaan yang menyenangkan... Batin Allen menyemangati dirinya
sendiri.
"Allen?"
panggil Julie menyambut Allen begitu Allen sampai di rumah nyonya Park.
"J-julie?
Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Allen.
"Hansol
dan aku akan pergi berlibur. Kau sendiri ada apa?" tanya Julie heran.
"Suster
Theresia memintaku menjaga nyonya Park saat anaknya pergi. Jadi aku kemari...
"
"Lalu
Dave?" potong Julie heran kenapa bisa Allen kemari dan tanpa Dave. Apa
lagi Dave begitu posesif pada Allen, rasanya begitu mustahil ia akan membiarkan
Allen berpergian apa lagi sampai bekerja menemani seorang wanita tua seperti
nyonya Park.
Allen diam,
panik bingung harus menjawab apa pada pertanyaan Julie yang begitu menohok.
"Apa
kau bertengkar dengan Dave? Kalian sedang pisah ranjang? " tanya Julie
sumringah.
Allen
mengangguk pelan sambil menundukkan kepalanya.
"Oh...
Allen malang sekali kau... " ucap Julie berpura-pura sedih mendengar kabar
rumah tangga Dave yang retak.
"Kau
Allen?" tanya Hansol yang langsung di angguki Allen. "Ini daftar apa
saja makanan ibuku, alergi dan obatnya. Aku berusaha pulang secepat mungkin.
Jadi mohon banTuannya ya... " ucap Hansol sambil menyerahkan buku catatan
kesehatan ibunya.
●●●
"Kak
Allen baru saja pulang ke biara. Kak Allen sekarang tinggal bersama suster
Theresia..." jawab seorang remaja yang tinggal di panti.
Dave
langsung tancap gas pergi ke biara yang di katakan remaja itu. Tak terbayang
sebelumnya oleh Dave kalau istrinya itu akan tinggal di biara setelah angkat
kaki dari rumahnya. Ini cukup di luar dugaan Dave, apa lagi ia sudah
memperkirakan kalau Allen akan membuat rumah atau sesuatu yang lebih baik untuk
hidupnya dengan uang yang Dave berikan. Tapi ia malah memilih tinggal di biara.
"Permisi,
aku mencari suster Theresia... " ucap Dave mencegat seorang suster yang
berseliweran di sekitar biara.
"Suster
Theresia baru saja pergi..." jawab suster itu dengan ramah.
"P-pergi
kemana? " tanya Dave.
"Bandara...
"
"K-kalau
Allen? Apa kau mengenal Allen? Apa kau tau Allen dimana?" potong Dave
dengan panik langsung bertanya to the poin.
"Kenal,
Allen juga baru saja pergi..."
"K-kemana?"
tanya Dave panik.
"Wah
aku kurang tau, tapi kalau suster Theresia pergi ke bandara, mau ke Vatikan
katanya... "
Dave
langsung lemas begitu mendengar kata Vatikan. Dave belum siap berpisah dengan
Allen, apa lagi mengikhlaskannya untuk menjadi kekasih Tuhan dan mengabdikan
dirinya untuk memberikan pelayanan di katedral.
Bab 50 – Bandara
"Kau
cantik, masih muda juga, kenapa sudah bekerja seperti ini?" tanya nyonya
Park sambil memperhatikan Allen yang memasakkan bubur untuknya.
Allen
tersenyum lalu menggeleng. "Aku ingin cepat menghasilkan uang. Dulu panti
asuhan yang ku tinggali bangkrut lalu di bubarkan, jadi aku tidak punya cukup
biaya untuk sekolah lebih lanjut... " jawab Allen sambil mengaduk buburnya
dan mengambilkan sedikit untuk di cicipi nyonya Park.
Nyonya Park
mengacungkan jempolnya sebagai tanda menyukai masakan Allen setelah
mencicipinya. "Buatlah makanan untukmu juga, kau tidak perlu makan bubur
bila tidak suka. Anak muda sepertimu biasanya tidak suka makanan orang tua
sepertiku... " ucap Nyonya Park.
"Aku
akan membuat telur gulung untuk lauk bersama bubur ini... " ucap Allen
lembut.
"Maaf
ya aku jadi sering merepotkan para suster... " ucap nyonya Park sungkan.
"Tidak,
aku tidak kerepotan nyonya. Lagi pula aku juga tidak punya tempat tinggal dan
aku bukan seorang biarawati juga... " jawab Allen sambil asik memasak.
"Kau punya dapur yang lengkap. Aku suka bisa menjagamu... " sambung
Allen lalu tersenyum sambil menatap nyonya Park.
"Ku
harap Hansol memiliki calon istri yang baik sepertimu... " ucap nyonya
Park. "Apa kau sudah punya pacar?" tanya nyonya Park.
Allen
langsung menggeleng sambil tersenyum. "Aku tidak punya pacar, tapi aku
sudah punya suami... " jawab Allen yang jadi teringat pada Dave lagi.
"Suami?
Lalu untuk apa kau bekerja bila punya suami? Tadi kau bilang juga tidak punya
tempat tinggal, apa suamimu mengusirmu? " tanya nyonya Park khawatir dan
penasaran.
"Ada
masalah diantara kami. Aku tidak mau menceritakannya, aku ingin tetap
merahasiakan masalah rumah tangga kami... Bagiku, itu seperti aib... "
jawab Allen yang menolak untuk membahas soal rumah tangganya.
"Apa
dia melakukan penganiayaan padamu? Katakanlah padaku kalau kau memerlukan
sesuatu. Aku bisa membayar pengacara untukmu bila kau membutuhkannya... "
ucap nyonya Park yang khawatir pada Allen.
Allen
langsung buru-buru menggeleng sambil tersenyum. "Tidak, dia pria yang
baik, dia juga memberiku banyak uang. Hanya saja ada perbedaan pendapat di
antara kami. Jadi aku pergi agar dia mendapat kebebasannya... Itu saja. Masalah
perinsip... Mungkin begitu... " jelas Allen agar nyonya Park tidak salah
paham dan mengkhawatirkannya.
"Ah,
pasti dia juga masih muda!" tebak nyonya Park. "Kau masih muda
nikmati dulu masa mudamu, jangan terburu-buru. Biasanya anak muda sepertimu
masih mengutamakan ego, masih egois. Jadi harus mau mengalah salah satu, kalau
tidak pasti bertengkar terus," nasehat nyonya Park pada Allen.
Allen
mengangguk sambil tersenyum. Lalu menyajikan telur gulung buatannya yang sudah
ia potong-potong juga. "Tapi aku kadang merindukannya... " ucap Allen
pelan.
"Kenapa
tidak kau temui? Kau gengsi ya?"
Allen
mengangguk malu-malu kucing yang membuat nyonya Park tertawa terbahak-bahak
melihatnya. Sudah lama sekali sejak wanita yang hampir berumur seabad ini
mendengarkan curhat anak muda. Hansol putranya masih muda, tapi ia jarang
mengajaknya mengobrol.
●●●
"Sepertinya
aku ada acara lain, jadi tidak bisa pergi berlibur denganmu... " ucap
Julie tiba-tiba yang berencana untuk mendekati Dave yang akan segera menjadi
duda.
"Hah?!
Bukankah jadwalmu kosong? Julie kita sudah menjadwalkan ini sejak lama loh. Kau
yang menyiapkan semuanya... " ucap Hansol kaget karena Julie tiba-tiba
membatalkan rencana liburannya padahal ia sudah terlanjur bohong pada ibunya
kalau ia pergi bekerja.
"I-iya...
T-tapi mau bagaimana lagi. Ini sangat mendadak... Aku juga baru saja dapat
kabar. B-bila kau mau melanjutkan liburannya sendiri juga tidak apa-apa...
" ucap Julie yang sudah berpikir untuk segera menemui Dave.
"Hah?!
Liburan sendiri? Kau ini bagaimana? Kau yang mengajakku lalu kau juga yang
membatalkannya sekarang kau malah menyuruhku pergi sendiri? Sebenarnya kau
menganggapku sebagai apa?" tanya Hansol yang makin kaget dengan ucapan
Julie dengan tanpa ada rasa menyesal atau bersalah padanya.
"M-mau
bagaimana lagi... Ini juga mendadak Hansol... " ucap Julie ngotot lalu
bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan Hanson sambil menyeret koper
dan menenteng tasnya pergi.
"Julie
tunggu! " Hansol langsung menghadang Julie lalu berlutut di hadapannya.
"Julie, menikahlah denganku... " Hansol langsung mengeluarkan box
cincin dan membukanya di hadapan Julie.
Julie
langsung melihat ke sekeliling. Orang-orang sudah langsung berkerumun
menatapnya dengan wajah sumringah melihat pemandangan romantis akan sikap
gentlemen Hansol.
"Kau
gila? Aku tidak mau menikahimu. Kita hanya teman. Oke awalnya memang aku naksir
padamu. Tapi aku tidak menginginkan hubungan lebih dari sekedar teman. Cukup
Hansol bangunlah! Kau membuatku malu! " geram Julie pelan sambil memaksa
Hansol bangun.
"Aku
tidak peduli! Aku ingin serius denganmu. Aku ingin menikahimu! " Hansol
berkeras hati sambil bertahan terus berlutut.
"Hih!
Yasudah terserah, aku tidak ada waktu untukmu. Aku juga tidak menyukaimu!"
tolak Julie mentah-mentah.
"Aku
tidak akan bangun sebelum kau menerimaku! " teriak Hansol memaksa Julie.
"Terserah,
itu bukan urusanku!" Julie sudah tak peduli lagi.
Pria asia
seperti Hansol bukan selera Julie. Meskipun Julie sempat terpesona pada
ketampanan Hansol, tapi Julie berani taruhan pasti untuk performa di ranjang
Dave akan jauh lebih memuaskan. Lebih lagi Dave seorang bilioner muda dan
jangan lupa akan kharisma dari ketampanan Dave.
●●●
Dave
langsung pulang dan mengepak pakaiannya di dalam koper. Dave berencana untuk
terbang ke Vatikan menyusul suster Theresia sebelum ia terlambat dan Allen
benar-benar mantap menjadi seorang biarawati.
"Dave
mau kemana?" tanya Nathan yang sudah memaafkan Dave setelah sempat marah
dan kecewa tadi.
"Ke
Vatikan. Aku mau menyusul Allen... " jawab Dave sambil menyeret kopernya
keluar kamar.
"Hah?!
Vatikan?! " kaget Antonio.
"Allen
ingin menjadi biarawati. Aku tidak bisa diam begitu saja. Meskipun jadi
biarawati itu bagus, aku tetap tidak rela istriku meninggalkanku begitu saja!
" ucap Dave tegas.
