“Ini Ayah
waktu masih TK,” ucap Anna yang menonton album foto bersama dengan Lia.
“Kalo Bunda
mana?” tanya Lia antusias.
“Bunda
belum lahir waktu Ayah TK,” jawab Anna lalu menunjukkan foto-foto yang lain. “Nah
kalo ini Bunda waktu masih kecil kayak adek, Ayah udah SMP,” ucap Anna sembai
mengelus rambut Lia.
“Hihihi
Bunda masih kecil ya kayak adek,” ucap Lia sembari menunjuk dirinya sendiri.
Anna mengangguk
sambil tersenyum. “Iya, masih kecil nanti tumbuh besar jadi hebat, jadi pinter,”
ucap Anna lalu mengecup pipi cucunya dengan gemas.
Pluk! Sebuah
foto yang belum sempat di masukkan ke album foto jatuh.
“Ups! Adek ambilin!”
ucap Lia antusias membantu neneknya mengambil foto yang jatuh ke lantai.
Lia terdiam
begitu mengambil foto yang jatuh tadi. Lia memandang foto itu dengan alis
bertaut dan wajah yang langsung serius. Anna langung panik mendekat ke arah
cucunya mengira Lia sedang pup.
“Ini apa sih
Uti? Nanapa jelek sekali?” tanya Lia dengan alis yang masih berkerut
menunjukkan foto USG yang ia ambil.
Anna
mengambil foto di tangan Lia lalu melihatnya, Anna membalik tanggalnya lalu
tersenyum sumringah.
“Ini foto Adek!”
seru Anna senang.
“Hah?! Adek
tidak hitam?!” kaget Lia seketika.
Anna
tertawa kecil mendengar ucapan Lia sekaligus ekspresi kagetnya. “Ini adek waktu
di perut Bunda,” jelas Anna lalu kembali membantu Lia duduk di sofa.
“Bunda?! Adek
di perut Bunda?!” Lia semakin kaget dengan jawaban neneknya.
Anna
mengangguk lalu meletakkan foto tersebut kembali kedalam albumm fotonya. “Nah
kalo ini foto Ayah waktu lagi mau nikah sama Bunda…”
Lia sudah
mulai melamun tak mempedulikan apa yang ditunjukkan utinya dan apa yang sedang
dikatakannya. Lia begitu terpukul tau fakta jika ia pernah ada di perut Bundanya.
Ini aneh dan terasa tidak lazim bagi Lia.
“Adek! Bunda
pulang!” seru Clara yang baru pulang dari acara kondangan menemani suaminya.
“Ayah bawa kipas
nih, hadiah dari nikahan!” ucap Bara tak kalah heboh dari Clara.
Lia langsung
berlari melihat ayah dan bundanya yang pulang. Lia langsung memasang wajah
marahnya dengan kedua tangan terkepal berkacak pinggang. Clara dan Bara yang
melihat Lia langsung saling tukar pandang. Keduanya heran dan bingung, keduanya
sama-sama tak merasa berbuat salah.
“Kakak sih!
Tadi ngobrolnya lama!” cibir Clara sambil berbisik dan menepuk bahu suaminya.
“Adek
kangen ya?” tanya Clara yang langsung mendekat pada Lia.
Lia
langsung mundur dan menyilangkan tangannya sambil menggeleng. “Tidak! Aku tidak
mau sama Bunda!” tolak Lia lalu berlari ke arah ayahnya.
Bara mengerutkan
alisnya dengan heran namun tetap menggendong Lia lalu masuk bersamanya. “Adek
kenapa kok marah ke Bunda?” tanya Bara lembut.
Lia menggeleng
lalu memalingkan wajahnya.
“Uti
ngapain?” tanya Bara pada Anna.
“Ini liat
foto,” ucap Anna lalu menunjukkan album foto pernikahan Bara dulu.
Bara dan
Clara langsung tersenyum lega dan tertawa bersamaan. Seolah paham kenapa Lia tiba-tiba
marah.
“Adek marah
ya gak di ajak foto bareng waktu Ayah sama Bunda nikah?” tanya Clara lembut begitu
masuk ke kamar untuk ganti baju.
Lia
mendengus lalu menggeleng. “Bukan! Adek tau, anak cicil kan kalo acala gigituan
tidak ikut, kayak tadi Adek juga tidak di ajak. Adek tidak malah!” ucap Lia
dengan suara bergetar menahan tangis.
Bara yang
sudah melepas atasannya dan hendak masuk kamar mandi jadi tertahan begitu mendengar
masalah yang membuat marah putrinya bukan soal foto bersama.
“Adek marah
kenapa sayang?” tanya Bara lalu duduk di tempat tidur dengan bertelanjang dada.
Lia turun
dari tempat tidur lalu berlari keluar menuju neneknya lalu kembali lagi dengan
membawa buku album foto besar yang ia bawa dengan susah payah. Bara dan Clara
saling tukar pandang semakin bingung dengan apa yang Lia maksud dan apa yang
ada di pikiran buah hatinya itu.
“Ini lihat!”
seru Lia begitu menemukan foto USGnya yang sudah terpasang rapi di dalam album
foto.
Clara dan
Bara mengerutkan keningnya semakin bingung dengan apa yang di maksud Lia.
“Nanapa
Bunda memakan Adek?!” tanya Lia yang sudah menangis kecewa dan sedih.
“Hah?! Memakan
Adek? Bunda tidak memakan Adek,” elak Clara.
“Bohong!”
jerit Lia.
“Bunda
tidak bohong sayang,” ucap Clara lembut lalu mencoba mendekat ke arah Lia yang
menangis.
Lia
langsung menampik tangannya. “Uti bilang Adek ada di peyut Bunda! Nanapa Bunda
mamakan Adek?!” tangis Lia sudah langsung pecah.
Bara dan Clara
mati-matian mencoba menahan tawanya. Mereka tau ini kesalah pahaman yang lucu
pada putri kecilnya. Tapi Bara dan Clara sama-sama tau jika masalah kecil dan
sepele ini adalah masalah yang begitu besar bagi Lia yang sudah terlanjur salah
paham.
“Cup sayang,
anak Ayah…” ucap Bara lalu menggendong Lia dan memeluknya, menenangkan tangisan
putri kecilnya yang tengah salah paham ini dengan lembut.
“Bunda
tidak makan Adek, tapi waktu Adek belum kayak sekarang waktu masih bayi. Adek
hidup di perut Bunda, adek tumbuh di perut Bunda dulu biar kuat kayak sekarang,”
Clara coba menjelaskan.
“Tapi
nanapa harus dimakan?” Lia masih menangis.
“Tidak
dimakan, memang semua orang kalo masih bayi harus ada di perut bundanya
masing-masing,” jawab Clara.
Lia
menggeleng masih tak mau percaya. Bara tersenyum lalu menghela nafas lalu
mengambil ponselnya dan mencarikan vidio edukasi soal kehamilan agar Lia bisa
mengerti. Namun meskipun Lia sudah menontonnya ia tetap merasa sedih dan masih
saja menjaga jarak dari Bundanya. Seharian ia terus bersama Ayahnya dan enggan
di sentuh Bundanya.
Hingga malam
menjelang dan waktu tidurnya tiba.
“Bunda
sayang adek?” tanya Lia tiba-tiba.
“Iya dong Nak,
Bunda sayang sekali sama Adek Lia,” jawab Clara lalu melebarkan tangannya untuk
memeluk buah hatinya.
Lia memeluk
Clara. “Bunda jangan makan Adek lagi ya!” ucap Lia mewanti-wanti Bundanya yang
langsung di angguki Clara agar tidak timbul masalah baru.
0 comments