"Bagus!
Kejar dia Nak! " ucap Antonio menyemangati Dave.
Bab 51 – Bercocok Tanam
Allen
menghabiskan malam sambil bertukar cerita dengan nyonya Park. Nyonya Park
bahkan sampai memesankan ayam goreng agar Allen betah mendengar ceritanya.
Allen dan nyonya Park juga sudah menyiapkan planning kegiatan yang akan mereka
lakukan besok.
"Aku
sudah menyimpan bibit bunga matahari ini begitu lama, besok aku ingin mencoba
menanamnya... " ucap nyonya Park sambil menunjukkan toples kecil berisi
biji bunga matahari.
"Wah
bunga matahari! Dulu panti asuhanku punya banyak bunga matahari. Kami mempunyai
peternakan hamster jadi kami menanam banyak tanaman biji-bijian... Lama sekali
aku tidak melihat bunga matahari... " ucap Allen semangat.
"Hansol
sangat suka bunga matahari, tapi sejak kami pindah aku tidak pernah sempat
menanam bunga matahari untuknya... Hansol juga sibuk bekerja... " ucap
nyonya Park mengingat masa kecil putranya.
"Biar
besok aku saja yang menanamnya, lalu kita bisa merawatnya bersama-sama
selanjutnya... " ucap Allen dengan senang hati bersedia menanam bibit
bunga matahari untuk nyonya Park.
●●●
Pagi-pagi
Julie sudah menyiapkan diri untuk menemui Dave ke apartemennya. Julie bahkan
memakai parfum dengan aroma menggoda dan pakaian yang cukup sexy untuk menemui
Dave. Tapi begitu ia sampai di apartemen Dave ia malah di sambut oleh seorang
pelayan yang sedang bersih-bersih dan mengabarkan kalau Dave sedang sakit dan
tinggal di rumah orang Tuanya sekarang.
Tak habis
akal meskipun ia sempat bad mood. Julie langsung pulang untuk mengganti
pakaiannya dengan pakaian yang lebih sopan agar terkesan anggun juga
meminta pelayan rumahnya untuk menyiapkan bubur dan beberapa buah untuk
menjenguk Dave. Ini momen yang tepat untuk mencuri perhatian Dave juga
keluarganya.
Julie sudah
membayangkan ia akan menjadi seorang putri yang penuh perhatian dan kasih
sayang yang akan mencuri hati Dave. Apa lagi dengan sikap Dave yang begitu
tergila-gila pada Allen, terbayang jelas betapa sakit hatinya Dave sekarang.
Momen yang sangat tepat datang sebagai seorang wanita yang akan membesarkan
hati Dave dan menyembuhkan patah hati karena Allen.
Julie sudah
senyum-senyum sendiri membayangkan betapa berterimakasihnya keluarga Dave
karena ia berhasil mengembalikan Dave seperti sedia kala. Julie juga sudah siap
bila ia harus menghadapi kemanjaan Dave atau errr... Kebinalan Dave nantinya.
Baru membayangkannya saja Julie sudah berbunga-bunga sendiri.
"Apa
sudah membuat janji dengan Tuan Dave?" tanya kepala pelayan yang menyambut
kedatangan Julie.
"J-janji?
Apa aku harus membuat janji untuk menjenguknya?" Julie balik bertanya.
"Sepertinya
Anda belum membuat janji, Tuan Dave tidak ada di rumah... "
"B-bukannya
Dave sakit, apa dia di rawat? " tanya Julie penasaran.
"Tuan
Dave sedang dalam perjalanan ke Vatikan. Aku tidak tau sampai kapan
pulangnya... "
"Benarkah?
Untuk apa Dave ke Vatikan?"
"Maaf
itu privasi Tuan Dave..."
"Tidak
mungkin, aku arsitek rumahnya. Aku ingin menjenguk dan membicarakan soal
rumahnya. Apa Dave benar-benar tidak ada di rumah?" Julie terus memaksa.
"Benar
nyonya. Maaf, silahkan pergi bila tidak ada kepentingan lain... " usir
kepala pelayan itu pada Julie.
Tak habis
akal Julie langsung mengambil ponselnya untuk mengabari Dave. Tapi berkali-kali
ia menelfon tak ada jawaban dari Dave.
"Nyonya,
Tuan Dave tidak membawa ponsel kerjanya... " ucap kepala pelayan sambil
menunjukkan ponsel Dave yang di bawakan salah seorang pelayan lain.
Julie
langsung memasukkan ponselnya kedalam tasnya lalu langsung pergi dari rumah
Dave sambil menahan malu dan marah karena tak bisa bertemu Dave. Rencana
indahnya hilang seketika.
"Apa
aku perlu menyusul Dave ke Vatikan? Tapi aku harus beralasan apa kalau dia
tanya untuk apa aku ke Vatikan?" gumam Julie sambil menyetir pulang dan
masih mencari cara untuk mendekati Dave.
●●●
Allen sibuk
mencabuti rumput dan membersihkan taman kecil milik nyonya Park yang sudah lama
tidak di urus. Baru setelah itu Allen mulai menanam bibit bunga mataharinya.
Sementara nyonya Park menemaninya sambil duduk dan mengobrol dengannya.
"Aku
akan mengambil air dulu... " ucap Allen lalu mengisi air ke alat penyiram
tanaman.
"Apa
kau pernah mencoba makanan korea?" tanya nyonya Park.
Allen
langsung menggeleng. "Aku tidak suka makanan pedas... " jawb Allen.
"Tidak,
tidak pedas. Hansol juga tidak suka pedas. Kalau aku yang membuatnya rasanya
tidak pedas... " ucap nyonya Park yang memaksa ingin memasak untuk Allen.
"Kalau
begitu aku suka... " jawab Allen.
"Setelah
ini bantu aku memasak ya... " ajak nyonya Park.
Allen
langsung mengangguk lalu buru-buru menyelesaikan aktivitas bercocok tanamnya.
"Aku
pulang... " ucap Hansol dengan lemas.
"Loh
sudah pulang! " sambut nyonya Park yang terkejut melihat kedatangan
Hansol.
Hansol
hanya diam lalu masuk ke kamarnya mengabaikan nyonya Park begitu saja. Perasaan
Hansol benar-benar kacau, bahkan ia membanting pintu kamarnya dengan begitu
keras hanya karena ia masih kesal pada cara Julie menolaknya di bandara. Di
tambah lagi dengan sambutan dari nyonya Park yang membuatnya jadi makin kesal.
"H-hansol
anak yang baik. Dia hanya sedang kelelahan saja... " ucap nyonya Park pada
Allen berusaha menutupi perasaannya yang hancur karena sikap Hansol yang acuh
padanya di tambah lagi bantingan pintu kamarnya.
Meskipun
begitu Allen masih bisa melihat betapa sedihnya nyonya Park dan betapa sulitnya
wanita tua itu menyembunyikan perasaannya. Menemani nyonya Park membuat Allen
teringat pada Helga, Helga juga keibuan seperti nyonya Park. Allen jadi
merindukan kebersamaannya bersama keluarga Dave.
Bab 52 – Nathan Pulang
Dave
mencari ke seluruh penjuru kota Vatikan di temani seorang tour guide untuk
mencari seorang suster di kota yang di penuhi suster. Meskipun yang di lakukan
Dave seperti mencari jarum di tumpukan jerami, Dave tidak peduli. Dave ingin
segera bertemu dengan Allen dan memintanya untuk benar-benar menjadi istrinya.
Dave tak peduli harus berapa banyak sekolah biara yang ia datangi.
"Tuan
apa tidak sebaiknya kita istirahat dulu sebentar? Sejak Tuan turun dari pesawat
Tuan masih belum makan apapun... " ucap tour guide Dave mengingatkan.
Dave
menggeleng. "Aku belum lapar. Aku masih mau cari istriku! " Dave
berkeras lalu kembali masuk ke mobil untuk pergi ke sekolah biara lainnya.
Dave tak
mau kalau ia kehilangan kesempatan dan Allen benar-benar mantap menjadi seorang
biarawati. Dave tak mau harus mengubur mimpinya untuk memiliki keluarga kecil
bersama Allen. Dave yakin bila ia meninggalkan pasangannya dan masih bisa
kembali pada pasangannya itu berarti ia sudah menemukan cinta sejatinya.
"Aku
baik-baik saja... " ucap Dave sambil memegangi perutnya lalu kembali
memasuki sekolah biara lagi.
Allen, kau
dimana? Batin Dave yang makin merindukan Allen.
●●●
Hansol
terus mengurung dirinya di kamar. Tidak mau makan tidak juga mengambil minum.
Hingga nyonya Park yang sudah tua harus turun tangan membujuknya. Allen tak
bisa banyak berbuat apa-apa. Ia sudah janji pada suster Theresia untuk menjaga
nyonya Park menggantikannya. Allen ingin tinggal di biara juga sungkan pada
penghuni biara lainnya. Apa lagi ia sudah bukan anak-anak, sangat tak patut
baginya terus merepotkan suster Theresia.
"Selalu
saja begini kalau dia patah hati... " kesal nyonya Park sambil berjalan ke
kamar Hansol untuk mengajaknya makan malam bersama.
Allen hanya
bisa diam memperhatikan nyonya Park yang sibuk merayu putranya itu, persis
sepertinya dulu saat merayu Nathan yang sedih karena menelfon ibunya. Bedanya
kali ini yang di rayu adalah seorang pria dewasa yang patah hati karena cinta.
Bila teringat pada Nathan, Allen juga jadi merindukannya di tambah pula
merindukan kebersamaan keluarga kecilnya yang hangat dulu.
"Maaf
ya, Hansol memang begitu... " ucap nyonya Park yang jadi sungkan pada
Allen karena keluarganya yang sedang berantakan.
Allen
langsung tersenyum. "Tidak apa-apa itu wajar. Memang keluarga kadang
begini. Aku bisa mengerti. Tidak apa-apa..." ucap Allen lalu kembali ke
dapur untuk menyiapkan makan malam.
Baru ketika
semua masakan Allen siap dan ia juga nyonya Park bersiap makan malam bersama,
Hansol akhirnya keluar dari kamarnya. Hansol mencuci mukanya terlebih dahulu
lalu merapikan rambutnya sebelum bergabung makan malam bersama Allen dan nyonya
Park.
"Setelah
ini aku akan mengebut proyek rumah rancangan Julie. Aku sudah tidak mau
berurusan dengan wanita itu lagi... " ucap Hansol pada ibunya.
Nyonya Park
langsung menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lembut mendengar ucapan
putranya. "Ibu tidak memaksamu untuk segera menikah, kau boleh menikmati
hidupmu dulu. Makan ini, ini Allen yang memasaknya."
Allen
tersenyum mendengar ucapan nyonya Park juga saat Hansol menatapnya.
"Menjalani
hidup yang bahagia dengan orang yang tepat itu lebih baik daripada terburu-buru
lalu mendapatkan orang yang salah. Sedikit menunggu dan bersabar tidak
apa-apa... Ibu hanya khawatir bila ibu tidak ada nanti kau tidak ada yang
menemani, itu saja... " ucap nyonya Park menasehati Hansol.
Sejenak
Allen yang ikut mendengar nasehat nyonya Park jadi teringat ada Dave. Allen
merasa mungkin memang sebaiknya ia berbicara baik-baik terlebih dahulu dengan
Dave. Mungkin mereka bisa membatalkan perjanjian yang sudah mereka buat dulu,
lalu bisa melanjutkan pernikahan mereka lagi.
Saat makan
bersama seperti sekarang pun Allen jadi kembali teringat pada Dave dan Nathan.
Allen jadi kepikiran. Apakah Nathan baik-baik saja? Apakah Dave makan dengan
baik? Apakah Nathan membawa bekal? Apakah mereka merindukan Allen juga?
"Ada
apa Allen?" tanya nyonya Park yang melihat Allen diam sambil memandangi
makanannya.
"Ah!
A-aku teringat pada suami dan adik iparku... Aku sedikit mengkhawatirkan
mereka... " jawab Allen yang kembali tersadar.
"Kenapa
tidak coba kau hubungi?" tanya nyonya Park.
"Ponselku
mati, aku tidak punya charger... " jawab Allen.
"Seperti
apa ponselmu? Mungkin kau bisa meminjam chargerku... " tawar Hansol yang
berusaha membantu Allen.
"Sebentar
aku ambil dulu... " Allen langsung berlari ke kamar tamu untuk mengambil
ponselnya. "Ini ponselku... " ucap Allen.
●●●
Dave masih
ingin mencari suster Theresia di Vatikan kalau saja kondisi kesehatannya
mendukung. Tapi sudah hampir tiga hari ia tidak makan dengan baik sementara ia
sedang dalam pemulihan. Dave tak bisa memaksakan kehendaknya lagi. Ia hanya
bisa pasrah berobat, lalu mau tidak mau harus pulang dengan tangan kosong.
"Tidak
apa-apa Dave, besok kita cari lagi di panti asuhan... " ucap Nathan
menyemangati kakaknya.
Dave
menghela nafas dengan berat lalu mengangguk. Mungkin bila ia bertemu lagi
dengan Allen ia sudah sangat terlambat.
"Dave,
ada ibumu... " ucap Helga memberi tahu Dave yang sedang makan di tempat
tidurnya sambil di temani Nathan.
"Ibu?!
" seru Nathan kaget mendengar Penelope datang.
Nathan
langsung berlari keluar. Dave juga ikut keluar setelah meletakkan makanannya di
atas laci.
"I-ibu...
" ucap Dave begitu melihat Penelope sudah datang dan tengah menyuruh
pelayan di rumahnya mengemasi barang-barang Nathan.
Nathan
sudah memeluk erat Penelope dengan erat. Penelope juga sudah bersikap hangat
dan lembut seperti ibu yang seharusnya pada Nathan. Penelope juga meminta maaf
pada Nathan karena sudah membentaknya di telfon dulu.
"Dave
terimakasih sudah menjaga Nathan, sekarang aku akan membawa Nathan pulang...
" ucap Penelope sambil menggandeng Nathan berpamitan dengan Dave.
"Loh?!
Aku sudah mengirimkan pengacara padamu. Kenapa masih membawa Nathan? Apa
pengacara yang ku kirimkan masih kurang?" tahan Dave.
"Nathan
anakku, apa salahnya bila aku membawanya untuk tinggal bersamaku lagi? Lagi
pula kau tidak punya hak atas Nathan, kau hanya kakaknya beda bapak pula,"
ucap Penelope kekeh membawa Nathan.
"Nathan
bilang pada Ibu, kau ingin tinggal bersamaku. Kita akan mencari Allen lalu
pergi sekolah seperti biasanya... " bujuk Dave yang takut kehilangan
adiknya dan makin kesepian lagi.
Nathan
menggeleng. "Aku ingin tinggal bersama ibu, Dave."
Penelope
tersenyum penuh kemenangan mendengar jawaban Nathan yang lebih memilihnya dari
pada Dave. "Sudah pamit pada bibi Helga..." ucap Penelope pada
Nathan.
Dave tak
bisa berkata apa-apa lagi, ia tak bisa melawan Penelope. Nathan memang adiknya,
tapi Penelope jauh lebih berhak atas Nathan.
Bab 53 – Allen Menemui Dave
Allen
melihat banyak sekali panggilan masuk dari Dave. Perasaan Allen langsung tidak
enak. Kesalahan apa yang sudah ia perbuat sampai Dave terus mencarinya. Baru
Allen membuka pesan masuk, ia membaca semua permohonan Dave yang
memintanya untuk kembali.
"Nyonya
Park! Ternyata suamiku selama ini mencariku! " lapor Allen senang dengan
mata yang mulai berkaca-kaca. "Ternyata dia mencintaiku... " ucap
Allen sambil menangis haru.
Nyonya Park
tersenyum sumringah mendengar ucapan Allen. Begitu pula dengan Hansol yang ikut
mendengar kabar bahagia yang membuat Allen terharu.
"Oh!
Katanya dia sakit... Aku harus bagaimana ini... " gumam Allen panik sambil
membaca pesan yang baru masuk ke ponselnya..
"Cepat
temui dia! " perintah nyonya Park.
"T-tapi
bagaimana denganmu? " tanya Allen panik dan ragu untuk menemui Dave.
"Tenang
saja Allen, aku bisa menemani ibuku. Kau bisa pergi menemui suamimu... "
ucap Hansol menguatkan Allen.
"L-lalu
pekerjaanmu bagaimana?" tanya Allen khawatir.
"Aku
masih mengambil cuti liburanku. Aku gagal liburan dengan Julie, jadi aku bisa
berlibur bersama ibuku. Pergilah tidak apa-apa!" Hansol menguatkan Allen
untuk segera menemui Dave.
Allen
langsung mengangguk. "Terimakasih..." ucap Allen lalu menangis
bahagia.
"Cepat
temui suamimu. Dia pasti sangat merindukanmu. Cepat, temui dia dan perbaiki
hubunganmu... " ucap nyonya Park sambil memeluk Allen.
"K-ku
kira dia membuangku... T-ternyata dia mencariku selama ini... " ucap Allen
sambil menangis lalu berusaha menenangkan dirinya agar berhenti menangis.
●●●
Dave tak
bisa berbuat banyak ketika melihat Nathan yang mulai sering keluar di berita
gosip yang menceritakan drama rumah tangga orang Tuanya. Menyedihkannya lagi
Nathan jadi melihat dengan jelas kalau orang Tuanya hanya memperebutkan harta
gono-goni saja bukan hak asuhnya. Keduanya juga tampak ingin saling tarik hak
asuh hanya sebatas agar dapat harta gono-gini lebih banyak.
"Aku
merindukan Nathan... Allen juga... " ucap Dave pada ayahnya yang baru
masuk ke dalam kamarnya.
Antonio
menghela nafas panjang. "Kau selalu begitu Dave. Bertindak seolah-olah
bisa hidup sendiri, seolah-olah jadi orang paling kuat, jadi pemberontak,
berpura-pura menjadi kuda liar. Padahal kau begitu lemah dan seperti ini. Kau
selalu kesepian... " ucap Antonio.
Dave hanya
diam lesu lalu menatap ponselnya berharap ada jawaban dari Allen. Tapi Antonio
malah membalik layar ponsel Dave.
"Kau
perlu istirahat. Tidurlah, setelah kesehatanmu membaik baru lanjut lagi mencari
Allen... " ucap Antonio.
"Ayah,
kau tau Kevin akan menikah dengan Roberts?" tanya Dave.
Antonio
mengangguk. "Dia membuatku malu sudah membesarkannya. Kenapa?"
"Kalau
saja Kevin tidak begitu mungkin dia di sini. Aku jadi tidak sekesepian ini...
" ucap Dave sedih. "Aku juga punya satu adik lagi, Daniel namanya.
Tapi aku belum pernah berbicara lama dengannya. Kami tidak dekat. Aku sedang
membangun rumah. Aku ingin tinggal di sana bersama Allen, anak-anak kami nanti,
juga adik-adikku kalau mereka ingin menginap... " sambung Dave
menceritakan rencananya.
Antonio
mengangguk paham pada putranya yang selalu menginginkan keluarga besar yang
selalu hangat dan ramai. "Tidak papa, nanti kita cari Allen lagi... "
ucap Antonio membesarkan hati Dave.
"Kalau
ada Allen, aku tidak merasa kesepian. Dia wanita yang baik. Dia melayaniku
seperti aku benar-benar suaminya. Dia juga berusaha menjaga anakku dengan
baik... "
"Sudah,
jangan sedih terus besok akan ku kerahkan semua orang untuk mencarinya kalau
perlu kita pakai FBI! " potong Antonio yang tak mau terus mendengar Dave
yang penuh ambisi jadi porak poranda seperti ini.
●●●
Allen pergi
ke apartemen Dave saat itu juga. Tapi tak ada siapapun di sana. Allen terus
berusaha menghubungi Dave tapi tak ada balasan di telfon juga tak ada jawaban.
Dengan perasaan khawatir sambil menenteng tas besarnya kemana-mana Allen datang
ke rumah orang tua Dave. Allen tak peduli lagi bagaimana orang-orang menatapnya
atau supir taksi yang meragukan tempat tujuannya karena melihat penampilannya
yang berantakan. Sweeter Dave yang kebesaran di padukan dengan rok, kaos kaki
panjang dan sandal slop. Sangat tidak matching.
"Permisi...
Aku mencari Tuan Dave... " ucap Allen dari dalam taxi pada satpam di
depan.
"Nyonya
Allen!!! Silahkan masuk! Tuan Dave sudah mencari anda dari kemarin! "
sambut satpam yang menjaga gerbang dengan sumringah.
Supir taxi
langsung melaju masuk ke dalam. Setelah Allen membayar dan turun dari taxinya,
Allen kembali di sambut para pelayan.
"Mana Tuan
Dave?" tanya Allen khawatir.
"Ada
di kamarnya nyonya... " jawab salah satu pelayan yang membawakan tas
Allen.
Allen
langsung berlari ke kamar Dave.
"Allen?"
Antonio tak percaya melihat Allen berlarian memasuki rumahnya.
"Itu
Allen? " tanya Helga yang ikut melihat Allen yang berlari menaiki tangga
menuju kamar Dave.
"Tuan
Dave! " panggil Allen cukup nyaring sambil membuka pintu kamar Dave.
"Allen?"
ucap Dave lemah sambil melihat siapa gang memanggilnya.
Perlahan
Allen mendekat pada Dave lalu duduk di samping tempat tidurnya.
"Kau
Allen? Benar-benar Allen? " tanya Dave yang tak percaya pada apa yang ia
lihat sambil berkaca-kaca.
Allen
mengangguk. "I-ini aku... Allen... " jawab Allen meyakinkan Dave.
"Kau
dari mana saja sayangku... " ucap Dave sambil merentangkan tangannya untuk
memeluk Allen. "Aku mencarimu ke Vatikan, aku mencarimu kemana-mana, aku
berusaha menghubungimu... " Dave tak bisa lagi menahan air matanya sambil
memeluk Allen dengan erat mengadu pada Allen.
"Aku
takut menghubungimu, aku takut kau akan menyingkirkanku dan menghujanjiku
dengan banyak tuntutan hukum. Aku takut mengusik kebebasanmu jadi aku tidak
mencarimu. Aku takut kau akan marah bila melihatku masih di sekitarmu... "
ucap Allen sambil menangis memeluk Dave.
"Allen,
jadilah istriku. Ayo kita menikah lagi. Menikah sungguhan... " ucap Dave
sambil menatap wajah Allen dan menyeka airmatanya.
Allen
mengangguk lalu merebahkan tubuhnya di samping Dave. "Tapi bagaimana
dengan kehidupan bebasmu?" tanya Allen.
"Aku
tidak peduli. Aku hanya ingin hidup bersamamu. Aku tidak mau sendirian...
" ucap Dave lalu kembali memeluk Allen, mendekapnya erat agar Allen tidak
pergi lagi darinya.
Bab 54 – Rencana Pernikahan Asli
Dave terus
menatap Allen yang ada dalam pelukannya. Dave masih saja tak percaya pada apa
yang ia lihat. Allen yang ia cari-cari selama ini sudah ada dalam pelukannya.
"Allen kau kemana saja?" tanya Dave lembut dan jadi terdengar manja
karena selama ini Dave tak pernah merengek atau berkata lembut selain ketika
ingin meminta jatah.
"Aku
tinggal di biara, kadang tinggal di panti..." jawab Allen lembut lalu
mengangkat tubuhnya agar bisa tiduran lebih nyaman di bantal samping Dave.
"Mau
kemana?!" ucap Dave panik saat Allen sedikit menjauh darinya.
Allen
tersenyum lalu tiduran di bantal samping Dave, menyingkirkan tangan Dave yang
dari tadi jadi bantalnya. "Aku disini... " jawab Allen menenangkan
Dave.
Dave
langsung memeluk erat tubuh Allen lagi seolah bila ia melepasnya Allen akan
hilang lagi. "Aku mencarimu ke panti katanya kau pergi ke biara bersama
suster Theresia, ketika aku kesana suster Theresia pergi ke Vatikan. Aku panik
lalu menyusulmu kesana sebelum kau jadi biarawati... " ucap Dave lalu
mengecup kening Allen.
"Hah
ke Vatikan? Kau ke Vatikan? " tanya Allen kaget.
Dave
mengangguk. "Aku berkeliling ke semua sekolah kesemua gereja, katedral.
Aku keliling Vatikan mencarimu."
"T-tapi
aku tidak ke Vatikan. Aku pergi ke rumah nyonya Park, menggantikan suster
Theresia. Aku tidak kemana-mana... Aku juga bertemu Julie di sana. Aku hanya
menghindarimu... " ucap Allen.
"Kenapa?"
tanya Dave memelas.
"Kau
bilang aku harus enyah dari hadapanmu kalau tidak kau akan menuntutku.
Memberiku denda dan memenjarakanku. Jadi aku takut. Waktu aku melihatmu saat
sedang berjualan bersama anak-anak panti, aku langsung takut bila kau akan
benar-benar menyingkirkanku... " aku Allen dengan sedih.
"Kenapa
kau sulit di hubungi juga?" tanya Dave lagi.
"Aku
pergi terburu-buru waktu keluar dari tempat tinggalmu... "
"Tempat
tinggal kita! " potong Dave meralat ucapan Allen.
Allen
tersenyum mendengar Dave yang tak mau di bedakan dengannya. "Iya, tempat
tinggal kita. Aku lupa membawa charger. Aku juga tak punya mantel, jadi aku
memakai sweetermu..." Allen melanjutkan ceritanya.
Dave
menarik selimut hingga leher Allen lalu mempererat dekapannya. "Kau pasti
kedinginan diluar sana... " sesal Dave.
Allen
mengangguk. "Aku merindukanmu. Aku merindukan Nathan juga... " ucap
Allen lembut lalu mengecup bibir Dave lembut.
Dave
tersenyum lalu mengecup bibir dan kening Allen. "Aku lebih merindukanmu
dari apapun di dunia ini Allen... " ucap Dave. "Nathan pulang di
jemput ibu, nanti kalau ada kesempatan kita bisa berkunjung ke rumahnya,"
Dave memberitahu Allen soal Nathan.
Allen
langsung murung sedih mengetahui Nathan pulang. Tapi memang dari awal Nathan
hanya di titipkan. Allen tak bisa banyak menuntut apa lagi ia bukan
siapa-siapanya Nathan.
"Jangan
sedih sisi positifnya aku bisa bersamamu tanpa di ganggu... " ucap Dave
berusaha menghibur Allen yang murung.
Allen
mengangguk. "Tuan Dave, aku janji akan terus menemanimu... " ucap
Allen yang paham bila Dave pasti lebih sedih dari pada dirinya.
●●●
Pagi-pagi
Dave sudah mandi dan tampak lebih fresh. Apa lagi ia mandi bersama Allen dan
sempat berendam bersama juga meskipun belum dapat jatah sama sekali. Tapi dari
pada jatahnya itu sendiri Dave lebih senang ia bisa kembali melihat Allen dan
bersama-sama kembali.
"Tuan
Dave mau makan apa?" tanya Allen pada Dave yang duduk di ruang makan
sambil terus menatapnya.
"Apapun
yang kau ambilkan ku makan," jawab Dave yang tak ada keinginan untuk
melepaskan pandangannya atau sentuhannya dari Allen.
"Senangnya
melihatmu tidak kacau lagi... " ucap Antonio mengomentari penampilan Dave
setelah ada Allen.
"A-aku
tidak pernah kacau... " ucap Dave yang malu ketika ayahnya membuka
rahasianya pada Allen dan membahasnya di ruang makan pula.
"Iya,
gak kacau, tapi tiap hari nyariin Allen terus... " imbuh Helga.
Dave
langsung bersemu menahan malu. "A-aku tidak pernah mencari Allen! Allen
yang mencariku! Dia yang membutuhkan aku! " alibi Dave yang terpojokkan.
Allen
tersenyum mendengar suaminya yang kelabakan menutupi perasaannya. "Iya aku
yang mencari Tuan Dave, aku yang membutuhkannya... " ucap Allen agar Dave
tidak terus tersudutkan.
Meskipun
tanpa Allen tutupi saja perlakuan Dave pada Allen jelas menunjukkan betapa
rindunya Dave pada Allen. Bahkan Helga maupun Antonio belum pernah melihat Dave
jadi semanja dan seprotektif ini pada orang lain apa lagi perempuan sebelumnya.
"Allen
aku ingin di suapi... " bisik Dave malu-malu pada Allen.
Allen yang
semula ingin mengambil makanan untuknya jadi mengurungkan niatnya. Ia memilih
menyuapi Dave sambil makan bersamanya. Meskipun Allen sempat merasa malu karena
merTuanya melihat apa yang ia lakukan, tapi melihat Antonio dan Helga yang
maklum dan senang karena Dave sudah bahagia membuatnya merasa lebih baik.
"Kalian
tidak mau menikah sungguhan saja?" tanya Helga.
Dave
mangangguk. "Aku sudah mengajak Allen menikah lagi," jawab Dave.
"Allen
mau?" tanya Antonio.
Allen
mengangguk malu-malu menjawab pertanyaan Antonio.
"Bagus!
Kalau beginikan aku bisa membuat pesta besar! " ucap Antonio semangat.
"Aku
juga bisa memamerkan koleksi gaunku kalau begitu! " ucap Helga tak kalah
semangat.
.Allen
tersipu mendengar ucapan Antonio dan Helga yang antusias.
"Tidak
bisa begitu. Kalian tidak bisa memonopoli pernikahanku dan Allen. Aku ingin
membiarkan Allen memilih pernikahan impiannya nanti... " ucap Dave tak
setuju pada rencana orang Tuanya.
"A-aku
tidak punya impian besar Tuan Dave. Aku hanya ingin menikah di seperti dulu
saja, tapi mengundang anak-anak panti dan suster Theresia. Itu saja..."
ucap Allen menggantung. "D-dan mungkin aku ingin agar Kevin bisa bersama
kita lagi... " lanjut Allen lirih.
Bab 55 – Kemanjaan Dave
Antonio
tampak tidak suka pada permintaan Allen yang terakhir. Tapi Dave dan Helga
tampak sangat berharap agar Kevin bisa kembali ke keluarga lagi. Apa lagi Allen
dan Dave yang di sakiti Kevin juga sudah memaafkannya. Antonio jadi tak bisa
menolakn permintaan itu.
"Baiklah,
tapi aku tak ingin memaksanya tinggal di sini," ucap Antonio mengalah.
Tampak
sekali wajah bahagia Helga dan Dave. Allen juga ikut senang bisa kembali
sedikit memperbaiki keretakan hubungan di keluarga Dave.
"Ini
salah satu alasan aku ingin menikahimu!" ucap Dave lalu mencium bibir
Allen di depan kedua orang Tuanya sebagai bentuk selebrasi.
"T-tapi
ada satu lagi yang ku inginkan... " ucap Allen pelan.
"Apa?
Mau apa lagi? Apapun boleh, aku setuju! " ucap Dave sesumbar.
"Kudengar
pernikahan akan lebih menyenangkan bila mempelainya berpisah terlebih dahulu
dan bertemu saat pemberkatan nanti... " ucap Allen pelan dan ragu akan di
setujui.
"Ide
bagus!" seru Antonio dan Helga bersamaan.
"TIDAAAAAKKKKK!!!
" seru Dave tak terima. "Kita baru bertemu, lalu kau meminta berpisah
dariku lagi?! Itu tidak adil!!! " tolak Dave yang kebakaran jenggot karena
permintaan Allen.
"Tapi
itu bagus Dave, pernikahan kalian akan terasa lebih sakral nanti... " ucap
Helga.
"Tidak!
Tidak mau! " tolak Dave kekeh.
"Berpisah
kamar saja kalau begitu. Sebentar hanya sebulan, mulai dari persiapan
pernikahan sampai pemberkatan saja, " ucap Antonio.
Dave tetap
tidak setuju. "Aku ingin menghamili Allen, bagaimana bisa aku
menghamilinya kalau aku teus berjauhan darinya! " protes Dave yang membuat
Allen tersipu malu.
"Tuan
Dave kau kan bisa melakukannya setelah kita menikah... " ucap Allen yang
membuat Dave makin cemberut.
●●●
Semua
permintaan Allen bisa di kabulkan kecuali permintaan untuk berpisah sejenak
dari Dave. Allen tak berani meminta atau memaksa Dave soal pemisahan sementara
itu. Bahkan menyinggung lagi pun Allen tak berani. Meskipun saat ngambek Dave
tetap minta di temani Allen dan Allen juga dengan senang hati menemani dan
melayani kemanjaan Dave.
"Tuan
Dave apa bisa kita bekerja di kamar saja?" tanya Allen yang sudah lelah
duduk di kursi taman menemani Dave bekerja sambil ngambek dan makan buah.
Dave
menghela nafas kesal tapi tetap menuruti permintaan Allen untuk pindah ke
kamarnya. Dave langsung mengunci kamar begitu ia masuk bersama Allen. Dengan
wajahnya yang tampak masih begitu marah Dave duduk bersandar di ranjangnya
sementara Allen tiduran di sampingnya sambil sesekali memeluknya ketika sudah
lelah mengganti channel TVnya.
"Aku
ingin bulan madu di pantai... " ucap Allen tiba-tiba. "Atau di
apartemen seperti dulu juga tidak apa-apa... " ralat Allen tiba-tiba.
"Pantai
mana yang ingin kau datangi?" tanya Dave sambil masih fokus pada berkas
yang ia tinjau.
Allen
mengheleng. "Tidak tidak jadi... " jawab Allen.
"Kau
mau ke mana? Pulai Jeju? Hawai? Bali? Sidney? Kemana?" cerca Dave sambil
menurunkan berkas yang ia baca.
"Tidak,
tidak jadi... " jawab Allen lalu ikut duduk agar sejajar dengan Dave.
"Hanya
karena aku menolak berpisah darimu sepanjang persiapan menikah, bukan berarti
kita tidak bulan madu Allen... " ucap Dave kesal.
"Tuan
Dave, kenapa kau tiba-tiba ingin aku hamil?" tanya Allen.
"Tidak
tiba-tiba, kita sudah lama menginginkannya. Selain itu kau bilang ingin punya
keluarga kecilmu sendiri kan? Yasudah aku ingin segera mewujudkannya.... "
jawab Dave lalu mencium bibir Allen yang banyak melawannya hari ini.
Allen
mengangguk pelan. "Aku jadi merindukan anakku... "
"Kita
bisa pergi kemakamnya nanti... " ucap Dave lalu meletakkan berkasnya di
atas laci agar bisa memluk Allen dengan leluasa dalam pangkuannya.
"Aku
masih sedih bila ingat... "
"Ssst!
Sudah. Ingat yang indah-indah saja... " potong Dave lalu mengecup bibir
Allen.
Allen
tersenyum lalu membalas kecupan Dave sambil meletakkan tangannya di bahu dan
sesekali mengelus dada bidang Dave. "I miss you... " bisik Allen lalu
mengecup Bibir Dave yang di balas dengan lumatan oleh Dave.
Dave terus
melumat bibir Allen sambil beradu lidah dengannya. Tangan Dave mulai menekan
punggung Allen agar semakin dekat dengannya sementara tangannya yang lain
mengelus pipi Allen merasa tak cukup puas dengan ciumannya dengan Allen.
"Emhhh...
" desah Allen pelan karena Dave begitu agresif hingga tak menyediakan
celah untuk mengambil nafas.
Dave juga
tak puas hanya beradu lidah dengan Allen. Dave beberapa kali menghisap lidah
Allen. Tangannya juga tak bisa behenti dan mulai menggerayangi pantat Allen
sambil meremasnya dengan lembut.
"Tuan
Dave... Permisi... Ada tamu... " ucap kepala pelayan Dave yang mengetuk
pintu kamar Dave.
Dave
perlahan melepas pagutannya begitu mendengar ada yang memanggilnya. "Argh!
Apa aku tidak boleh menikmati istriku sebentar saja! " geram Dave kesal.
Allen
tersenyum lalu turun dari pangkuan Dave meskipun dengan berat hati karena ia
juga sudah sangat merindukan suaminya itu.
"Tunggu
sebentar, aku akan menyelesaikan ini dengan cepat... " ucap Dave lalu
berjalan keluar kamarnya tanpa menunggu jawaban dari Allen. "Siapa yang
mencariku?" tanya Dave kesal.
"Nona
Julie... " jawab kepala pelayan itu dengan pelan. "Nona Julie sudah
mencari Tuan sejak Tuan pegi ke Vatikan... " ucap kepala pelayan lagi
sambil mengikuti langkah Dave yang begitu cepat dan terburu-buru menemui Julie.
"Halo
Dave... Aku membawakanmu makanan..." sapa Julie begitu melihat Dave.
Dave
langsung memberi isyarat pada pelayannya untuk membawa masuk buah tangan Julie.
"Bagaimana perkembangan rumahku?" tanya Dave.
"A-oh..
I-itu... Kalau tidak ada masalah akan selesai dua bulan lagi. Hansol membantuku
mengerjakannya jadi pasti lebih cepat dan sesuai ekspektasi. Dia juga yang
mengerjakan rumah keluarga Jenner... Well pasti akan bagus... " jawab
Julie.
"Aku
senang mendengarnya," Dave melihat kalender di atas meja ruang tamu yang
sempat ia pakai bekerja. "Emm... Aku akan melihat progresnya mungkin dua
atau tiga hari lagi..." sambung Dave lalu bangkit dari duduknya.
"Bagaimana
kabarmu?" tanya Julie berusaha menahan Dave.
"Baik.
Aku masih ada urusan penting. Sampai jumpa besok... " jawab Dave lalu
buru-buru masuk meninggalkan Julie begitu saja. "Sayaaaaang!!! "
teriak Dave begitu ceria berlari ke kamarnya.
Julie
terdiam bingung harus bagaimana setelah di campakan Dave.
Bab 56 – Konfirmasi🔞
Julie langsung pergi ke rumah Hansol berniat
untuk memastikan Allen masih ada di sana dan orang yang di panggil
"sayang" oleh Dave tadi bukan Allen. Tapi begitu ia sampai di rumah
Hansol, rumahnya tampak begitu sepi dan tertutup. Meskipun halaman rumahnya
tampak masih basah.
Setelah menunggu cukup lama dan beberapakali
menekan bel dan tak ada yang datang. Julie memutuskan untuk pulang dan datang
lagi nanti. Meskipun ia sudah begitu penasaran dimana Allen saat ini.
"Julie, ibu dan ayah kemarin baru saja
bertemu dengan keluarga Woods. Nanti malam kita akan makan malam bersama. Ibu
dengar mereka punya anak laki-laki yang lebih tua darimu dan masih lajang...
"
Julie langsung menghela nafas kesal.
"Tapi bu, aku sedang dekat dengan Dave Mcclain... " potong Julie.
"Tidak! Dia sudah punya istri dan ibu
tidak membiarkanmu untuk di madu atau jadi wanita murahan yang merebut suami
orang! " larang Eva pada putrinya yang begitu keras kepala.
"Bu! " bentak Julie.
"Dulu kau yang menolak berkenalan dengan
putra keluarga Mcclain! Kau juga yang menolak dan senang ketika ia menikah
dengan wanita lain! " Eva lebih keras lagi pada putrinya.
"Tapi itu dulu! Sekarang beda! Aku dekat
dengan Dave. Bahkan dia juga membuat rumah bersamaku..."
Eva memutar matanya jengah dengan sikap
kekanak-kanakkan Julie. "Keluarga kita sejak lama bekerja sama dengan Tuan
Mcclain. Tentu saja Dave memakai banTuan keluarga kita untuk bekerja
sama."
"Bu ini beda... "
"Baiklah kalau memang berbeda. Ibu akan
bertemu dengan nyonya Mcclain. Biar ibu pastikan sendiri. Kalau perlu ibu akan
menemui Dave langsung! Sekarang! " ucap Eva yang tak mau terus berdebat
dengan Julie yang begitu ngeyel.
"Ibu! Tunggu! Bu! " Julie kelabakan
sendiri ketika ibunya ingin membuktikan omongannya.
●●●
Dave sudah mendekap Allen setelah ronde
pertamanya usai. Allen cukup lelah tapi masih mau lagi sementara Dave jangan di
tanya lagi. Jelas ia belum mau berhenti menikmati penyaTuannya dengan Allen.
Dave paling suka ketika Allen mendudukinya tapi Allen sudah mencapai puncaknya
tadi. Tubuh Allen sudah terasa seperti jelly.
"Lagi?" tanya Allen sambil menatap
Dave dengan pandangan sayu.
Dave langsung mengangguk dan kembali mencumbu
Allen. Tak butuh berlama-lama lagi Dave sudah kembali memasukkan batang
kebanggaannya untuk mencapai kenikmatannya lagi. Apa lagi setelah sekian lama
berpisah ia bisa menikmati istrinya tanpa perlu memakai pengaman karena memang
ingin secepatnya punya anak.
"Emmmhhhh... Anghhh... Hubbyhhh... "
desah Allen yang tak bisa ia tahan lagi karena kenikmatan yang di berikan
suaminya.
Dave makin bersemangat ketika mendengar
desahan istrinya yang begitu erotis di telinganya. Apa lagi lubang kenikmatan
Allen yang terasa begitu sempit dan hangat juga menghisap dan memijit
kejantanannya membuat Dave merasakan kembali kenikmatan yang sudah lama tidak
ia rasakan.
Dave terus bergerak maju mundur sambil
sesekali mencumbu bibir Allen yang terus menahan desah atau menghisap
payudaranya yang berguncang karena gerakan Dave. Allen sudah tak peduli lagi
akan bagaimana ia nanti yang jelas ia hanya ingin memberikan kenikmatan dan
menikmati kenikmatan yang di berikan Dave.
"Sayang tahan aku juga mau keluar...
" bisik Dave lalu mempercepat genjotannya pada Allen lalu membenamkannya
dalam-dalam sebelum menembakkan spermanya kedalam tubuh Allen. "Women on
top... " ucap Dave yang seketika merubah posisinya dengan Allen dan
memaksa Allen duduk di atasnya yang membuat Allen memekik penuh nikmat
karenanya.
"Ahh... A-aku tidak bisa bergerak
hubby... " rengek Allen manja tapi masih berusaha untuk memuaskan
suaminya.
Tak mau terus menyiksa Allen yang sudah lemas
Dave kembali memompanya dari bawah. Sementara Allen dengan susah payah menahan
tubuhnya agar tidak menimpa Dave. Belum mencapai klimaksnya Dave memposisikan
Allen untuk menungging dan tentu saja Allen lebih suka posisi itu daripada ia
harus berada di atas Dave dan sulit bergerak.
"Enghhhh.... Ohhh.... Shhh... "Allen
terus berusaha menahan desahnya sambil terus membalas lumatan Dave untuk
menyalurkan kenikmatannya.
●●●
"Oh Eva, ada angin apa hingga membawamu
kemari?" sambut Helga sambil meletakkan daftar nama yang akan ia undang ke
acara resepsi nanti.
"Aku mendapat kabar kalau Julie dekat
dengan Dave, jadi aku memastikannya... " ucap Eva terus terang.
"Oh kau sudah mendengarnya!" seru
Helga lalu membawa Eve pergi ke taman belakang. "Tolong rahasiakan ini ya,
Dave ingin membuat kejutan untuk Allen. Kurasa Dave memilih arsitek yang
tepat... " sambung Helga.
Eva yang semula mengira bila Dave benar-benar
dekat dengan Julie langsung bernafas lega.
"Mereka sempat bertengkar, mereka
berencana untuk menikah lagi dan membuat resepsi besar. Aku baru menyiapkan
daftar tamu... " ucap Helga senang membagi kabar bahagianya.
"Lalu dimana Dave?" tanya Eva.
Helga kembali menundukkan kepalanya untuk
berbisik. "Sedang bercinta, aku akan segera punya cucu sepertinya...
" bisik Helga lalu tertawa kecil.
Eva ikut tertawa kecil dengan canggung. Betapa
kesal dan malunya Eva sudah datang dan menanyai hal bodoh seperti itu pada
Helga. Tapi ia masih bisa bernafas lega karena tidak mengajak Julie yang
berpotensi memperbesar masalah.
"Oh iya omong-omong kenapa tiba-tiba
bertanya soal Dave?" tanya Helga.
"Aku ingin menjodohkan Julie dengan putra
keluarga Woods. A-aku hanya ingin memastikan Julie tidak dekat dengan siapapun
sekarang... " ucap Eva.
"Ah, aku mengerti. Karena masalah Dave
dulu ya?" tebak Helga.
Eva langsung tersenyum malu mendengar tenakan
Helga.
"Maaf ya, Dave sekarang sudah begitu
bahagia dan manja pada Allen. Ku harap Julie bisa segera menemukan pria yang
tepat... " ucap Helga mendoakan.
"Ibu! " teriak Julie tak tau malu
menerobos para pelayan dan penjaga di rumah keluarga Mcclain.
Bab 57 – Allen Cemburu
Dave dan
Allen semula ingin tidur sebentar setelah benar-benar lelah bercinta, terutama
Allen yang di buat KO. Tapi baru sebentar terpejam Dave dan Allen mendengar
suara ribut dari lantai bawah. Perasaan Dave langsung tidak enak dan mengira
bila ibunya, Penelope datang.
"Tunggu
di sini, aku akan memeriksa ke bawah sebentar... " ucap Dave lalu bangun
dan mengambil handuk kimononya.
"Aku
mau ikut... " pinta Allen.
"Tidak
usah!" larang Dave lalu buru-buru keluar dari kamarnya. "Kalau kau
keluar nanti malam kau akan ku garap dua kali lipat dari yang tadi! "
ancam Dave yang kembali lagi ke kamarnya.
"Dave!
Tolong mama!!! " jerit Helga histeris karena Julie yang begitu arogan
bertengkar dengan ibunya.
"Ya
ampun! Apa yang kalian lakukan di sini!! " ucap Dave sambil buru-buru
berjalan menuruni tangga dan mengambil patung koleksi Helga yang akan di
lemparkan Julie ke arah Eva.
"Dave
bilang pada ibuku bila kita dekat! " teriak Julie memaksa Dave.
"Kita
hanya rekan bisnis Julie. Apa maksudmu datang kerumahku dan merusak
barang-barang seperti ini?! " jawab Dave dengan kesal.
"Tidak!
Kita lebih dari itu! " jerit Julie.
Dave
menghela nafas lalu meraih patung di tangan Julie secara paksa. "Aku sudah
punya istri, sadarlah dan berhentilah bermain dalam imajinasimu," tegas
Dave.
"Tapi
kau bilang kau mencintaiku! " jerit Julie yang mulai ngelantur.
Dave
kembali menghela nafasnya dan di saat bersamaan terdengar suara bantingan pintu
dari atas. "Berhentilah mengarang cerita. Kau bahkan bukan seleraku!"
tolak Dave lalu memberikan isyarat untuk mengusir Eva dan Julie dari rumah.
"Kirimkan somasi. Aku jijik dengan perempuan seperti itu... " ucap
Dave lalu buru-buru kembali ke kamarnya sadar bila tadi Allen mendengar ucapan
Julie.
"Coret
keluarga Hadwill. Mereka terlalu bar-bar... Menyeramkan... " ucap Helga
lalu duduk di sofa dengan gemetar setelah insiden mengerikan barusan.
Itu bukan
insiden pertamanya menangani perempuan yang mengamuk karena Dave. Tapi Julie
adalah yang paling mengerikan. Bahkan sampai mengancam koleksi berharganya
segala.
Lain Helga
lain lagi Dave. Dave yang sudah bahagia bisa bersama kembali dengan Allen di
tambah sudah dapat jatahnya, seketika terlihat suram dan menyeramkan. Bahkan
dua kali lipat dari sebelumnya setelah insiden Julie tadi.
"Sayang..."
panggil Dave sambil membuka pintu kamarnya.
Allen hanya
diam sambil membenamkan kepalanya kedalam bantal. Dave mendekat lalu memeluk
Allen. Allen langsung memunggungi Dave.
"Julie
tidak benar sayang, aku tidak ada hubungan apapun dengannya... " ucap Dave
menjelaskan pada Allen.
Allen masih
diam memunggunginya lalu bangun untuk ke kamar mandi. Dave ikut bangun dan
mengintili Allen, tapi Allen mendorong Dave dan mengunci kamar mandi dari
dalam.
"Sayang...
Allen... Aku bersumpah tidak ada apapun yang terjadi di antara aku dan Julie...
" ucap Dave sambil terus berusaha membuka pintu kamar mandi.
Allen hanya
diam sambil berusaha meredakan api cemburu yang membakar hatinya. Dave memang
suka bergonta-ganti pasangan, Dave juga sering terlibat cinta satu malam tapi
itu dulu dan sekarang ia sudah menjadi seorang pria yang mengambil komitmen
untuk setia, Allen berusaha meyakinkan hatinya terus menerus. Meskipun tidak
Allen pungkiri bila ia tetap menangis karenanya.
"Allen
percayalah padaku," ucap Dave yang masih membujuk Allen.
"Dave,
boleh mama masuk?" tanya Helga sebelum masuk kamar Dave.
"Ada
apa Ma? " tanya Dave sambil membuka pintu kamarnya dengan wajah panik dan
tegang karena masih harus merayu Allen hingga Allen mau memaafkannya.
"Mama
ingin membuat tuntutan pada keluarga Hadwil... Putrinya mengerikan sekali, apa
kau masih berniat bekerja sama lagi dengan keluarganya?" tanya Helga.
"Jelas
tidak!" jawab Dave tegas. "Mama tolong bantu aku jelaskan pada Allen
kalau aku tidak bermain api di belakangnya Ma... " pinta Dave sedikit
merengek.
"Dimana
Allen? " tanya Helga. "Kamarmu berantakan sekali... " komentar
Helga lagi setelah melihat kondisi kamar Dave.
"T-tadi
rapi... A-aku baru saja... Em... Kau tau... Suami istri... " jawab Dave
malu-malu kucing menanggapi komentar Helga.
Tak lama
Allen keluar dari kamar mandi. Wajahnya tampak lebih fresh tapi matanya
terlihat sembab. "Loh mama... " ucap Allen begitu melihat Helga.
"Allen
jangan cemburu pada Dave, Dave sudah jujur padamu. Dia setia... " ucap
Helga membujuk Allen.
Allen
mengangguk lalu tersenyum. "Iya aku paham... " ucap Allen tapi masih
mengacuhkan Dave.
"Sudah
ya, kalian jangan bertengkar hanya karena masalah sepele tadi. Mama mau
mengabari ayahmu dulu agar cepat pulang... " putus Helga lalu pergi dari
kamar Dave.
"Sayang,
kau mengerti kan? Julie hanya mengaku-ngaku saja... Semuanya tidak benar...
" ucap Dave tapi tak di pedulikan Allen yang malah sibuk merapikan tempat
tidur. "Allen... "
"Aku
lelah Tuan Dave, aku mau tidur... " ucap Allen dengan suara bergetar lalu
tiduran di posisinya sambil memunggungi Dave.
Dave
menghela nafasnya lalu memeluk Allen yang memunggunginya. "Aku senang kau
cemburu padaku. Itu tandanya kau benar-benar mencintaiku. Tapi aku juga tidak
suka bila membuatmu sedih seperti ini sayang. Aku hanya mencintaimu Allen...
Aku janji... Aku bersumpah tidak bermain api di belakangmu... " ucap Dave
membujuk Allen sambil mengelus rambutnya dan mencium bahunga dari belakang.
Allen masih
diam, mempertimbangkan ucapan Dave sambil berusaha menguatkan hatinya bila ia
mampu untuk terus mendampingi Dave nanti.
Bab 58 – Kesepakatan
Helga masih
membahas kebrutalan Julie, begitu pula Dave yang ikut marah karena perbuatan
arogan Julie yang mengancam keberlangsungan rumah tangganya dengan Allen.
Antonio mendengarkan cerita anak dan istrinya dengan seksama sambil memikirkan
jalan keluar terbaiknya.
"Tapi
benarkan kau tidak mencoba merayunya?" tanya Antonio memastikan pada Dave.
"Tentu
saja tidak. Aku bertemu dengannya pertama kali setelah Allen keguguran, bertemu
lagi saat di acara charity itu pun bersama Allen, terakhir tadi itu. Lagian
untuk apa aku susah payah mencari Allen kalau misalnya aku ingin dengan wanita
lain! " jelas Dave kesal.
Allen hanya
diam mendengarkan ucapan Dave yang begitu serius sambil memakan steaknya.
"Sayang
aku sungguh-sungguh sekarang. Berhentilah merajuk... " rengek Dave pada
Allen dengan manja.
"Allen
masih cemburu?" tanya Helga lembut.
Allen ingin
bohong tapi kepalanya terlanjur mengangguk duluan.
"Ya
begitulah kehidupan rumah tangga... " ucap Antonio sambil menghela
nafasnya.
"Padahal
dulu Allen tidak pernah seperti ini... " gerutu Dave.
"Aku
takut kau menuntutku dulu... " lirih Allen yang cukup terdengar oleh
Antonio dan Helga yang mengundang tawa.
"Hah...
" desah Dave gusar sementara Allen melanjutkan makannya.
●●●
Usai makan
Dave sudah ingin kembali masuk kamar bersama Allen, tapi pelayan di rumahnya
masih belum selesai merapikan kamarnya. Ditambah Helga ingin membahas soal
pernikahan Dave dan Allen.
"Besok
kita bisa mencari cincin... " ucap Dave sambil merangkul Allen.
Allen
mengangguk sambil memutar-mutar cincin di tangannya.
"Yang
ini tetap di pakai, jangan di lepas... " ucap Dave lalu menggenggam tangan
Allen.
"Tapi
aku suka yang ini, kalau tidak usah beli saja bagaimana? Biar hemat... "
ucap Allen.
"Allen
aku ini kaya, hanya membeli cincin baru tidak membuatku miskin... " ucap
Dave lalu mencium tangan Allen. "Besok kita beli baru ya... " pinta
Dave.
"Tapi
aku lebih suka ini. Cincin ini menemaniku melewati banyak hal. Aku punya banyak
kenangan bersamanya... " jawab Allen sedih.
"Kalau
begitu kita memakai dua cincin saja... " paksa Dave yang tetap ingin
membelikan cincin baru pada Allen. "Oh iya kau mau dapat hadiah pernikahan
apa?" tanya Dave.
Allen
menggeleng. "Aku bingung ingin meminta apa, aku ingin punya anak. Kita
sekarang sedang mengusahakannya... Jadi aku tidak menginginkan apapun lagi...
" jawab Allen lalu menarik tangannya dari genggaman Dave.
Dave
langsung berbunga-bunga mendengar jawaban Allen. Helga yang menyemak juga ikut
senang karena bisa memiliki menantu sesederhana Allen.
"Biar
mama saja kalau begitu yang menyiapkan. Besok sekalian mencari gaun
bagaimana?" Helga antusias membantu persiapan pernikahan Dave.
"A-aku
punya gaun... " ucap Allen.
Dave
langsung menatap Allen bingung, sejak kapan Allen punya gaun.
"G-gaun
pernikahanku dulu... " sambung Allen lagi.
Helga
langsung tertawa mendengar ucapan Allen. Gaunnya dulu memang bagus, tapi Helga
berharap Allen akan menggunakan gaun lain yang memang ia pilih sendiri bukan
pilihan Dave yang mendadak.
"Oke
oke, kalau begitu biarkan aku menjadi ibu peri dan menyiapkan semuanya
untukmu... " ucap Helga.
Allen
tersenyum lalu mengangguk. "Besok aku mau ke makam anakku dulu... "
ucap Allen pelan.
"Tidak
masalah, kita akan bersenang-senang besok... " ucap Helga lalu mengambil
ponselnya dan mulai sibuk menelfon untuk membuat jadwal pertemuan.
"Kau
mau ke kamar?" tanya Dave.
"Tuan
Dave... " ucap Allen.
"Hmm...
" saut Dave sambil menatap Allen.
"Julie...
"
"Sudah
jangan di pikirkan, aku benar-benar tidak terlibat apapun dengannya. Aku berani
bersumpah... "
Allen
mengangguk dengan murung lalu menundukkan kepalanya. "Maksudku... Bukan
aku tidak percaya... Hanya saja emm... Julie dari keluarga yang jelas, bahkan
ibumu ingin menjodohkanmu dengannya... "
"Allen
jangan bicara begitu... " ucap Dave lalu memeluk Allen. "Aku sudah
susah payah mencarimu, sudah dua kali aku mencarimu. Aku yakin kau memang
jodohku jadi jangan membandingkan dirimu dengan yang lain... " sambung
Dave membesarkan hati Allen.
Allen
mengangguk pelan lalu bangun dari duduknya. "Kurasa memang aku yang sedang
banyak pikiran... " ucap Allen.
Dave ikut
bangun lalu menggandeng tangan Allen ke kamar. "Dulu setelah kau memelukku
di bar aku terus memikirkanmu. Aku mencarimu..." ucap Dave.
"Benarkah?"
tanya Allen yang mulai sedikit ceria.
Dave
langsung mengangguk. "Aku mencarimu di bar, tapi kau sudah di pecat.
Katanya kau bekerja di restoran ayam cepat saji. Jadi aku mencarimu ke seluruh
restoran cepat saji... " jawab Dave.
Allen
tersipu mendengar cerita Dave yang sudah cukup berjuang untuk mencarinya. Ini
kali pertama dalam hidup Allen untuk di cari seseorang setelah sering di buang,
kali pertamanya juga untuk jatuh cinta dan di cintai seorang pria.
"Tapi
kenapa harus mencariku?" tanya Allen sambil memasuki kamar.
Dave
langsung menggendong Allen lalu membawanya ke tempat tidur. "Karena aku
mencintaimu, aku bisa menjadi diriku sendiri bila bersamamu... " ucap Dave
lalu merebahkan kepalanya di atas perut Allen. "Aku ingin terus
bersamamu..." bisik Dave manja.
Allen
tersenyum lalu mengelus rambut Dave.
"Aku
tidak sabar menikahimu lagi... " ucap Dave lalu mengecup bibir Allen dan
kembali ke posisinya semula.
"Boleh
tidak kalau... "
"Boleh...
Kau boleh berpisah denganku. Tapi hanya sebentar, hanya satu minggu sebelum
acara saja. Jadi kau boleh menikmati me time mu, kau boleh melakukan perawatan
dan apapun yang kau mau. Tapi kau harus tetap di kamarmu, tetap di rumah. Tidak
boleh bepergian... " ucap Dave yang berubah pikiran untuk mengabulkan
permintaan Allen.
Allen
tersenyum sumringah mendengar ucapan Dave. "Aku pasti akan sangat
merindukan suamiku... " ucap Allen sambil mengecup kening Dave.
"Kau
boleh juga mengundang suster Theresia... Aku akan mengaturnya... " ucap
Dave.
"Mengundangnya
kemari?" tanya Allen tak percaya.
Dave
mengangguk. "Aku ingin berterimakasih pada orang yang pernah menjaga
istriku... " jawab Dave.
Bab 59 – Menuju Hari Pernikahan
Pagi-pagi
Allen menyiapkan barang-barang untuk kembali menginap di rumah Dave. Dave
menempatkan Allen di kamarnya sementara ia akan tidur dan banyak beraktivitas
di bawah. Setelah berpamitan dengan Allen, Dave langsung turun dan berusaha
menyibukkan dirinya agar tidak mencari Allen atau membatalkan niatannya.
Tapi belum
lama ia bekerja sambil mengecek dekorasinya. Dave mendapat beberapa panggilan
masuk dan sebuah pesan masuk dari Allen yang mengabarkan kalau ia tiba-tiba
haid. Dave langsung khawatir pada Allen, begitu pulang Dave juga langsung
menghampiri Allen ke atas.
"Allen,
kau mau ku temani?" tanya Dave dari luar.
Pintu
terbuka, Helga keluar dari dalam sambil membawa mangkuk kosong. "Allen
sudah tidur, tadi sudah makan, sedih tapi cuma sebentar... Mama akan
menemaninya. Kau tidak perlu khawatir... " ucap Helga.
●●●
Dave terus
menelfon Allen setiap ia memiliki waktu luang dan banyak meluangkan waktu. Dave
lebih banyak memastikan Allen baik-baik saja dari pada persiapan pernikahannya.
Dave yakin pernikahannya akan sukses karena menggunakan jasa wedding organizer
terbaik. Jadi ia hanya perlu memastikan mempelainya selalu baik-baik saja.
"Ibu?"
sambut Dave begitu melihat Penelope datang kembali setelah kasusnya kelar.
Nathan
terlihat kurus dengan pakaiannya yang berantakan dan rambut yang panjang tak di
cukur. Nathan sudah begitu murung dan tersenyum pun tidak ceria.
"Aku
ingin menitipkan Nathan lagi... " ucap Penelope lalu pergi tanpa bicara
apapun lagi.
Nathan
langsung menundukkan kepalanya dan menyeka airmatanya dengan cepat namun tetap
di sadari Dave. Dave langsung memeluk Nathan dengan erat.
"Aku
senang kau kembali Nathan. Rumahku sepi kalau tidak ada kau... " ucap Dave
lalu menyeka airmata Nathan.
"Kenapa
aku di buang terus ya... " ucap Nathan sedih lalu kembali memeluk Dave.
"Tidak,
tidak di buang. Aku menginginkanmu. Aku selalu menyayangimu... " ucap Dave
lalu mengajak Nathan masuk ke kamarnya. "Hei sekarang Allen sudah pulang.
Allen juga mencarimu beberapa hari ini... Dia merindukanmu... " ucap Dave
menghibur Nathan.
"Benarkah?
Dimana Allen?" tanya Nathan antusias.
"Di
atas. Temui dia, dia sedang sedih... " ucap Dave.
"Kalian
masih bertengkar?" tanya Nathan.
"Tidak,
kami akan menikah lagi. Jadi kami tidur terpisah katanya agar menjadi
surprise... Sudah sana temui Allen..." ucap Dave.
Nathan
langsung berlari ke kamar Dave yang di tempati Allen di atas. "Allen!
Allen! Ini aku! Nathan! " teriak Nathan agar di bukakan pintu.
"Nathan!!!
" seru Allen sambil membuka pintu. "Ya ampun! Kau dari mana saja
sayang. Aku merindukanmu! " seru Allen ceria.
Dave yang
mendengarnya dari bawah ikut senang mendengarnya. Sekarang keluarganya mulai
berkumpul kembali dan akan kembali bahagia seperti dulu lagi.
"Kak
Dave! " sapa Kevin yang pulang sendirian ke rumah.
Dave
tersenyum sumringah menyambut Kevin. "Ku kira kau tidak akan pulang...
" ucap Dave lalu memeluk Kevin.
Dave
mengabaikan perasaan Kevin yang dulu menyatakan cinta padanya. Dave mengabaikan
orientasi seksual Kevin dan hanya melihat Kevin sebagai adiknya saja. Bahkan
Dave juga mengabaikan status Kevin yang sekarang sudah menikah dengan Roberts.
"Kevin!
Anak mama! " ucap Helga yang langsung menangis haru melihat Kevin pulang.
"Anakku... " tangis Helga sambil memeluk erat Kevin dan menggenggam
tangan Dave.
"Allen...
" ucap Nathan yang melihat betapa bahagianya Helga menyambut Kevin dari
atas.
Allen
langsung menggendong Nathan dan memeluknya erat. "Aku juga menyayangimu
sama sperti bibi Helga pada Kevin... Sudah jangan sedih... " hibur Allen.
●●●
Semuanya
sudah berkumpul dan terasa begitu hangat meskipun Allen tak bisa ikut makan
malam bersama beberapa waktu belakangan. Tapi dengan adanya Nathan dan Kevin
yang kembali berkumpul semuanya terasa menyenangkan.
Dave juga
mulai mengurus Nathan di bantu pelayannya. Dave membawa Nathan ke barber untuk
sama-sama bercukur dengannya. Dave juga mengajak Nathan untuk pijat relaksasi
di rumah. Meskipun Dave sedikit iri pada Nathan yang bisa tidur bersama Allen,
Dave tetap senang karena bisa melihat adik-adiknya berkumpul.
"Permisi,
apa kak Dave ada?" tanya Daniel yang datang H-1 sebelum hari pernikahan
Dave dan Allen.
"Apa
sudah membuat jadwal bertemu sebelumnya?" tanya kepala pelayan.
"Kurasa
sudah, Dave yang mengundangku. Namaku Daniel. Aku adiknya... Tapi ayah kami
berbeda... " jawab Daniel sungkan.
"Daniel?
Adik Dave?" sambut Antonio yang baru datang juga.
Daniel
langsung mengangguk dan tersenyum untuk menyalimi Antonio.
"Masuk
lah... Dave sedang sibuk di dalam... " ucap Antonio lalu merangkul Daniel.
"Dave! Ada Daniel! " teriak Antonio.
"Daniel!
" sambut Nathan yang turun sambil membawa gelas kosong.
"Kau
di sini?" ucap Daniel kaget melihat Nathan.
Nathan
langsung mengangguk. "Aku sekarang tinggal bersama Dave dan Allen. Aku
tidak memaksa, aku tidak merepotkan. Mereka yang menginginkanku... " ucap
Nathan dengan alis berkerut.
Antonio
tersenyum mendengar ucapan Nathan. "Aku juga suka bila Nathan tinggal di
sini tidak hanya Dave dan Allen... " ucap Antonio tak mau kalah.
"Hai!
Terimakasih sudah mau datang... " sapa Dave menyambut kedatangan Daniel.
"Besok aku akan menikahi Allen lagi. Aku tidak sabar menunggu besok!
" ucap Dave dengan sumringah.
"A-aku
membawakan ini... Untuk hadiah... " ucap Daniel yang membawakan jam tangan
digital untuk Allen dan Dave.
"Terimakasih...
Allen pasti suka... " ucap Dave.
"Ini
Daniel ya? Ayo ikut kita mencoba jas yang cocok untukmu! " ajak Helga
ceria lalu menggandeng Daniel agar ikut bersamanya. "Nathan... Ayo coba
jas juga!" teriak Helga memanggil Nathan.
"Oke
bos! " seru Nathan ceria lalu mengikuti Helga.
Bab 60 – Menempuh Hidup Baru (End)
Hari yang
sudah di tunggu-tunggu oleh Dave dan Allen tiba. Semua anak di panti datang
memenuhi bangku depan di altar pemberkatan. Para biarawati juga di undang.
Suster Theresia sudah tak bisa menahan tangisnya saat Dave sudah datang dan
berdiri menunggu Allen masuk untuk sama-sama berjanji di hadapan Tuhan. Nathan
duduk di antara Antonio dan Helga. Sementara Daniel duduk bersama Kevin juga
Roberts.
Dave begitu
gugup dan tak sabar. Sampai akhirnya Allen masuk. Airmata Dave sudah tak bisa
terbendung lagi. Ia tak menyangka kalau seorang Dave yang selama ini flamboyan
dan suka berganti pasangan akan benar-benar menikah. Allen tampak cantik dan
benar menjadi kejutan bagi Dave.
"Allen...
Aku mencintaimu lebih dari yang kau tau... " bisik Dave setelah sama-sama
mengucap janji bersama Allen.
Tangan Dave
benar-benar gemetar ketika membuka kerudung penutup kepala Allen untuk
menciumnya. Bahkan Dave tak pernah merasa segugup ini sebelumnya. Saat mencium
Allen pun Dave mencium lebih lama dari yang seharusnya meskipun akhirnya ia mau
melepaskan ciumannya.
Acara
berlanjut menuju ke tempat resepsi. Tidak ada kehadiran Penelope sama sekali.
Dave sedikit sedih karena hal itu, tapi ketika ia melihat Allen yang menyalimi
banyak orang yang tidak di kenalinya dan tak ada keluarganya satupun di sana.
Dave merasa lebih bersyukur dan bahagia.
"Kau
cantik..." puji Dave entah ke berapa kali saat melihat Allen yang terus
berada di sisinya.
"Allen!
Ternyata Tuan Dave suamimu! " seru nyonya Park yang datang bersama Hansol.
"Nyonya
Park! Aku senang sekali kau bisa datang. Kenalkan suamiku... " ucap Allen
ceria. "Tuan Dave ini nyonya Park aku tinggal di rumahnya waktu itu. Ini
Hansol dia yang anak nyonya Park, dia yang meminjami aku charger... " ucap
Allen meskipun Dave sudah mengenal Hansol dan nyonya Park sebelumnya.
"Terimakasih
sudah menjaga istriku... Ku harap kalian tidak kerepotan waktu itu... "
ucap Dave.
"Tidak!
Allen menjagaku. Kami memasak dan menanam bunga matahari bersama-sama. Sekarang
bunganya sudah mulai tumbuh. Cantik sekali... " ucap nyonya Park lalu
merangkul Allen. "Kalian boleh berkunjung ke rumahku bila kalian
mau..." undang nyonya Park antusias.
"Ibu...
Tuan Dave ini sibuk... " ucap Hansol sungkan.
"Tentu
saja aku akan berkunjung bersama Allen nanti bila ada waktu... " ucap
Dave.
♡♡♡
Satu tahun
berselang...
Allen masih
betah tinggal di apartemen sementara rumahnya dengan Dave baru di siapkan untuk
menyambut kelahiran buah hatinya dan juga kamar untuk Nathan. Nathan juga
kembali bekerja pada Allen untuk menabung agar menjadi paman yang baik dan
keren lagi. Tak hanya Nathan yang excited pada kehamilan Allen kali ini. Dave
dan orang Tuanya juga ikut excited menyambut kelahiran cucu pertama keluarga
Mcclain.
"Sayang
aku merindukanmu... Cepat pulang... " rengek Allen yang jadi begitu manja
pada Dave yang sudah telat lima belas menit pulang.
"Sabar
sebentar ya..." ucap Dave yang sedang dalam perjalanan pulang.
"Allen
aku mengantuk... " ucap Nathan sambil menguap setelah mengerjakan tugas.
"Sikat
gigi dulu... Setelah itu tidur ya... " ucap Allen lembut lalu menemani
Nathan di kamar.
Allen
menemani Nathan tidur sambil membacakan cerita dan terus mengatakan pada Nathan
bila ia dan Dave sangat menyayangi Nathan.
"Allen,
apa kalau bayimu lahir kau akan membuangku?" tanya Nathan sedih.
"Tidak,
tentu saja tidak. Aku sayang pada Nathan sama seperti sayang pada anakku nanti.
Jadi Nathan jangan berpikir begitu. Nathan kan pernah bilang akan menjadi paman
dan kakak yang keren... Pasti dia akan sayang pada Nathan juga... " ucap
Allen lalu membawa tangan Nathan untuk mengelus perut buncitnya.
"Eh!
Dia menendang! " seru Nathan.
"Itu
karena dia tidak sabar ingin bertemu Nathan... " ucap Allen menghibur
Nathan. "Jangan khawatir, bila kita bersama-sama semua akan baik-baik
saja... " ucap Allen menguatkan Nathan.
Nathan
mengangguk lalu memejamkan matanya yang sudah mengantuk untuk tidur.
"Sayang...
" ucap Dave yang sudah menunggu Allen keluar dari kamar Nathan. Dave
langsung memeluk Allen dan menciumnya dengan lembut. Sebelum
menggendongnya masuk ke kamar. "Maaf ya lama, tadi macet... " ucap
Dave lalu menidurkan Allen. "Baby hari ini aktif tidak? Ingin ku pijiti
tidak?" tanya Dave yang ingin memanjakan Allen sambil mengelus perut
besarnya.
"Tidak,
dia cukup tenang..." ucap Allen lembut. "Sayang aku ingin di peluk...
" pinta Allen manja.
"Tunggu,
aku ganti piama dulu ya... Setelah ini aku akan memelukmu sampai kau puas...
" ucap Dave lalu buru-buru bangun untuk mengganti baju kerjanya dengan
piama sekaligus cuci muka dan sikat gigi.
Allen
mengangguk lalu menunggu Dave datang.
"Bagaimana
harimu?" tanya Dave sambil bersiap tiduran di samping Allen.
"Menyenangkan.
Nathan hari ini sedih, dia pikir kita akan membuangnya kalau kita punya anak.
Aku jadi ikut sedih... " ucap Allen lalu memeluk Dave dengan manja.
"Kita
tidak akan meninggalkan siapapun. Kita kan keluarga, kita akan selalu
bersama.... " ucap Dave lalu mengecup kening Allen. "Terimakasih
sudah menjadi istriku... " bisik Dave.
Allen
mengangguk sambil tersenyum sumringah.
"I
love you... " ucap Dave dan Allen bersama-sama lalu saling mencium satu
sama lain.
Dave
bersyukur keluarganya bisa kembali akur dan ia bisa benar-benar membuat
keluarga kecilnya sendiri. Sementara Allen bersyukur akhirnya iq memiliki
keluarga yang akan selalu menyayanginya dan menemaninya. Allen dan Dave sudah
sama-sama tidak kesepian dalam keramaian lagi. Masalah mereka bertemu dan
berniat hanya sebatas pasangan one night stand juga sudah mereka lupakan.
Sekarang Allen dan Dave hanya fokus untuk membangun keluarga kecil yang bahagia
dan harmonis serta saling menguatkan satu sama lain.
Tamat ♡
0 comments